Ghibah seringkali menjadi penyebab retaknya persaudaraan, persahabatan, bahkan kehidupan rumah tangga. Selain itu, ghibah juga bisa membuat jatuhnya harga diri seseorang serta rusaknya kepercayaan seseorang kepada orang lain. (Janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian oranglain, Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Tentu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sunguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang. Al Hujurat 12).
Ghibah berasal dari kata ghaib berarti tidak hadir.Karena itu ghibah adalah menyebut orang lain yang tidak hadir di hadapan penyebutnya dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh yang bersangkutan. Artinya jika seseorang menyebut prihal keadaan orang lain yang sekiranya ia akan marah jika mendengarnya sendiri atau apabila yang dikatakan itu disampaikan oleh orang lain kepadanya juga disebut ghibah. Seringkali yang menjadi objek ghibah itu adakalanya berhubungan dengan kekurangan-kekurangannya yang bersifat negatif, seperti keadaan bentuk tubuh, perbuatan, ucapan atau prilaku agama atau dunianya.
Menceritakan keadaan orang lain apalagi yang bersifat negatif, kemudian pembicaraan tersebut didengar oleh yang bersangkutan dan ia merasa tidak senang, boleh jadi karena pembicaraan itu sesuatu aib yang menyebabkan ia malu, maka itulah yang dinamakan ghibah. Namun jika menyebut orang lain, tetapi yang disebut tidak merasa keberatan jika ia mendengar pembicaraan tersebut, disebabkan karena sesuatu yang bukan aib, maka itu tidaklah dilarang dan tidak termasuk kategore ghibah. Jadi ghibah itu adalah membicarakan orang lain dan orang yang dibicarakan merasa keberatan atau tidak setuju dengan isi pembicaraannya karena aib baginya.
Ghibah atau dalam bahasa Indonesia sering disebut mengupat atau menggunjing orang lain. Al-Qur’an melarang terbuatan tesebut seperti dijelaskan di dalam surat al-Hujurat ayat 12. Dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat. Maha penyayang.
Suatu hari Rasulullah pernah menanyakan perihal ghibah kepada para shahabatnya. Mereka menjawab, Allah dan Rasul lebih mengetahui. Rasulullah bersabda, ghibah itu adalah apabila engkau menyebutkan prihal saudaramu dengan sesuatu yang tidak disukainya. Seorang shahabat bertanya lagi, bagaimana jika yang disebut itu benar-benar ada padanya. Nabi menjawab kalau yang engkau sebut itu memang sebenarnya begitu, maka itulah yang dinamakan ghibah. Jika yang engkau sebut ternyata tidak benar maka itu namanya kebohongan.
Ghibah adakalanya berhubungan dengan kekurangan-kekurangan yang ada pada diri orang lain seperti keturunannya, dalam bentuk tubuhnya, dalam ucapannya, dalam prilaku agama atau dunianya, bahkan juga dalam hal pakaian, rumah maupun kenderaannya.
Mengenai keturunan misalnya seseorang menyebut ayah temannya seorang yang fasik, seorang yang hina atau seseorang yang kurang luas pergaulannya dan lain-lainnya.
Sedangkan menyangkut prihal budi pekerti atau kelakuannya misalnya menyebut orang lain berbudi rendah tidak berakhlak, kikir, angkuh, suka pamer, pemarah, penakut, lemah pendirian, pembohong, suka minum-minuman keras, sering meninggalkan shalat, jarang berpuasa dan lain-lain.
Adapun yang berhubungan dengan pakaian seperti menyebut orang lain bajunya tidak sesuai dengan perkembangan zaman, jadul atau yang sejenisnya yang bila orang yang bersangkutan mendengar dan merasa tidak suka semua itu dapat dikategorekan ghibah. Sebagaimana sabda rasul yang diriwayatkan oleh Muslim “ Ghibah itu engkau menyebutkan prihal saudaramu dengan sesuatu yang tidak disukainya”
Dalam hadits di atas menjelaskan bahwa orang yang menyebut cela orang lain baik itu teman, tetangga atau kenalannya dengan lidah atau ucapan yang dengan ucapan itu dapat dipahami apa yang menjadi kekurangan orang lain, dan jika ucapan tersebut diketahui oleh yang bersangkutan dan ia merasa tidak senang mendengarnya, maka perbuatan itu sudah dinamakan ghibah.
Mengumpat atau mengghibah hukumnya haram dan seyogianya pelakunya harus menyesal dan kemudian bertaubat serta merasa sedih karena perbuatan itu. Selanjunya ia hendaknya meminta maaf kepada orang yang diumpat/yang dighibah serta meminta halalnya agar ia dapat lepas dari dosanya.
Menurut Imam al-Gazali cara agar dapat menghilangkan sifat suka mengghibah adalah dengan cara menyadari bahwa betapa sakit dan tidak enaknya orang lain saat cela dan aibnya dibuka. Dan menyadari pula bagaimana luka perasaannya ketika mendengar kekurangan dan celanya diketahui orang lain. Jika ia telah merasakan betapa tidak senangnya bila aib dan celanya sendiri diketahui oleh orang lain. Karena itu janganlah mengumpat/mengghibah kalau tidak senang dighibah oleh orang lain. Apa yang dirasakan tidak enak oleh dirinya jangan diterapkan pada orang lain.
Selain itu, yang paling manjur untuk menghindari ghibah adalah dengan kekuatan iman dalam jiwa, barangsiapa yang sudah kuat dan kokoh keimanan dan keyakinannya kepada Allah, tentu mulutnya dapat menghindari dari segala ucapan yang buruk, seperti menghibah orang lain. Karena itu salah satu yang harus dihindari saat berpuasa adalah ghibah, karena ia akan dapat merusak kesempurnaan dan bahkan membatalkan puasa.
Referensi sebagai berikut ini ;