Kamis, 14 Juli 2022

Bahagia dengan Al Qur’an

Bahagia dengan Al Qur’an: Hidup Penuh Kepanikan

Allah SWT berfirman: “Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh, dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir,” (Al-Baqarah ayat 17).

Demikianlah kondisi orang yang hatinya dipenuhi penyakit, akhirnya mempengaruhi mentalitas mereka, serta menyebabka kepanikan mental.

Kepanikan mental adalah munculnya perilaku ketakutan yang luar biasa, sehingga mereka melakukan hal-hal yang dapat mengurangi rasa takutnya walau hanya hal itu tidak menjadi solusi.

Ibarat orang tenggelam atau hanyut di sungai, maka dia akan menjadikan rumput sebagai pegangan, dengan harapan dapat menyelamatkan dari hanyut tersebut.

Allah Swt menyebutkan kondisi orang munafik, yang dimana pun tempatnya selalu mencari keuntungan dengan cara yang tidak baik, akhirnya semua orang mengetahui nya, maka mereka akan merasakan ketakutan dan tidak ada tempat untuk berlindung sedikitpun. Sehingga dalam surat at-Taubah mereka disebutkan, andaikan ada lubang, atau goa yang sempit akan mereka gunakan untuk bersembunyi dan berlindung.

Dalam ayat tersebut Allah membuat permisalan kondisi orang munafik seperti dalam ketakutan hujan lebat, ada kilat dan guruh. Sehingga mereka benar-benar panik dan sangat panik. Bahkan mereka menjadikan kilat sebagai penerang jalan mereka, sedangkan kilat hanya sebentar saja, akan gelap lagi.

Jika dalam diri manusia sering terjadi kondisi seperti ini, kepanikan dan ketakutan, dia merasa semua orang menyinggung nya, tidak bersahabat denganya, karena dia mengetahui prilakunya sendiri maka inilah kepanikan mental, disebabkan penyakit hati nifak.

Inilah bedanya dengan orang beriman yang hatinya tenang dan penuh kelapangan, pandanganya selalu positif, sehingga mereka berjalan seperti dibawah lentera yang terang. Mereka seakan tidak memiliki musuh, walay senyatanya banyak yang tidak suka dengan kebaikan nya, tetapi mereka mengedepankan Ihsan, membalas keburukan dengan kebaikan.

Dalam realitas kehidupan saat ini, banyak orang-orang yang mengalami kondisi kepanikan ini, mereka hanya menjadi kutuloncat peradaban, loncat sana sini untuk mendapatkan keuntungan tanpa memberi manfaat. Mereka nempel kepada pejabat untuk mendapatkan keuntungan proyek yang seharusnya mereka tak layak mendapatkan nya. Para pejabat pun menempel kepenguasa untuk mempertahankan jabatanya dengan segala cara. Selalu seperti itu, akhirnya mereka pada satu titik tak ada satupun orang yang dapat dia tempeli, akhirnya kesulitan demi kesulitan yang dia alami.

Stanley Cohen mengatakan bahwa kepanikan moral terjadi ketika “suatu kondisi, situasi, orang, atau sekelompok orang, muncul dan didefinisikan sebagai ancaman bagi nilai atau kepentingan masyarakat.”

Dengan kondisi ini orang yang mental panic, akan terbawa keadaan, apalagi kondisi media sosial, yang selalu menampakkan berita negatif, sehingga yang muncul ketakutan luar biasa. Apalagi ketakutan akan dunia, ketakutan akan kematian dan lain sebagainya.

Orang beriman apapun keadaannya akan selalu tenang, dia seperti batu permata, walau jatuh di lumpur, dia akan tetap menajdi permata indah. Kondisi luar tidak mempengaruhi dirinya, karena dia fokus pada Allah SWT.

Dalam dunia yang menampakkan ketakutan dan kekhwatiran orang beriman tak memiliki rasa takut dan khawatir, karena mereka selalu ingat Allah dalam hidupnya. Mereka yakin Allah akan menolong dan membimbingnya dalam menjalankan setiap kondisi kehidupan.

Insan profetis adalah mereka yang tidak pernah panik, mereka adalah insan yang mengedepankan jiwa ketenangan, sehingga fikiran jernih yang hadir dalam setiap keadaan. Mereka tidak memiliki kekhwatiran karena hidup mereka dipenuhi kebaikan, mereka selalu memberikan sesuatu yang bermanfaat, maka tidak pernah mengalami kepanikan mental.

Insan profetis juga senantiasa berfikir positif terhadap setiap keadaan, mengambil hikmah dari segala peristiwa, sehingga menjadi ilmu pengetahuan baru pada dirinya. Segala keburukan peristiwa tidak mempengaruhi kejiwaan mereka, karena mereka memiliki standar kebenaran yang harus diikuti.

Insan profetis selalu menebarkan kebaikan, serta memberikan informasi yang meneduhkan dan membangun optimisme manusia. Mereka memiliki filter iman yang kuat, sehingga hanya kebaikan yang masuk dalm dirinya.

Referensi sebagai berikut ini ;