“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. 68-70)
Tidaklah bagi pelaku dosa kecuali bertaubat dan meminta kepada Allah agar berkenan menerimanya dan masuk surga tanpa hisab. Adapun bagi siapa saja yang bertemu dengan Allah dengan dosa besar tanpa taubat, maka ia berada di bawah kehendak Allah, jika berkehendak Dia akan mengadzabnya dan jika berkehendak Dia akan mengampuninya, berdasarkan firman Allah Swt : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. (QS. An Nisa’: 48)
Ibnu Jarir At Thabari rahimahullah berkata:
“Ayat ini telah menjelaskan bahwa semua pelaku dosa besar berada di bawah kehendak Allah, jika berkehendak Dia memaafkannya, dan jika berkehendak Dia akan menyiksanya, selama dosa besarnya bukanlah sebuah kesyirikan kepada Allah Swt”. (Tafsir At Thabari: 8/450)
Telah disebutkan pada jawaban soal nomor: 174528
“Bahwa dalil-dalil syar’i yang dzahir telah menentukan bahwa mereka yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab mereka adalah yang terdepan dalam kebaikan, bukanlah mereka yang ekonomis apalagi yang mendzolimi diri mereka sendiri”.
Yang demikian itu sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Darda’ –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”. (QS. Faathir: 32)
“Adapun mereka lebih dahulu berbuat kebaikan, mereka adalah orang-orang yang masuk surga tanpa hisab, dan adapun mereka yang pertengahan adalah mereka yang dihisab dengan hisab yang mudah, sedangkan mereka yang menganiaya diri mereka sendiri adalah mereka orang-orang yang dihisab di sepanjang mahsyar, kemudian merekalah yang diliputi oleh rahmat-Nya, seraya merekalah yang mengucapkan:
“Dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu". (QS. Fathir: 34-35)
Dan dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhu- berkata pada saat mentafsiri ayat tersebut: “Mereka adalah umat Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Allah telah mewariskan kepada mereka setiap kitab yang telah diturunkan, maka yang dzolim dari mereka diampuni, yang ekonomis (pertengahan) akan dihisab dengan hisab yang mudah, dan yang lebih dahulu berbuat kebaikan akan masuk surga tanpa hisab”. (HR. Ibnu Jarir Thabari).
Dari Abu Wail dari Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata:
“Umat ini tiga bagian pada hari kiamat, 1/3 masuk surga tanpa hisab, 1/3 lainnya akan dihisab dengan hisab yang mudah, dan 1/3 lainnya mereka datang dengan dosa yang banyak sampai Dia berfirman: “Siapa mereka ?” dan Dia Maha Mengetahui –tabaraka wa ta’ala-, maka malaikat menjawab: “Mereka datang dengan membawa dosa yang banyak, hanya saja mereka tidak menyekutukan-Mu dengan sesuatu, maka Allah Swt berfirman: “Masukkan mereka ke dalam luasnya rahmat-Ku, seraya Abdullah membacakan ayat ini:
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”. (QS. Faathir: 32)
Pelaku dosa besar jika Dia bertemu dengan Allah dalam keadaan belum bertaubat darinya, maka ia termasuk orang yang dzolim kepada diri sendiri, dan akan dihisab, dan ditimbang antara kebaikan dan keburukannya, jika lebih berat keburukannya maka ia termasuk penghuni neraka, kalau tidak maka Allah akan mengampuninya.
Bisa jadi Allah Swt akan menghisabnya dengan hisab yang mudah, Allah mengakui dosa-dosanya kemudian Dia mengampuninya.
Syeikh Hafidz Al Hukmi –rahimahullah- berkata:
Soal: “Bagaimana menggabungkan antara sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam hadits ini:
“Maka ia (sesuai dengan kehendak) Allah, jika berkehendak Dia akan mengampuninya dan jika berkehendak Dia akan menyiksanya”. (HR. Muttafaqun ‘alaihi)
Dengan hadits yang menyatakan bahwa mereka yang lebih berat keburukannya dari pada kebaikannya maka ia akan masuk neraka ?
Jawab:
Keduanya tidak bertentangan, karena barang siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk diampuni, maka akan dihisab dengan hisab yang mudah yang ditafsiri oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan Al ‘Ardh (pertanggung jawaban), beliau mengatakan tentang sifatnya:
“Salah seorang dari kalian mendekat kepada Tuhannya -‘Azza wa Jalla- sampai dia meletakkan tangannya, dan (Allah) bertanya: “Kamu telah mengerjakan ini dan itu”, dia menjawab: “Iya”, dan Dia berkata lagi: “Kamu telah mengerjakan ini dan itu”, dia menjawab: “Iya”, maka Allah tetapkan (kesalahannya), lalu berfirman: “Sungguh Aku telah menutupinya untukmu di dunia, dan pada hari ini Aku mengampuninya untukmu”. (Muttafaqun ‘alaihi)
Adapun mereka yang masuk neraka dengan dosa-dosa mereka, maka merekalah yang mendiskusikan hisab, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda:
“Barang siapa yang hisabnya didiskusikan maka ia akan diadzab”. (Muttafaqun ‘alaihi) Syiekh Ibnu Baaz rahimahullah berkata pada saat menjelaskan siapa saja mereka yang masuk surga tanpa hisab:
“Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang istiqamah dalam agama Allah sebanyak 70.000 dan setiap 1000 orang mereka membawa 70.000 orang lagi.
Yang terdepan adalah umat yang beriman ini, yang terdepan dari kalangan mereka seperti bulan purnama, merekalah orang-orang yang berjihad pada diri mereka sendiri karena Allah, mereka yang istiqamah pada agama Allah, di mana saja mereka mengerjakan kewajiban dan meninggalkan yang haram, dan berlomba dalam kebaikan.
Di antara sifat mereka adalah mereka yang tidak minta ruqyah, tidak berobat dengan cara dibakar, dan tidak melakukan tathayyur (meramal nasib dengan prilaku burung)”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 28/60)
Hadits tersebut telah menjelaskan bahwa mereka yang bertawakkal kepada Tuhannya, sampai mereka tidak menghiraukan sebagian kebutuhan mereka sendiri karena tawakkal kepada Allah, hal ini bentuk kesempurnaan tawakkal mereka, dan tidak diragukan lagi bahwa barang siapa yang telah mewujudkan kesempurnaan tawakkal kepada Allah, maka dia tidak akan melakukan dosa besar terus-menerus.
Kesimpulan : Bahwa barang siapa yang ingin masuk surga tanpa hisab maka hindarilah dosa-dosa besar, dan bersegeralah untuk bertaubat dengan taubat nasuha jika telah terjerumus kepada sebagian dosa-dosa tersebut.
Referensi sebagai berikut ini ;