5 Cara Menghadapi Pasangan yang Mengalami Gangguan Kecemasan, Seseorang yang memiliki gangguan kecemasan identik dengan selalu diselimuti oleh perasaan khawatir berlebih setiap saat. Tidak mudah memang untuk berada di posisi ini, terlebih bagi Anda yang dihadapkan langsung dengan tantangan bahwa pasangan mengalami gangguan kecemasan. Jika ini yang sedang Anda alami, tentu sulit rasanya untuk memahami apa yang sebenarnya sedang dialami oleh pasangan. Bahkan mungkin, kadang Anda merasa hampir menyerah dalam membina hubungan bersamanya. Namun, sebenarnya ini bukanlah penghalang untuk terus mendampingi pasangan melewati masa-masa sulitnya, lho!
Pasangan mengalami gangguan kecemasan, apa yang harus dilakukan. Sebaliknya, padahal Anda sebagai pasangan sudah berusaha keras untuk terus mempertahankan ikatan ini. Jangan keburu putus asa dulu, sudah terapkan beberapa hal ini dalam menghadapi pasangan yang mengalami gangguan kecemasan, belum?
1. Pahami mengenai gangguan kecemasan
pasangan seks dan penyakit kelamin, Ada berbagai jenis gangguan kecemasan. Apakah Anda sudah memahami semuanya? Atau paling tidak, mengerti benar mengenai jenis gangguan kecemasan yang dialami oleh pasangan. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Kevin Gilliland, Psy.D., seorang psikolog klinis sekaligus dosen di Southern Methodist University, Amerika Serikat.
Menurutnya, Anda belum dapat sepenuhnya memahami kondisi pasangan bila tidak tahu apapun mengenai masalah medis yang sedang ia alami. Sekilas ia mungkin terlihat normal seperti orang lain pada umumnya, tapi dalam waktu cepat ia bisa berubah drastis dengan kecemasannya yang sulit dikendalikan.
Jadi, sebenarnya tidak ada alasan untuk enggan memelajari gangguan kecemasan bila Anda benar-benar ingin terus bersama orang terkasih.
2. Dengarkan keluh kesahnya
Sembari Anda belajar mengerti apa yang sedang dihadapi oleh pasangan, coba berusaha untuk lebih “peka” dengan kondisi saat ini. Jadilah pendengar yang baik di segala situasi, terlebih saat ia sedang bercerita mengenai keluh kesahnya.
Hindari terlalu memaksakan pendapat pribadi yang malah akan memperkeruh suasana dan kecemasan pasangan. Anda boleh saja mengungkapkan saran untuknya, tapi sebaiknya memang saat pasangan meminta saran dari Anda. Pastikan cara penyampaiannya halus, tidak menyulut emosi, sehingga lebih mudah dipahami oleh orang terkasih.
Intinya, bertindaklah sebagai sepasang telinga yang bersedia mendengar keluhannya kapanpun dibutuhkan. Dengan begitu, mereka tahu bahwa Anda benar-benar peduli dan menyayanginya.
3. Jangan takut dengan emosinya
selalu merasa benar, Ada kalanya pasangan akan bersikap berlebihan saat mengekspresikan apa yang sedang ia rasakan. Misalnya dengan menangis, berteriak kencang, hingga mengamuk hebat. Respons orang yang melihatnya tentu tidak selalu sama, termasuk Anda. Ya, ada yang bisa tetap tenang atau ada yang cenderung takut sampai tidak bisa melakukan apapun.
Bagaimana pun perasaan Anda saat itu, kuncinya adalah kendalikan ketakutan Anda sendiri. Pasalnya, terlalu gegabah sampai menunjukkan perilaku yang tidak tepat justru hanya akan memperburuk kondisi pasangan.
Sebaliknya, cukup tarik napas panjang, pikirkan apa solusi terbaik untuk masalah ini, dan usahakan untuk tetap tenang.
4. Cari cara untuk mengurangi kecemasan Anda sendiri
komunikasi dengan pasangan komunikasi dalam hubungan, Dijelaskan oleh Paulette Sherman, Psy.D., seorang psikolog yang asal New York City dan penulis sekaligus penulis Dating from the Inside Out, bahwa kecemasan adalah energi yang ternyata bisa menular.
Anda mungkin saja tanpa sadar terserang kecemasan karena terus-menerus dekat dengan pasangan yang mengalami gangguan kecemasan. Bahkan meskipun Anda sedang tidak cemas akan hal apapun.
Kecemasan dalam diri sendiri ini yang akan menyulitkan Anda nantinya untuk memahami pasangan. Maka itu, sebisa mungkin cobalah untuk menemukan cara agar diri Anda tetap tenang dan tidak terpengaruh dengan kecemasan pasangan. Misalnya dengan melakukan meditasi, yoga, atau me time.
5. Ingat Anda bukan terapisnya
Peran Anda di sini adalah sebagai pasangan yang seharusnya mendukung, menuntun, dan menemani orang terkasih yang mengalami gangguan kecemasan. Bukan sebaliknya, yang bertindak sebagai “pengelola” utama kecemasan yang dialami oleh pasangan Anda.
Sherman menganjurkan untuk menyerahkan itu semua pada pihak ketiga, yaitu terapis, yang bertugas untuk membantu meredakan kecemasan pasangan. Namun, tetap pastikan Anda selalu siap sedia untuk membantu orang terkasih dalam mengatasi kecemasan yang mereka alami.
Setiap orang pasti pernah merasa cemas. Sebagai contoh, jika Anda berada dalam kondisi tidak bisa pulang ke rumah karena hari sudah malam, tidak ada kendaraan umum yang masih beroperasi, dan hujan turun dengan lebatnya. Anda mungkin merasa cemas akan bertemu dengan orang jahat atau harus menunggu hingga pagi baru bisa pulang. Namun, apakah merasa cemas adalah pertanda bahwa Anda mengalami gangguan kecemasan? Nah, artikel ini akan membahas beda cemas dan gangguan kecemasan. Simak, yuk!
Apa yang dimaksud cemas dan gangguan kecemasan?
Anda mungkin berpikir bahwa rasa cemas menandakan bahwa Anda mengalami gangguan kecemasan. Padahal, meski saling berkaitan, kedua kondisi tersebut tidaklah sama.
Rasa cemas sifatnya sementara, sebagai respons terhadap suatu kondisi yang menyebabkan stres. Kondisi ini masih tergolong wajar karena Anda tidak mengalaminya secara terus-menerus.
Ini artinya, pada satu titik di mana Anda sudah tidak merasa stres, rasa cemas itu pun hilang. Biasanya, setelah berhasil melewati situasi pemicu stres atau berhasil menghadapinya, rasa cemas itu pun hilang dengan sendirinya.
Sebenarnya, sesekali merasa cemas bukanlah hal yang buruk. Bahkan, cemas dapat memicu Anda untuk mengambil tindakan supaya terbebas dari situasi yang tidak menyenangkan tersebut.
Sebagai contoh, jika stres karena hendak menghadapi ujian, Anda akan mempersiapkan diri agar bisa mengerjakan ujian tersebut dengan baik. Selain itu, Anda juga menjadi lebih waspada jika sedang dalam bahaya.
Akan tetapi, cemas beda dengan gangguan kecemasan. Menurut Mayo Clinic, jika mengalami salah satu gangguan mental ini, Anda akan merasakan rasa cemas hampir setiap waktu. Selain itu, perasaan cemas yang muncul juga sangat intens.
Bahkan, alih-alih mencoba menghadapi situasi tertentu, orang yang mengalami gangguan kecemasan lebih memilih untuk menghindari sepenuhnya hal yang dapat menyebabkan rasa cemas tersebut.
Alhasil, aktivitas sehari-harinya akan terganggu karena tidak bisa menghadapi banyak hal. Kondisi ini sering kali tidak bisa dihadapi sendiri. Oleh sebab itu, orang yang mengalami gangguan kecemasan biasanya harus mendapatkan penanganan medis tertentu.
Beda antara cemas dan gangguan kecemasan
Berikut ini adalah beberapa pembeda antara cemas dan gangguan kecemasan yang perlu Anda tahu, yaitu:
1. Pemicu
Kondisi-kondisi tertentu memang dapat menimbulkan rasa cemas. Contohnya, ujian semester, interview pekerjaan, bertengkar dengan teman, atau deadline pekerjaan yang sudah dekat dapat membuat Anda cemas.
Namun, ini adalah rasa cemas yang wajar terjadi. Artinya, sebagian besar orang lain yang mengalami kondisi serupa mungkin juga merasakan hal yang sama.
Sementara itu, pemicu rasa cemas pada penderita gangguan kecemasan biasanya dari hal-hal sederhana yang terjadi sehari-hari. Artinya, sebagian besar orang tidak merasa cemas saat menghadapi situasi tersebut.
Contohnya, pergi ke toko membeli barang, atau bertemu dengan teman di pusat perbelanjaan. Bahkan, sering kali orang yang mengalami kondisi ini tidak memahami apa pemicu yang menyebabkan gangguan kecemasannya kambuh.
2. Intensitas dan frekuensi
Umumnya, orang merasa cemas tepat beberapa saat sebelum menjalani ujian. Akan tetapi, penderita gangguan kecemasan bisa jadi sudah merasa cemas berminggu-minggu sebelum hari ujian.
Bahkan, tepat sebelum menjalani ujian, muncul berbagai gejala gangguan kecemasan intens yang berpotensi membuatnya tidak mampu mengikuti ujian tersebut. Jika sudah demikian, rasa cemas yang ia alami bisa bertahan hingga berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa rasa cemas yang muncul saat Anda mengalami gangguan kecemasan memiliki frekuensi dan intensitas yang tinggi. Untuk mengatasinya, Anda tentu perlu memeriksakan kondisi tersebut ke psikolog atau dokter.
3. Gejala-gejala fisik dan psikologis
Saat merasa cemas, Anda mungkin hanya sekedar panik dan hanya bisa fokus terhadap pemicu rasa cemas tersebut. Namun, hal ini berbeda saat Anda mengalami gangguan kecemasan.
Selain rasa cemas, Anda juga akan mengalami berbagai gejala lainnya, seperti serangan panik, berkeringat, gemetar, jantung berdetak kencang, sakit kepala, mual, tidak bisa bernapas, hingga tidak bisa berbicara sama sekali. Bukan sekedar itu saja, ada pula gejala psikologis yang mungkin muncul, seperti tidak bisa berkonsentrasi, dan tidak berpikir dengan baik.
4. Gangguan aktivitas sehari-hari
Beda cemas dan gangguan kecemasan juga dapat Anda perhatikan dari aktivitas sehari-hari. Jika merasa cemas, Anda masih bisa berkegiatan seperti biasa. Apalagi jika pemicu rasa cemas sudah berhasil Anda lalui.
Namun, hal ini belum tentu berlaku dengan penderita gangguan kecemasan. Mengingat rasa cemas cukup sering dan intens muncul, orang yang mengalami kondisi ini sering kali memilih untuk menghindari pemicu stres.
Referensi Sebagai berikut ini ;