Dari hadis di atas ada tiga nasihat agung yang perlu kita renungkan, yaitu: pertama hiduplah sesukamu tapi sesungguhnya engkau akan mati. Sebagian ulama’ berkata bahwasannya kalimat ini merupakan sebuah ancaman dan peringatan, yang menegaskan bahwa kita semua akan mati, dan hal ini sudah ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya yang berbunyi: “Setiap yang bernyawa pasti akan mati” (QS. Al-Ankabut: 57). Dengan mengingat kematian, diharapkan setiap mukmin menghilangkan ketergantungan dan ketamakan hati terhadap dunia dan kesenangan-kesenangannya. Dengan mengingat kematian, sudah seharusnya manusia memendekkan angan-angan untuk dunia dan hanya mengharapkan kehidupan di negeri akhirat yang kekal. Allah SWT berfirman, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Q.S. Al-‘Ankabut: 64) Dengan demikian, hendaklah setiap hamba mempersiapkan diri untuk menyambut tujuan akhirnya yaitu kematian, dengan cara menyiapkan diri untuk sesuatu setelahnya (akhirat).
Pertanyaannya adalah sudah siapkah kita untuk menghadapi kematian? sudah siapkah kita untuk menghadapi Dzat yang Maha kuasa? Bekal apa yang telah kita persiapkan untuk menghadapi persidangan-Nya? Apakah bekal harta, pangkat dan kekuasaan, anak-anak kita yang sukses, isteri kita yang cantik, atau gelar kesarjanaan yang menempel di nama kita, apakah itu yang kita persiapkan untuk menghadapi persidangan Dzat yang Maha adil? Sungguh kita akan rugi besar jika hanya itu yang kita persiapkan untuk menghadapi pengadilan-Nya, bahkan kita akan celaka karenanya. Karena sesungguhnya bekal terbaik bagi manusia untuk menghadapi persidangan Allah SWT ialah hanya taqwa. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam surat Al-Baqarah: 197. “Berbekallah kamu karena sebaik-baik bekal adalah taqwa.”
Selanjutnya pesan kedua adalah cintailah siapapun yang engkau mau karena sesungguhnya engkau pasti akan berpisah dengannya. Makna pesan kedua ini adalah kita boleh mencintai siapapun yang kita mau, apakah itu mencintai isteri kita, mencintai anak kita, mencintai orangtua kita, mencintai sahabat kita, mencintai saudara mara kita, bahkan mencintai harta benda kita sekalipun, namun perlu kita ingat bahwa suatu saat nanti kita akan berpisah dengannya. Dan perpisahan itu terbagi menjadi dua, pertama perpisahan yang bersifat selamanya yaitu berupa kematian, apatah itu perpisahan kita dengan orangtua kita, anak istri kita, keluarga saudara kita, tetangga kita dan lain sebagainya. Perpisahan kedua adalah perpisahan bersifat sementara, misalnya perpisahan kita dengan rekan sekerja yang mendapat tugas di tempat lain dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kita sebagai hamba Allah yang beriman kepada-Nya, hendaknya di dalam setiap mencintai siapapun dan apapun itu, Cintailah sewajarnya saja. Jangan sampai kecintaan kita melebihi kecintaan kita kepada Allah SWT, karena salah satu ciri orang yang beriman adalah dia sangat mencintai Allah SWT melebihi kecintaan dia kepada istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya dan yang lainnya.
Kemudian nasihat Malaikat Jibril yang terakhir yang ketiga adalah berbuatlah sesukamu, sesungguhnya engkau akan dibalas dengannya. Pesan terakhir malaikat Jibril kepada Rasulullah ini merupakan sebuah pesan dan peringatan yang besar tentunya bagi kita selaku umatnya Rasulullah SAW, bahwasannya kita sebagai manusia pasti akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT atas segala apa yang telah kita lakukan di dunia ini. Sekecil apapun kebaikanmu Allah akan membalasnya dan sekerdil apapun keburukanmu Allah pun melihatnya. Setiap kebaikan ataupun keburukan amal kita, semua akan dipertanggung jawabkan, Allah akan membalasnya baik secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karenanya perlu diingat bahwasanya tidak ada perbuatan yang sia-sia dimuka bumi ini. Semua akan ada perhitungan atas apa yang kita lakukan. Dengan demikian seyogyanya kita merefleksikan diri ketika kita ingin melakukan sesuatu, terutama ketika memasuki tahun baru Hijriah seperti saat ini.
Referensi : Hijriah