Sayid Sabiq rahimahullah dalam Fiqh Sunah menjelaskan: Lafadz talak bisa dalam bentuk kalimat sharih (tegas) dan bisa dalam bentuk kinayah (tidak tegas). Lafadz talak sharih adalah lafadz talak yang sudah bisa dipahami maknanya dari ucapan yang disampaikan pelaku. Atau dengan kata lain, lafadz talak yang sharih adalah lafadz talak yang tidak bisa dipahami maknanya kecuali perceraian.
Misalnya: Kamu saya talak, kamu saya cerai, kamu saya pisah selamanya, dan semua kalimat turunannya yang tidak memiliki makna lain selain cerai dan pisah selamanya.Imam as-Syafi’i mengatakan, “Lafadz talak yang sharih intinya ada tiga: talak (arab: الطلاق), pisah (arab: الفراق), dan lepas (arab: السراح). Dan tiga lafadz ini yg disebutkan dalam Alquran.” (Fiqh Sunah, 2/253).
- Lafadz talak kinayah (tidak tegas) adalah lafadz yang mengandung kemungkinan makna talak dan bukan talak. Misalnya pulanglah ke orang tuamu, keluar sana.., jangan pulang sekalian.
Sharih atau Kinayah? Cerai dengan lafadz tegas hukumnya sah, meskipun pelakunya tidak meniatkannya. Sayid Sabiq mengatakan, “Kalimat talak yang tegas statusnya sah tanpa melihat niat yang menjelaskan apa keinginan pelaku. Mengingat makna kalimat itu sangat terang dan jelas.” (Fiqh Sunah, 2/254).
Sementara cerai dengan lafadz tidak tegas (kinayah), tergantung niat pelaku. Jika pelaku melontarkan kalimat itu dengan niat hendak menceraikan istrinya, maka status perceraiannya sah. Untuk kasus di atas, apakah tergolong talak sharih atau kinayah? Kaidah yang disebutkan Sayid Sabiq, pernyataan talak dari suami yang ambigu, mengandung kemungkinan makna talak dan bukan talak, statusnya talak kinayah.
Beberapa ulama hanafiyah dan syafi’’yah mengatakan, bahwa ketika suami meng-iyakan tantangan talak istrinya, termasuk kalimat talak kinayah. Karena arti dari meng-iyakan yang diucapakan suami memililki 2 makna:
- Ya, kamu saya talak, sehingga jatuh talak
- Ya, kamu akan saya talak, sehingga bentuknya janji talak.
Untuk itu, ketika suami mengiyakan ajakan talak istrinya, apakah dia tertalak atau tidak, kembali kepada niat suami. Secara prinsip, kata ‘Ya’ berarti menegaskan kalimat sebelumnya. Al-Hamawi ulama Hanafi mengatakan,
قالت له أنا طالق فقال : نعم إلخ . الفرق بين المسألتين أن معنى نعم بعد قولها أنا طالق نعم أنت طالق ومعناها بعد قولها طلقني نعم أطلقك فيكون وعدا بالطلاق لأنها لتقرير ما قبلها
Istri yang mengatakan ke suaminya, “Saya diceraikan!” lalu suami mengatakan, “Ya.” (di sini) ada masalah yang perlu dibedakan, bahwa makna suami meng-iyakan pernyataan istrinya, “Saya dicerai!” berarti, ‘Ya, kamu dicerai’ (maka cerai sah). Dan makna suami meng-iyakan ajakan istri, “Ceraikan saya!” bararti, ‘Ya, saya akan ceraikan kamu.’ Sehingga maknanya adalah janji talak.. karena kata, ‘Ya’ adalah untuk menegaskan pernyataan sebelumnya. (Ghamzu Uyun al-Bashair, 2/400).
Al-Khatib as-Syarbini – ualam Syafiiyah – menjelaskan tentang pernyataan suami yang meng-iyakan ajakan talak istrinya,
لأن نعم ونحوها قائم مقام طلقتها المراد لذكره في السؤال ( وقيل ) هو ( كناية ) يحتاج لنية لأن نعم ليست معدودة من صرائح الطلاق
“Karena kata ‘Ya’ atau semacamnya sama dengan pernyataan saya telah mentalaknya… ada yang mengatakan, itu talak kinayah, sehingga butuh niat suami. Karena kata ‘Ya’ tidak terhitung sebagai kalimat talak yang tegas. (Mughni al-Muhtaj, 4/527).
Referensi : Apakah sudah jatuh talak 1 bagi istri, jika istri meminta berpisah dan (suami meng iyakan)