Rabu, 03 Agustus 2022

Penyelewengan Dan Problematika Pemuda

Penyebab penyelewengan dan problematika pemuda itu sangat banyak dan bervariasi jenisnya. Karena manusia pada fase remaja mengalami perkembangan pesat pada fisik dan mental. Fase ini merupakan fase pertumbuhan sehingga  sering berubah dengan cepat. Oleh karena itu, pada fase ini sangatlah penting mempersiapkan segala sesuatu yang bisa menjaga dan memantap  jiwa, serta perangkat yang bisa  menuntun mereka menuju jalan yang lurus.

Berikut ini beberapa penyebab terjadinya penyelewengan:

Pertama: Waktu Luang Atau Menganggur

Waktu luang atau menganggur merupakan penyakit berbahaya yang bisa mematikan pikiran, akal dan kemampuan fisik. Karena setiap jiwa itu perlu dan butuh melakukan gerakan dan melakukan aktifitas. Tatkala itu semua tidak ada, maka pikiran akan membeku, kemampuan jiwa untuk beraktifitas semakin lemah, pikiran-pikiran kotor dan buruk akan menguasai hati. Waktu luang tanpa ada kegiatan yang positif pasti akan menimbulkan rasa jenuh yang sangat membosankan. Bisa jadi rasa ini akan menimbulkan keinginan dan niatan buruk dengan tujuan untuk menghilangkan rasa jenuh yang mendera. Na’ûdzu billâh.

Solusi dari permasalahan ini adalah seorang pemuda hendaknya berusaha mencari dan melakukan kegiatan positif yang sesuai dengan dirinya, baik kegiatan yang bersifat religi seperti menghadiri majelis-majelis ilmu, membaca kitab atau buku agama kemudian menulis resumenya, berziarah ke kerabat dan lain sebagainya, ataupun kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan, seperti ikut kerja bakti, berolah raga dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan ini akan bisa menghindarkan dia dari kekosongan dan kevakuman, serta menjadikannya salah satu anggota masyarakat yang baik dan mampu berbuat untuk diri dan masyarakatnya serta bisa menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan.

Kedua: Hubungan Tidak Harmonis

Hubungan yang tidak harmonis antara generasi muda dengan generasi tua, atau antara pemuda dengan orang tua dalam keluarga atau diluar keluarga. Terkadang kita melihat sebagian orang tua  yang mengetahui anak muda atau anak remajanya melakukan penyelewengan akan tetapi mereka diam kebingungan, tidak mampu meluruskan mereka dan tidak bisa berbuat apa-apa. Lebih menyedihkan lagi, sebagian dari  orang tua merasa putus asa dan menjatuhkan vonis kepada anak remajanya “tidak mungkin baik. Sikap dan vonis ini jelas akan melahirkan kebencian kepada generasi muda, sikap menjauh dari para pemuda dan akhirnya tidak peduli terhadap keadaan generasi muda, terserah mereka mau baik atau tidak.  Lebih parah lagi, sebagian orang tua menyematkan gelar tidak baik tersebut kepada semua generasi muda disekitarnya dan mereka memperlakukan semua anak muda dengan sikap seperti itu. Akibatnya, masyarakat akan tercerai berai, masing-masing dari generasi tua dan muda saling memandang dengan pandangan yang tidak bersahabat atau dengan pandangan saling menghinakan. Kondisi seperti ini sangat mengancam dan berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat.

Solusi dari permasalahan ini adalah hendaknya masing-masing, generasi pemuda dan kaum tua berusaha menghilangkan sikap saling menjauhi dan hubungan yang tidak harmonis diantara mereka. Mereka seharusnya menyadari bahwa masyarakat yang terdiri dari kawula muda dan generasi tua itu ibarat satu tubuh, bila salah satu bagiannya rusak dan tidak segera dilakukan perbaikan, maka akan menyebabkan semuanya rusak.

Para orang tua juga hendaknya memahami tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka terhadap generasi muda. Harusnya mereka menghilangkan dan menjauhkan sikap putus asa dalam usaha memperbaiki generasi muda, karena sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla Maha Kuasa atas segala sesuatu, termasuk Dia Maha Kuasa dalam memperbaiki generasi muda. Betapa banyak orang yang tersesat tapi kemudian Allâh Azza wa Jalla memberikan petunjuk kepadanya. Memohon pertolongan kepada Allâh Azza wa Jalla dalam usaha memperbaiki mereka merupakan usaha penting yang tidak boleh terlupakan sama sekali.

Untuk generasi muda, seyogyanya mereka menghormati dan menghargai pendapat orang tua serta mau mendengar dan menerima nasehat mereka. Karena bagaimanapun keadaan mereka, generasi tua telah banyak merasakan asam garam kehidupan yang belum banyak dirasakan oleh generasi muda.

Apabila sikap bijak orang tua atau generasi tua bersatu padu dengan kekuatan atau sikap energik generasi muda, maka insya Allâh, hampir bisa dipastikan akan mendatangkan kebahagiaan dan banyak manfaat bagi masyarakat.

Ketiga : Salah Memilih Teman

Menjalin relasi dan berteman dengan orang-orang yang menyimpang  merupakan salah satu penyebab penyimpangan generasi muda. Faktor ini banyak memberikan pengaruh pada prilaku dan mental generasi muda. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

seseorang itu (sangat) tergantung pada agama temannya, maka hendaknya setiap orang melihat siapa orang yang dia ajak berteman. [HR. At-Tirmidzi, no. 2378]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: permisalan teman yang buruk seperti pandai besi, bisa jadi dia membakar bajumu, atau kamu akan dapatkan darinya bau yang tidak sedap”

Solusi dari permasalahan ini adalah memilih teman yang baik.

Seorang pemuda hendaknya memilih orang baik sebagai temannya. Tujuannya adalah agar dia mendapatkan keshalihan dan kebaikan orang tersebut. Seorang pemuda sebelum memutuskan untuk berteman dengan seseorang, hendaknya dia mencari informasi terlebih dahulu tentang keadaan baik dan buruknya orang yang akan dijadikan sebagai teman tersebut. Jika mereka berakhlak mulia, agamanya benar dan memiliki nama baik di tengah masyarakat, maka orang seperti inilah yang sebenarnya dia cari untuk dijadikan teman. Namun apabila sebaliknya, maka dia wajib menjauhi mereka  dan tidak berteman dengan mereka.

Seorang pemuda, hendaknya tidak terpesona dan tidak terpedaya dengan manisnya ucapan dan indahnya penampilan. Karena itu, sejatinya hanya tipuan dan penyesatan yang sering dilakukan oleh para pelaku keburukan demi menarik perhatian dan hati orang-orang awam untuk memperbanyak jumlah mereka dan dalam rangka menutupi keburukan mereka.

Keempat : Mengkonsumsi Bacaan-bacaan Yang merusak

Salah satu penyebab kerusakan generasi muda adalah membaca bacaan-bacaan merusak yang menyebabkan seseorang ragu terhadap agama dan akidahnya lalu yang menyeretnya menjauh dari akhlak mulia. Akibatnya, jika seorang pemuda tidak memiliki benteng pertahanan yang kokoh berupa ilmu agama yang mendalam yang bisa memandunya untuk membedakan antara hak dan bathil, antara yang bermanfaat dan yang berbahaya, maka dia akan terjatuh dalam kekufuran dan kehinaan serta terjebak dalam kubangan dosa. Nas’alullâh as-salâmah,

Membaca bacaan-bacaan seperti ini bisa merusak generasi muda dan merubahnya seratus delapan puluh derajat. Buku-buku yang merusak tersebut, ibarat pepohonan beracun yang menemukan lahan subur pada akal dan pikiran anak muda yang tidak terlindungi benteng yang kokoh. Pohon-pohon itu akan menancap kokoh sementara akar dan rantingnya akan semakin menguat. Akibatnya, standar pemikiran dan kehidupan pemuda tersebut terbalik.

Solusi dari permasalahan ini adalah menghindari bacaan-bacaan yang merusak

Seorang anak muda dengan bimbiangan orang tua seharunya berpaling dan menjauh dari bacaan-bacaan merusak seperti ini dan beralih kepada buku-buku yang bisa menanamkan dan menumbuhkan rasa cinta kepada Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya di dalam hati. Seorang pemuda yang ingin memperbaiki diri harus merubah kebiasaannya membaca bacaan-bacaan yang merusak menjadi gemar membaca bacaan yang bisa membantunya merealisasikan iman dan amal shalih. Dan untuk bisa melakukan ini dia harus bersabar, karena jiwa akan memberontak dan berusaha menyeratnya untuk kembali kepada kebiasaan lama yang buruk. Jiwa akan membuatnya bosan dan jemu mengkonsumsi bacaan-bacaan baru yang bermanfaat. Dia seperti orang yang bergelut dengan jiwanya agar taat kepada Allâh, akan tetapi jiwanya menolak dan lebih cendrung kepada perbuatan sia-sia dan dosa.

Bacaan yang paling bermanfaat adalah kitabullâh (al-Qur’an) dan hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam  serta bacaan-bacaan yang ditulis oleh para Ulama rabbâniyin seperti buku-buku tafsir yang shahih yang sejalan dengan nash dan akal sehat juga bacaan-bacaan yang ditulis oleh para Ulama yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah.

Kelima : Prasangka Buruk Terhadap Islam

Sebagian pemuda menyangka bahwa Islam membatasi kebebasan dan mengekang potensi yang mereka miliki. Salah sangka ini menyebabkan mereka lari menjauh dari Islam dan menumbuhkan keyakinan bahwa Islam agama terbelakang yang membawa penganutnya tertinggal serta menghalangi mereka kemajuan dan modernisasi.

Solusi dari permasalahan ini adalah memperlihatkan Islam yang sebenarnya

Generasi berkewajiban memberikan gambaran yang benar tentang Islam bagi para pemuda yang tidak mengetahui hakikat Islam. Karena mereka berpandangan seperti itu disebabkan prasangka buruk terhadap Islam atau karena pengetahuan mereka yang minim tentang Islam atau mungkin juga karena akumulasi dari keduanya.

Agama Islam bukan pengekang kebebasan, akan tetapi Islam mengatur kebebasan dan mengarahkannya agar tidak terjadi benturan antara kebebasan satu individu dengan kebebasan individu lainnya. Kalau masing-masing diberi kebebasan tanpa batas, benturan pasti akan terjadi. Jika demikian, kekacauan dan kerusakan akan menjadi hal lumrah di tengah masyarakat. Na’udzu billah.

Oleh sebab itu, Allâh Azza wa Jalla menyebut hukum-hukum agama atau syari’at itu dengan sebutan hudûd (batasan-batasan). Misalnya yang terkait hukum haram, Allâh Azza wa Jalla menyebutkan:

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا 

Itu adalah batasan-batasan Allâh maka janganlah kamu mendekatinya [Al-Baqarah/2:187]

Sedangkan untuk yang terkait dengan yang wajib, Allâh menyebutkan:

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعتدوها

Dan itu adalah batasan-batasan Allâh maka janganlah kamu lampaui [Al-Baqarah/2:229]

Pengekangan dan pengaturan, dua hal yang jelas berbeda.  Pengekangan yang diyakini oleh sebagian orang atau sebagian pemuda tidak sama dengan arahan dan pengaturan yang dilakukan Allâh Azza wa Jalla melalui syariat-syari’at-Nya. Pengaturan adalah suatu yang lumrah dan itu berlaku pada semua sisi kehidupan di alam semesta ini. Manusia dengan tabi’at kemanusiannya tunduk kepada aturan yang bersifat alamiah ini.

Misalnya, ketika waktu lapar dan dahaga, maka dia pasti akan tunduk pada aturannya untuk makan dan minum. Dia akan mengatur segala hal yang berkaitan dengan makan dan minumnya, baik yang berhubungan dengan porsi,pola dan jenis makanan agar kesehatan dan kebugaran tubuhnya terjaga.

Contoh lainnya adalah orang yang tinggal ditengah masyarakat, maka dia harus juga tunduk kepada aturan masyarakat. Dia tunduk  dan mentaati adat istiadat setempat yang berkaitan dengan bentuk tempat tinggal, pola pakaian, aturan disaat akan melakukan perjalanan atau disaat akan kembali dari suatu perjalanan, atau mungkin aturan selama dalam perjalanan. Jika dia berani dan nekad melanggaran aturan-aturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, maka dia harus menerima ketika dirinya dicap nyeleneh oleh masyarakat dan mungkin akan dijauhi oleh masyarakat.

Kalau begitu, semua yang ada dan berlaku dalam kehidupan ini tunduk pada aturan-aturan dan batasan-batasn tertentu, agar semuanya berjalan lancar dan supaya menggapai maksud yang diinginkan. Jika tunduk kepada aturan bermasyarakat merupakan sebuah keniscayaan dan keharusan agar tercipta ketenangan dalam masyarakat dan terhindar dari kekacauan, maka begitu pula tunduk pada aturan-aturan agama. Tunduk kepada aturan atau batasan-batasan agama juga harus dilakukan agar ummat menjadi baik dan berjaya.

Agama Islam juga bukan belenggu dan pengekang bagi potensi diri. Justru sebaliknya, Islam mengembangkan potensi diri, baik yang bersifat intelektual, emosional maupun fisik atau motorik.

Islam mengajak manusia untuk berpikir dan meneliti. Dengannya manusia bisa mengambil pelajaran dan akal pikiran mereka akan semakin berkembang. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ ۖ أَنْ تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَىٰ وَفُرَادَىٰ ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا

Sesungguhnya Aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allâh (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu pikirkan (tentang Muhammad) [As-Saba’/34:46]

Juga firman-Nya:

قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi [Yûnus/10:101]

Agama Islam tidak hanya sebatas mengajak berpikir dan meneliti, namun Islam juga mencela orang yang tidak mau berpikir, tidak mau meneliti dan tidak mau berusaha memahami. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَىٰ أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ ۖ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ

Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan oleh Allâh, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah al-Qur’an itu? [Al-A’râf/7:185]

Allâh juga berfirman:

أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ ۗ مَا خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّى ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ

Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allâh tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Rabbnya. [Ar-Rûm/30:8]

Juga firman-Nya:

وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ ۖ أَفَلَا يَعْقِلُونَ

Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan? [Yâsîn/36:68]

Perintah berpikir dan meniliti atau menela’ah dalam Islam bertujuan untuk mengembangkan potensi akal dan pikiran. Lalu bagaimana mungkin ada orang yang mengatakan bahwa agama Islam adalah agama yang mengekang potensi?!

(Terkait potensi fisik) Islam membolehkan bagi pemeluknya untuk mengkonsumsi semua jenis kenikmatan dan kesenangan yang tidak mengandung unsur yang bisa membahayakan bagi badan, akal juga agama.

Allâh membolehkan semua jenis  makanan dan minuman yang halal. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allâh, jika benar-benar kalian hanya beribadah kepada-Nya. [Al-Baqarah/2:172]

Dan firman-Nya:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid! Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allâh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. [Al-A’râf/7:31].

Agama islam juga membolehkan semua jenis pakaian yang selaras dengan hikmah dan fitrah. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. [Al-A’râf/7:26]

Juga firman-Nya:

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ ۚ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Katakanlah, “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allâh yang telah dikeluarkan-Nya untuk para hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” Katakanlah, “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” [Al-A’râf/7:32]

Islam juga membolehkan manusia bersenang-senang dengan wanita melalui ikatan pernikahan yang syar’i. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. [An-Nisâ’/4:3]

Bahkan Islam membolehkan dan menghalalkan semua penghasilan yang bersumber dari usaha halal yang dilandasi rasa ridha. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا 

Dan Allâh telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba [Al-Baqarah/2:275]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

ialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan [Al-Mulk/67:15]

Juga berfirman:

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allâh (Al-Jumu’ah/62:10)

Referensi :