Muhasabah adalah Evaluasi Terhadap Diri Sendiri agar Lebih Baik. Muhasabah atau introspeksi diri adalah salah satu cara evaluasi dan membersihkan diri sendiri dari kesalahan-kesalahan yang mungkin telah diperbuat. Muhasabah adalah memperhatikan dan merenungkan hal-hal baik dan buruk yang telah dilakukan. Termasuk memperhatikan niat dan tujuan suatu perbuatan yang telah dilakukan, serta menghitung untung dan rugi suatu perbuatan.
Muhasabah diidentikkan dengan menilai diri sendiri, mengevaluasi, atau introspeksi diri dengan mengacu kepada Alquran dan hadis Nabi sebagai dasar penilaian, bukan berdasarkan keinginan diri sendiri. Muhasabah adalah salah satu cara untuk memperbaiki hati, melatih, menyucikan, dan membersihkannya, mengutip Rofaah dalam buku Akhlak Keagamaan.
Setiap orang muslim dituntun untuk senantiasa melakukan muhasabah berdasarkan firman Allah dalam surah al-Hasyr ayat 18 yang berbunyi;“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah (dengan mengerjakan suruhan-Nya dan meninggalkan larangan-Nya), dan hendaklah tiap-tiap diri melihat dan memerhatikan apa yang ia telah sediakan (dari amal-amalnya) untuk hari esok (hari Akhirat). Dan (sekali lagi diingatkan) bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat meliputi pengetahuannya akan segala yang kamu kerjakan.” (al-Hasyr: 18).
Berikut ini adalah pengertian dan penjelasan selengkapnya mengenai muhasabah yang perlu Anda ketahui.
Muhasabah Secara Etimologis
Secara etimologis muhasabah adalah bentuk mashdar (bentuk dasar) dari kata hasaba-yuhasibu yang kata dasarnya hasaba-yahsibu atau yahsubu yang berarti menghitung. Sedangkan menurut Ahmad Warson Munawir dalam Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, muhasabah adalah perhitungan atau introspeksi.
Kata-kata Arab Muhasabah berasal dari satu akar yang menyangkup konsep-konsep seperti menata perhitungan, mengundang (seseorang) untuk melakukan perhitungan, menggenapkan (dengan seseorang) dan menetapkan (seseorang untuk) bertanggung jawab.
Muhasabah adalah introspeksi, mawas, atau meneliti diri. Yakni menghitung-hitung perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari, bahkan setiap saat. Oleh karena itu muhasabah tidak harus dilakukan pada akhir tahun atau akhir bulan. Namun perlu juga dilakukan setiap hari, bahkan setiap saat.
Konsep Muhasabah, dalam al-Qur‟an terdapat dalam Surat (Al-Hasyr: 18-19) yang berbunyi; “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk esok (hari akhirat) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. Al-Hasyr: 18-19).
Ini adalah isyarat dari al-muhasabah kepada segala amal perbuatan yang telah berlalu. Karena itulah Umar r.a. berkata, ”adakanlah al-muhasabah kepada dirimu sendiri, sebelum kamu diadakan orang akan al-muhasabah dan timbangkanlah akan dirimu itu sebelum kamu ditimbangkan orang lain.”
Muhasabah juga disebutkan dalam banyak hadist, salah satu sabda Rasulullah yaitu: "Diriwayatkan dari Umar bin Khattab, Nabi bersabda: Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab, dan hiasilah dirimu sekalian (dengan amal shaleh), karena adanya sesuatu yang lebih luas dan besar, dan sesuatu yang meringankan hisab di hari kiamat yaitu orang-orang yang bermuhasabah atas dirinya ketika di dunia." (H.R. Tirmidzi).
Pengertian Muhasabah Menurut Para Ahli
Menurut Imam Al-Ghozali yang dikutip dalam buku yang berjudul Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik pengarang Abdullah Hadziq, muhasabah adalah upaya i’tisham dan istiqomah. I’tisham merupakan pemeliharaan diri dengan berpegang teguh pada aturan-aturan syariat. Sedangkan istiqomah adalah keteguhan diri dalam menangkal berbagai kecenderungan negatif.
Sementara menurut KH. Toto Tasmoro, muhasabah adalah melakukan perhitungan hubungan antara orang-orang di dunia dan akhirat atau di lingkungannya dan tindakan mereka sebagai manusia. karena manusia selalu berinteraksi dengan lingkungan di kehidupannya.
Meditasi Sufistik oleh Sudirman Tebba mengartikan istilah muhasabah sebagai pemeriksaan (atau ujian) terhadap diri sendiri dan mengemukakan kaitannya yang sangat penting dengan Haris bin Asad al-Muhasibi (781-857 M) dari Bagdad. Dia juga mengingatkan seseorang tentang ucapan sufi yang sering dikutip, yang sudah diterapkan kepada khalifah ke empat yaitu Ali bin Abi Thalib, yang menyatakan bahwa orang harus memanggil dirinya untuk memperhitungkan sebelum Allah mengundang orang untuk memperhitungkan.
Al-Muhasibi percaya bahwa motivasi-motivasi manusia untuk melakukan pemeriksaan terhadap diri sendiri merupakan harapan-harapan dan kecemasan dan pemeriksaan semacam itu merupakan landasan perilaku yang baik dan ketakwaan (taqwa).
Menurut Nurbaksh yang dikutip dari buku yang berjudul Dunia Spiritual Kaum Sufi, pengertian muhasabah pada awalnya adalah suatu pertimbangan terhadap perhitungan antara tindakan-tindakan negatif dan positif. Pada akhirnya, ia merupakan aktualisasi kesatuan (ittihad), yang murni.
Pentingnya Muhasabah Diri
Berdasarkan ijma' muhasabah hukumnya wajib. Faktor utama yang menyebabkan seseorang mau melakukan muhasabah adalah keimanan dan keyakinan bahwa Allah akan menghitung amal semua hamba-Nya. Jika amalannya baik, maka Allah akan memberikan balasan yang baik pula. Sebaliknya jika amalannya buruk, maka ia akan mendapatkan balasan yang buruk pula.
Kritik diri itu adalah seperti lampu di dalam hati orang beriman dan pemberi peringatan dan nasehat dalam kesadarannya. Melaluinya, setiap orang yang beriman membedakan antara yang baik dengan yang buruk, mana yang indah dan mana yang jelek, dan mana yang diridhoi Allah dan mana yang dimurkai-Nya, dan dengan bimbingan muhasabah ini bisa mengatasi semua rintangan.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqoroh ayat 235 yang berbunyi; "Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya."(QS. Al-Baqoroh 235).
Metode muhasabah ini dapat pula disebut sebagai metode mawas diri. Yang dimaksud metode mawas diri adalah meninjau ke dalam, kehati nurani guna mengetahui benar tidaknya, bertanggung jawab tidaknya suatu tindakan yang telah diambil.
Sementara dalam pengertian lain dijelaskan, metode mawas diri ini adalah integrasi diri di mana egoisme dan egosentrisme diganti dengan sepi ing pamrih. Tahap integrasi diri ini perlu diikuti dengan transformasi diri dengan latihan-latihan agar manusia menemukan identitas baru, ego baru, dan diakhiri dengan partisipasi manusia dalam kegiatan Ilahi.
Secara teknik psikologis, usaha tersebut dapat dinamakan introspeksi yang pada dasarnya merupakan cara untuk menelaah diri agar lebih bertambah baik dalam berperilaku dan bertindak, atau merupakan cara berpikir terhadap segala perbuatan, tingkah laku, kehidupan, kehidupan batin, pikiran, perasaan, keinginan, pendengaran, penglihatan dan segenap unsur kejiwaan lainnya.