Hal yang tidak bisa kita nafikkan adalah ketika badan masih segar bugar kita sering lupa akan kematian, lupa akan kewajiban kita sebagai orang muslim. Bersenang-senang, bervoya-voya, berlomba-lomba mencari harta duniawi sehingga lupa akan kehidupan akhirat. Kebanyakan manusia ingat pada kehidupan akhirat ketika sudah bau tanah (tua). Namun, adakalanya meskipun sudah tua tetap berusaha menghindari kematian yaitu orang kafir.
Keyakinan orang beriman akan adanya kehidupan sesudah kematian menyebabkan dirinya selalu berada dalam mode standby menghadapi kematian. Ia memandang kematian sebagai suatu keniscayaan. Tidak seperti orang kafir yang selalu saja berusaha untuk menghindari kematian. Orang beriman sangat dipengaruhi oleh pesan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam yang bersabda: “Banyak-banyaklah mengingat penghapus kenikmatan, yakni kematian.” (HR Tirmidzi 2229).
Sedangkan sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu pernah berkata: “Bila manusia meninggal dunia, maka pada saat itulah ia bangun dari tidurnya.” Subhanallah...! Berarti beliau ingin mengatakan bahwa manusia yang menemui ajalnya adalah manusia yang justru baru mulai menjalani kehidupan sebenarnya, sedangkan kita yang masih hidup di dunia ini justru masih ”belum bangun”. Sungguh, ucapan ini sangat sejalan dengan firman Allah ta’aala: “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” (QS Al-Ankabut 64).
Pantas bilamana Ali radhiyallahu ’anhu pula yang berkata: “Dunia pergi menjauh dan akhirat datang mendekat. Karena itu, jadilah kalian anak-anak akhirat, jangan menjadi budak-budak dunia. Sekarang waktunya beramal, dan tidak ada penghisaban. Sedangkan besok waktunya penghisaban, tidak ada amal.
”Bagaimanakah kematian orang beriman? Dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Orang beriman meninggal dengan kening penuh keringat.” (HR. Ahmad 21886).
Penulis produktif Sukardi menulis: ”Saya menyeru setiap orang tua agar mengingat kematian. Sadar bahwa dirinya sudah mendekat maut serta tidak mungkin bisa lari darinya. Jadi, siapkan diri untuk menemui Allah. Karena itu, sudah sepantasnya ia menjauhi akhir kehidupan yang jelek dan memperbanyak amal kebaikan sehingga dapat berjumpa dengan Allah ta’aala dalam keadaan diridhai.” Tak terkecuali orang-orang yang masih segar (orang yang masig muda). Kematian tidak memandang usia, bayi, anak-anak, bahkan remaja pun bisa mati kapan saja apabila Allah telah berkehendak mecabut nyawa hamba-Nya lewat malaikat Israil.
Ambillah keteladanan dari kematian Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu. Ia ditikam oleh Abu Lu’luah saat sedang mengimami sholat subuh. Umar pun jatuh tersungkur bersimbah darah. Dalam keadaan seperti itu ia tidak ingat isteri, anak, harta, keluarga, sanak saudara atau kekuasaannya. Yang ia ingat hanyalah ”Laa ilaha illallah Muhammad rasulullah, hasbunallah wa ni’mal wakil. ”Setelah itu ia bertanya kepada sahabatnya: ”Siapakah yang telah menikamku?” ”Kau ditikam oleh Abu Lu’luah Al-Majusi.”Umar radhiyallahu ’anhu lalu berkata: ”Segala puji bagi Allah ta’aala yang membuatku terbunuh di tangan orang yang tidak pernah bersujud kepada-Nya walau hanya sekali.” Umar-pun mati syahid.
Dari tanda-tanda orang mati syahid ialah mati dalam keadaan mencari ilmu, mencari nafkah, sedang shalat, dalam keadaan hamil dan melahirkan, disantet dan ada yang mengatakan bahwa orang yang meninggal karena sakit dalam diantaranya sakit perut merupakan orang yang mati syahid. Dari tanda-tanda yang telah dijelaskan, orang yang meninggal karena sebab-sebab tersebut dikatakan orang yang meniggal dalam keadaan membawa iman.
Ketika Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menghadapi sakaratul maut, beliau mengambil secarik kain dan menaruhnya di wajah beliau karena parahnya kondisi yang beliau hadapi. Lalu beliau berdoa: “Laa ilaha illallah… Laa ilaha illallah… Laa ilaha illalla. Sungguh kematian itu sangat pedih. Ya Allah, bantulah aku menghadapi sakratul maut. Ya Allah, ringankanlah sakratul maut itu buatku.” (HR Bukhary-Muslim).
Aisyah radhiyallahu ’anha menuturkan: “Demi Allah, beliau mencelupkan kain itu ke air lalu meletakkannya di atas wajah beliau seraya berdoa: ”Ya Allah, bantulah aku menghadapi sakratul maut”.
Saudaraku se-Islam seiman, marilah kita mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian yang bisa datang kapan saja. Kematian yang sungguh mengandung kepedihan bagi setiap manusia yang mengalaminya. Hingga kekasih Allah ta’aala saja, yakni Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam berdoa agar Allah ta’aala ringankan bagi dirinya sakaratul maut. Tidak ada seorangpun yang tidak bakal merasakan kepedihan sakratul maut.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS Ali Imran 185) Marilah saudaraku, tebalkan iman kita mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan segera bertaubat memohon ampunan dan rahmat Allah ta’aala sebelum terlambat. Sebab Israil itu sungguh sangat menakutkan bagi orang-orang yang ketika nyawanya akan dicabuttidak membawa iman. Begitulah kematian orang kafir. Suatu bentuk kematian yang diwarnai penyesalan yang sungguh terlambat.
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh (dinding) sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS Al-Mu’minun 99-100).
Alhaakumut takaatsuru hattaa zurtumul maqabir; bermegah-megahan telah melalaikan kalian hingga kalian sampai di alam kubur ( Q.S. At-Takatsur, 102:1-2)
Referensi : Kematian Pasti akan Datang Menjemputmu (Matinya Orang Beriman)