Dampak Psikologis Perceraian bagi Siswa. Sebuah keluarga, pada kenyataannya, tidak terlepas dari adanya permasalahan rumit yang disebabkan oleh perilaku-perilaku yang didominasi oleh nafsu. Jika persoalan tersebut tidak dapat dicarikan solusinya, akan menyebabkan terjadinya perceraian, dan hal ini akan berdampak pada psikologis anak.
Demikian disampaikan Sumarso, saat mempertahankan disertasinya pada sidang Promosi Doktor Psikologi Islam, program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (19/1). Disertasi yang berjudul “Pola Kehidupan Keluarga Cerai dan Dampak Psikologis terhadap Siswa” ini dipertahankan dihadapan delapan tim penguji yang diketuai oleh Dr. Gunawan Budiyanto, M.P., dan sekretaris Dr. Imamuddin Yuliadi, dengan anggota Prof. Dr. Muhaimin, M.A., Dr. H. Muhammad Anis, M.A., Prof. Dr. H. Siswanto Masruri, M.A., Prof. Dr. H. Usman Abu Bakar, M.A., Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag., dan Khoiruddin Bashori, M.Si.
Dalam disertasinya, Promovendus yang juga sebagai Guru Bimbingan Konseling di SMA Negeri 1 Asembagus, Situbondo, Jawa Timur ini menemukan, bahwa keluarga yang bercerai memang menunjukkan sering terjadinya perseteruan dan pertengkaran. Kehidupan keluarga cerai juga menunjukkan pola asuh yang cenderung bersifat otoriter.
“Adapun dampak perceraian adalah tidak terpenuhinya kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan serta kebersihan bagi anak-anaknya. Selain itu, anak-anak juga kehilangan rasa aman dan kasih sayang, sehingga mempengaruhi psikologi mereka, dan pada akhirnya berdampak pada prestasi belajarnya,” ujar Sumarso.
Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan olehnya di SMA Negeri 1 Asembagus, Situbondo, jawa Timur. Sebanyak 20 siswa yang berasal dari keluarga cerai, hanya terdapat tiga siswa yang lulus masuk di Perguruan Tinggi Negeri, seperti Universitas Negeri Jember (UNEJ), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya.
Untuk menghindari perceraian, Sumarso yang telah menjadi lulusan ke-5 dari angkatan pertama Program Doktor UMY ini, merekomendasikan beberapa hal, antara lain setiap keluarga harus dapat menciptakan rasa saling mencintai, menghargai, menghormati, dan mempercayai. Orang tua juga harus menjalin kedekatan dengan putra-putrinya, dengan menerapkan pola asuh yang tepat dan sesuai dengan perkembangannya.
“Semuanya juga harus berupaya untuk saling menghindari sikap-sikap tidak simpatik, tidak bertanggungjawab, perseteruan, sering marah, dan melakukan selingkuh,” papar Sumarso yang telah dinyatakan lulus dengan predikat memuaskan.
Di sisi lain, Prof. Dr. H. Usman Abu Bakar, M.A., selaku tim penguji, menyarankan pada Sumarso agar hasil disertasinya dapat direkomendasikan sebagai terapi bagi pasangan atau selebritis yang sering melakukan nikah-cerai.
Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag., juga menambahkan bahwa permasalahan yang dialami oleh anak-anak korban perceraian dapat dilakukan dengan bimbingan dan konseling, seperti merefleksikan kenikmatan-kenikmatan yang diperolehnya dan dituliskan pada sebuah kertas. “Hal itu akan membuat mereka sadar, bahwa sebenarnya banyak sekali nikmat yang mereka peroleh, sekalipun mereka adalah anak-anak dari korban perceraian,” imbuhnya. (sakinah).
Referensi : Dampak Psikologis Perceraian bagi Siswa