Untuk menekan angka perceraian ke depannya, harus ada pendidikan karakter dalam membangun rumah tangga bagi pasangan yang akan menikah. Tujuannya tentu, agar calon pasangan suami istri memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengimplementasikan fungsi-fungsi inti berumahtangga.
Soalnya, dalam hubungan berumah tangga, pastilah kita mengharapkan hubungan yang langgeng, bahagia dan terus bersama hingga maut memisahkan. Masalah dalam kehidupan berumah tangga memang pasti ada. Namun, sebagai pasangan suami istri yang telah berkomitmen di hadapan Allah haruslah berusaha untuk menyelesaikan segala permasalahan rumah tangga bersama-sama. Sayangnya, dewasa ini makin banyak pasangan suami istri yang merasa bahwa permasalahan mereka tidak akan terselesaikan kecuali dengan bercerai.
Perceraian atau bisa juga disebut talak adalah pemutusan hubungan suami istri dari hubungan pernikahan yang sah menurut aturan agama Islam dan negara. Perceraian dianggap sebagai cara terakhir yang bisa diambil oleh pasangan suami istri untuk menyelesaikan masalah yang mungkin mereka miliki. Padahal tidak menutup kemungkinan jika keputusan bercerai yang mereka ambil akan membawa masalah berikutnya, terutama ang berkaitan dengan hak asuh anak. Oleh karena itu, sebaiknya kita sebisa mungkin berusaha untuk mencegah terjadinya perceraian ini.
Menurut syariat Islam, cerai adalah melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri. Kemudian, dengan adanya perceraian ini, maka gugurlah hak dan kewajiban mereka sebagai suami dan istri. Artinya, mereka tidak lagi boleh berhubungan sebagai suami istri, menyentuh atau berduaan, sama seperti ketika mereka belum menikah dulu.
Kalau mengacu kepada Al-Quran, agama Islam telah mengatur segala sesuatunya. Bahkan, al Quran juga mengatur adab dan aturan dalam berumah tangga, termasuk bagaimana jik ada masalah yang tak terselesaikan dalam rumah tangga tersebut.
Islam memang mengizinkan perceraian, tapi Allah membenci perceraian itu. Itu artinya, bercerai adalah pilihan terakhir bagi pasangan suami istri ketika memang tidak ada lagi jalan keluar lainnya. Dalam surat al Baqarah ayat 227 disebutkan, “Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” Ayat tentang hukum perceraian ini berlanjut pada surat al Baqarah ayat 228 hingga ayat 232.
Dalam ayat-ayat surat al Baqarah di atas, diterangkan aturan-aturan mengenai hukum talak, masa iddah bagi istri, hingga aturan bagi wanita yang sedang dalam masa iddahnya. Dari sini kita bisa mengetahui bahwa agama Islam memberi aturan yang sangat lengkap tentang hukum perceraian. Tentu saja aturan-aturan ini sangat memperhatikan kemaslahatan pihak suami dan istri dan mencegah adanya kerugian di salah satu pihak.
Tidak hanya di surat al Baqarah, di surat ath-Thalaq ayat 1-7 juga dibahas aturan-aturan dalam berumah tangga. Di situ disebutkan tentang kewajiban suami terhadap istri hingga bagaimana aturan ketika seorang istri berada dalam masa iddah. Dari beberapa ayat yang telah dibahas, maka kita ketahui bahwa dalam Islam perceraian itu tidak dilarang, namun harus mengikuti aturan-aturan tertentu.
Sebagai sebuah renungan, dampak perceraian yang terjadi tak hanya akan dirasakan pada pasangan suami istri saja, namun juga dirasakan anak-anaknya. Bahkan, perceraian akan membuat mental anak terombang ambing.
Kebutuhan kasih sayang dan kehangatan keluarga, merupakan hal yang penting dalam perkembangan jiwa anak. Maksudnya, jika keharmonisan dalam keluarga ini tidak di dapatkannya, maka saat bernajak dewasa nantinya secara tidak langsung mempengaruhi kepribadiannya.
Yang jelas, saat terjadinya perceraian, ada beberapa hal yang dapat merusak mentalnya, seperti merasa tidak aman dan nyaman, karena perasaan sedih yang mendalam akibat dari kedua orang tu harus berpisah. Fakata tersebut jelas si anak akan merakan kesepian dan merasa kehilangan.
Kemudian perasaan-perasaan tersebutlah yang nantinya dapat menyebabkan perubahan pada kondisi kepribadiannya saat anak menginjak usia dewasa. Mereka akan terus merasa untuk takut gagal, takut menjalin kedekatan dengan orang lain.
Kemudian si anak sering membayangkan, jika orang tuanya dapat bersatu kembali, bahkan hingga lebih senang menyendiri di lingkungan sosialnya. Selain itu, dampak lainnya juga dapat terjadi perubahan prilaku anak, seperti anak akan menjadi lebih kasar, bertindak agresif, sering mengamuk, bahkan hingga membenci salah satu ataupun kedua orang tuanya.
Jadi, sebelum mengambil sikap untuk bercerai, jangan hanya berpikir tentang perasaan diri saja, tetapi juga dipikirkan masalah psikologis anak. Bagaimanapun jua, anak adalah buah dari cinta dan sebagai pelindung di hari tua.