Bisakah kita hidup berdampingan dengan penyesalan?. Kisah ini mungkin akan terdengar seperti adegan dari romansa yang hebat. Pada tahun 1981, seorang pemuda asal Amerika Serikat bernama Bruce sedang dalam perjalanan kereta api melalui Prancis utara. Saat itu seorang perempuan berambut cokelat bernama Sandra naik dari stasiun Paris, lalu duduk di sebelahnya.
Percakapan di antara mereka muncul begitu saja. Mereka segera tertawa kemudian berpegangan tangan.
Ketika Sandra mencapai tujuannya, yaitu sebuah stasiun di Belgia, mereka berciuman. Mengikuti dorongan hatinya, Bruce sempat mempertimbangkan untuk mengikuti tujuan Sandra dan membiarkan kehidupan membawanya.
Segera setelah pintu kereta ditutup, Bruce menyesal karena tidak mengikuti kata hatinya. Setelah kembali ke AS, ia menerima surat dari Sandra.
"Mungkin ini gila, tapi ketika saya memikirkanmu, saya tersenyum," ujarnya dalam surat itu.
Namun secara misterius, surat itu tidak memuat alamat pengirim.
Berpuluh tahun sejak pertemuan itu, Bruce tidak pernah berhenti berpikir apa yang mungkin terjadi jika dia mengikuti Sandra turun di Belgia.
Dengan menganalisis data itu dan merujuk eksperimen ilmiah terbaru, Pink mengidentifikasi empat jenis penyesalan berbeda dan jenis peristiwa yang paling mungkin mengarah pada setiap penyesalan.
Penelitian ini, yang diuraikan dalam buku terbaru Pink, The Power of Regret, membantu kita memahami peran penting penyesalan dalam hidup kita, mulai dari memelihara persahabatan, mengambil keputusan yang bertanggung jawab hingga menimbang risiko.
Riset ini juga menyorot jenis penyesalan yang paling dalam. Pink menyarankan banyak cara untuk berdamai dengan kekecewaan dan kesalahan kita sendiri.
Seperti banyak emosi negatif lainnya, penyesalan sering dilihat sebagai perasaan yang tidak diinginkan atau yang harus dihilangkan jika itu memungkinkan.
Perhatikanlah lagu Edith Piaf yang paling terkenal, atau banyak lagu dari artis lainnya, dari Emmylou Harris hingga Robbie Williams, yang bertutur tentang filosofi hidup "tanpa penyesalan".
Bagaimanapun, para psikolog menunjukkan bahwa penyesalan bisa menjadi emosi yang sangat berguna.
"Ini akan menjadi ide yang sangat, sangat buruk bahwa Anda harus menghilangkan penyesalan dalam hidup," kata Aidan Feeney, seorang profesor psikologi di Queen's University Belfast.
"Ini adalah salah satu mekanisme untuk mempelajari cara meningkatkan pengambilan keputusan Anda. Ini merupakan sinyal bahwa mungkin Anda perlu memikirkan kembali strategi Anda," ujarnya.
Feeney berkata, penyesalan adalah emosi yang kompleks karena melibatkan pemikiran kontra-faktual. Perasaan itu membutuhkan kemampuan membayangkan situasi lain untuk peristiwa yang telah terjadi.
Penyesalan juga membutuhkan kemampuan membandingkan dan membedakan hasil yang berbeda untuk menentukan hal mana yang sebenarnya Anda inginkan.
Karena kerumitan ini, anak kecil sering kali tidak dapat merasakan penyesalan sehingga emosinya cenderung muncul sekitar usia enam atau tujuh tahun.
Dalam risetnya, Feeney menguji bagaimana emosi itu penting untuk mengembangkan pemahaman tentang kepuasan yang tertunda. Ini merupakan kemampuan untuk menunda 'hadiah' kecil sekarang untuk 'hadiah' yang lebih besar nanti.
Berkolaborasi dengan Teresa McCormack, Feeney memberikan dua kotak kepada sekelompok anak berusia enam hingga tujuh tahun. Kotak-kotak itu dilengkapi kunci waktu, dengan satu set untuk dibuka setelah 30 detik dan yang lainnya setelah 10 menit.
Pengatur waktu pasir yang ditempatkan di samping setiap kotak menunjukkan kepada anak-anak berapa lama mereka harus menunggu sampai kotak itu terbuka
Anak-anak juga diberitahu bahwa mereka dapat memilih satu kotak untuk mendapatkan hadiah mereka.
Tugas ini agak tidak adil karena anak-anak tidak tahu apa isi setiap kotak. Artinya sebagian besar memilih yang pertama dibuka, yang berisi dua permen.
Hanya setelah mereka membuat keputusan, mereka diberitahu bahwa jika mereka menunggu kotak lain terbuka, mereka bisa mendapatkan empat permen sebagai gantinya.
Setelah mereka mengetahui fakta ini, Feeney dan rekannya menguji apakah anak anak menyesal karena telah membuat keputusan yang salah.
Keesokan harinya, psikolog kembali memberikan tugas yang sama kepada anak-anak. Mereka menemukan bahwa anak-anak yang telah mengembangkan rasa penyesalan jauh lebih mungkin untuk menunggu hadiah yang lebih besar, dibandingkan dengan anak-anak yang belum menghibur emosi tersebut.
Penyesalan, tampaknya, membantu anak-anak menjadi lebih sabar sehingga bisa mengatasi godaan untuk mengambil kesenangan sesaat. Pemuasan yang tertunda semacam ini merupakan bentuk penting dari pengendalian diri dan dianggap sangat penting bagi keberhasilan orang dalam hidup.
Misalnya, jika Anda dapat menunda kesenangan bermain gim komputer untuk belajar menghadapi ujian, kemungkinan besar Anda akan mendapatkan tempat di universitas yang bagus, yang pada gilirannya akan menghasilkan keuangan yang lebih stabil untuk masa depan.
Literatur psikologis berisi banyak contoh manfaat penyesalan lainnya. Contohnya penyesalan atas negosiasi bisnis yang buruk membantu orang untuk mendapatkan kesepakatan yang lebih baik di masa depan.
Dan jika kita membuat satu keputusan dengan tergesa-gesa, perasaan menyesal memastikan bahwa kita mempertimbangkan informasi yang lebih luas di masa depan.
Menurut Pink, temuan seperti itu akan membantu kita untuk membingkai ulang emosi secara lebih positif. "Kita harus melihat penyesalan sebagai guru yang mencoba memberi tahu kita perihal yang penting," tuturnya.
Empat rasa penyesalan
Penyesalan dasar berkisar pada kegagalan untuk bertanggung jawab, yang mengkhianati kebutuhan kita akan stabilitas. Ini mencakup penyesalan bolos sekolah, pengeluaran yang berlebihan atau mengabaikan kesehatan Anda. Ini merupakan kebiasaan buruk yang memiliki konsekuensi negatif jangka panjang bagi kehidupan.
Penyesalan keberanian datang karena terlalu sikap berhati-hati. Seperti yang ditemukan Bruce di kereta dari Prancis menuju Belgia, terkadang kita dihadapkan pada peluang yang berpotensi mengubah hidup.
Penyesalan moral berpusat pada orang lain, yang telah kita sakiti karena kegagalan kita sendiri. Selingkuh pada pasangan adalah salah satu contoh yang paling jelas dan umum.
Penyesalan koneksi menyangkut hubungan yang hilang dengan anggota keluarga, teman atau kolega, seringkali karena pengabaian sederhana.
Bagaimana menghindari penyesalan di masa depan
Lalu, bagaimana mengatasi penyesalan yang kita miliki?
Peran mendasar penyesalan dalam kognisi kita dapat menjelaskan mengapa begitu banyak orang mengalaminya begitu sering.
Pink menunjuk ke satu penelitian tahun 1984 yang meneliti percakapan pasangan sarjana dan menikah. Dalam rekaman ini, penyesalan adalah emosi kedua yang paling banyak dibicarakan setelah cinta.
Temuan ini sesuai dengan salah satu kuesioner Pink, yang menanyakan seberapa sering orang mengalami penyesalan. Sekitar 20% respondennya mengaku merasakan emosi tersebut sepanjang waktu.
Menelisik isi spesifik dari Survei Penyesalan Dunia, Pink menemukan bahwa penyesalan terbesar kebanyakan orang jatuh ke satu dari empat hal yang berbeda:
"Keempat jenis penyesalan ini diungkapkan berulang kali di seluruh dunia," kata Pink.
Menariknya, penyesalan koneksi ternyata menjadi pengalaman paling umum dalam survei Pink.
Menurutnya, kita harus selalu terhubung kembali ketika kita merasakan jarak sedang dibangun.
"Jika Anda bertanya-tanya apakah akan menjangkau seseorang atau tidak, hanya dengan berada pada saat itulah telah menjawab pertanyaan itu," kata Pink.
"Itu, bagi saya pribadi, telah menjadi pelajaran terbesar dari ini," ucapnya.
Demikian pula, prevalensi penyesalan keberanian menunjukkan kepada kita bahaya terlalu menghindari risiko, bahwa terkadang menjadi impulsif itu benar.
Itu tidak berarti bahwa kita harus secara aktif merangkul bahaya secara tiba-tiba. Namun dalam banyak kejadian, kata Pink, seseorang melihat lebih banyak bahaya daripada yang sebenarnya ada.
Situasi tersebut mungkin benar, terutama untuk kasus di mana rasa malu atau takut menghentikan kita dari mencari peluang kerja sekali seumur hidup atau sebuah hubungan percintaan.
Kita mungkin berharap untuk menghindari kekecewaan atau rasa malu, tapi sebagai gantinya, kita akan selamanya bertanya-tanya 'bagaimana jika saya mengambil keputusan yang lain?'.
Salah satu strategi umum untuk menghindari penyesalan di masa depan adalah menggunakan pre-mortem. Pink berkata, dalam strategi ini, Anda perlu dengan sengaja membayangkan hasil potensial terburuk sebelum membuat keputusan.
Teknik ini bisa sangat berguna untuk menghindari penyesalan moral dan dasar, ketika Anda gagal bertindak dengan cara yang menghormati nilai-nilai, menjaga kesehatan, dan kebahagiaan Anda di masa depan.
Penelitian Pink menawarkan cara mengatasi penyesalan yang terlanjur kita miliki. Mengingat manfaatnya, kita tentu tidak ingin menekan perasaan sepenuhnya. Meski begitu, sebuah strategi bisa membantu kita mengatur emosi sehingga kita mendapat pelajaran moral tanpa perlu berkubang dalam kesedihan masa lalu.
Pink berkata, langkah pertama adalah pengungkapan. Ketika kita memendam perasaan menyakitkan, perasaan itu bisa memburuk. Membicarakannya membantu kita untuk melihatnya secara lebih analitis.
Jika Anda tidak ingin berbagi penyesalan dengan orang lain, penelitian menunjukkan bahwa menulis esai pribadi memiliki efek positif yang sama. Cara ini menempatkan emosi ke dalam kata-kata yang tampaknya membantu kita memproses perasaan kita secara lebih konstruktif.
Cara kedua, Anda dapat melatih self-compassion dan bukan melakukan kritik diri yang justru berdampak negatif.
Untuk melakukannya, Anda harus berhenti menyalahkan diri sendiri dengan pernyataan seperti "saya pecundang". Ini justru membingkai kesalahan Anda sebagai sesuatu yang tidak dapat diperbaiki.
Sebagai gantinya, Anda dapat mencoba mengidentifikasi faktor kontekstual yang mungkin mendorong Anda untuk membuat keputusan yang salah. Perlu juga mengingat bahwa Anda tidak sendirian dalam kesakitan Anda.
"Terkadang kita percaya bahwa pengalaman kita sangat berbeda daripada yang sebenarnya. Anda mungkin berpikir Anda adalah satu-satunya orang yang pernah memiliki penyesalan itu," kata Pink.
"Tapi percayalah, Anda tidak sespesial itu," tuturnya.
Penelitian oleh Kristin Neff, seorang profesor di University of Texas, Austin, menunjukkan orang yang mengembangkan self-compassion cenderung pulih dari stres dan kesedihan lebih cepat.
Dan yang terpenting, merujuk riset itu, orang-orang tersebut juga lebih mungkin untuk mengubah perilaku di masa depan daripada orang yang kritis terhadap diri sendiri. Tujuannya tentu saja agar tidak melakukan kesalahan yang sama dua kali.
Dengan kata lain, setelah Anda mengenali kesalahan Anda, lebih baik untuk mengurangi kelonggaran diri Anda sendiri.
Akhirnya, Pink menganjurkan strategi psikologis yang dikenal sebagai self-distancing. Ini merupakan cara di mana Anda mencoba mengambil perspektif luar tentang masalah Anda.
Anda mungkin membayangkan menasihati teman dengan masalah yang sama, misalnya. Studi berulang telah menunjukkan bahwa, praktik belas kasih diri dapat membantu kita melihat situasi kita secara lebih filosofis tanpa pemikiran kita menjadi kewalahan oleh emosi.
Mungkin tidak ada kata terlambat untuk memulai penyembuhan. Pink mewawancarai beberapa peserta Survei Penyesalan Dunia dalam proses penyusunan bukunya.
Melalui percakapan ini, dia mendengar bahwa beberapa orang sekarang mencoba menebus pengkhianatan masa lalu, sementara yang lainnya tiba-tiba memutuskan untuk melakukan kontak dengan teman yang hilang.
Tampaknya survei itu membantu mereka untuk berdamai dengan perasaan mereka dan mendorong mereka untuk bertindak.
Bruce, misalnya, mencoba berdamai dengan penyesalan terbesarnya. Lebih dari 40 tahun sejak dia dan Sandra kehilangan kontak, dia baru-baru ini mengunggah pesan di bagian "koneksi yang tidak terjawab" di Craigslist Paris.
Bruce berharap dapat bertemu lagi dengan Sandra. Dia tidak bisa mengubah masa lalu, tapi setelah berdamai dengan penyesalan, dia mencoba menebus semua waktu yang hilang itu.