Dasar Hukum Perkawinan
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai perceraian yang disebabkan karena tidak bahagia, Ada baiknya Anda Mengenal terlebih dahulu dasar hukum perkawinan yang melandasi pernikahan yang Anda jalankan.
Salah satu Aturan Hukum yang mengatur perkawinan adalah Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan beserta perubahannya (UU Perkawinan). Atau biasa disebut dengan sebutan UUP dan UU 1/1974.
Dalam UU Perkawinan tersebut dijelaskan beberapa alasan yang dapat menyebabkan putusnya ikatan perkawinan. Alasan tersebut antara lain Kematian dan Putusan dari pengadilan dalam hal ini perceraian.
Lantas dapatkah alasan tidak bahagia dijadikan sebagai alasan mengajukan gugatan perceraian?
Perceraian Hanya Dapat Dilakukan Jika?
Di dalam UU Perkawinan sendiri, terdapat dua alasan utama yang bisa menyebabkan sebuah perceraian dapat dilakukan. Alasan Tersebut Antara lain:
1. Upaya perdamaian atau mediasi yang gagal
Upaya mediasi merupakan langkah awal yang wajib dijalankan saat Anda melakukan persidangan perceraian. Pasalnya, sidang perceraian tidak akan dapat dilakukan jika tidak adanya proses mediasi terlebih dahulu.
Proses mediasi perceraian sendiri merupakan proses yang bertujuan untuk memberikan peluang kepada kedua belah pihak untuk berpikir kembali atas tindakan yang mereka inginkan. Jika ditemui kesepakatan Antara kedua belah pihak untuk membatalkan perceraian, maka proses persidangan perceraian tidak akan dilanjutkan.
Namun apabila kedua belah tidak menemukan kata sepakat dalam tahap mediasi tersebut, maka sidang perceraian dapat dilanjutkan kembali ke tahap selanjutnya.
2. Alasan permohonan perceraian sesuai dengan aturan yang berlaku
Alasan pengajuan cerai berdasarkan UU Perkawinan diatur dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2). Alasan tersebut juga ditegaskan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (PP Perkawinan). Alasan tersebut antara lain:
1. Salah Satu Pihak Berbuat Zina
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan
2. Salah Satu Pihak Meninggalkan Pihak Lain Selama 2 Tahun
Alasan lainnya yang membuat permohonan cerai di kabulkan adalah salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya
3. Salah Satu Pihak Mendapat Hukuman Penjara 5 (lima)
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Suami memiliki penyakit berbahaya
Suami yang memiliki penyakit berbahaya seperti penyakit menular, atau yang lainnya , Anda juga bisa meminta hak untuk cerai.
5. Suami pergi dalam jangka waktu yang lama
Suami yang meninggalkan istri tanpa kabar kurang lebih selama 6 bulan, maka akan ditakutkan menimbulkan fitnah yang terjadi pada istri. Untuk itu dalam hal ini istri diperbolehkan minta cerai karena tidak bahagia.
6. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
Alasan permohonan cerai lainnya yang dapat di terima adalah salah satu pihak melakukan kekerasan atau kekejaman dalam hal penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain
Sebab Tujuan pernikahan adalah untuk menuju kebahagiaan bersama pasangan. Jika salah satu pihak ada yang tidak bahagia, maka tujuan pernihakan sudah gagal. Jadi jika ada istri minta cerai karena tidak bahagia maka hal tersebut diperbolehkan asalkan dengan alasan yang jelas.
Proses gugatan cerai yang dilakukan oleh istri bisa dalam bentuk khulu atau fasakh dengan persyaratan cerai pihak istri.
Apabila dari sekian banyak alasan yang dapat diterima pengadilan untuk pengajuan cerai tersebut memenuhi salah satu kriterianya, maka proses perceraian yang Anda akan ajukan dapat segera di proses dalam tahap pengadilan.
Menuntut Perceraian Karena Tidak Bahagia Dalam Islam
Perceraian berdasarkan Islam, suami yang merasa dirugikan dengan perilaku istri, maka diperbolehkan untuk melakukan talak. Hal ini juga sama dengan istri yang merasa dirugikan dengan perilaku suami juga bisa mengajukan gugatan cerai atau dinamakan rapak cerai.
Rapak cerai tersebut merupakan gugatan cerai yang dilakukan oleh istri pada suami. Dalam hal ini juga termasuk untuk istri minta cerai karena tidak bahagia. Jadi bisa dikatakan mengenai bisakah istri minta cerai karena tidak bahagia, jawabannya adalah iya.
Berdasarkan Ibnu Qudamah, jika istri tidak merasa bahagia dengan suaminya, maka istri minta cerai karena tidak bahagia diperbolehkan. Hal ini karena dikhawatirkan istri tidak bisa memenuhi kewajibannya sebagai istri.
Hukum Istri Minta Cerai Karena Tidak Bahagia dalam Islam
Tujuan pernikahan adalah untuk mencapai tujuan bersama dengan pasangan. Jadi jika salah satu pasangan ada yang merasa tidak bahagia, maka bisa mengajukan gugatan cerai kepada pengadilan Agama.
Dalam Islam, hukum istri minta cerai karena tidak bahagia adalah diperbolehkan. Akan tetapi harus dengan syarat dan alasan yang jelas. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu Abbas terkait istri Tsabit bin Qais mendatangi Rasulullah SAW dan berkata :
“Wahai, Rasulullah, Aku tidak mencela Tsabut bin Qais pada akhlak dan agamanya, akan tetapi aku takut berbuat kufur dalam islam.”
Maka Nabi Muhammad SAW berkata :”Apakah engkau mau mengembalikan kepadanya kebunnya”. Ia menjawab :”Iya, Rasululullah SAW”. Lalu Rasulullah SAW berkata kembali:”Ambillah kebunnya dan ceraikanlah dia.” (HR. Bukhori). Akan tetapi perlu Anda ketahui juga, bahwa hukum istri minta cerai karena tidak bahagia juga bisa haram jika tanpa alasan syar’i.
Hal ini berdasarkan pada sebuah hadits yang berisi : “Siapa saja perempuan yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan, maka diharamkan bau surge atas perempuan tersebut.” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Dari hadits di atas dapat disimpulkan istri minta cerai karena tidak bahagia diperbolehkan baik dalam hukum islam maupun aturan negara. Hal ini karena dikhawatirkan istri tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai istri yang justru mendatangkan dosa.