11 Dampak Perceraian terhadap Anak yang Penting Diwaspadai. Dampak perceraian terhadap anak di antaranya mengganggu kesehatan mental, mengundang perilaku buruk, hingga penurunan nilai akademis di sekolah.
Perceraian tidak hanya berdampak buruk pada pasangan suami dan istri saja, tapi juga anak-anak. Perpisahan kedua orangtua dinilai dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan mental dan fisik anak. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai dampak perceraian terhadap anak, berikut adalah penjelasan yang bisa Anda simak.
Saat hubungan pernikahan berada di ujung tanduk, perceraian kerap dipertimbangkan sebagai jalan keluarnya.
Namun, tidak jarang ada pasangan yang ingin bercerai tapi kasihan anak. Kehadiran anak dapat membuat perceraian terasa semakin berat bagi kedua belah pihak.
Perceraian kemungkinan meninggalkan sejumlah dampak bagi kehidupan anak. Berikut adalah berbagai potensi efek perceraian bagi anak yang perlu diperhatikan.
- Conduct disorder, yaitu gangguan perilaku yang ditandai dengan penyimpangan norma sosial dan perampasan hak orang lain
- Delinquency, yaitu kenakalan yang dilakukan oleh remaja di bawah umur
- Perilaku impulsif, yaitu melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang.
- Melakukan penyalahgunaan obat terlarang
- Melakukan seks di usia dini
- Merokok
- Mengonsumsi alkohol sebelum waktunya.
Terlepas dari usia dan jenis kelamin, anak korban perceraian orangtua memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami gangguan mental.
Sebagian anak korban perceraian memang mampu melakukan penyesuaian dan bisa pulih beberapa bulan kemudian. Namun, tak sedikit pula yang mengalami depresi dan gangguan kecemasan.
Dampak perceraian terhadap anak dapat menyebabkan perilaku eksternalisasi.
Dibandingkan dengan anak-anak dengan keluarga utuh, anak korban perceraian sangat rentan terhadap perilaku eksternalisasi atau masalah perilaku yang ditujukan pada lingkungan luar.
Beberapa contoh perilaku eksternalisasi adalah:
Selain itu, perceraian orangtua menempatkan anak pada risiko terhadap konflik dengan anak-anak lain seusianya.
Selain rentan berperilaku tidak baik terhadap lingkungan luarnya, anak korban perceraian juga berisiko terhadap tindakan berbahaya yang mengancam kesehatannya. Beberapa kemungkinan perilaku berisiko tersebut adalah:
Menurut ahli, anak yang orangtuanya memutuskan bercerai saat ia berusia 5 tahun atau kurang, berisiko untuk menjadi aktif secara seksual sebelum menginjak usia 16 tahun.
Selain itu, anak-anak yang berpisah dari ayah mereka, juga berpotensi melakukan seks berganti-ganti pasangan selama masa remaja.
Penurunan prestasi di sekolah dianggap bisa terjadi akibat perceraian bagi anak. Menurut ahli, anak yang menghadapi perceraian orangtuanya yang dikabarkan dengan tiba-tiba, memiliki masalah pada prestasi belajar di sekolah.
Apabila anak sudah memperkirakan bahwa orangtuanya akan bercerai, kemungkinan dampaknya mungkin tidak separah kasus pertama.
Dampak perceraian terhadap pendidikan anak ini tentu perlu diperhatikan guna menjaga nilai akademisnya di sekolah.
Dampak perceraian terhadap anak selanjutnya adalah perasaan bersalah. Perasaan anak yang orangtuanya bercerai memang bisa terganggu. Dilansir dari Family Means, anak dapat merasa bersalah saat kedua orangtuanya berpisah.
Sebab, anak-anak dapat berpikiran bahwa mereka yang biang keladi di balik perceraian orangtuanya. Tekanan dari perasaan bersalah ini dapat mengundang depresi, stres, dan masalah kesehatan lainnya.
Tidak hanya kesehatan mental anak saja yang terdampak dari perceraian, tapi juga kesehatan fisiknya. Anak korban perceraian dianggap lebih berisiko mengidap penyakit karena beberapa faktor, salah satunya kesulitan tidur di malam hari.
Kurang tidur dapat mengundang sejumlah masalah kesehatan, mulai dari kenaikan berat badan berlebih hingga melemahnya sistem imun.
Ketika orangtua bertengkar, anak-anak dapat mengalami disonansi kognitif dan konflik loyalitas. Hal ini membuat mereka merasa terjebak di tengah dan tidak tahu apakah harus berpihak pada Anda atau pasangan.
Anak-anak dapat menunjukkan ketidaknyamanan dengan lebih sering mengalami sakit perut atau sakit kepala. Kondisi tersebut juga dapat mempengaruhi perkembangannya.
Konflik loyalitas menjadi lebih menonjol seiring bertambahnya usia. Pada akhirnya, hal ini dapat mengarah pada pemutusan hubungan total dengan salah satu orangtua.
Anak-anak dapat menarik dirinya dari lingkungan sosial akibat perceraian orangtua. Si kecil kemungkinan tidak lagi semangat untuk bertemu teman-teman atau menghadiri acara sekolahnya.
Dampak perceraian terhadap anak ini terjadi karena ada banyak perasaan yang mereka rasakan di dalam dirinya sehingga menyebabkan rasa cemas dan malu untuk bersosialisasi.
Menurut berbagai studi yang diulas dalam jurnal Population and Development Review, dampak orangtua bercerai bagi anak dianggap bisa membuatnya mengalami hal yang sama di masa depan.
Pasalnya, perpisahan kedua orangtuanya dapat mengubah sikap anak terhadap hubungan. Mereka mungkin kurang tertarik untuk memiliki hubungan jangka panjang yang berkomitmen saat mereka beranjak dewasa.
Terdapat beberapa dampak perceraian bagi psikologis anak, salah satunya bisa membuat anak mudah marah.
Dalam beberapa kasus, emosi anak menjadi tak terkontrol saat kedua orangtuanya bercerai. Hal ini berpotensi membuat amarah di dalam diri anak membara.
Amarah ini dapat diluapkan kepada kedua orangtuanya, diri mereka sendiri, teman-teman, atau orang lain. Tidak hanya itu, dampak perceraian bagi anak juga dinilai bisa membuat si kecil menjadi mudah murah.
Dampak orangtua bercerai bagi anak juga dapat membuat anak kesulitan beradaptasi.
Saat kedua orangtua bercerai, kemungkinan anak dapat dihadapkan dengan situasi, keluarga, lingkungan atau orangtua baru. Situasi ini dapat menuntut anak untuk beradaptasi dengan cepat.
Belum lagi kalau anak harus pindah ke sekolah baru karena ikut dengan orangtua tirinya. Kondisi ini bisa menuntut anak untuk beradaptasi dengan teman-teman dan lingkungan baru yang masih asing untuknya. Hal inilah yang terkadang membuat orangtua ingin bercerai tapi kasihan anak.