Menurut Andrew G. Marshall dalam I Love You but I Am Not in Love with You, sebagaimana dikutip di buku “Fondasi Keluarga Sakinah” terbitan Kemenag, mengatakan bahwa setiap pernikahan akan mengalami sejumlah tahap perkembangan hubungan yang membawa tantangannya masing-masing, yaitu:
1. Tahap Menyatu (12-18 bulan)
Tahap ini dimulai saat suami-istri mulai menyatukan kedua pribadi yang mungkin sesungguhnya berbeda. Tetapi pada tahap ini, kebutuhan pribadi belum begitu tampak atau terlihat, karena suami/istri masih dikuasai oleh perasaan ingin menyenangkan pasangannya.
Sebagai contoh, seorang istri ikut menonton konser musik rock kesukaan suaminya. Padahal sesungguhnya dia lebih menyukai musik dangdut. Tapi kesukaannya itu dipendam dalam-dalam untuk menyenangkan suaminya terlebih dahulu. Begitu pun suami misalnya rela ikut makan bakso demi menemani istrinya. Padahal sesungguhnya ia lebih menyukai mie ayam.
Tantangan bagi pasangan dalam tahap ini adalah mencari keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan keinginan untuk menyatu. Pasangan perlu mampu mengikhlaskan proses menyatu ini, tanpa takut kehilangan kebutuhan pribadi.
2. Tahap Bersarang (2-3 tahun)
Di tahun kedua dan ketiga, pasangan suami-istri umumnya sudah memiliki kehidupan yang lebih ajeg atau tetap. Sebagian besar sudah memiliki anak, sehingga ada kebutuhan untuk memiliki sarang yang nyaman, dalam bentuk rumah dan kendaraan, serta kemapanan finansial.
Beberapa persoalan umum di tahap ini adalah pembagian peran suami/istri dalam keluarga, munculnya kembali perbedaan pribadi, munculnya kembali kebutuhan untuk dekat dengan teman dan keluarga besar, dan lain-lain.
Tantangan di tahap ini adalah bagaimana mengelola perbedaan tersebut. Di sinilah timbul pertengkaran kecil maupun besar, karena pertimbangan-pertimbangan pribadi mulai bermunculan.
Di tahap ini pasangan suami-istri perlu belajar mencari solusi, bukan dengan menekan kegelisahan sampai meledak menjadi kemarahan. Kemampuan negosiasi dan bermusyawarah akan membantu pasangan untuk menyelesaikan konflik dengan baik.
3.Tahap Kebutuhan Pribadi (tahun 3-4 )
Di tahap ini, kebutuhan pribadi mulai terasa semakin kuat. Kebutuhan untuk selalu bersama pasangan sudah mulai berkurang. Misalnya, suami yang dulu suka memancing, sekarang mulai ingin kembali memancing bersama teman-temannya.
Dalam hubungan yang sehat, suami/istri cukup yakin dengan kekuatan hubungan perkawinannya, dan tidak cemas saat pasangan ingin melakukan sesuatu tanpa mengajak dirinya. Suami/istri yang menjaga komitmen akan mencari titik tengah antara kebutuhan pribadinya dengan kebutuhan keluarganya. Tantangan khas pada tahap ini adalah menjaga keseimbangan tersebut
4. Tahap Kolaborasi (tahun ke 5-14)
Tahap selanjutnya adalah Kolaborasi atau Kerjasama. Karena sudah merasa yakin dengan komitmen kepada pasangan, suami/istri biasanya menjadi pribadi yang mengalami kemajuan dalam bidang-bidang hidup lainnya.
Suami/istri sudah menemukan cara untuk bekerjasama dan memberikan dukungan kepada pasangannya. Misalnya saat suami/istri dipindahtugaskan ke luar kota, pasangan mendukung dengan melakukan penyesuaian yang diperlukan.
Tantangan yang muncul adalah bagaimana tetap berbesar hati untuk tidak saling mengungkung, dan terus menjalin komunikasi yang baik agar jarak antara kedua pihak tidak semakin melebar.
5. Tahap Penyesuaian (tahun 15-24)
Di tahap ini, pasangan suami-istri sibuk untuk menyesuaikan diri dengan tantangan hidup yang baru. Misalnya, anak-anak mulai tumbuh besar dan mandiri. Biasanya suami/istri sudah menerima pasangan apa adanya, dan sudah menemukan cara menghadapi hal-hal yang tidak disukai dari pasangannya.
Di masa ini, pasangan sudah melalui banyak persoalan hidup bersama-sama. Namun di sisi lain, hal ini seringkali memunculkan persoalan baru, yakni saling menggampangkan dan saling menuntut. Terkadang muncul rasa putus asa karena pasangan tidak kunjung berubah sehingga membuat suami/istri menjadi mudah marah.
Tantangan tahap ini adalah memahami bahwa kehidupan membawa telah banyak perubahan bagi kedua pasangan. Suami/ istri perlu menghindari sikap merasa benar sendiri dan merasa paling tahu situasi. Untuk itu diperlukan keterampilan menjadi pendengar yang baik.
6. Tahap Pembaruan (tahun 25 ke atas)
Banyak pasangan lanjut usia yang menunjukkan kedekatan emosi yang kuat, dan hubungan yang romantis. Ini terjadi karena setelah 25 tahun, pasangan suami-istri sudah menjalani manis-pahitnya kehidupan perkawinan bersama-sama. Mereka menemukan kembali rasa bahagia karena memiliki cinta yang teruji dan pasangan jiwa yang bisa diandalkan.
Tantangan di masa ini adalah menjaga kesabaran dalam menghadapi pasangan. Kadangkala kebiasaan-kebiasaan lama di masa muda muncul kembali, dan ini menimbulkan ketegangan di antara pasangan. Ketegangan ini perlu dikelola dengan baik dengan mengingat komitmen dan kedekatan emosi.
Demikian 6 tahap perkembangan hubungan pernikahan yang perlu pasangan tahu. Dengan mengetahui tahapan ini semoga setiap bisa semakin memahami kondisi , tantangan dan sikap yang tepat untuk diambil.
Referensi : Tahap Perkembangan Hubungan Pernikahan yang Perlu Pasangan Tahu