Kamis, 25 Agustus 2022

Siapa yang Mendapatkan Hak Asuh Anak setelah Bercerai

Dampak Buruk Psikologis Anak Akibat Pertengkaran Orangtua

Siapa yang Mendapatkan Hak Asuh Anak setelah Bercerai. 
Hak asuh anak setelah bercerai adalah hal yang kerap menjadi masalah utama ketika perceraian terjadi. 
Perceraian bukan hanya berdampak pada pasangan suami istri, tetapi juga pada anak-anak mereka. 

Menurut pengacara Michael A. Robbins dari Law Offices of Michael A. Robbins, Michigan, Amerika Serikat, setiap orang tua yang bercerai punya kondisi yang berbeda sehingga tidak dapat disamakan juga aturan untuk pengasuhan anak-anaknya.

Namun, berdasarkan sebuah penelitian yang diterbitkan di Journal of Epidemiology & Community Health, selain memikirkan hak asuh anak setelah bercerai, kondisi anak haruslah menjadi hal utama. 

Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa anak yang menghabiskan waktu yang sama dengan kedua orang tua mereka akan memiliki kehidupan yang lebih baik ketimbang anak yang tinggal dengan salah satu orang tua.

Tapi, di sisi lain, banyak orang juga berpikir bahwa anak-anak butuh stabilitas sehingga tinggal hanya dengan salah satu orang tua menjadi hal penting. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian tersebut.

Argumen tersebut didasarkan anak-anak yang menghabiskan waktu di dua rumah yang berbeda dengan peraturan yang berbeda akan membuat mereka lebih stres.

Namun, penelitian menemukan bahwa berdasarkan data yang diambil dari 150 ribu anak antara usia 12-15 tahun, anak yang tinggal dengan keluarga lebih sedikit yang mengalami masalah psikosomatik.

Ketika orang tua berpisah, anak yang tinggal bergantian dengan kedua orang tua mereka lebih jarang mengalami stres dibandingkan dengan anak yang tinggal hanya dengan satu orang tua.

Hak asuh anak setelah bercerai diatur dalam UU Perkawinan pasal 41.

Berdasarkan pasal 41 UU Perkawinan, dalam kasus perceraian, pihak istri berhak menjadi wali bagi anak-anaknya yang belum dewasa (di bawah 12 tahun), mendapat nafkah dari mantan suami selama 3 bulan 10 hari, dan mendapat harta gono-gini sebanyak setengah dari seluruh harta yang dikumpulkan selama masa pernikahan.

Dalam pasal 41 di UU Perkawinan juga disebutkan, suami maupun istri tetap bertanggung jawab atas pendidikan anak.

aturan hak asuh anak yang perceraian orang tuanya diputus oleh Pengadilan Agama tercantum di Pasal 105 mengenai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan:

Pembahasan mengenai hak asuh anak setelah bercerai adalah:

  • Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz (di bawah 7 tahun) atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;
  • Pemeliharaan anak yang di atas 7 tahun diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya;
  • Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

Aturan itu pun disebutkan dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 102 K/Sip/1973.

Ini adalah alasan hak asuh anak dari pihak ibu bisa hilang:

1. Ibu Memiliki Perilaku Buruk

Hak asuh anak setelah bercerai biasanya akan diberikan pada ibunya.

Namun hak asuh tersebut bisa hilang ketika dalam persidangan ibu memiliki perilaku yang buruk, maka hak asuh bisa diberikan pada ayah.

Perilaku yang buruk yang bisa menghilangkan hak asuh anak adalah:

  • Judi
  • Mabuk-mabukan
  • Berbuat kasar pada anak

2. Ibu Dipenjara

Jika ibu masuk penjara karena terbukti melakukan pelanggaran hukum.

Jika ini terjadi, maka pihak ayah bisa mendapatkan hak asuh atas anak yang masih berusia 5 tahun.

3. Ibu Tak Bisa Menjamin Keselamatan Jasmani dan Rohani Anak

Alasan terakhir yang bisa menghilangkan hak asuh anak dari ibu adalah ketika ibu dikhawatirkan tak bisa menjamin keselamatan jasmani dan rohani anaknya.

Jika ibu terbukti mengalami depresi dan bisa mengakibatkan kondisi mentalnya tak stabil, hal ini bisa menjadi risiko yang mengancam keselamatan anak.

4. Ibu Terbukti Selingkuh

Jika dalam hubungan pernikahan pihak istri terbukti selingkuh, maka hak asuh akan jatuh ke tangan suami.

Ketika istri melakukan perselingkuhan, maka dirinya sudah dinyatakan gagal menjadi seorang ibu.

Hal ini tertuang dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Mengenai Perkawinan.

Ternyata hak asuh anak setelah bercerai juga bisa jatuh ke tangan ayah. Namun tentu saja hal itu pun perlu memenuhi beberapa syarat yang ada.


Dikutip dari Hukum Online ini syarat hak asuh anak jatuh ke tangan ayah:

  • Anak yang belum berusia 7 tahun berhak mendapatkan hadhanah dan ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh:
    1. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;
    2. ayah;
    3. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;
    4. saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;
    5. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
  • Anak yang sudah berusia 7 tahun berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya;
  • Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula;
  • Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun);
  • Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), dan (d);
  • Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.
Nah itu dia pembahasan mendalam mengenai hak asuh anak setelah bercerai. Meski biasanya hak asuh berada di tangan ibu setelah cerai, namun dalam kondisi tertentu bisa diberikan kepada ayah.