Marah juga dapat disebabkan karena menganggap dirinya sebagai orang penting, harga diri yang melambung, gaya hidup narsisitik, perfectonis serta neurotic. Mereka ini sangat tinggi dalam menjaga diri. Memenuhi keinginan diri sehingga sangat sensitif dan reaktif terhadap stimulus kecil yang menghambat atau mengecewakan tujuan yang akan dicapainya. Berbagai latar belakang bisa dengan cepat menimbulkan dorongan kemarahan, namun sebenarnya kemarahan disebabkan karena terjadinya gap antara keinginan dan kenyataan yang sesungguhnya. Ditambah lagi dengan terbatasnya waktu yang ada. Keadaan ini dapat menjadikan seseorang bingung, tertekan dan berusaha mencari jalan ke luar.
Pertanyaan yang seringkali muncul dalam pikiran kita, kapan kita diperbolehkan marah dan bagaimana agar tidak mengganggu kesehatan? Strategi apa yang perlu dipelajari agar kemarahan menjadi sesuatu yang memiliki nilai dan tidak membuat kekacauan?
Bagaimana marah yang mendidik dan membangun?
Ada beberapa pendekatan agar marah mendidik dan membangun. Pendekatan fisiologis yakni menekankan regulasi tubuh ketika sedang marah, seperti, merendahkan posisi badan ke arah yang lebih rendah, duduk dan berbaring, tarik nafas panjang sebelum marah, minum air hangat serta mencari penyaluran kegiatan fisik dengan berolah raga atau mengerjakan aktivitas fisik untuk mengarahkan dorongan energi yang besar.
Secara psikologis, cara penting yang paling utama adalah menyadari bahwa kita sedang marah, berfikir ulang terhadap tertundanya keinginan, memikirkan sisi positif dari kejadian yang tidak menyenangkan, memilikrkan dampak negatif terhadap kesehatan diri, belajar menunda kepuasan, menyalurkan hobi dengan berkarya sehingga energi yang terkumpul dapat diarahkan pada kegiatan yang bermanfaat. Sharing dengan sahabat, teman atau siapa saja yang dapat menjadi tempat untuk memuntahkan isi beban yang sedang dialami. Menulis pada buku harian, mengekspresikan dengan menggambar, membuat cerita atau sekedar menggoreskan isi hati melalui buku merupakan kegiatan positif dibandingkan dengan penumpahan kemarahan secara langsung.
Dalam pendekatan religius marah bukannya dilarang melainkan dapat dilakukan dengan alasan tertentu, misalnya Rasulullah SAW, bukannya tidak pernah marah. Beliau akan sangat marah khususnya jika melihat atau mendengar sesuatu yang dibenci Allah dijalankan oleh umatnya, dan tidak pernah marah jika celaan hanya tertuju pada pribadinya. Marah merupakan sifat bawaan yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia untuk membedakan dengan malakikat dan setan. Dimana Malaikat tidak memiliki nafsu amarah, setan bergelimang dengan marah dan manusia diantaranya, karena Allah memberikan akal dan nafsu. Sehingga marah merupakan tabiat yang tidak akan hilang namun mampu dikendalikan atau dikuasai agar tidak menimbulkan dampak negatif yang membahayakan bagi dirinya dan orang lain serta lingkungannya.
Dalam pendekatan religius ada empat pemicu emosi yaitu: kemarahan, syahwat, kecemasan dan kenginan atau nafsu. Empat hal tersebut merupakan sifat dasar yang dimiliki manusia, sehingga jika terhalang atau tidak dapat dipenuhi dapat meningkatkan gejolak emosi sehingga mendorong seseorang untuk mencari keseimbangan dalam memenuhi tuntutan tersebut. Allah memberikan manusia dua kekuatan yang saling tarik menarik, yakni fujur dan taqwa. Fujr adalah keuatan yang mengajak manusia untuk memuaskan keinginan nafsunya sedangkan taqwa adalah mengarahkan keinginan manusia kearah positif melalui pengendalian dan pengontrolan nafsu untuk mencapai tingkat ketaqwaa.
Rambu-rambu agama telah mengajarkan kita agar mengendalikan amarah dengan cara yang telah dituntunkan oleh wahyu dan tuntunan Rosululloh. Pengendalian marah merupakan suatu cara dalam melakukan manajemen qalbu, yakni mengarahkan dan mengontrol nafsu yang merusak diri dan membuat kehancuran. Sifat emosional merupakan nafsu amarah yang mengarah kepada kejahatan (Q.S. Yusuf, 12.53), sedangkan nafsu Lauwammah merupakan nafsu yang menjadikan diri kita menyesal setelahnya/menimbulkan penyesalan diri (Q.S.Al Qiyamah, 75:2). Jika kita mengikuti beberapa ajaran sunnah untuk mengendalikan amarah, Rasulullah SAW bersabda: Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi mereka mampu menahan nafsu amarahnya.
Referensi : Penyebab Marah dan Penyelesaiannya dalam Islam