Pahala meninggalkan maksiat itu begitu hebat. Saking hebatnya sampa-sampai Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan kehinaan maksiat menuju kemuliaan taat, maka Allah akan membuatnya kaya tanpa harta, mengokohkannya tanpa tentara, dan membuatnya berjaya tanpa massa pendukung.” (HR. Baihaki).
Secara umum, orang dikatakan kaya karena berharta. Harta dibelanjakan untuk mendapatkan kesenangan dan ketenangan. Namun harta hanya bisa membeli kesenangan, tidak ketenangan. Oleh karena itu, menurut Syaikh Nawawi Banten dalam Nashaihul Ibad, orang yang meninggalkan maksiat akan diberikan ketenangan di dalam hati.
Sebuah bangsa menjadi kokoh karena dijaga oleh bala tentara. Sama seperti orang yang menjadi aman karena banyak para penjaga di kiri dan kanan. Namun bagi orang yang meninggalkan maksiat, akan diberikan kekuatan oleh Allah SWT. Sebuah kekuatan yang tidak ada yang mampu membandinginya dan menandinginya.
Dalam kontestasi politik, seorang kandidat pejabat legislatif atau eksekutif memburu konstituen untuk mendapatkan dukungan. Namun bagi orang yang meninggalkan maksiat, Allah SWT akan memberikan kejayaan dalam berbagai lapangan kehidupan tanpa perlu ada manusia yang mendukungnya. Allah SWT sendiri yang membuatnya berkibar.
Secara filosofis, meninggalkan maksiat adalah bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Seseorang yang berbuat dosa kecil, misalnya, ia tidak boleh memandang kecilnya dosa itu. Tetapi kepada siapa dosa kecil diperbuat, yakni kepada Allah SWT. Sama seperti orang yang mendapatkan kebaikan kecil, harus dipandang dari siapa kebaikan itu berasal.
Dalam Mukasafah al-Qulub, Imam al-Ghazali bercerita tentang Utbah al-Ghulam. Sebelum menjadi seorang waliyullah, ia adalah pelaku maksiat kelas kakap. Satu waktu, ia tertarik untuk datang ke majelis Syaikh Hasan al-Basri di Basrah Irak. Ada yang hendak ditanyakan perihal maksiat yang dilakukannya kepada guru sufi yang dikenal bijak-bestari itu.
Dengan menundukkan kepala, di hadapan Syaikh Hasan al-Basri, Utbah al-Ghulam bertanya, “Wahai Syaikh, apakah orang seperti aku yang selama hidupnya berbuat maksiat, akankah tobatku diterima oleh Allah SWT?”. Dengan ringan Syaikh Hasan Bashri menjawab,”Ya, Allah SWT akan menerima tobatmu dan mengampunimu”.
Mendengar jawaban itu, bukan main kagetnya Utbah al-Ghulam. Saking kagetnya seketika ia pingsan. Setelah siuman, kembali ia menanyakan perihal perbuatan maksiat yang pernah dilakukannya. Kembali Syaikh Hasan al-Basri menjawab dengan jawaban yang sama. Namun untuk kedua lainya, Utbah al-Ghulam pingsan karena rasa gembiranya yang begitu hebat.
Setelah sadar, ia mengangkat mukanya dan menengadahkan tangan seraya berdoa kepada Allah SWT. “Ya Allah, kalau benar Engkau telah mengampuni dosaku, maka mudahkanlah aku dalam mempelajari ilmu agama. Ya Allah, kalau benar Engkau telah mengampuni dosaku, anugerahi aku suara yang indah dalam melantunkan Alquran.
Ya Allah, kalau benar Engkau telah mengampuni dosaku, maka penuhi kecukupan makanan untukku setiap hari”. Singkat cerita, doa Utbah dikabulkan Allah SWT. Ia diberikan kemudahan memahami ilmu agama sehingga ia jadi orang yang dalam ilmunya. Allah SWT juga menganugerahinya suara indah, sehingga banyak orang kafir masuk Islam saat mendengar ia membaca Alquran.
Terakhir, Allah SWT juga menurunkan beberapa potong roti lengkap dengan kuahnya setiap pagi untuknya. Inilah pahala meninggalkan maksiat yang sangat hebat. Pahala yang berefek positif bagi kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga ada di antara kita yang mampu melaksanakannya.
Referensi : Pahala Meninggalkan Maksiat