Upaya untuk menyelesaian sengketa pembagian harta warisan, sudah ada payung hukum yang mengaturnya. Ketentuan-ketentuan terkait dasar hukum waris, penentuan siapa saja ahli waris, berapa besar bagian untuk masing-masing ahli waris dan apa saja yang menyebabkan seseorang terhalang untuk mendapatkan warisan perlu dijadikan pijakan/ketentuan yang berlaku untuk menyelesaikan masalah waris dengan mempertimbangkan asas keadilan, asas manfaat dan asas kepastian hukum.
Pada dasarnya pembagian harta warisan harus dibagi secara adil/sesuai dengan ketentuan yang mengaturnya. Terjadinya sengketa waris memicu putusnya tali silaturahmi antar anggota keluarga. Oleh sebab itu, ahli waris/para pihak yang terlibat hendaknya tidak mementingkan egonya sendiri dalam melakukan pembagian harta warisan, tetapi harus memikirkan hak dan kepentingan orang lain.
Kesadaran hukum para ahli waris perlu dibangun secara maksimal, agar tidak terjadi penyerobotan hak ketika masih ada ahli waris lain yang berhak mendapatkan harta warisan tersebut. Pembagian hak waris menurut tata cara Islam sudah ada ketentuan bagiannya masing-masing. Apabila pembagian harta warisan dilakukan secara kekeluargaan, harus dilakukan dengan cara yang adil, sehingga setiap ahli waris tanpa ada paksaan dan dengan cara mufakat dapat menentukan bagiannya masing-masing secara suka rela. Proses musyawarah dengan para ahli waris harus ditempuh untuk menyelesaikan apa yang disengketekan dengan tuntas agar tidak muncul permasalahan baru dikemudian hari.
Ada 3 cara menyelesaikan sengketa waris, yaitu : 1. Melalui musyawarah secara kekeluargaan, 2. Melalui jalur hukum di Pengadilan, 3. Melalui jalur Mediasi. Penyelesaian sengketa waris mutlak dilakukan dengan melibatkan/mengumpulkan semua pihak yang bersangkutan untuk dimintai keterangan/pendapatnya terkait objek yang di permasalahkan/disengketakan.
Pada saat ini, penyelesaian sengketa waris melalui musyawarah secara kekeluargaan masih relevan dilakukan. Hasil dari penyelesaian sengketa waris secara kekeluargaan dapat diajukan ke pengadilan secara litigasi untuk mendapatkan kepastikan hukum, sehingga mengikat bagi pihak-pihak terkait serta mempunyai kekuatan eksekutorial.
Jika upaya penyelesaian sengketa waris melalui musyawarah secara kekeluargaan sudah diusahakan, namun tidak dapat mencapai hasil kesepakatan, maka dapat diajukan gugatan waris kepada pengadilan yang berwenang. Biasanya membutuhkan waktu yang lama, biaya yang tidak sedikit serta harus rajin mengikuti persidangan yang telah ditetapkan. Jika ada pihak yang tidak puas terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, dapat dilanjutkan upaya hukum banding, kemudian kasasi, kemudian Pemeriksaan Kembali (PK).
Cara menyelesaikan sengketa waris yang ketiga adalah dilakukan melalui proses mediasi dengan cara memilih mediator di pengadilan (gratis) atau mediator di luar pengadilan (tidak gratis) untuk tercapainya perdamaian terhadap apa yang disengketakan. Hasil perdamaian melalui mediasi dapat dimohonkan untuk dikuatkan dalam putusan akta vandading di Pengadilan, sehingga mempunyai kekuatan mengikat dan eksekutorial bagi pihak-pihak yang berperkara.
Penyelesaian sengketa waris melalui medasi ini telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2016, dimana tujuan menempuh proses mediasi adalah menyelesaikan perkara yang di sengketakan para pihak melalui kesepakatan damai untuk menyelesaikan sengketa. Kesepakatan damai yang dicapai dapat menyambung kembali tali silaturahmi.
Pada hakikatnya, hukum waris mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang yang berwujud harta benda atau yang tidak berwujud benda dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya. Meninggalnya seseorang menjadi suatu peristiwa penting lahirnya proses pewarisan.
Penyelesaian sengketa waris melalui musyawarah kekeluargaan masih banyak dilakukan di beberapa daerah di Indonesia hingga sekarang. Penyelesaian sengketa secara kekeluarga menjadi sebuah sistem penyelesaian alternatif dalam pembagian waris di luar pengadilan. Dalam Islam, terdapat seruan untuk berlaku lemah lembut/bukan bersikap keras lagi berhati kasar, mengedepankan sikap maafkan, bermusyawarah dalam berbagai urusan serta komitmen terhadap apa yang disepakati dalam musyawarah (Q.S Al-Imran ayat 159).
Hukum waris ini sangat diperlukan untuk mengatur ketentuan beralihnya harta warisan dari pewaris kepada ahli waris yang ditetapkan untuk menciptakan kemanfaatan, kepastian hukum dan mewujudkan rasa keadilan bagi masyarakat.
Ilustrasi : Jangan Serakah Atas Harta Warisan