Jumat, 26 Agustus 2022

Istri Menolak Bercerai, Cukup Dengan Talak Secara Agama

Istri Menolak Bercerai, Cukup Dengan Talak Secara Agama

Istri Menolak Bercerai, Cukup Dengan Talak Secara Agama. Meskipun semua pasangan suami-istri pasti ingin agar hubungan pernikahan berlangsung selamanya, sayangnya tidak semua pasangan bisa mewujudkannya. Artinya, ada juga pasangan suami-istri yang harus bercerai dan berpisah karena berbagai alasan. Meski demikian, ada juga kasus di mana pasangan menolak bercerai, di mana istri tidak mau atau menolak gugatan cerai yang dilayangkan oleh suami.

Cerai Talak Dan Cerai Gugat

Di dalam perceraian secara Islam di Indonesia, ada yang disebut sebagai cerai talak dan cerai gugat. Perbedaannya adalah cerai talak diajukan oleh suami, sedangkan cerai gugat diajukan oleh istri.

Dalam Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam (KHI), talak didefinisikan sebagai ikrar suami yang dilakukan di hadapan Pengadilan Agama dan merupakan salah satu penyebab dari putusnya perkawinan.

Lebih jauh lagi, hal ini dijelaskan di dalam Pasal 129 KHI, yang mengatur bahwa suami yang hendak menjatuhkan talak kepada istri mengajukan permohonan, baik itu secara tertulis atau secara lisan, kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri. Permohonan tersebut juga disertai alasan dan permintaan sidang untuk perceraian tersebut.

Dengan demikian, jelas bahwa agar diakui secara hukum negara, talak oleh suami harus diucapkan atau dilakukan di hadapan Pengadilan Agama. Akan tetapi, bagaimana jika talak dilakukan oleh suami di luar Pengadilan Agama?

Menurut Nasrulloh Nasution, S.H., di dalam artikel Akibat Hukum Talak di Luar Pengadilan yang dikutip dari laman hukumonline

talak oleh suami di luar Pengadilan Agama sah hanya berdasarkan hukum agama. Dengan begitu, talak tersebut jadi tidak sah berdasarkan hukum negara Indonesia. Hal ini juga berarti bahwa ikatan perkawinan tersebut belum berakhir atau belum putus berdasarkan hukum.”

Lebih lanjut lagi, gugat cerai pada KHI, tepatnya di Pasal 132, merupakan gugatan perceraian yang dilakukan istri atau kuasanya kepada Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya termasuk tempat tinggal penggugat (istri). Pengecualian terjadi apabila istri meninggalkan tempat tinggal tanpa izin dari suami.

Gugatan perceraian sendiri bisa diterima apabila istri sebagai tergugat menunjukkan atau menyatakan sikap bahwa ia tidak mau lagi kembali ke tempat tinggal bersama. Di dalam KHI, hal ini dituangkan di dalam Pasal 132.

Jatuhnya Talak Oleh Suami Secara Agama

Terkait dengan cerai talak, talak sendiri terjadi begitu suami melontarkan kata talak yang ditujukan kepada istri. Oleh karena itu, dalam hal pasangan menolak bercerai di mana istri menolak, talak tetap akan terjadi.

Hanya saja, perlu diperhatikan pula seperti apa lafadz atau ucapan (kalimat) talaknya, apakah secara samar-samar (khafiy atau majazi), atau secara tegas dan lugas (sharih).

Contoh lafadz talak yang samar-samar adalah sebagai berikut:

  • “Pulang saja kamu ke tempat orang tuamu.”
  • “Aku tak sanggup lagi tinggal denganmu. Jadi, kamu keluar saja dari rumahku.”

Apabila lafadz talak diucapkan secara samar-samar alias tidak tegas, lafadz yang seperti ini sebenarnya tidak dianggap sebagai talak yang sesungguhnya, terutama jika suami tidak memiliki niatan untuk menceraikan istrinya. Dengan begitu, tali pernikahan tidak terputus. Akan tetapi, kalau suami sudah punya maksud untuk menceraikan istrinya dan melemparkan talak samar-samar sekalipun, talak satu tetap jatuh atas istri.

Sementara itu, talak yang dilontarkan suami secara lugas atau tegas kepada istri secara hukum agama sudah dianggap sebagai talak sesungguhnya. Dengan begitu, pernikahan antara suami dan istri jadi terputus dengan keluarnya lafadz talak yang sharih atau tegas. Contohnya:

  • “Aku ceraikan kamu.”
  • “Aku menalakmu saat ini juga.”

Adanya kata ‘cerai’ dan ‘talak’ sudah menjadi lafadz talak yang sharih. Oleh karena itu, keluarnya salah satu dari kedua kata itu dari suami kepada istri, artinya talak satu sudah jatuh, bahkan jika suami sebenarnya tidak benar-benar berniat untuk menalak istrinya. Apapun alasannya, begitu keluar lafadz talak yang tegas, talak tetap terjadi dan tak ada lagi alasan yang sah bagi pasangan menolak bercerai dalam hal ini.

Pengecualiannya adalah bahwa kondisi suami terbukti sedang tidak sadarkan diri saat ia mengucapkan kata ‘cerai’ atau ‘talak’. Contohnya sedang mengigau atau sedang pingsan.

Talak Satu Sudah Jatuh, Bisakah Istri Menolak?

Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa:

  • Dalam hal lafadz talak yang samar dan suami tidak benar-benar berniat menceraikan istri, talak belum jatuh.
  • Dalam hal lafadz talak yang samar tapi suami benar berniat menceraikan istri, talak satu sudah jatuh atas istri.
  • Dalam hal lafadz talak jelas, talak satu tetap jatuh apapun alasannya.
  • Dalam hal lafadz talak jelas, talak belum jatuh hanya jika suami mengucapkannya dalam kondisi tidak sadar.

Dengan demikian, pasangan menolak bercerai karena istri tidak mau atau menolak talak, kondisi di atas harus diperhatikan terlebih dahulu.

Sedangkan jika talak satu memang sudah jatuh atas istri, istri tidak bisa menolak. Hanya saja, bukan berarti bahwa perkawinan sudah benar-benar putus. Pasalnya, setelah jatuhnya talak satu, suami dan istri masih bisa rujuk.

Rujuk Setelah Talak

Ketika talak satu benar-benar sudah dijatuhkan atas istri, sang istri pun memasuki masa iddah. Nah, selama masa iddah ini, suami dan istri bisa rujuk kembali. Sedangkan lama masa iddah untuk istri yang ditalak oleh suami adalah 3 kali masa suci dari haid, sebagaimana di dalam firman Allah SWT di dalam Surat Al-Baqarah: 228 yang berarti: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri tiga kali quru’.”

Jadi, misalnya suami menjatuhkan talak kepada istri dengan lafadz talak tegas atau jelas, seperti, “Mulai hari ini kamu aku ceraikan.” Meskipun talak sudah jatuh, sebenarnya istri masih memasuki masa iddah yang berlangsung selama 3 quru’ atau 3 kali masa suci dari haid. Dan selama masa iddah lewat, istri bisa kembali rujuk dengan suami, yang berarti perkawinan belum terputus. Apabila rujuk dilakukan selama masa iddah, perkawinan ulang tidak perlu dilakukan kembali.

Bagaimana Jika Tidak Ada Rujuk?

Akan tetapi, apabila istri dan suami tidak rujuk selama masa iddah setelah talak satu maupun talak dua, artinya perkawinan sudah putus. Apabila suami baru berniat rujuk setelah lewat masa iddah, lelaki harus kembali meminang wanita tersebut kepada wali, menikahi dengan mahar baru, serta melakukan ijab qabul baru sesuai dengan ketentuan Islam.

Meski begitu, rujuk tidak bisa dilakukan apabila wanita sudah mengakhiri masa iddah dan menikah dengan laki-laki lain. Dalam hal ini, mantan suami tidak bisa merujuk karena mantan istrinya sudah menjadi istri orang lain.

Sementara jika wanita telah mengakhiri masa iddah dalam kasus talak tiga, mantan suami tidak bisa rujuk dengan mantan istri, bahkan dengan meminangnya kembali, menikahi dengan mahar baru, maupun ijab qabul kembali sekalipun. Untuk kasus ini, mantan istri yang sudah ditalak tiga dan menyelesaikan iddah harus menikah dengan laki-laki lain, memenuhi kewajiban suami-istri secara halal, dan bercerai dulu.

Sebagai contoh, A telah menalak tiga B, dan B telah melewati masa iddah tanpa ada rujuk dari A. Dengan begitu, B bisa menikah dengan laki-laki lain, misalnya C. Apabila B dan C sudah menjalankan hak-kewajiban suami-istri secara halal, tapi B dan C bercerai, A bisa kembali menikahi B.

Meski demikian, pernikahan antara B dan C tidak boleh diniati sebagai pernikahan sementara dengan tujuan agar B bisa kembali lagi ke A. Hal ini disebut muhallil, yang dilaknat oleh Allah SWT sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW.


Referensi : Istri Menolak Bercerai, Cukup Dengan Talak Secara Agama