Pertanyaan tentang Infak Hasil Judi: Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Ustadz saya ingin bertanya : Jika menginfaq / menyedekahka harta yang didapat dengan cara yang tidak halal, misalkan dari hasil taruhan bola, bagaimana hukumnya secara islam?
Saya beranggapan jika hasil uang haram saya gunakan / beli berupa barang tidak akan apa-apa. Karena setahu saya uang haram tidak boleh digunakan untuk membeli makanan karena akan menjadi dosa dan darah yang mengalir akan diteruskan ke anak kita. Apakan benar anggapan saya pa ustadz?
Apabila uang haram itu diinfaqkan, apakah seseorang mendapatkan barokahnya atau tetap berdosa
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Jawaban tentang Infak Hasil Judi:
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh.
Semoga Allah swt senantiasa mencurahkan keberkahan-Nya kepada saudara dan keluarga.
Allah SWT berfirman:
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. 2:188)
Para ahli tafsir mengatakan bahwa kata memakan yang ada pada ayat di atas merupakan penggambaran fenomena umum. Artinya, motivasi sebagian besar orang dalam memiliki harta adalah untuk memenuhi kebutuhan dirinya terhadap makanan. Jadi, penggunakan kata memakan pada ayat di atas bukan bertujuan membatasi keharaman pada memakan saja.
Pertanyaan tentang Infak Hasil Judi:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Ustadz saya ingin bertanya :
Jika menginfaq / menyedekahka harta yang didapat dengan cara yang tidak halal, misalkan dari hasil taruhan bola, bagaimana hukumnya secara islam?
Saya beranggapan jika hasil uang haram saya gunakan / beli berupa barang tidak akan apa-apa. Karena setahu saya uang haram tidak boleh digunakan untuk membeli makanan karena akan menjadi dosa dan darah yang mengalir akan diteruskan ke anak kita. Apakan benar anggapan saya pa ustadz?
Apabila uang haram itu diinfaqkan, apakah seseorang mendapatkan barokahnya atau tetap berdosa
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Jawaban tentang Infak Hasil Judi:
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh.
Semoga Allah swt senantiasa mencurahkan keberkahan-Nya kepada saudara dan keluarga.
Allah SWT berfirman:
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. 2:188)
Para ahli tafsir mengatakan bahwa kata memakan yang ada pada ayat di atas merupakan penggambaran fenomena umum. Artinya, motivasi sebagian besar orang dalam memiliki harta adalah untuk memenuhi kebutuhan dirinya terhadap makanan. Jadi, penggunakan kata memakan pada ayat di atas bukan bertujuan membatasi keharaman pada memakan saja.
Akan tetapi, keharaman terhadap harta yang diperoleh dengan cara tidak benar mencakup seluruh jenis pemanfaatan. Seseorang yang memperoleh harta dengan cara yang tidak benar, baik itu judi, korupsi, mencuri dan sejenisnya, haram hukumnya memanfaatkan harta tersebut.
Para ulama membagi sesuatu yang diharamkan dalam dua kategori: pertama, haram secara dzatnya. misalnya, daging babi, daging anjing, bangkai, darah dan sejenisnya. Kedua, haram secara hukum. Bisa jadi sesuatu itu halal secara dzat, hanya saja cara memperolehnya tidak sesuai dengan syariat maka haram pula mengkonsumsinya. Misalnya, buah-buahan hasil curian, uang hasil korupsi, uang hasil judi dan lain-lain. Allah swt mengharamkan kedua jenis harta di atas.
Abu Mas’ud Al-Anshari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw melarang menerima bayaran jual-beli anjing, bayaran zina dan bayaran praktek perdukunan (sihir).”(HR Bukhari Muslim) hadits ini bisa menjadi landasan keharaman suatu harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar.
Lalu bolehkah kita menggunakan harta tersebut untuk infak?
Allah swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. 2:267)”
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci dan sedekah dari hasil korupsi (ghulul).” (HR An-Nasa’i)
Berdasarkan ayat dan hadits di atas, Allah swt tidak menerima sedekah harta yang diperoleh melalui cara yang tidak benar. Allah swt hanya akan menerima sedekah harta yang berasal dari sumber yang halal.
Bagaimana solusi atas harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar?
Harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar banyak ragamnya. Apabila seseorang memperoleh harta dengan mendzalimi dan mengambil hak orang lain, maka ia harus mengembalikannya. Misalnya, harta yang diperoleh melalui mencuri, mencopet, korupsi, merampok dan sejenisnya. Orang tersebut berdosa atas perbuatannya. Di sisi lain, ia berkewajiban untuk mengembalikan kepada orang yang berhak.
Sedangkan bila harta itu diperoleh dengan mendzalimi orang lain secara umum, bukan spesifik serta sulit untuk mencari orangnya, ia bisa mendistribusikan harta yang diperoleh dengan cara tidak benar itu kepada wilayah kemaslahatan umum. Misalnya, ia bisa menggunakannya untuk pembangunan jalan, jembatan atau fasilitas umum lainnya. Hanya saja, ia tidak mendistribusikannya untuk pembangunan masjid.
Apakah seseorang mendapatkan pahala dari sedekah harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar?
Apabila seseorang mendapatkan harta haram dengan usahanya, ia berdosa dengan usahanya itu. Jika ia infakkan harta tersebut, maka ia tidak akan mendapatkan pahala atas infak tersebut.
Berbeda halnya seseorang yang mendapatkan harta haram bukan karena usaha dirinya atau ia mendapatkannya karena suatu aturan dan kebutuhan darurat. Misalnya, seseorang memperoleh bunga dari tabungannya yang ia tidak bisa melepaskan diri darinya. Padahal, ia menabung bukan untuk mendapatkan bunga. Bunga itu tetap haram baginya. Jika ia menginfakkannya, ia tidak akan mendapatkan pahala atas infak itu. Ia bisa mendapatkan pahala dari niat shalihnya untuk melepaskan diri dari harta haram yang datang bukan atas kemauan dirinya.