Kedudukan anak angkat setelah orang tua angkatnya bercerai sama halnya dengan anak kandung dalam hal pemeliharan anak kecuali dalam hubungan nasab sehingga tidak mendapatkan waris, namun KHI mengisyaratkan wasiat wajibah terhadap anak angkat yang besarannya 1/3 saja, dengan demikian anak angkat dan anak kandung sama dalam hal pemeliharan, meskipun dalam perceraian anak angkat tidak berakibat tetapi dalam perceraian mengakibatkan hadhanah dan pemeliharaan anak, yang diperebutkan suami istri.
Selama anak angkat masih dibawah umur maka ia ikut dengan ibunya karena ibu lebih lemah lembut dan penuh kasih sayang, tetapi setelah ia dewasa dan cukup umur maka ia berhak memilih untuk ikut dengan siapa meskipun biaya pemeliharan dan kehidupannya di bebankan kepada ayah. Apabila anak angkatnya perempuan dan ingin menikah maka yang menjadi wali nikahnya tetap ayah kandungnya bukan ayah angkatnya.
Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak berakibat hukum dalam hal habungan darah, hubungan wali-mewali, dan hubungan waris-mewaris dengan orang tua angkatnya. Hanya mendapatkan hak sama dengan anak kandung yaitu hak asuh (hadhanah), karena pemeliharaan anak bertujuan hanya untuk kesejahtraan dan perlindungan seorang anak, dan pemeliharan anak tidak memandang anak itu anak kandung atau anak angkat yang terpenting untuk kemaslahatan bersama. Sebagaimana di atur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai pedoman hukum materiil peradilan agama dalam pasal 171 huruf h bahwa anak angkat anak yang dalam pemeliharaan untuk kehidupannya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggungjawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan putusan pengadilan.