Karena perkawinan merupakan proses integrasi dua individu yang hidup dan tinggal bersama, sementara latar belakang sosial-budaya, keinginan serta kebutuhan mereka berbeda, maka proses pertukaran dalam perkawinan ini harus senantiasa dirundingkan dan disepakati bersama. Banyak pertanyaan dari orangtua mengenai pada usia berapakah perpisahan dan perceraian orangtua memiliki dampak buruk yang minim bagi anak? Benarkah justru di usia balita paling baik, karena anak belum banyak terpapar pada kehidupan orangtuanya? Jawabannya secara umum adalah tidak ada usia terbaik. Namun demikian, sesungguhnya dampak perceraian pada anak-anak bervariasi sesuai dengan usia dan tahapan perkembangan psikologis mereka. Orangtua perlu memahami dampak dan kebutuhan yang berbeda dari anak-anak mereka.
Tinjauan Dampak Spikologis Anak Akibat Perceraian Orang Tua
Dampak pada anak-anak pada masa ketidakharmonisan, belum sampai bercerai namun sudah mulai tidak harmonis:
- Anak mulai menderita kecemasan yang tinggi dan ketakutan.
- Anak merasa terjepit di tengah-tengah. Karena dalam hal ini anak sulit sekali memilih papa atau mama.
- Anak sering kali mempunyai rasa bersalah.
- Kalau kedua orang tuanya sedang bertengkar, itu memungkinkan anak bisa membenci salah satu orang tuanya.
Dalam rumah tangga yang tidak sehat, yang bermasalah dan penuh dengan pertengkaran-pertengkaran bisa muncul 3 kategori anak.
- Anak-anak yang memberontak yang menjadi masalah di luar. Anak yang jadi korban keluarga yang bercerai itu menjadi sangat nakal sekali karena:
- Mempunyai kemarahan, kefrustrasian dan mau melampiaskannya.
- Selain itu, anak korban perceraian jadi gampang marah karena mereka terlalu sering melihat orang tua bertengkar.
Namun kemarahan juga bisa muncul karena :
- Dia harus hidup dalam ketegangan dan dia tidak suka hidup dalam
- ketegangan.
- Dia harus kehilangan hidup yang tenteram, yang hangat, dia jadi marah pada orang tuanya kok memberikan hidup yang seperti ini kepada mereka.
- Waktu orang tua bercerai, anak kebanyakan tinggal dengan mama, itu berarti ada yang terhilang dalam diri anak yakni figur otoritas, figur ayah.
Anak-anak yang bawaannya sedih, mengurung diri, dan menjadi depresi. Anak ini juga bisa kehilangan identitas sosialnya.