Posisi orangtua bagi anak-anaknya sangat diistimewakan dalam Al-Qur’an. Allah Swt. sendiri berifirman bagi umat Nabi Muhammad untuk menghormati, menyayangi, dan memuliakan orangtua. Allah Swt. berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al Israa’: 23)
Di ayat tersebut Allah Swt. memerintahkan para hamba-Nya untuk senantiasa berbuat baik kepada orang tua. Berbuat baik kepada orang tua, berarti mendekati ridha Allah Swt. Sebaliknya, mendurhakai orang tua akan mengundang murka-Nya. Rasulullah saw. bersabda:
رِضَا الله في رِضا الْوالِدَيْنِ وَسَخَطُ الله في وَسَخَطُ الْوالِدَيْنِ
“Ridha Allah berada pada ridha kedua orang tua. Dan murka-Nya berada pada kemurkaaan kedua orang tua.”
Umat Islam sepakat bahwa menyakiti hati (mendurhakai) orang tua adalah dosa besar. Apabila hal itu telah dilakukan, maka wajib hukumnya untuk segera bertaubat dan memohon maaf kepada orang tua.
Sebagaimana disebutkan oleh para ulama, bahwa ada tiga syarat yang harus dilakukan untuk bertaubat:
- Segera berhenti melakukannya.
- Menyesali perbuatannya.
- Bertekad untuk tidak mengulanginya.
Karena perbuatan durhaka adalah maksiat yang berhubungan dengan orang lain, maka selain tiga syarat di atas, ada satu syarat tambahan: mengembalikan hak pada pemiliknya atau meminta maafnya.
Syarat yang terakhir ini bisa kita lakukan jika orang tua kita masih hadir di tengah-tengah kita. Bagaimana jika mereka sudah meninggal? Jika mereka meninggal dalam keadaan tidak ridha kepada kita, bagaimana cara kita menghapus dosanya? Adakah kesempatan untuk menghapuskan dosa tersebut agar tidak ada tuntutan kelak di akhirat?
Imam An-Nawawi saat mendapat pertanyaan demikian memberi penjelasan:
أما مطالبتهما له في الآخرة فلا طريق إلى إبطالها، ولكن ينبغي له مع الندم على ذلك أن يكثر من الاستغفار لهما والدعاء؛ وأن يتصدق عنهما إن أمكن؛ وأن يكرم من كانا يحبان إكرامه، من صديق ونحوه؛ وأن يصل رحمهما؛ وأن يقضي دينهما؛ أو ما تيسر له من ذلك.
“Adapun tuntutan dari orang tua kelak di akhirat, maka tidak ada cara untuk membatalkannya. Tapi, disertai dengan rasa penyesalan, hendaknya seorang anak yang durhaka memperbanyak beristigfar (memohonkan ampunan Allah Swt.) untuk kedua orang tuanya.”
“Apabila memungkinkan, (hendaknya juga) memperbanyak sedekah mewakili orang tuanya; memuliakan orang-orang yang dimuliakan oleh orang tua, misalnya teman-teman mereka dsb.; menjalin silaturahim dengan keluarga orang tua; melunasi utang orang tua; atau kebaikan apapun yang mudah untuk dilakukan demi orang tua.” (Al-Fatāwā An-Nawawiyyah)
Walhasil, meskipun sudah tidak mungkin untuk meminta maaf kepada orang tua secara langsung, tapi kita masih bisa melakukan kebaikan untuk mereka.
Saat bersedekah, kita bisa meniatkan pahalanya untuk mereka. Saat beristigfar, kita bisa menyertakan orang tua di dalam doa. Barang kali dengan demikian, mereka tidak menuntut dosa kita kelak di akhirat.