Begitu Anda berhasil melakukannya, banyak pintu kebahagiaan terbuka. Anda berhak dan wajib mencintai diri sendiri. Namun sebelum menata 'hidup baru', ada yang harus Anda selesaikan.
Perasaan bersalah
Setelah bercerai, Anda sempat berpikir, “Apa yang salah? Apa yang bisa saya lakukan untuk mencegah perceraian?” Bukan menyesali, tapi Anda tak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Untuk melangkah maju, singkirkan perasaan bersalah. Memahami kesalahan itu penting sebagai bekal untuk mengubah diri dan melepaskan diri Anda dari belenggu perasaan bersalah. Karena beberapa orang tidak hanya selesai pada rasa bersalah saja, tapi bisa mengalami trauma psikis (luka batin, perasaan sakit/tersakiti yang sangat mendalam) hingga berakibat depresi.
Trauma ini membawa dampak ketakutan untuk memulai kembali relasi dengan orang lain, rasa tidak percaya terhadap diri sendiri dan orang lain, bahkan menarik diri dari lingkungan. Mengkonsultasikan masalah dengan professional (psikolog perkawinan, misalnya) akan membantu Anda untuk melewati hal2 yang sulit.
Wajib berdamai dengan si mantan
Berdamai dengan si mantan bukanlah hal yang mudah dan butuh waktu untuk bisa betul-betul mencapai perasaan ‘damai’ atau ‘sepakat’ untuk tetap fokus pada kebutuhan anak meski Anda sudah berpisah. Bila masih memungkinkan untuk terjadi, Anda bisa
berdiskusi dengan mantan, hal-hal apa yang bisa mereka lakukan untuk kepentingan anak, seperti memikirkan masa depan atau sekolah si anak. Untuk bisa berdamai dengan si mantan, Anda pun harus ‘berdamai’ dengan diri anda sendiri dahulu; dengan tidak menyesali diri, menyalahkan diri atau mantan. Berdamai dengan diri sendiri akan membantu Anda untuk berdamai dengan ‘musuh’ Anda.
Menjaga perasaan anak
Perceraian meninggalkan luka batin pada anak. Terutama balita, dia akan menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab perceraian Anda. Setelah Anda berhasil membantu anak melewati masa sulit perceraian, Anda kini punya tugas baru. Yakni membantu anak menerima calon teman hidup Anda. Bicara dengan anak, apa yang sedang Anda alami dan apa yang dapat dia lakukan untuk membantu Anda dalam masa ini. Hindari menjelek-jelekkan mantan pasangan Anda, fokuslah pada hal-hal positif yang akan terjadi. Hal ini
akan membuat anak merasa dilibatkan dan memiliki ‘kekuasaan.’
Anda harus peka, dengan memerhatikan kata-kata dan gerak-gerik anak apakah dia siap untuk menerima pasangan baru Anda. Jangan berharap anak akan menerimanya dalam sekejap. Secara bertahap, beri dia pengertian tentang kemungkinan Anda memiliki
pasangan baru dan bagaimana hal itu akan mendatangkan kebahagiaan baginya. Ketika Anda merasa kesulitan untuk memahami apa yang dirasakan anak anda, janganlah segan untuk bekerja sama dengan psikolog anak.