Beda Dampak Perceraian Terhadap Anak Laki-Laki dan Perempuan. erceraian adalah langkah terakhir yang Ibu dan Ayah pilih untuk menyelesaikan masalah di dalam rumah tangga? Yuk, pikirkan kembali hal ini, mungkin Ibu bisa mendapatkan solusi yang jauh lebih baik daripada berpisah.
Penyebab Umum Perceraian
- Terhadap anak usia dini
Anak kesulitan memahami hal yang sedang terjadi, misalnya, mengapa mereka harus berpindah-pindah antara dua rumah. Lainnya, anak mungkin berpikir, jika orangtua mereka bisa berhenti mencintai satu sama lain, maka ada kemungkinan suatu hari nanti, orangtua mereka juga bisa berhenti mencintai mereka. - Pada anak usia sekolah
Anak bisa berpikir bahwa mereka adalah penyebab perceraian kedua orangtuanya. - Pada remaja
Anak bisa merasa marah akibat perceraian dan dampak yang dihasilkannya. Anak mungkin menyalahkan salah satu orangtuanya sebagai pembuat masalah dan pemicu perceraian.
etika perceraian terjadi, artinya anak akan terpisah dengan salah satu orangtuanya, umumnya dengan ayah, karena rata-rata hak asuh anak jatuh pada ibu, terutama jika anak masih kecil.
Tidak jarang, anak yang diasuh oleh ibu (sebagai orangtua tunggal) pun merasa tertekan dan stress. Sebuah studi pada tahun 2013 menyimpulkan, sebagian ibu menjadi kurang mengasihi dan tidak suportif setelah mengalami perceraian.
Perpisahan orangtua bukanlah hal yang paling sulit bagi sebagian anak, namun ada dampak lain yang bisa memicu stress pada anak, misalnya, anak harus pindah sekolah dan pindah rumah, artinya, anak juga akan kehilangan teman-teman mereka. Anak juga mungkin turut mengalami masalah keuangan.
Contoh, kebutuhan sehari-hari anak menjadi tidak terpenuhi, atau terpaksa pindah ke linkungan yang lebih ‘rendah’ dikarenakan harus menyesuaikan hidup dengan kondisi finansial orangtua.
- Anak-anak yang tumbuh dengan orangtua tunggal berisiko mengalami gangguan kejiwaan serius, melakukan percobaan bunuh diri dan kecanduan terhadap narkoba.
- Salah satu dampak dari perceraian pada anak ialah berkurangnya prestasi secara akademis.
- Anak-anak korban perceraian cenderung dilecehkan atau diabaikan secara fisik.
- Anak-anak yang hidup dengan orangtua tunggal cenderung kurang sehat secara fisik.
- Anak korban perceraian cenderung lebih mengabaikan ajaran agamanya, termasuk di antaranya melakukan seks diluar pernikahan, atau hidup bersama tanpa ikatan pernikahan.
- Anak yang diasuh oleh keluarga kandung, biasanya lebih relijius dibandingkan anak yang hidup dengan keluarga tirinya.
- Anak cenderung tidak memandang pernikahan sebagai suatu hal yang sifatnya tetap (permanen) dan tidak menganggapnya sebagai komitmen seumur hidup.
- Melakukan kegiatan seks diluar pernikahan atau hidup bersama tanpa pernikahan juga merupakan salah satu wujud perubahan pandangan anak terhadap perilaku seksual.
- Anak mungkin turut menjadikan perceraian sebagai jalan keluar dari permasalahannya ketika ia menikah nanti.
- Anak kehilangan rutinitas harian keluarga, termasuk pula tradisi.
- Anak cenderung memiliki konsep diri (cara pandang terhadap diri sendiri) dan hubungan sosial yang lebih rendah.
- Anak mungkin kehilangan support system-nya. Support system adalah sekumpulan orang yang berada di sekitar kita, misalnya keluarga atau teman, yang senantiasa memberikan beragam dukungan di setiap waktu kita membutuhkan.
- Ayah tunggal dinilai kurang peduli terhadap anak remajanya.
- Hubungan anak dengan kakek-neneknya melemah.
- Hubungan antara anak dan salah satu orangtuanya bisa melemah, dan hal ini akan berdampak pada hal lainnya.
- Anak mungkin kehilangan kemapanan atau merasa khawatir akan ekonominya. Anak yang tinggal dengan ibu tunggal cenderung lebih sulit perekonomiannya.
- Hubungan antara anak dan orangtua yang merawatnya pun bisa melemah. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya, orangtua memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan peran barunya, atau orangtua diharuskan bekerja ekstra untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
- Dikatakan, ibu tunggal cenderung kurang bisa men-support anak secara emosional.
- Dampak pada anak-anak usia dini, bisa bikin anak menjadi tidak mandiri, cengeng, agresif dan menantang pada masa-masa awal perceraian.