Perceraian tidak hanya berdampak bagi yang bersangkutan (suami-isteri), namun juga melibatkan anak khususnya yang memasuki usia remaja, perceraian merupakan beban tersendiri bagi anak sehingga berdampak pada psikis. Reaksi anak terhadap perceraian orangtuanya, sangat dipengaruhi oleh cara orang tua berperilaku sebelum, selama dan sesudah perceraian. Metode dalam penulisan artikel ini menggunakan studi literatur.
Studi literatur yaitu data sekunder yang dilakukan dengan diawali mencari kajian kepustakaan dari berbagai literatur seperti buku, jurnal ilmiah, artikel, ataupun hasil penelitian sejenis yang telah dipublikasikan mengenai dampak perceraian orang tua terhadap anak remaja. Hingga saat ini dampak perceraian orang tua memang dapat memberikan dampak buruk bagi anak, baik fisik maupun psikologis anak. Sehingga perceraian memang perlu dipertimbangkan matang-matang, dan orang tua harus bisa memberikan pengertian yang baik kepada anak sehingga dapat mengurangi dan mengatasi dampak buruk pada anak pada saat perceraian terjadi.
Tetapi fungsi keluarga untuk memberikan pengertian dan perhatian pada anak/remaja ternyata tidak berfungsi dalam kaitannya dengan kasus perceraian. Untuk mengatasi perlakuan salah tersebut, maka dalam praktik pekerjaan sosial, seorang pekerja sosial harus berupaya mewujudkan ketercapaian akan kesejahteraan bagi anak. Pekerja sosial dapat melakukan proses pertolongan sesuai dengan tahapan pertolongan pekerjaan sosial, pekerja sosial memberikan layanan konseling, serta pekerja sosial memberikan layanan konseling keluarga.
Perceraian tidak hanya berdampak bagi yang bersangkutan (suami-isteri), namun juga melibatkan anak khususnya yang memasuki usia remaja, perceraian merupakan beban tersendiri bagi anak sehingga berdampak pada psikis. Reaksi anak terhadap perceraian orangtuanya, sangat dipengaruhi oleh cara orang tua berperilaku sebelum, selama dan sesudah perceraian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dampak psikologis pada anak akibat perceraian orangtua.
Metode penelitian menggunakan deskriptif kuantitatif, dengan pendekatan survey fenomenologis. Populasi dalam penelitian ini seluruh remaja yang orang tuanya telah bercerai dengan rentang waktu minimal 1 tahun setelah perceraian dengan purposive sampling sebanyak 30. Instrumen menggunakan kuesioner dan analisa univariat. Dampak yang terjadi meliputi anak ingin menang sendiri28 (93%), sering tidak peka terhadap lingkungan 22 (73%), mudah marah jika orang lain tidak sesuai dengan keinginan saya 19 (63%), malu dengan perceraian orang tua 18 (60%), sulit fokus terhadap sesuatu 15 (50%), kehilangan rasa hormat dan mudah menyalahkan orang tua 15 (50%), tidak aman dengan lingkungan sekitar karena tidak ada orang tua yang melindungi secara utuh 15 (50%), melakukan sesuatu yang salah 13 (43%), tidak memiliki tujuan hidup 12 (40%), tidak memiliki etika dalam bermasyarakat 11 (36%, lebih mandiri 24 (80%), terlatih dalam kegiatan keseharian 20 (66%), cepat bangkit jika mengalami keterpurukan 12 (40%), Dengan demikian anak remaja dengan perceraian orang tua menimbulkan dampak psikologis negative maupun positif. Dampak negatif lebih banyak timbul dibandingkan dengan dampak positif.