Di masa hidupnya, Syekh Ali Jaber telah memberikan banyak nasehat dari sudut pandang Islam mengenai berbagai hal. Salah satunya, bagaimana sikap tepat para orangtua dalam mendidik buah hatinya di masa tumbuh kembang agar tak durhaka di masa depan. Seringkali banyak orang tua yang memberi label durhaka pada anak lantaran sikap yang menyakiti hati. Padahal, banyak yang tanpa sadar telah memicu anak melakukan hal buruk akibat ucapan orang tua itu sendiri.
Berikut 8 kata dari orang tua yang merusak hati anak berdasarkan paparan Syekh Ali Jaber
Caci maki Orang tua suka mencaci maki anak. Ini sebuah bahaya, tegas Syekh Ali Jaber, apalagi kalau orangtua lagi emosi. "Kalau lagi emosi jauh daripada anak. Jangan jadikan anak korban," saran Syekh Ali Jaber.
Banyak orangtua yang sering menghina anak di depan kawan-kawannya. Hal ini bukan saja membuat anak menjadi berkecil hati, namun mengeras hatinya yang akhirnya menimbulkan kedurhakaan di masa mendatang. "Bisa anak kita saat itu nggak nangis tapi mati rasa. Akhirnya jadi hati kecil, susah kita bina, itu namanya orang tua durhaka pada anak sebelum anak durhaka. Bisa kita nasehati dengan baik dan bukan di depan orang lain," ungkapnya.
Membandingkan Tak sedikit orangtua yang membandingkan anaknya dengan orang lain yang terlihat kemampuannya lebih hebat. Bahkan, beberapa orangtua juga membandingkan antar saudara yang bisa menimbulkan benih-benih kebencian. "Selalu membandingkan dengan orang lain. 'Ini lihat anak itu luar biasa'. Itu bahaya. Itu akibatkan kecil hati lalu benci pada orang itu," tutur Syekh. Cinta dengan syarat Menurut Syekh Ali Jaber, beberapa orangtua kerap meminta anak untuk bersikap baik dengan dalih agar dicintai oleh ayah atau ibunya. Padahal, itu perkataan yang salah lantaran mencintai anak adalah kewajiban orangtua.
"Seolah-olah kita tunjukan kalau ibu cinta kalau anak diam dan solat. Itu cinta dengan syarat. Kalau mau cinta ya cinta, nggak usah pakai syarat. Cinta yang wajar dan wajib bagi kita ke anak. Kalo kita tidam tunjukan cinta, dia lama-lama cari orang lain yang memberi perhatian," tuturnya. Informasi yang salah
Informasi yang salah
Banyak orang tua memberikan informasi yang salah seperti melarang anak laki-laki untuk nangis. Bahayanya memang bukan saat itu, namun tangisan yang dipendam bisa membuat jiwanya rusak di kemudian hari.
"Eh laki-laki enggak boleh nangis. Siapa bilang? Bapak-bapak nangis enggak? Nangis kan? Salah kita berkata begitu. Biarin dia nangis, kalau dia nangis, ayo nangis lagi sayang. Itu akibatkan apa? Sakit jiwa. Karena dia tahan jadi beban lama-lama sakit jiwa," jelasnya. Ancaman Untuk membuat anak bisa bersikap sesuai kemauan, beberapa orang tua kerap memberikan ancaman. Padahal, di usia yang masih kanak-kanak itu, ancaman bisa berdampak mengecilkan potensinya. "Ini lebih bahaya, kita selalu memberi ancaman. Ayo makan habisin, kalau enggak datang hantu. Mau tidur enggak, kalau nggak tidur datang hantu. Itu niat kita supaya cepat tidur tapi akibatkan hal tidak bagus di perasaannya. Padahal anak dari usia 2-6 tahun dia mampu kuasai 7 bahasa, kalau diberi sisi psikis yang baik. Kenapa kita sia-siakan kesempatan ini yang luar biasa?" tegas Syekh Ali.
Melarang Larangan dengan maksud yang baik, sangat dianjurkan agar membuat anak mampu memahami hal-hal yang sesuai norma dan agama. Hanya saja, orang tua harus memberikan larangan disertai penjelasan agar nantinya anak lebih paham.
"Selalu larang anak berlaku sesuatu tanpa sebab. Artinya tanpa jelaskan kenapa. Dia minta sesuatu, tidak ada, tidak boleh," ungkap Syekh.
Hancurkan perasaan Senada dengan caci maki, namun menghancurkan perasaan dan kepercayaan dirinya ini disertai doa yang buruk. Padahal, doa buruk itu bisa saja akan menimpa anak dan orang tua akan menyesal seumur hidup. "Kita berdoa pada anak doa yang buruk saking kesal perasaan kita. Dia keluar dari rumah lalu kita doakan mudah-mudahan kamu celaka. Rasul melarang orang tua mendoakan hal buruk. Biarpun orangtua sakit hati, begitu mendoakan celaka, terjadi kecelakaan itu? pasti dia menyesal dan sedih. Kalau tidak bisa mendoakan baik, lebih baik diam," tegas Syekh Ali.