This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Senin, 01 Agustus 2022

Mewaspadai Tipu Daya Setan

Mengamati berita yang tersiar melalui media massa baik media cetak seperti koran dan majalah, maupun media elektronik semacam radio, televisi mamupun internet, sering kali kita lihat dan kita dengar sejumlah kasus yang dilakukan oleh orang yang beragama islam, seperti kita ini. Setiap saat sering kita saksikan pejabat, pegawai negeri, pengusaha, akademisi, pelajar maupun warga masyarakat bisa tersangkut kasus-kasus hukum yang berat. Sederet kasus-kasus besar tersebut mulai dar penyalahgunaan narkoba, korupsi, perselingkuhan, pertengakaran pelajar, pembunuhan, perjudian seta penipuan. Kasus-kasus tersebut turut mencoreng nama baik islam, karena dilakukan oleh orang yang beragama Islam, yaitu agama kita. Dengan kata lain, pelanggaran atau kejahatan tersebut dilakukan oleh saudara kita seagama. Sehingga kita sedikit atau banyak turut menanggung malu atau citra buruk.

Kita patut prihatin atas hal tersebut. Mereka yang telah terbujuk tipu daya setan. Oleh karena kita jangan sampai ikut terperosok. itu Maksudnya adalah mengambil pelajaran dari hal tersebut, selajutnya mewaspadainya agar di masa-masa mendatang bisa menghindarinya. Jangan sampai mereka yang telahOleh karena itu melalui khutbah ini kita mengajak kepada diri khatib sendiri serta jamaah jumah untuk mewaspadai tipu daya setan.

قَالَ إِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ

ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَقَالَ اخْرُجْ مِنْهَا مَذْءُومًا مَدْحُورًا لَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنْكُمْ أَجْمَعِينَ

Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). Allah berfirman: "Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barang siapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahanam dengan kamu semuanya".

Kisah tragedi perang uhud.

وَإِذْ زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ وَقَالَ لا غَالِبَ لَكُمُ الْيَوْمَ مِنَ النَّاسِ وَإِنِّي جَارٌ لَكُمْ فَلَمَّا تَرَاءَتِ الْفِئَتَانِ نَكَصَ عَلَى عَقِبَيْهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكُمْ إِنِّي أَرَى مَا لا تَرَوْنَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَاللَّهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Setan menghiasi dan mengelabuhi manusia itu sehingga mereka memandang baik perbuatan mereka, dan setan membisikkan: "Kalian akan menang, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu". Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), setan itu balik ke belakang seraya berkata: "Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah". Dan Allah sangat keras siksa-Nya.

Bila tersirat di hatimu untuk berjudi, itu rayuan setan

Mewaspadai Pintu Masuk Setan

الحمد لله غافر الذنب وقابل التوب شديد العقاب، ذي الطول لا إله إلا هو إليه المصير. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، شهادة معترف بالذنب والتقصير، سائل العفو والزلفى وحسن المآب يوم المصير. وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله وأمينه على وحيه خير بشير، وأشفق نذير. اللهم صل وسلم على عبدك ورسولك محمد وعلى آله وأصحابه، نعم الصحب له، ونعم القدوة لمن طلب الفوز والنجاة في يوم عسير. أما بعد: فيا أيها المسلمون اتقوا الله تعالى في السر و العلن ، يا أيها الذين آمنوا اتقو الله حق تقاته و لا تموتن إلا و أنتم مسلمون.  

Hadirin Jamaah sholat Jumat yang dirahmati Allah.

Marilah pada kesempatan jumat ini, kita kembali berupaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Takwa yang terlahir dari pemahaman yang benar dan ketundukan yang ikhlas, sehingga setiap kewajiban yang dilakukan dan setiap larangan yang ditinggalkan tidaklah dilakukan kecuali semakin menguatkan dan meningkatkan iman dan takwa kepada Allah serta melahirkan nilai-nilai mulia dalam kehidupan. Suatu perbutan dan amal kebajikan yang terlahir dari ketakwaan akan memberikan manfaat yang besar dalam kehidupan.

Hadirin yang dimuliakan Allah.

Sesungguhnya setiap detik dari hidup kita, setiap hembusan nafas, setiap pikiran yang yang tersirat, setiap amal perbuatan yang kita kerjakan, tidak  akan pernah lepas dari upaya setan untuk menggoda, menyesatkan, menyelewengkan dari tujuan yang benar dan menggiring kepada dosa dan maksiat. Kita mungkin tidak menyadari  dan memang tanpa kita sadari, setan terus berupaya menenggelamkan, menghanyutkan kita agar semakin jauh dari jalan yang benar, meninggalkan ketaatan secara perlahan dan halus, tanpa terasa oleh kita. Dan itulah tugas utama setan dan iblis, sebagai mana ia telah terusir dari surga dan terjauhkan dari rahmat Allah maka diapun ingin menjauhkan manusia dari dari rahmat Allah dan kemudian sesat bersamanya. Begitulah ungkapan setan ketika mendapatkan laknat Allah:

قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ (77) وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّينِ (78) قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ (79)قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ (80) إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ (81) قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (82) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (83)

Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah makhluk yang terkutuk, Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan." Iblis berkata: "Ya Tuhanku, berilah penangguhan kepadaku sampai hari mereka dibangkitkan." Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk yang diberi penangguhan, sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari Kiamat)." Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. (QS. Shad: 77-83)

Hadirin sidang jumat yg berbahagia.

Menyadari ini semua, bahwa keberadaan kita di dunia ini, tidak akan pernah lepas sedikitpun dari upaya setan untuk mempengaruhi kita, merayu, melalaikan kita dengan apapun, bahkan mereka mampu masuk bersama aliran darah kita, dengan hanya satu tujuan mengumpulkan manusia sebanyak-banyaknya untuk bersama-sama sesat dan menghuni neraka jahanam. Mengetahui tipu daya setan dan iblis dalam menyesatkan manusia, serta mengetahui cara menghadapi tipu daya tersebut menjadi penting untuk kita sama-sama kita ketahui sehingga kita mampu terhindar dari tipu daya tersebut.

Di antara pintu-pintu dan metode setan menyesatkan manusia yang perlu kita waspadai  adalah:

Pertama: Pintu Syubhat dan Syahwat

Syubhat berarti suatu yang meragukan dan samar-samar, sedangkan syahwat adalah dorongan hawa nafsu, maka dari sinilah setan akan semakin kuat menggoda, kemudian setan menghembuskan bisikan dan rayuannya. Setan akan yang terus membujuk sehingga seakan membuat hati menjadi tenang  untuk melakukan hal perbuatan tersebut. Bahkan setan telah menghembuskan syubhat dan syahwat iniitu sejak awal permusuhan dengan Nabi Adam, setan telah melakukan langkah-langkah kejinya untuk menggelincirkan anak keturunan adam agar tidak mentaati perintah Allah.

Mari kita perhatikan ucapan setan, dengan tipu dayanya di dalam firman Allah berikut:

فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مِنْ سَوْءَاتِهِمَاوَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلاَّ أَنْتَكُوناَ مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُوناَ مِنَ الْخَالِدِينَ. وَقَاسَمَهُمَاإِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ. فَدَلاَّهُمَا بِغُرُورٍ.

"Maka setan menggoda mereka berdua untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya, dan setan berkata, "Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)". Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya,"Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua,' maka setan membujuk keduanya dengan tipu daya." [Al-A'râf/7:20-22]

Dari ayat ini dapat dipetik satu pelajaran penting bahwa setan mempermainkan kecenderungan manusia yang tersembunyi, manusia ingin kekal, diberi umur yang panjang, manusia juga ingin memiliki kepemilikan harta yang tak terbatas padahal usia mereka pendek dan terbatas.

Dalam ayat ini diketahui bahwa tipuan yang digunakan setan adalah: “An takuunaa malakaini au takuunaa minal khalidin.”

Dalam penjelasan ayat ini, kata malakaini ada dua bacaan yang dapat dijadikan  pengertian untuk memahamai maksud dari ayat ini. Bacaan pertama adalah: malikaini yaitu huruf lam dibaca kasroh yang berarti dua orang raja, yakni raja dan ratu, bacaan ini dikuatkan oleh nash lain dalam surat Thaaha: “Maukah aku tunjukan kepada kalian berdua, kepada pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan punah”. (QS. Thaha: 120)

Atas dasar bacaan ini, maka tipuan setan ini adalah kekuasaan yang abadi dan umur yang kekal. Keduanya merupakan syahwat atau kecenderungan yang paling kuat dalam diri manusia, selain syahwat terhadap lawan jenis, yang banyaknya kita dengar bersama berbagai macam kasus dan skandal terjadi, ini membuktikan bahwa setan sudah banyak berhasil dalam menyesatkan manusia.

Bacaan kedua adalah malakaini, huruf lam dibaca fathah yang berarti dua malaikat, maka manupulasi setan itu adalah dengan melepaskan manusia dari ikatan-ikatan fisik seperti malaikat yang kekal.

Ketika Iblis ini mengetahui bahwa Allah melarang Adam dan Hawa memakan buah ini, dan larangan ini terasa berat dalam jiwa mereka, maka untuk menggoyang hati  mereka, iblis menimbulkan khayalan dan angan-angan kepada mereka, di samping juga mempermainkan syahwat dan keinginan mereka.  Bahkan iblis memperkuat dengan sumpah bahwa ia adalah pemberi nasehat yang berlaku jujur.

Hadirin siding sholat jumat  yang dimuliakan Allah.

Pintu setan yang kedua adalah : Al-Hirsh wal Hasad

Menurut Imam Al-Ghazali, diantara pintu-pintu setan yang sangat besar adalah al-hirsh atau tamak dan hasad, yaitu kedengkian. Rasa tamak dan sifat hasad ini menjadi salah satu pintu yang menyebabkan setan bisa masuk ke dalam pikiran dan jiwa manusia kemudian setan menguasainya. Ketika setan sudah mampu menguasai jiwa, maka itu pertanda akan membawa pada kebinasaan.

Imam Abu Dawud dalam Kitab Sunnan-nya menyebutkan sebuah riwayat. Ketika Nabi Nuh ‘Alaihissalam menaiki perahu, dan memasukkan ke dalam perahu itu berbagai makhluk  secara berpasang-pasangan, tiba-tiba beliau melihat seorang tua yang tidak dikenal. Orang itu tidak memiliki pasangan. Nabi Nuh ‘Alaihissalam bertanya, “Untuk apa kamu masuk kemari?” Orang itu menjawab, “Aku masuk kemari untuk mempengaruhi sahabat-sahabatmu supaya hati mereka bersamaku, sementara tubuh mereka bersamamu.” Orang tua itu adalah setan.

Lalu, Nabi Nuh ‘Alaihissalam berkata, “Keluarlah kamu dari sini, hai musuh Allah! Kamu terkutuk!” Iblis itu kemudian berkata kepada Nabi Nuh, “Ada lima hal yang dengan kelimanya aku membinasakan manusia. Akan kuberitahukan yang tiga, dan kusembunyikan yang dua.” Allah mewahyukan kepada Nabi Nuh: “Katakan, aku tidak membutuhkan yang tiga. Aku membutuhkan yang dua.” Lalu Nuh bertanya, “Apa yang dua itu?” Iblis menjawab, “Dua hal yang membinasakan manusia adalah ketamakkan dan kedengkian. Karena kedengkian inilah, aku dilaknat sehingga menjadi terkutuk. Karena dorongan ketamakkan itu pula, Adam dan Hawa tergoda untuk menuruti keinginannya.”

Ketiga : Memandang kecil dan meremehkan dosa-dosa kecil.

Dosa-dosa kecil dampaknya sangat berbahaya bagi manusia, seorang yang menganggap kecil suatu perbuatan dosa maka dengan demikian setan akan selalu menjadikan orang tersebut meremehkan dosa-dosa kecilnya, sehingga dia akan terus menerus melakukannya dan dosa itu akan membinasakannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan umatnya

tentang dosa-dosa kecil dengan sabdanya,

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِوَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ.

Jauhilah dosa-dosa dan sesuatu yang dianggap dosa kecil, karena dosa-dosa kecil itu ketika dilakukan seseorang maka ia akan membinasakannya. (HR. Ahmad, no. 23194)

Hadirin yang dimuliakan Allah.

Tentu ketika kita mengetahui pintu-pintu masuknya setan ini, Allah Subhanhu wa Ta'ala dengan rahmat-Nya memberikan petunjuk kepada para hamba-Nya melalui Al-Quran dan melalui lisan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, untuk menghadapi dan  mengusir setiap bisikan dan  godaan setan tersebut. Di antara hal-hal yang dapat dilakukan agar terhindar dari tipu daya setan dan kawanannya adalah sebagai berikut:

Pertama:  Menjaga keikhlasan dalam setiap amal ibadah dan perbuatan.

Setiap ibadah ataupun amal perbuatan yang dilakukan oleh hamba Allah, pasti setan akan berupaya menyimpangkan amal tersebut agar tidak dilakukan dengan ikhlas, setan akan berupaya keras agar amal itu tidak bernilai di hadapan Allah, bahkan perbuatan itu menjadi amalan yang riya dan syirik. Karena ini sudah merupakan janjinya kepada Allah.

Hamba-hamba yang ikhlas akan dijaga dan diselamatkan dari gangguan setan. Allah yang menyatakan pengakuan setan tersebut  dalam firman-Nya:

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِوَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَإِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُالْمُخْلَصِينَ

"Iblis berkata, "Ya Rabb-ku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlash di antara mereka." [Al-Hijr/15:39-40].

Dalam ayat yang lain disebutkan:

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَإِلَّا عِبَادَكَمِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

"Iblis menjawab, "Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka." [Shâd/38:82-83].

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjamin bahwa seorang yang mampu menjaga keikhlasannya dalam beramal setan tidak punya kemampuan dalam menggodanya,

إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَمِنَ الْغَاوِينَ

"Sesungguhnya hamba-hamba-Ku yang ikhlas tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat". [Al-Hijr/15:42].

Kedua : Menjaga Kestabilan kondisi  Iman.

Setan selalu berupaya untuk menggoda dan melemahkan iman seseorang dengan berbagai macam carannya, baik itu kelalaian ataupun perbuatan maksiat. Dengan kemaksiatan, keimanan seseorang akan semakin menurun sehingga dengan mudah setan akan mencelakakann seorang tersebut sehingga ia melakukan perbuatan dosa.

Sesungguhnya seluruh kekuatan, kekuasaan, kesempurnaan hanyalah milik Allah. Oleh karena itu, seorang hamba yang ditolong dan dilindungi Allah dengan menjaga kondisi imannya dengan amal ibadah yang kontinyu, maka tidak ada satu makhlukpun yang mampu mencelakakannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberitakan hal ini di dalam Al-Quran, sebagaimana firmannya:

إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَلَىرَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَإِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَيَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ

"Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabb-nya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah".[An Nahl : 99, 100].

Ketiga:  Berlindung Kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Untuk menghadapi setan dan terhindar dari godaannya, kita dianjurkan bahkan diperintahkan oleh Allah untuk senantiasa berlindung kepadanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِإِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Dan jika kamu digoda oleh setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [Al-A'râf/7:200].

 Dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim disebutkan:

أن أبا هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم « يأتي الشيطان أحدكم فيقول من خلق كذا وكذا؟ حتى يقول له من خلق ربك ؟ فإذا بلغ ذلك فليستعذ بالله ولينته » . وعند أبي داود ( 4722 ) « فإذا قالوا ذلك فقولوا الله أحد الله الصمد لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد . ثم ليتفل عن يساره ثلاثا وليستعذ من الشيطان»

Abu Hurairah berkata, Rosulullah bersabda: “Setan datang kepada salah seorang dari kalian lalu berkata, siapakah yang menciptakan ini dan ini? Sehingga setan berkata, “siapakah yang menciptakan Tuhanmu, maka apabila jika telah sampai kepadanya hal tersebut, hendaklah dia berlindung kepada Allah dan hendaklah dia menghentikan (waswas tersebut)".

Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud disebutkan:

"Jika mereka mengucapkan hal itu (kalimat-kalimat was-was), maka ucapkanlah "Allah itu Maha Esa, Allah itu tempat bergantung, Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan," kemudian meludahlah ke kiri (3x) dan berlindunglah kepada Allah".

Keempat: Memperbanyak membaca Al-Quran dan memperkuat dzikrullah.

Al-Quran dan dzikrullah merupakan benteng yang kokoh yang dapat melindungi diri dari godaan dan gangguan  setan dan membuatnya lari tunggang langgang, sebagaimana sabda Rosulullah:

أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ قَالَ لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَيَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ

"Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, janganlah kamu menjadikan rumah-rumah kamu sebagai kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan surat Al Baqarah di dalamnya". (HR Muslim, no. 780).

Dalam sabda yang lain disebutkan:

عَنْ الْحَارِثِ الْأَشْعَرِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِوَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ أَمَرَ يَحْيَى بْنَ زَكَرِيَّا بِخَمْسِكَلِمَاتٍ أَنْ يَعْمَلَ بِهَا وَيَأْمُرَ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنْيَعْمَلُوا بِهَا...وَآمُرُكُمْ أَنْ تَذْكُرُوا اللَّهَ فَإِنَّ مَثَلَذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ خَرَجَ الْعَدُوُّ فِي أَثَرِهِ سِرَاعًا حَتَّىإِذَا أَتَى عَلَى حِصْنٍ حَصِينٍ فَأَحْرَزَ نَفْسَهُ مِنْهُمْ كَذَلِكَالْعَبْدُ لَا يُحْرِزُ نَفْسَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ إِلَّا بِذِكْرِاللَّهِ.

Dari Al-Harits Al-Asy’ari, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah memerintahkan Yahya bin Zakaria Alaihissallam dengan lima kalimat, agar beliau mengamalkannya dan memerintahkan Bani Israil agar mereka mengamalkannya (di antaranya): Aku perintahkan kamu untuk dzikrullah. Sesungguhnya perumpamaan itu seperti perumpamaan seorang laki-laki yang dikejar oleh musuhnya dengan cepat, sehingga apabila dia telah mendatangi benteng yang kokoh, kemudian dia menyelamatkan dirinya dari mereka (dengan berlindung di dalam benteng tersebut). Demikianlah seorang hamba tidak akan dapat melindungi dirinya dari setan, kecuali dengan dzikrullah". (HR Ahmad)

Kelima: Menyelisihi Setan dari setiap perbuatannya.

Setan adalah musuh manusia, maka wajib pula untuk menjadikannya sebagai musuh, dan membenci serta meninggalkan perbuatannya. Sebagaimana firman Allah:

نَّالشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُواحِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

"Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala". (Fathir : 5, ).

Diantara perbuatan setan yang harus diselisihi adalah:

Pertama: Perbuatan mubadzir atau pemborosan. Allah berfirman:

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26)إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)

“Dan janganlah kamu melakukan perbuatan mubadzir, sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (QS. Al-Isro :26-27)

Kedua: Makan dan minum dengan tangan kiri. Rosulullah bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «لاَ يَأْكُلْ أَحَدُكُمْ بِشِمَالِهِ وَلاَ يَشْرَبْ بِشِمَالِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ»

Dari Abdullah bin Umar, Nabi sallahu ‘alaihi wasallah bersabda: “Janganlah salah seorang diantara kalian makan dan minum dengan tangan kirinya, sesungguhnya setan makan dan minum dengan tangan kirinya”. (HR. Tirmidzi)

Ketiga: Tergesa-gesa dalam pekerjaan. Rosulullah bersabda:

وَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : « الْعَجَلَةُ مِنْ الشَّيْطَانِ»  أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ : حَسَنٌ .

Dari Sahl bin Said, Rosulullah bersabda: “Tergesa-gesa itu dari perbuatan setan”. (HR. Tirmidzi)

Hadirin yang berbahagia.

Demikianlah khutbah singkat ini, semoga kita mampu membentengi diri kita dalam menghadapi permusuhan dan tipu daya setan yang selalu menyesatkan langkah kita menuju keridhoaan dan surga  Allah subhanahu wa ta’ala.

بلرك الله لي ولكم في القرآن الكريم و نفعني و إياكم بما فيه من الأيات و الذكر الحكيم ، أقول قولي هذا و استغفر الله العظيم لي و لكم فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.

Referensi : Mewaspadai Tipu Daya Setan














Rahasia Tidak Berkahnya Harta Riba

Riba merupakan salah satu dosa besar yang membinasakan sebagaimana disebutkan dalam berbagai ayat dan hadis, karena di dalamnya terdapat kezaliman terhadap orang lain, dan mengambil harta mereka lewat cara yang batil. Bahkan, riba ini diharamkan juga pada agama-agama sebelum islam, karena ia bentuk kezaliman terhadap sesama manusia, karena setiap agama terdahulu tidak menghalalkan dan menyetujui adanya kezaliman.

Praktik riba ini merupakan juga salah satu kebiasaan kaum Yahudi yang kemudian Allah ta’ala larang mereka untuk melakukannya. Namun, karena mereka tidak mengindahkannya, maka Allah Ta’ala mengharamkan mereka banyak hal yang baik dan halal serta mengazab orang-orang yang melakukannya, sebagaimana dalam ayat:

وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

 “Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”.(Q.S. An-Nisa: 161).

Bahkan Allah Ta’ala menyerupakan pemakan riba ini dengan orang yang kerasukan setan, sebagaimana dalam ayat:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

        “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.(Q.S. Al-Baqarah: 275).

Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah: “Para pemakan harta riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan gila dan tercekik.” (Tafsir Ibnu Abi Hatim: 2/544)

Dalam ayat ini, ketika Allah Ta’ala hanya menyebutkan “orang yang memakan riba”, bukan berarti para pemilik harta riba yang tidak memakannya tidak mendapatkan dosa, tapi Allah menyebutkan lafal “makan riba” untuk mengisyaratkan bahwa penggunaan harta riba oleh pemiliknya selain dimakan adalah haram juga.

Dia mengkhususkan lafal “makan riba” karena makan adalah bentuk karunia terpenting dan hawa nafsu terbesar dibandingkan dengan syahwat memiliki pakaian, tempat tinggal dan pernikahan, sebab tanpa makan tentunya tak akan ada kehidupan. Sehingga, penggunaan harta riba dengan memakainya, menjadikannya sebagai rumah, atau biaya pernikahan tetaplah haram, karena hal terpenting saja yaitu makanan diharamkan adanya riba di dalamnya, apalagi yang urgensinya lebih rendah dari makanan.

Sebab itu, Allah Ta’ala tentunya memusnahkan keberkahan riba dan menghilangkan dampak positifnya dalam diri dan harta seorang insan. Ini tentunya bertolakbelakang dengan manfaat sedekah yang Allah Ta’ala berkahi dan tambahkan kebaikan padanya serta menetapkan dampak positif pada orang yang bersedekah. Allah Ta’ala berfirman:

يَمْحَقُ اللهُ الرِّبَوا وَيُرْبِى الصَّدقَتِ واللهُ لاَيُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ اَثِيْم

Artinya: “Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah  dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa”.(Q.S. Al-Baqarah: 276).

Dalam hadis juga disebutkan:

” الربا وإن كثر، فإن عاقبته تصير إلى قل ”

Artinya: “Harta riba itu meski banyak, namun akibatnya adalah ia terus menerus berkurang (berkahnya).” (HR Ahmad: 3754).

Keberkahan harta yang disebutkan dalam Al-Quran pada hakikatnya adalah bukan bertambahnya jumlah atau kwantitas harta, namun bertambahnya dampak positif dari harta tersebut pada diri orang yang memilikinya berupa tambahan rasa tentram, bahagia, rasa qana’ah atau merasa cukup, serta dimudahkannya banyak kebutuhan hidup, meskipun mungkin harta yang ia miliki pas-pasan, karena harta itu dicari dan dituntut dengan tujuan utama agar bisa memberikan kebahagiaan dan kenyamanan diri.

Betapa sering para pemilik harta haram tertipu dengan angka dan kwantitas harta yang mereka miliki, sehingga hal itu hanya menambah pada diri mereka kesempitan dada, ketidak tenangan serta keresahan jiwa. Semakin hartanya bertambah, keresahannya untuk menjaga dan mengembangkan harta tersebut terus meningkat, sehingga ia tersibukkan dengannya dalam suasana hati yang tidak bahagia dan resah, karena khawatir tersaingi oleh orang lain, atau khawatir usahanya akan bangkrut.

Perlu diketahui, bahwa kesengsaraan dunia itu ada dua jenis:

  1. Kesengsaraan berupa adanya kenikmatan dan harta yang Allah berikan pada seorang manusia dengan gambaran bahwa orang tersebut bergantung pada hartanya, bahkan ia terus-menerus mengejarnya tanpa henti, setiap kali meraih kadar harta tertentu, jiwanya semakin haus dengan tambahan harta yang lain, sehingga ia seakan tersiksa dengan aktifitasnya mengejar dunia tersebut.
  2. Kesengsaraan berupa musibah atau penyakit. Jenis kesengsaraan ini selalu dihindari oleh manusia dengan cara mencari pengobatan dan penyembuhan serta berharap agar ia mendapatkan jalan keluar darinya, dan bila ia diberikan kesempatan untuk sembuh, ia pasti melakukannya.

Tentunya kesengsaraan yang paling besar adalah jenis yang pertama, karena secara lahir ia banyak harta, namun batinnya tersiksa dan sengsara menjadi “hamba” dunia. Orang seperti ini, bila diberikan kekurangan harta sedikit saja, ia tak akan mungkin mau, karena merasa kecanduan pada harta yang pada hakikatnya adalah suatu kesengsaraan yang ia tak sadari.

Referensi : Rahasia Tidak Berkahnya Harta Riba












5 Bahaya Harta Haram yang Diwanti-wanti Rasulullah ke Ali Bin Abi Thalib

Dampak yang diakibatkan mengonsumsi atau menggunakan uang haram dalam kehidupan sehari-hari sangatlah besar. 

Bahaya penggunaan uang haram inilah, yang sangat diwanti-wantikan Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Washiyat Al-Musthafa karya Syekh Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Musa Asy Syarani Al Anshari Asy Syafi'i Asy Syadzili Al Mishri atau dikenal sebagai Imam Asy Syarani.

Berikut ini efek harta haram yang disampaikan Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib:          

1. Syubhat berakibat pada terkontaminasinya agama dan gelap hatinya 

يا علي، من اكل الشبها ت اشتبه عليه دينه واظلم قلبه ومن اكل الحرام مات قلبه وخف دينه وضعف يقينه و حجب الله دعوته وقلت عبادته

“ Wahai Ali, barang siapa yang makan makanan syubhat, maka agamanya akan syubhat dan hatinya akan menjadi gelap (maksudnya orang yang makan syubhat hatinya tidak akan bisa menerima nasihat agama sehingga gelap hatinya). Dan barang siapa yang makan makanan haram maka akan mati hatinya, ringan agamanya (menyepelekan agama), lemah keyakinannya, doanya akan terhalang dan sedikit ibadahnya.”

2. Harta haram bisa memicu murka Allah SWT 

يا علي، اذا غضب الله على احد رزقه مالا حراما. فاذل اشتد غضبه عليه وكل به شيطانا. يبارك له فيه ويصحبه ويشغله بالدنيا عن الدن. ويسهل له امور دنياه ويقول: الله غفور رحيم

“Wahai Ali, Jika Allah marah kepada seseorang maka Allah akan memberinya rezeki yang haram. Dan ketika Allah semakin marah kepada seseorang hamba maka Allah akan mewakilkan (memberi kuasa) kepada setan untuk menambah rezekinya dan menemaninya, menyibukannya dengan dunia  serta melupakan agama. Memudahkan urusan dunianya dan setan berkata (menggoda dengan kalimat): Allah Mahapengampun dan Mahapenyayang.”  

3. Setan akan senantiasa membuntutinya 

ياعلي ماسافر احد طالبا الحرام ماشيا الا كان الشيطان قرينه، ولاراكبا الا كان رديفه، ولا جمع احد ما لا حراما الا اكله الشيطان. ولا نسى احد اسم الله تعالى عند الجماع الا شاركه الشيطان في ولده. وذلك قوله تعالى: وشاركهم في الاموال والاولاد وعدهم. الاسراء: ٦٤

“Wahai Ali, tidaklah seseorang berjalan kaki untuk mencuri perkara yang haram, kecuali setan akan menemaninya Jika ia berkendara maka setan akan mengikutinya. Dan tidaklah seseorang mengumpulkan harta haram, kecuali setan ikut memakannya. Dan jika lupa menyebut nama Allah ketika berhubungan suami istri, maka setan akan menemani anak-anaknya. Sebagaimana firman Allah pada surat Al Isra ayat 64:

  وشاركهم في الاموال والاولاد وعدهم “Dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah (janji palsu) mereka.”

4. Harta haram bisa menghentikan keberkahan dalam agama 

يا على، لا يزال المؤمن في زيادة في دينه مالم ياكل الحرام. ومن فارق العلما ء مات قلبه وعمى عن طاعة الله تعالى

“Wahai ali orang mukmin akan selalu bertambah (kuat) agamanya selama ia tidak memakan yang haram. Dan barangsiapa meninggalkan (menjauhi) ulama, maka hatinya akan mati, dan buta dalam melaksanakan taat kepada Allah.”    

5. Bacaan Alquran pemakan harta haram tak akan berdampak apapun bagi dirinya

ياعلى، من قرا القران ولم يحل حلاله ولم يحرم حرامه كان من الين  نبذوا كتاب الله وراء ظهورهم ghalalkan apa yang dihalalkan dalam Alquran dan tidak mengharamkan apa yang diharamkan dalam Alquran maka orang tersebut termasuk orang-orang yang melemparkan kitab Allah (Alquran) ke belakang punggungnya.”  

Referensi : 5 Bahaya Harta Haram yang Diwanti-wanti Rasulullah ke Ali Bin Abi Thalib









Sejarah Awal Orang Munafik di Masa Nabi Muhammad SAW

Kedudukan Orang Munafik Nifaq atau kemunafikan merupakan satu dari empat jenis kekufuran sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Baghowi dalam tafsirnya Ma’alimut Tanzil ketika menafsirkan Surat Al-Baqarah ayat 6. Selain kufur nifaq, ia juga menyebutkan tiga jenis kufur lainnya, yaitu kufur ingkar, kufur juhud, dan kufur inad.

Kufur nifaq adalah kekafiran orang yang mengikrarkan Islam secara lisan, tetapi batinnya tidak mengakuinya. Mereka yang masuk dalam kategori kufur ini adalah sebagian Aus, Khazraj, dan sebagian besar Yahudi Madinah seperti keterangan Al-Baqarah ayat 8 dan seterusnya.

Karena masuk ke dalam kategori kufur atau kafir, orang munafik terancam kekal dalam siksa di akhirat sabagai konsekuensi kekufuran. “Orang yang mati dalam keadaan salah satu dari empat jenis kafir ini tidak akan diampuni.” (Al-Baghowi).

Awal Mula Orang Munafik Ibnu Katsir dalam Tafsirul Qur’anil Azhim bercerita bahwa belasan ayat di awal Surat Al-Baqarah turun mengenai sifat orang munafik pada surat-surat Al-Qur’an periode Madinah. Sedangkan pada periode Makkah, tidak ada orang munafik. Justru sebaliknya, sebagian orang beriman menyatakan kekufuran karena terpaksa. Meski demikian, mereka beriman di dalam batin.

Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, di sana terdapat kelompok Ansor yang terdiri atas suku Aus dan Khazraj yang di masa jahiliyahnya juga menyembah berhala sebagaimana musyrikin Makkah; dan Yahudi Ahli Kitab yang mengikuti jalan salaf pemuka agama mereka yang terdiri atas tiga qabilah, yaitu Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Dari sinilah sejarah kemunafikan bermula.

Ketika Rasulullah tiba di Madinah, banyak dari suku Aus dan Khazraj memeluk Islam. Sementara sedikit dari kalangan Yahudi memeluk Islam, yaitu Abdullah bin Salam. Ketika itu belum ada kemunafikan karena umat Islam belum memiliki kuasa yang perlu ditakuti. Rasulullah SAW bahkan berdamai dengan Yahudi dan banyak kabilah yang berisi perkampungan orang Arab di sekitar Madinah.

Ketika perang Badar besar terjadi yang menghadapkan umat Islam Madinah dan Musyrikin Makkah, Allah berpihak kepada umat Islam. Kemenangan berada di tangan orang beriman Madinah.

Abdullah bin Ubay bin Salul berkata, “Situasi ini sudah mengarah (pada kemenangan Muhammad).” Bin Salul adalah tokoh masyarakat Madinah yang disegani asal suku Aus. Ia pemimpin dua suku di era jahiliyah dan hampir diangkat sebagai raja oleh masyarakat Madinah. Tetapi situasi berubah ketika Nabi Muhammad dan sahabatnya berhijrah dari Makkah ke Madinah. Penduduk setempat memeluk Islam dan mengabaikan Abdullah bin Ubay sehingga tinggallah ia dan keluarganya sendiri.

Ketika perang Badar itulah, Abdullah bin Ubay menyatakan keislaman secara munafik yang kemudian diikuti oleh sejumlah kabilah Arab dan sebagian besar kelompok Yahudi dengan keislaman cara Abdullah bin Ubay. Dari sini awal terjadi kemunafikan oleh bangsa Arab di tengah masyarakat Madinah dan sekitarnya.

Adapun kelompok muhajirin (imigran asal Kota Makkah) tidak ada seorang pun yang mengikuti jalan kemunafikan seperti kelompok Abdullah bin Ubay bin Salul karena tiada satu pun dari mereka yang berhijrah karena terpaksa. Mereka berhijrah, meninggalkan harta, anak, dan tanah mereka karena mengharap ridha Allah.

Allah mengingatkan sifat-sifat orang munafik agar orang beriman tidak terpedaya oleh sikap lahiriyah dan pernyataan keimanan mereka sehingga orang beriman tidak terjatuh dalam mafsadat karena tidak waspada. Orang munafik hakikatnya adalah orang kafir. Kekufuran jenis nifaq ini patut diwaspadai betul di mana orang-orang jahat itu dianggap sebagai orang baik. Mereka melafalkan kalimat keimanan seolah tidak memiliki kepentingan lain di balik itu. Padahal mereka melafalkan kalimat tersebut hanya saat menemui Nabi Muhammad SAW sebagaimana Surat Al-Munafiqun ayat 1. Oleh karena itu, mereka memperkuat kesaksian mereka dengan partikel “lam” sesuai kaidah penguat kalimat informatif pada “nasyhadu innaka ‘la’rasulullāh.”

Orang munafik hakikatnya adalah orang kafir. Kekufuran jenis nifaq ini patut diwaspadai betul di mana orang-orang jahat itu dianggap sebagai orang baik. Mereka melafalkan kalimat keimanan seolah tidak memiliki kepentingan lain di balik itu. Padahal mereka melafalkan kalimat tersebut hanya saat menemui Nabi Muhammad SAW sebagaimana Surat Al-Munafiqun ayat 1. Oleh karena itu, mereka memperkuat kesaksian mereka dengan partikel “lam” sesuai kaidah penguat kalimat informatif pada “nasyhadu innaka ‘la’rasulullāh.”

Orang munafik adalah kelompok yang terombang-ambing dan memiliki sikap mendua atas konflik kubu orang beriman Madinah dan kubu orang kafir Makkah karena cinta mereka pada dunia dan kekufuran terhadap akhirat. Mereka menanti dalam kekhawatiran atas nasib mereka mana kubu yang akhirnya menang dalam konflik tersebut. (Ibnu Katsir, Tafsirul Qur’anil Azhim). Para ulama berkembang perihal orang munafik. Mereka membahas kedudukan kelompok zindik dalam kaitannya dengan sifat-sifat orang munafik dalam Al-Qur’an.

Referensi sbb : Sejarah Awal Orang Munafik di Masa Nabi Muhammad SAW














Sejarah Kemunafikan di Zaman Nabi dan 4 Ciri Orang Munafik

Apabila kebenaran dibolak-balik, dusta dianggap biasa, khianat merajalela, ketahuilah bahwa fitnah besar sedang terjadi. Penyebabnya tak lain karena keberadaan orang-orang munafik. Salah satu ciri utama kaum munafik disebut oleh Al-Qur'an yaitu mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Munafik adalah orang yang berpura-pura mengikuti ajaran Islam, tetapi sebenarnya hati mereka memungkirinya. Munafik ini disebut orang yang Nifaq (ketidaksamaan antara lahir dan batin). 

Kaum munafik ini ternyata sudah ada sejak zaman Nabi

 صلى الله عليه وسلم. 

Bahkan zaman sekarang tak luput dari keberadaan orang-orang munafik. Sejarah seringkali berulang, hanya saja tokohnya beda. Dalam Sirah Nabawiyah diceritakan, ketika syiar Islam menyebar di zaman Rasulullah, muncullah golongan kaum munafik. Tokohnya bernama Abdullah bin Ubay bin Salul (pemuka penduduk Madinah). 

Dikisahkan, dedengkot munafik bernama Abdullah bin Ubay ini menebar propagranda dan api kebencian terhadap kaum Muhajirin (penduduk Makkah yang berhijrah) di hadapan kelompoknya. Kata Abdullah bin Ubay, kaum Muhajirin telah membenci penduduk Madinah dan banyak dari mereka bermukim di Kota Madinah. Dia menghasut dan tak henti menebar dusta. 

Perkataan Abdullah bin Ubay itu didengar leh Zaid bin Arqam. Zaid kemudian menyampaikan kabar itu kepada pamannya dan kabar tersebut akhirnya sampai kepada Nabi Muhammad

 صلى الله عليه وسلم. 

Saat itu Rasulullah menanggapinya dengan akhlak yang sangat bijaksana. Beliau tidak memerintahkan untuk membunuhnya. Bahkan beliau memperlakukannya dengan baik. "Kita akan tetap bergaul baik dengannya selama dia masih hidup bersama kita," kata Rasulullah. Tak berapa lama Abdullah bin Ubay menemui Rasulullah dan membantah bahwa ia berkata demikian (membela diri). 

Kebohongan pentolan Munafik ini baru ketahuan setelah Rasulullah menerima wahyu Surah Al-Munafiqun Ayat 8-10. Beberapa hari kemudian, tokoh munafik Abdullah bin Ubay sakit perut lalu mati terhina. Na'udzubillahi min dzalik. Untuk diketahui, kemunafikan yang ditebar Abdullah bin Ubay ini membuat sekitar 300 munafik lainnya ikut membelot (mundur) saat Perang Uhud. Mereka tidak mau ikut berperang. 

Satu sama lainnya berkata: "Jangan kalian berangkat perang dalam udara panas." Kemudian dia menyebarkan fitnah keji kepada Sayyidah 'Aisyah radhiyallahu 'anha telah melakukan serong dengan Shafwan (hadits al-ifki), berkonspirasi untuk membunuh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dalam Perang Dzatu Riqa, dan lainnya. 

4 Ciri Orang Munafik Rasulullah

 صلى الله عليه وسلم 

Telah mengingatkan umat muslim akan bahaya sifat munafik. Penyakit ini selain mencelakai diri sendiri juga membawa keburukan bagi orang lain.

 عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، عَنِ النَّبيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : أَربعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقاً ، وَإِنْ كَانَتْ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ فِيْهِ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفاقِ حَتَّى يَدَعَهَا : مَنْ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ خَرَّجَهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ 

Dari 'Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Ada empat tanda seseorang disebut munafik. Jika salah satu perangai itu ada, ia berarti punya watak munafik sampai ia meninggalkannya. Empat hal itu adalah: 

  1. jika berkata, berdusta; 
  2. jika berjanji, tidak menepati; 
  3. jika berdebat, ia berpaling dari kebenaran; 
  4. jika membuat perjanjian, ia melanggar perjanjian (mengkhianati)." (HR Al- Bukhari dan Muslim) 

  1. Jika Berkata Dia Dusta Rasulullah memerintahkan umatnya berkata yang baik, yaitu jujur dalam memberitakan sesuatu sesuai hakikatnya. Berdusta termasuk salah satu perbuatan terkutuk, tercela, dan termasuk deretan dosa-dosa besar. Allah berfirman: "Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta." (QS Adz-Dzariyat Ayat 10) Dalam satu hadis dari Abdullah bahwa Nabi bersabda, "Seorang senantiasa berbohong dan memilih bohong sehingga ia dicatat di sisi Allah sebagai pembohong." (HR Al-Bukhari) 2. Jika Berjanji Dia Tidak Menepati Mengingkari janji termasuk perbuatan tercela dan salah satu tanda kemunafikan. Seseorang yang ingkar janji tidak bisa memegang perkataannya sendiri dan tidak pernah menepati janji yang sudah diberikan ke banyak orang. Allah berfirman: "Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya." (QS Al-Isra Ayat 34) 
  2. Jika Berdebat Dia Berpaling dari Kebenaran Hal yang dimaksud dengan Al-Fujuur di sini adalah keluar dari kebenaran secara sengaja. Dia menjadikan yang benar menjadi keliru dan yang keliru menjadi benar. Ini yang membawanya kepada dusta. Dalam hadis disebutkan: "Sesungguhnya orang yang paling dibenci oleh Allah adalah penantang yang paling keras." (HR Al-Bukhari, Muslim) 
  3. Jika Diberi Amanah Dia Berkhianat Allah melarang keras perbuatan khianat atas amanah karena akan menghilangkan kepercayaan pada diri seseorang. Sebagaimana firman-Nya: "Wahai orang-orang yang beriman. Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (Surah Al Anfal Ayat 27). Peringatan Al-Qur'an Allah mengabadikan kaum Munafik ini dalam satu surah Al-Qur'an bernama "Al-Munafiqun" (kaum munafik), surah ke-63 terdiri dari 11 ayat. Surah ini menjadi peringatan bagi kita betapa bahayanya sifat munafik. Dalam ayat pembuka surah ini, Allah berfirman:

 اِذَا جَآءَكَ الۡمُنٰفِقُوۡنَ قَالُوۡا نَشۡهَدُ اِنَّكَ لَرَسُوۡلُ اللّٰهِ ‌ۘ وَاللّٰهُ يَعۡلَمُ اِنَّكَ لَرَسُوۡلُهٗ ؕ وَاللّٰهُ يَشۡهَدُ اِنَّ الۡمُنٰفِقِيۡنَ لَـكٰذِبُوۡنَ‌ 

"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata, 'Kami mengakui, bahwa engkau adalah Rasul Allah.' Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar Rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta." (QS Al-Munafiqun: 1)

Di ayat berikutnya, Allah berfirman: "Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Sungguh, betapa buruknya apa yang telah mereka kerjakan. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir, maka hati mereka dikunci, sehingga mereka tidak dapat mengerti. Dan apabila engkau melihat mereka, tubuh mereka mengagumkanmu. Dan jika mereka berkata, engkau mendengarkan tutur-katanya. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar. 

Mereka mengira bahwa setiap teriakan ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka; Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari kebenaran)?" (QS Al-Munafiqun Ayat 4) Demikian sejarah kaum munafik dan ciri-cirinya sebagaimana dijelaskan Al-Qur'an dan Hadis Nabi. Mudah-mudahan Allah Ta'ala memelihara kita dari sifat tercela ini.

Referensi : Sejarah Kemunafikan di Zaman Nabi dan 4 Ciri Orang Munafik









Pentolan Munafik di Madinah dan Bagaimana Rasul SAW Bersikap

Pentolan Munafik di Madinah dan Bagaimana Rasul SAW Bersikap. Orang munafik memang tampak seperti orang yang beriman kepada Allah, namun di hatinya memiliki penolakan terhadap ajaran-Nya. Di masa Rasulullah SAW juga tidak luput dari orang-orang yang munafik yang berada di sekeliling Rasulullah. Salah satunya, adalah Abdullah bin Ubay bin Salul.  Pemuka kaum Anshar ini berupaya menghasut kaumnya untuk tidak menyokong kaum Muhajirin tinggal di Madinah hingga mereka berpisah dari Nabi Muhammad SAW. Kebencian Abdullah bin Ubay terhadap Rasulullah itu didasarkan karena penduduk di Madinah hendak menjadikan Abdullah bin Ubay sebagai raja dan memakaikannya jubah raja. Hingga akhirnya Nabi Muhammad SAW datang, Abdullah bin Ubay memandang kedatangan Rasulullah telah merampas haknya sebagai raja.

Seperti dikutip dari buku "Tafsir fi Zhilal al-Qur'an (Di Bawah Naungan Alquran), karya Sayyid Quthb, surah al-Munaafiquun ayat 5-8 menurut sejumlah ulama salaf diturunkan Allah untuk menyinggung Abdullah bin Ubay.

Ibnu Ishaq memperinci berkaitan dengan Perang Bani Musthaliq pada tahun keenam Hijriyah di Muraisik, yaitu tempat sumber air bagi mereka. 

Setelah perang usai, saat Rasulullah berada di tempat air itu, orang-orang berbondong-bondong mengambil air di sana. Saat itu, Umar ibnul Khaththab menyewa seseorang dari Bani Ghaffar bernama Jahjah bin Mas'ud yang bertugas menuntun kudanya. 

Namun saat mengambil air, antara Jahjah dan Sinan bin Wabar al-Juhani berdesak-desakkan. Al-Juhani adalah kaum yang menjadi sekutu dari kaum Aus bin Khajraj. Mereka berdua berebutan air hingga berkelahi. 

Al-Juhani lantas berteriak "Wahai orang-orang Anshar." Dan Jahjah juga berteriak, "Wahai orang-orang Muhajirin."

Abdullah bin Ubay yang bersama beberapa orang dari kaumnya lantas marah dan berkata, "Apakah mereka (Muhajirin) telah bersikap demikian? Apakah mereka telah berlepas dari kita dan merasa lebih banyak dari kita di negeri kita sendiri? Demi Allah, kita tidak membekali diri kita dan Jalabib Quraisy melainkan sebagaimana dikatakan orang-orang yang terdahulu, 'Gemukkanlah anjingmu, maka dia pasti memakanmu'. Oleh karena itu, demi Allah, bila kita telah kembali pulang ke Madinah, maka benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah darinya."

Kemudian Abdullah bin Ubay berkata kepada orang-orang Anshar di sekitarnya, "Inilah yang telah kalian perbuat terhadap diri kalian. Kalian menyediakan negeri kalian untuk mereka. Kalian bagikan kepada mereka harta benda kalian. Demi Allah, sekiranya kalian tidak memberikan fasilitas dan bantuan kalian kepada mereka, maka mereka pasti akan beralih ke negeri lain bukan ke negeri kalian."

Zaid bin Arqam, seorang anak kecil di sisinya, yang mendengarnya lantas menuju Rasulullah SAW dan memberitahukan hal itu. Umar yang berada di samping Rasulullah SAW merasa geram dan meminta agar Abdullah bin Ubay dibunuh. 

Namun, Rasulullah mencegahnya dan justru meminta semua pasukan bertolak pulang. Walaupun saat itu, Rasulullah SAW belum ingin beranjak pulang.

Abdullah bin Ubay lantas selalu berjalan bersama Rasulullah saat dia menerima kabar bahwa Zaid bin Arqam telah menyampaikan kabar yang didengarkan darinya. Abdullah bin Ubay bahkan bersumpah dengan nama Allah bahwa dia tidak pernah mengatakan hal itu dan tidak pernah berbicara seperti itu.

Abdullah bin Ubay termasuk orang yang dihormati dan ditinggikan dalam kaumnya. Karenanya, orang-orang yang berada di sekitar Rasulullah dari kaum Anshar berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, mungkin anak kecil itu (Zaid bin Arqam) telah salah dalam menyampaikan beritanya dan tidak menyimpan dengan baik perkataan dari orang ini (Abdullah bin Ubay)." Mereka berkata itu sebagai rasa hormat kepada Abdullah bin Ubay dan sebagai pembelaan baginya.

Berita itu juga sampai kepada Abdullah, anak dari Abdullah bin Ubay. Ibnu Ishaq diberitakan hadis oleh Ashim bin Umar bin Qatadah, bahwa Abdullah datang kepada Rasulullah dan merasa geram dengan perbuatan sang ayah. 

Dia meminta agar dirinya yang ditugaskan untuk membunuh sang ayah, sebab dia takut merasa marah jika melihat orang lain yang membunuh ayahnya. Sehingga, Abdullah takut bisa masuk neraka jika dia membunuh orang mukmin lainnya.

Namun, Rasulullah lagi-lagi menolaknya. Rasulullah bersabda, "Bahkan kami akan bersikap lemah lembut padanya dan berlaku baik kepadanya dalam bergaul selama dia masih hidup berdampingan dengan kita." Setelah kejadian itu, kaumnya sendirilah yang mencerca Abdullah bin Ubay. 

Referensi : Pentolan Munafik di Madinah dan Bagaimana Rasul SAW Bersikap












Kisah Abdullah bin Ubay, Potret Orang Munafik di Masa Rasulullah Muhammad SAW

Kisah Abdullah bin Ubay, Potret Orang Munafik di Masa Rasulullah Muhammad SAW. Nifaq atau munafik dalam Islam adalah sifat seseorang yang selalu ingin menampakkan kebaikan dan berupaya untuk menyembunyikan keburukan. Terdapat 3 karakter orang munafik, yakni apabila ia bicara maka dia berdusta, apabila ia berjanji maka ia tidak menepati dan apabila diberi amanah maka ia berkhianat. Kisah mengenai seseorang yang munafik sudah ada sejak zaman Rasulullah. 

Dilansir dari laman Nahdlatul Ulama Online, ada seorang tokoh yang munafik bernama Abdullah bin Ubay. Ia begitu membenci Rasulullah karena menganggapnya sebagai penghalang dirinya untuk menjadi penguasa Madinah. Sejak Rasul dan para sahabat hijrah ke kota Madinah, terjadi perubahan dalam tatanan politik di Madinah.

Awalnya, Abdullah bin Ubay direncanakan akan diangkat sebagai tokoh dan penguasa Madinah. Namun setelah Nabi Muhammad datang ke Madinah, pengaruh Abdullah menjadi pudar. Hingga akhirnya Nabi Muhammad lah yang menjadi pemimpin Kota Madinah. Hal itu yang membuat Abdullah bin Ubay menaruh kebencian dan kedengkian terhadap Nabi Muhammad. 

Dilansir dari 49 Teladan dalam Al-Quran, karya Ririn Rahayu Astutiningrum. Ketika bersama Rasulullah, Abdullah mengaku beriman dan beribadah layaknya umat Islam namun ketika dia sudah berpisah dengan Rasul, dia kembali kepada agamanya yang lama. Ia menjelek-jelekkan umat Islam dan Rasulullah. Selain itu Abdullah bin Ubay juga kerap mengadu domba dan menjadi provokator dalam kerusuhan.

Namun ketika Abdullah bin Ubay jatuh sakit hingga akhirnya meninggal dunia, anak laki-lakinya yang bernama Abdillah bin Abdullah bin Ubay, mendatangi Rasulullah. Dia meminta kain kafan untuk dipakai ayahnya, selain itu ia juga meminta Rasulullah agar mau menyalatinya. Rasulullah pun mendatangi pemakaman, hanya saja ketika Umar melihat perbuatan Rasulullah, dia segera mengingatkan, 

“Wahai Rasulullah, kenapa mau menyalatkan Abdullah bin Ubay? padahal dia adalah seorang yang munafik. Bukankah Allah melarang untuk menyalatkan orang-orang munafik?.” Rasulullah pun menjawab kalau beliau mendapat pilihan dari Allah antara mendoakan atau tidak, dan Rasulullah memilih berdoa untuk Abdullah bin Ubay bin Salul. Setelah Rasulullah SAW menyalatkan, barulah turun ayat:  “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (QS. At-Taubah:84).

Referensi ; Kisah Abdullah bin Ubay, Potret Orang Munafik di Masa Rasulullah Muhammad SAW












Kisah, Orang Munafik yang Diterima Taubatnya

Ada sekelompok orang munafik, di antara mereka ada Mukhasyyin bin Humayyir, seorang pria dari Asyja’ dan sekutu Bani Salamah yang ikut serta bersama Rasulullah ketika beliau pergi ke Tabuk. “Apakah menurut kalian memerangi Bani Ashfar sama dengan memerangi musuh-musuh yang lain? Demi Allah, besok kita akan terkepung di pegunungan-pegunungan itu.” Ujar Mukhasyyin bin Humayyir. Ternyata, Allah Ta’ala memberitahu nabi–Nya tentang siapa mereka. Lalu mereka mendatangi Rasulullah untuk meminta maaf. “Aku terhalang ikut perang karena namaku dan nama ayahmu,” kata Mukhasyyin bin Humayyir

Maka Allah mengampuninya dengan firman-Nya, Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka bertaubat) dia adalah segolongan orang yang dimaafkan-Nya. Kemudian ia dinamakan ‘Abdurrahman bin Humayyir, lalu ia berdoa kepada Allah Ta’ala agar gugur sebagai syahid dan tidak dikenali. Ternyata, ia gugur pada Perang Yamamah tanpa meninggalkan bekas sama sekali.

Referensi ; Kisah, Orang Munafik yang Diterima Taubatnya











Kisah Orang Munafik Bersumpah Atas Nama Allah Swt di Balik Turunnya Surat At-Taubah

Kisah Orang Munafik Bersumpah Atas Nama Allah di Balik Turunnya Surat At Taubah. perang Tabuk yang terjadi pada bulan Rajab tahun ke 9 Hijriyah adalah masa-masa tersulit bagi umat Islam saat itu. Umat Nabi Muhammad Sallallahu 'alaihi wasallam harus berjuang berperang melawan munafik, dan ternyata salah satunya ada di dalam kelompok Rasulullah itu sendiri.

Salah satu sahabat Nabi Muhammad Sallallahu 'alaihi wasallam, Umair bin Sa’ad yang juga seorang Anshar dikenal sebagai ahli ibadah. Kala itu Umair usianya masih sangat belia, namun ia merupakan sosok pemberani selalu di garis terdepan ketika salat berjamaah dan perang, sebab berharap jika dirinya gugur akan mati syahid.

Saat itu Umair usianya masih 10 tahun dan juga sudah menjadi anak yatim, serta bertepatan dengan persiapan Perang Tabuk. Nabi Muhammad menyerukan kepada seluruh umat Islam di Madinah untuk berperang.

Selain itu, Rasulullah juga meminta tolong kepada umat supaya menyumbang apa saja yang dimiliki untuk bekal melawan pasukan Romawi. Padahal saat itu keadaan sedang genting, atau musim paceklik. Namun umat Islam pun dengan suka rela dan ikhlas menyumbangkan apa yang dimiliki, demi memperjuangkan Islam.

Di saat umat muslim tengan bergotong-royong mendukung persiapan Perang Tabuk, ada sekelompok kaum munafik ingin memecah-belah pasukan muslim dengan cara menyebarkan berita bohong, serta provokasi. Salah satunya Julas bin Suwaid, ia adalah orangtua asuh Umair sejak ayah sahabat Rasulullah itu wafat.

Ketika semua sedang sibuk mempersiapakan Perang Tabuk, tiba-tiba Julas mengatakan sesuatu hal yang tidak pantas tentang Nabi Muhammad. Julas memang sudah memeluk Islam, namun ia jadi mualaf hanya karena terbawa arus lingkungan karena penduduk Madinah banyak yang memeluk Islam dan hijrah bersama Rasulullah.

Mendengar itu semua Umair kesal, tapi juga bimbang. Apakah perbuatan Julas itu harus dilaporkan kepada Nabi Muhammad atau memilih diam saja, karena bagaimana pun Julas sudah dirinya anggap seperti ayah sendiri.

Akhirnya Umair melaporkannya kepada Nabi Muhammad, dan Julas pun diminta untuk mengklarifikasi ucapannya itu karena telah berbicara tidak baik di belakang Rasulullah. Sayangnya, Julas malah menyangkal semua itu dan ia pun bersumpah atas nama Tuhan bahwa ia memang tidak berbohong.

Kala itu posisi Umair terpojok karena ia dianggap oleh sebagian orang karena telah berdusta. Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani), Ustadz Ainul Yaqin menuturkan, turunlah wahyu Allah Ta'ala kepada Nabi Muhammad melalui Surah At Taubah

“Dia berkata ‘seandainya orang ini benar, sungguh kita lebih buruk dari pada keledai’. Ucapan itu dilaporkan oleh Umair bin Sa'ad kepada Rasulullah, akan tetapi Julas bersumpah bahwa ia tidak berkata demikian, maka Allah menurunkan Firman-nya Surat At-taubah ayat 74,”

هِ مَا قَالُوا وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوا بِمَا لَمْ يَنَالُوا ۚ وَمَا نَقَمُوا إِلَّا أَنْ أَغْنَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مِنْ فَضْلِهِ ۚ فَإِنْ يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَهُمْ ۖ وَإِنْ يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَمَا لَهُمْ فِي الْأَرْضِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

Artinya: "Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.".

Referensi sbb : Kisah Orang Munafik Bersumpah Atas Nama Allah Swt di Balik Turunnya Surat At-Taubah











Kisah Kaum Munafik yang Memperlihatkan Keislamannya di Hadapan Rasulullah SAW

Kisah Kaum Munafik yang Memperlihatkan Keislamannya di Hadapan Rasulullah SAW.  Sebuah kisah diceritakan oleh Ibnu Abbas RA.

Pada suatu ketika, ada dari kalangan kaum munafiqun yang datang kepada Rasulullah SAW.

Tersebutlah namanya sebagai Al-Akhnas bin Syariq At-Tsaqafy.

Ia datang menghadapi Rasulullah SAW untuk mempertontonkan keislamannya sambil mencela sahabat Khubaib dan kawannya.

Terlebih lagi ia juga membicarakan aibnya, padahal justru mereka yang telah bejuang bersama Rasulullah dengan jalan berdakwah ke masyarakat dan bahkah wafat di medan peperangan A'Raji.

Saat itulah, tiba-tiba turun Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 204-205, yang menceritakan hal ihwal kedatangan Al-Akhnas tersebut.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ

Artinya;"Di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu dan dipersaksiakannnya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahala ia adalah penantang yang paling keras."

وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى فِي الأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ الْفَسَادَ

Artinya;

"Apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan." (Surat Al-Baqarah ayat 204-205)

Sebagaimana tafsir riwayat Ibnu 'Abbas RA, ayat ini khusus membantah mengenai cerita dan celaan dari Al-Akhnas dan justru sebaliknya memuji Al-Khubaib beserta bala tentaranya yang telah nyata menunjukkan perjuangannya bersama Rasulullah SAW, bahkan mereka rela mati sahid karenanya.

Namun, jika menilik dari zhahir ayat ini, sebenarnya Rasulullah SAW bersama sahabar waktu itu hampir saja terbujuk oleh perkataan dan bujuk rayu Al-Akhnas sehingga hampir saja mencela khubaib dan bala tentaranya, tak lain penyebabnya adalah;

1. Al-Akhnas ini pandai dalam memainkan situasi dan kata-kata saat itu.

Ia memang seorang orator di kalangannya sehingga kata-kata yang disampaikan seorlah mampu membuat takjub dan membius Rasulullah SAW.

2. Bahkan di dalam riwayat Tafsir As-Suddy, kedatangan Al-Akhnas ini bukan datang semata berbekal orang, ia datang lengkap dengan menampakkan simbol-simbol Islam. Padahal sejatinya tidak dengan batinnya.

Ibnu Abbas juga menggambarkan sosok al-Akhnas adalah pencari aib, apakah Khubaib tidak memiliki aib ?

Sebagaimana sosok manusia pada umumnya, sudah pasti ada, karena Khubaib bukanlah pribadi yang ma'shum (terjaga).

Namun, betapa manusia yang punya aib, aib khubaib adalah bagian yang diampuni oleh Allah SWT disebabkan ia justru sudah menunjukkan amal perbuatan dalam mencari keridhoan Allah SWT.

Aib diri dikalahkan oleh gerak mencari keridhoan itu, sehingga ia benar-benar mendapatkannya, tetapi tidak dengan Al-Akhnas. Allah SWT menggambarkan ciri khas Al-Akhnas ini sebagai;

1. Orang yang keras sekali wataknya dan suka menebar permusuhan, bahkan ke hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallah yang saat itu beliau merupakan pemegang hak ri'ayah (penjagaan dan kepemimpinan) atas kaum muslimin.

Bagaimana mungkin ia bisa disebut beriman sementara ia selaku penentang paling keras (aladdul khisham) bagi pemegang ri'ayahnya (pemerintahnya)?

2. Mereka suka berbuat kerusakan. Dalam ayat mereka digambarkan sebagai suka berbuat merusak terhadap tanama (al-hartsa) dan binatang ternak (al-nasla).

Lafadh al-Nasla terkadang juga diartikan sebagai generasi keturunan. Maksudnya, mereka berusaha merusak generasi keturunan (generasi bangsa) dengan menciptakan opini-opini yang dapat merusak pemahaman mereka.

Jika dikaitkan dengan keturunan, maka bisa jadi tindakan merusak ini adalah karena mereka menyebarkan tradisi yang menyimpang dari nila-nilai adab, seperti suka menyebarkan kata bunuh, penggal, umpatan-umpatan tidak beretika, dan lain sebagainya.

Sebagai jawaban terhadap tabiat dari al-Akhnas ini, Allah SWT berfirman di dalam Surat Al-Baqarah ayat 206;

وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالإِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ

Artinya;

"Saat dikatakan kepadanya (Al-Akhnas), 'Bertakwalah kepada Allah,' bangkitlah kesombongannya (Al-Akhnas) yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya." (Surat Al-Baqarah ayat 206).

Maha benar Allah dengan segala Firman-Nya. Semoga kita diselamatkan dari kaum bermuka dua sebagaimana Al-Akhnas.

Referensi : Kisah Kaum Munafik yang Memperlihatkan Keislamannya di Hadapan Rasulullah SAW.

















2 Dosa Ini Tak Diampuni di Malam Nisfu Syaban, Apa Saja? Berikut Penjelasannya (Syekh Ali Jaber)

Bulan Syaban adalah bulan yang penuh rahmat dan keberkahan. Banyak amalan yang dianjurkan dibaca pada malam Nisfu Syaban. Malam Nisfu Syaban adalah malam tanggal 15 bulan Syaban atau separuh dari bulan Syaban. Selain itu, yang perlu diketahui, jika malam Nisfu Syaban juga termasuk malam sa'ah ijabah doa. Pada bulan Syaban, Allah SWT membuka pintu rahmat dan ampunan seluas-luasnya. Akan tetapi, ada dua dosa yang tidak diampuni yaitu perbuatan musyrik (menyekutukan Allah) dan perbuatan munafik yang menyebabkan perpecahan.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut:

يطَّلِعُ اللهُ إلى جَمِيْعِ خَلقِه ليلةِ النِّصفِ مِن شعبانَ فيغفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِه إلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشاحِنٍ

Artinya: “Allah memandang semua makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya‘ban kemudian mengampuni dosa mereka kecuali dosa musyrik dan dosa kemunafikan yang menyebabkan perpecahan.” (HR Imam At-Thabrani dan Ibnu Hibban dari Mu‘adz bin Jabal). walaupun kualitas hadits di atas dha’if (lemah), namun masih tetap bisa diamalkan karena terkait dengan fadhâilul a’mâl. Kedha’ifannya juga tidak terlalu parah. Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama hadits sebagaimana yang telah disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Taqrîb-nya. Menurut Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, dosa-dosa yang tergolong sebagai dosa besar juga tidak akan diampuni pada malam-malam pengampunan dosa seperti di malam Nisfu Syaban dan juga malam-malam pengampunan yang lain.

Selain itu, lanjut Sayyid Muhammad, dosa-dosa seperti ini adalah dosa-dosa yang patut dijauhi baik di malam yang penuh ampunan seperti Nisfu Syaban, bulan Ramadhan, asyhurul hurum, serta malam-malam ampunan yang lain. Kedha’ifannya juga tidak terlalu parah. Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama hadits sebagaimana yang telah disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Taqrîb-nya. Menurut Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, dosa-dosa yang tergolong sebagai dosa besar juga tidak akan diampuni pada malam-malam pengampunan dosa seperti di malam Nisfu Syaban dan juga malam-malam pengampunan yang lain.

Selain itu, lanjut Sayyid Muhammad, dosa-dosa seperti ini adalah dosa-dosa yang patut dijauhi baik di malam yang penuh ampunan seperti Nisfu Syaban, bulan Ramadhan, asyhurul hurum, serta malam-malam ampunan yang lain. “Abdullah bin Mas’ud bertanya, ‘Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling berat?’ Kemudian Rasulullah menjawab, ‘menjadikan suatu hal sebagai persamaan dari Allah yang telah menciptakanmu (syirik).’ Kemudian Abdullah berkata, ‘Apalagi wahai Rasulullah?’ Rasul menjawab, ‘Membunuh orang tuamu karena engkau takut dia makan bersamamu.’ Abdullah bertanya lagi, ‘Kemudian apalagi wahai Rasul?’ ‘Kamu berzina dengan istri tetanggamu.”

Kedha’ifannya juga tidak terlalu parah. Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama hadits sebagaimana yang telah disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Taqrîb-nya. Menurut Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, dosa-dosa yang tergolong sebagai dosa besar juga tidak akan diampuni pada malam-malam pengampunan dosa seperti di malam Nisfu Syaban dan juga malam-malam pengampunan yang lain. Selain itu, lanjut Sayyid Muhammad, dosa-dosa seperti ini adalah dosa-dosa yang patut dijauhi baik di malam yang penuh ampunan seperti Nisfu Syaban, bulan Ramadhan, asyhurul hurum, serta malam-malam ampunan yang lain. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Bukhari, Tirmidzi, dan An-Nasa’i dari Ibnu Mas‘ud yang artinya:

“Abdullah bin Mas’ud bertanya, ‘Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling berat?’ Kemudian Rasulullah menjawab, ‘menjadikan suatu hal sebagai persamaan dari Allah yang telah menciptakanmu (syirik).’ Kemudian Abdullah berkata, ‘Apalagi wahai Rasulullah?’ Rasul menjawab, ‘Membunuh orang tuamu karena engkau takut dia makan bersamamu.’ Abdullah bertanya lagi, ‘Kemudian apalagi wahai Rasul?’ ‘Kamu berzina dengan istri tetanggamu.”

Pendapat serupa juga diungkapkan Alm Syekh Ali Jaber alam videonya yang berjudul: 'Malam Nisfu Syaban semua dosa di ampuni kecuali 2 orang ini | syekh ali jaber' yang diunggah kanal Youtube Ferry M.A pada 5 Feruari 2022 menjelaskan soal malam Nisfu Syaban. Syekh Ali Jaber membenarkan malam Nisfu Syaban merupakan malam pengampunan atau malam maghfirah. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW, kata dia, di malam Nisfu Syaban, Allah mengampuni semua dosa-dosa hambanya kecuali 2 orang. "Yang pertama ialah yang berbuat syirik dan yang kedua orang pemarah atau pendendam atau orang yang suka menyebar fitnah, mengadu domba menyebar isu. Perbuatannnya tidak sesuai malah dia memfitnah supaya umat terpecah," kata Syekh Ali Jaber. 

Referensi : 2 Dosa Ini Tak Diampuni di Malam Nisfu Syaban, Apa Saja? Berikut Penjelasannya (Syekh Ali Jaber)








Apakah Dosa Menipu Orang Lain Diampuni Allah SWT (Ustadz Abdul Ka'afi)

Perbuatan menipu menjadi salah satu penyakit yang merusak hubungan antar manusia. Perbuatan ini akan mengakibatkan hilangnya rasa saling mempercayai antara satu sama lain.

Tentu, Allah SWT tidak menyukai apabila hamba-Nya melakukan penipuan terhadap sesama manusia. Lalu apakah dosa ketika melakukan penipuan akan diampuni oleh Allah SWT?

Dalam Cahaya Hati Indonesia yang ditayangkan Inews TV, Ustadz Abdul Ka'afi menjelaskan apabila ada seseorang yang melakukan penipuan, maka termasuk dalam dosa yang besar dan tergolong kaum munafik. Dalam hadist yang diriwayatkan Imam Muslim dijelaskan bahwa orang yang paling buruk adalah orang yang bermuka dua.

"Memang menipu itu adalah perbuatan dosa besar karena salah satu munafik. Nabi Muhammad SAW bersabda sesungguhnya manusia yang paling buruk adalah orang yang bermuka dua," ucap Ustadz Abdul Ka'afi, Rabu (23/3/2022).

Lebih lanjut, Ustadz Abdul Ka'afi mengatakan bahwa dosa menipu orang lain dapat diampuni oleh Allah. Namun, ada persyaratannya yaitu harus tobat secara sungguh-sungguh.

"Jelas Allah pasti akan mengampuni dosa-dosa kita asalkan yang pertama kita Taubat Nasuha seperti tertuang dalam surat At Tahrim ayat 8," ujarnya.

Kemudian, cara berikutnya agar dosa diampuni oleh Allah menurut Ustadz Abdul Ka'afi adalah beramal saleh. Karena dengan melakukan amal saleh dapat menggugurkan dosa.

"Kemudian setelah kita bertobat tidak mengulanginya lagi perbanyaklah amal saleh. Karena dengan amal saleh bisa menggugurkan dosa," kata Ustadz Abdul Ka'afi.

Referensi : Apakah Dosa Menipu Orang Lain Diampuni Allah SWT (Ustadz Abdul Ka'afi)








Solusi Orang yang Sering Mengulang Dosa Setelah Bertaubat Menurut (Syekh Muhammad Jaber)

Solusi Orang yang Sering Mengulang Dosa Setelah Bertaubat Menurut (Syekh Muhammad Jaber). Syekh Muhammad Jaber menyebut tidak mudah untuk seseorang melakukan taubat nasuha. Terkadang seorang mukmin masih sering melanggar janjinya dan kembali melakukan dosa. Namun tak apa, selama tidak tergoda dengan omongan setan.

Syekh Muhammad Jaber menerangkan, Allah SWT mengampuni kesalahan seorang mukmin yang kembali ke perbuatan dosa setelah taubat nasuha. Asalkan, mukmin itu sering beristigfar dan kembali bertaubat.

Masalahnya, sambung Syekh Muhammad Jaber, ada saja hasutan setan yang berkata taubat balik lagi, taubat balik lagi. Kemarin janjinya mau nepatin, sekarang nepatin, nanti melanggar lagi. Itu sifat munafik. Kemudian, manusia membenarkan hasutan setan itu dan mulai meninggalkan taubat.

"Karena ia merasa ga enak sama Allah SWT, taubat balik lagi, taubat balik lagi dan takut dicap munafik. Padahal engga, itu dari setan," tutur Syekh Muhammad Jaber

Sesungguhnya, semakin seorang mukmin bertaubat maka Allah akan terus mengampuninya juga. Dengan syarat, lakukan taubat yang benar dan berjanji untuk tidak kembali melakukan dosa itu.

"Ya Allah ampuni saya, saya berjanji tidak akan kembali ke dosa-dosa tersebut. Begitu doanya, jadi walaupun besok kembali lagi, tapi sudah niat yang baik dari hati untuk bertaubat, tidak ada masalah walaupun kembali lagi," terangnya.

Ada tiga syarat melakukan taubat, pertama melepas dan meninggalkan dosa itu, kedua merasa sedih karena sudah melakukan dosa, dan ketiga berniat dengan sungguh-sungguh untuk tidak kembali lagi ke dosa. Jika ketiga hal tersebut sudah dilakukan, maka sudah termasuk taubat nasuha.

Allah SWT Maha Tahu hati seorang mukmin yang bersungguh-sungguh untuk taubat. Walaupun banyak hawa nafsu yang menarik ia kembali ke dosa.

"Kalau kita berdosa langsung bertaubat kembali, innallaha yuhibbut tawwaabiin, sungguh Allah SWT menyukai orang yang bertaubat," tutupnya.

Referensi : Solusi Orang yang Sering Mengulang Dosa Setelah Bertaubat Menurut (Syekh Muhammad Jaber)