Sudah sepatutnya seorang muslim itu lebih peduli dan memprioritaskan belajar ilmu syar’i (agama) dari ilmu lainnya. Karena menuntut ilmu syar’i hukumnya fardhu kifayah,. Bahkan sebahagian ilmu syar’i seperti Aqidah, Tauhid, Fiqh Ibadah, Akhlak dan Tajwid hukum mempelajarinya fardhu ‘ain, sama dengan hukum shalat lima waktu, puasa Ramadhan, membayar zakat, dan berhaji bagi orang yang mampu.
Selain itu, dengan ilmu syar’i kita dapat mengetahui, memahami dan mengamalkan Islam (Al-Quran dan As-Sunnah) secara benar, sehingga kita mendapat kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Rasulullah shallahu ‘alaihi wa,sallam bersabda, “Aku tinggalkan kepada kamu dua hal, jika kamu berpegang teguh kepada keduanya niscaya kamu tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik).
Ilmu tidak hanya dibaca, dipelajari dan dihafal saja, namun yang paling penting adalah mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari sebagai orang yang beriman. Iman seseorang menuntut dirinya untuk membaca,, mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai petunjuk dan pedoman hidupnya. Amalan seseorang wajib berdasarkan ilmu (yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah).
Ilmu, amal dan iman harus bersinergi. Tidak diterima amalan tanpa ilmu, sebagaimana tidak diterima amalan tanpa iman. Amalan itu harus berdasarkan ilmu dan iman. Tidak boleh bertentangan. Jika suatu amalan tidak sesuai dengan ilmu dan iman, maka amalan tersebut tidak diterima oleh Allah ta’ala sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Kahfi ayat 110. Inilah sinergisitas ilmu, amal dan iman.
Nasehat ini disampaikan oleh Ustaz Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA dalam ceramah Shubuh pada acara Shubuh Keliling (Shuling) akbar ke 276 Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdiya) di Masjid Agung Baitul Ghafur Abdiya, Blangpidie, pada hari Ahad lalu (07/01/22). Topik ceramah yaitu “Sinergisitas Ilmu, Amal dan Iman.”
Acara shuling ini dimoderatori langsung oleh koordinator shuling Ir. Zuhardi dan dihadiri lebih kurang 400 orang jama’ah shuling termasuk Bupati Abdiya Akmal Ibrahim, SH, para tokoh agama, tokoh masyarakat dan para pejabat Abdiya.
Selanjutnya ustaz Yusran yang juga anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara menjelaskan kedudukan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam Islam.
“Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan petunjuk, pedoman dan aturan hidup umat Islam untuk mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan sumber hukum dan ilmu bagi umat Islam. Tidak ada aturan yang lebih tinggi dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Inilah aqidah dan syariat Islam yang wajib diamalkan oleh seorang muslim.”
“Al-Qur’an dan As-Sunnah itu tidak bisa dipisahkan. Keduanya bagaikan dua sisi mata uang. Saling menjelaskan dan menguatkan. Mengamalkan Al-Qur’an tanpa As-Sunnah adalah suatu kesesatan. Inilah paham Inkarus Sunnah atau paham Alqur’aniyyun yaitu suatu paham yang meyakini kewajiban mengamalkan Al-Qur’an saja tanpa As-Sunnah. Ini paham sesat dan menyesatkan yang wajib ditolak.”
“Al-Qur’an menjelaskan hukum-hukum yang masih bersifat umum dan global. Terkadang maknanya masih samar perlu penafsiran yang jelas. Maka fungsi As-Sunnah adalah menjelaskan makna Al-Qur’an yang masih samar (belum jelas), mengkhususkan hukum Al-Qur’an yang bersifat umum, merincikan hukum Al-Qur’an yang besifat mujmal (global), dan menjelaskan hukum yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an.”
“Oleh karena itu, Al-Qur’an tidak boleh dipisahkan dengan As-Sunnah. Keduanya adalah wahyu Allah ta’ala yang wajib diamalkan sebagaimana firman-Nya, “Ia (Muhammad) tidak berbicara dengan hawa nafsu. Melainkan wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. (An-Najm: 3-4).”
“Selain itu, banyak perintah dalam Al-Qur’an untuk mengikuti (mengamalkan) Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di antaranya dalam surat Al-Hayr ayat 7, Ali ‘Imran: 31, Al-Ahzab ayat 21, An-Nisa’ ayat 59, 65, dan 80, An-Nur ayat 63 dan ayat-ayat lainnya.”
“Maka mengamalkan As-Sunnah adalah kewajiban bagi setiap muslim sebagaimana kewajiban mengamalkan Al-Qur’an. Hukumnya wajib ‘ain. Maknanya, berdosa bagi setiap muslim yang tidak mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah,” ujar Ustaz Yusran.
Ustaz Yusran yang juga sebagai Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh menjelaskan bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sumber hukum dan ilmu. Semua persoalan kehidupan manusia telah diatur dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Semua persoalan dalam kehidupan manusia telah diatur dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah mulai dari persoalan kecil sampai persoalan besar. Al-Qur’an dan As-Sunnah telah mengatur semua aspek kehidupan manusia, baik dalam masalah aqidah/keiimanan, ibadah, ekonomi, politik, pemerintahan, kenegaraan, pendidikan, moral, sosial dan sebagainya. Allah ta’ala berfirman, “Dan Kami turunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim).
“Semua aturan ini telah disebutkan dalam Al-Qur’an As-sunnah yang merupakan petunjuk dan pedoman hidup manusia serta sumber ilmu yang wajib dibaca, dipelajari dan dihafal. Selanjutnya, ilmu ini wajib diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu dan amal tidak boleh bertentangan iman. Inilah sinergisitas ilmu, amal dan iman yang diwajibkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah,” jelasnya.
Ustaz Yusran yang juga Dosen Fiqh dan Ushul pada Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh menjelaskan pentingnya menuntut ilmu syar’i dalam kehidupan ini.Begitu pentingnya menuntut ilmu syar’i sehingga Allah ta’ala melarang umat Islam pergi berjihad semuanya tanpa ada beberapa orang yang menuntut ilmu, meskipun jihad adalah suatu kewajiban dan amal shalih yang paling agung, namun orang yang menuntut ilmu diberi dispensasi meninggalkan jihad sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an (surat At-Taubah ayat 122).
“Ilmu syar’i adalah syarat mutlak untuk mencapai kebahagian dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, kebutuhan manusia terhadap ilmu syar’i sangat mendesak, sama seperti kebutuhan manusia terhadap makanan dan minuman. Tanpa makan dan minum, manusia tidak dapat hidup. Begitu pula dengan ilmu syar’i. Tanpa ilmu syar’i manusia tidak dapat membedakan mana yang benar dan yang salah, petunjuk dan kesesatan. Namun dengan Ilmu, manusia mendapat petunjuk,” ujarnya.
Di akhir ceramahnya, Ustaz Yusran Hadi yang juga Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh jebolan International Islamic University Malaysia (IIUM) menjelaskan bahaya kehidupan tanpa ilmu syar’i.
“Tanpa ilmu syar’i, seseorang tidak dapat mengetahui ajaran Islam, tidak dapat mengamalkan Al-Quran dan As-Sunnah dengan benar, tidak dapat bertauhid yang benar, tidak dapat beribadah yang benar (yaitu sesuai dengan sunnah Nabi shallahu’alaihi wa sallam), dan tidak mengetahui mana yang halal dan mana yang haram, yang baik dan yang buruk, yang petunjuk dan yang sesat.”
“Tanpa ilmu syar’i, timbulah berbagai penyimpangan agama dan maksiat seperti paham sesat, perbuatan syirik, bid’ah, tahayul, khurafat, dan berbagai maksiat lainnya seperti mabuk-mabukan, judi, korupsi, penipuan (manipulasi), pamer aurat, zina, perselingkuhan, pemukulan, pembunuhan, kezhaliman, dan sebagainya.”
“Oleh karena itu, ilmu syar’i berfungsi untuk menjaga kita dari berbagai penyimpangan dalam agama seperti paham sesat, syirik, khurafat, tahayul, bid’ah dan berbagai maksiat lainnya. Dengan demikian, kita selamat di dunia dan akhirat,” pungkas Ustaz Yusran Hadi.