Sahabat, pernahkah kehilangan kendaraan di saat sedang berada di tempat asing, sementara seluruh perbekalan kita ada di atas kendaraan tersebut? Baik itu makanan, alat komunikasi, kartu tanda pengenal, uang, perhiasan, dan lainnya. Tentu kita akan dilanda kepanikan luar biasa, juga rasa takut, kecewa, sedih.
Akan tetapi, bayangkan jika tiba-tiba kendaraan tersebut tiba-tiba ditemukan, masih dalam kondisi utuh dengan segala perbekalan kita di atasnya. Bukankah kita akan merasa sangat bergembira, puas, tidak menyangka, dan bahkan saking senangnya kita bisa melupakan hal apapun?
Nah, sadarilah bahwa Allah begitu bergembira dengan taubat hambaNya lebih dari seorang musafir yang menemukan kembali kendaraan dan perbekalannya yang hilang tersebut!
“Sungguh Allah sangat gembira dengan taubat hambanya ketika bertaubat kepada-Nya, melebihi senangnya seorang hamba yang bepergian dengan kendaraannya di sebuah negeri yang gersang, lalu kendaraannya tadi hilang, padahal bekal makan dan minumnya berada di atasnya, lalu ia patah harapan untuk mendapatkannya, lalu ia berteduh di bawah pohon dengan diliputi kekecewaan. Ketika seperti itu, tiba-tiba kendaraannya berdiri di sampingnya, lalu ia pegang tali kendalinya, kemudian berkata dengan gembiranya : ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku sedangkan aku adalah Tuhan-Mu!’ Dia telah melakukan kesalahan karena terlalu gembira.” (HR. Muslim)
Dengan demikian, janganlah pernah ragu untuk bertaubat dari kesalahan yang kita perbuat!
Berikut beberapa di antaranya:
1. Merasa telah bertaubat padahal tak ada rasa menyesal
Tak sedikit orang yang merasa dirinya telah bertaubat karena telah mengucap istighfar ribuan kali dan meminta ampunan Allah setiap seusai shalat wajib, padahal tak ditemukan setitik penyesalan pun dalam hatinya atas dosa yang telah dilakukan.
Padahal hakikat dari taubat adalah rasa penyesalan itu sendiri. Bagaimana mungkin taubat kita diterima Allah jika tanpa penyesalan?
“Penyesalan adalah taubat.” (HR. Ibnu Hibban)
Pahami bahwa yang disebut bertaubat adalah merasa malu dan menyesal telah melakukan suatu kesalahan, sampai-sampai berjanji tidak akan melakukan kesalahan itu lagi, sehingga taubat bukalah sekadar ritual istighfar di bibir tanpa merasa getaran apapun dalam hati.
2. Menunda-nunda untuk bertaubat
Banyak pula orang yang menanti-nanti waktu yang tepat dalam bertaubat.
“Nantilah taubatnya setelah umur saya 40 tahun.”
“Saya akan bertaubat setelah sampai tanah suci.”
“Saya akan bertaubat besok! Saat ini saya masih kotor.”
Mengapa kita menunda taubat padahal segala sesuatu belumlah pasti terjadi kecuali kematian? Bertaubatlah dengan segera setelah kita menyadari telah berbuat salah, jangan tunggu nanti atau besok!
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran:133)
3. Baru bertaubat menjelang ajal
Sebagaimana Fir’aun yang baru memohon ampunan ketika nyawa sudah sampai tenggorokannya dan lautan telah akan menguburnya, janganlah sampai kita melakukan taubat seperti itu! Sudah dipastikan Allah takkan menerimanya karena hal tersebut sangat terlambat.
“Sesungguhnya Allah senantiasa menerima taubat hambanya sebelum nyawa mencapai tenggorokan (HR. Tirmidzi no.3531)
4. Merasa berputus asa, bahwa Allah takkan mengampuni dosanya yang amat banyak dan besar
Ada pula hamba yang berputus ada dari rahmat Allah sehingga meski ia mau bertaubat namun hatinya dipenuhi keraguan.
“Dosa saya amat besar, Allah takkan sudi mengampuni!”
Padahal ampunan Allah jauh lebih besar dari dosa apapun yang bisa dilakukan manusia.
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar : 53)
“Seandainya kalian semua melakukan kesalahan (dosa), sehingga dosa kalian mencapai setinggi langit, kemudian kalian bertaubat pasti Allah akan mengampuni kalian.” (HR. Ibnu Majah dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Shahihah: 2/604)
5. Merasa kepalang tanggung sehingga melanjutkan dosa atau maksiat yang telah dilakukan
Sahabat, salah satu syarat diterimanya taubat adalah tidak meneruskan atau melakukan kembali dosa tersebut. Maka hentikan maksiat yang diperbuat untuk menunjukkan kesungguhan taubat kita.
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran: 135)
6. Merasa bertaubat itu cukup sekali saja
Apakah taubat dari dosa hanya cukup sekali padahal kita mengerjakan ratusan dosa dalam sehari? Maka sadari bahwa taubat bisa dilakukan sebanyak-banyaknya. Bukan pekerjaan sekali selesai.
“Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah, sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah dalam satu hari sampai seratus kali.” (HR. Muslim)
Sahabat, semoga Allah menggolongkan kita sebagai hambaNya yang gemar bertaubat. Sungguh beruntung orang yang banyak bertaubat dari kesalahan semasa hidupnya, karena dengan demikian ia menyadari keberadaan Allah sebagai Sang Maha Pengampun.