Allah SWT berfirman, ''Janganlah kalian memakan harta orang lain dengan jalan batil. Dan, jangan pula membawa urusan harta kepada hakim agar kalian dapat memakan harta benda orang lain dengan jalan dosa, padahal kalian mengerti.'' (QS Al-Baqarah 2: 188).
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda, ''Wahai manusia, sesungguhnya akan ada beberapa orang di antara kalian yang mengambil harta Allah dengan cara yang tidak benar. Waspadalah, pada hari kiamat nanti orang-orang seperti itu akan dimasukkan ke dalam neraka.'' (HR Bukhari).
Setiap manusia telah Allah SWT tentukan kadar rezekinya masing-masing. Bahkan, sejak manusia itu belum lahir, ''Sungguh, kalian berada dalam perut rahim ibu kalian selama 40 hari. Setelah itu, ditiupkanlah ruh ke dalamnya. Lantas, Allah menetapkan empat hal untuknya: rezekinya, ajalnya, amalnya, dan nasibnya di dunia --apakah bahagia ataukah sengsara.'' (HR Bukhari-Muslim).
Sebagai makhluk yang telah Allah SWT tentukan kadar rezekinya itu, manusia dilarang memakan atau mengambil harta atau rezeki orang lain secara tidak dibenarkan. Tindakan mencuri, menipu, korupsi, atau lainnya yang sama dengan mengambil rezeki orang lain secara tidak benar, merupakan perbuatan buruk yang dibenci Allah SWT. Perbuatan itu menggambarkan adanya rasa ketidakbersyukuran terhadap rezeki yang telah Allah SWT berikan.
Rasulullah SAW dalam hal ini sangat tegas menyikapi. Beliau pernah menyuruh memotong tangan seorang anak pejabat suku yang terbukti bersalah karena mengambil harta orang lain (mencuri). Anak pejabat suku itu bernama Fathimah Makhzumiyah yang pada hari Fathu Makkah tertangkap basah mencuri. Setelah melihat bukti-bukti yang kuat, Rasulullah SAW memutuskan memotong tangan anak pejabat itu. Hukuman itu pun terealisasi. Tangan anak pejabat itu benar-benar dipotong. (HR Bukhari-Muslim).
Mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak benar tidak hanya merugikan orang lain secara material, tetapi hakikatnya juga merugikan diri sendiri. Ia akan mendapat hukuman tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Hukuman di akhirat akan ditimpakan jika yang bersangkutan tidak bertobat.
Pintu tobat terus-menerus Allah SWT buka untuk setiap orang yang bersalah dan berbuat dosa. Bentuk tobat orang-orang yang memakan harta bukan haknya adalah dengan jalan mengembalikan apa yang ia ambil itu kepada pemilik asalnya. Bersamaan dengan itu, berkomitmen kepada Allah SWT untuk tidak mengulanginya.
Cara Taubat dari Perbuatan Mencuri, Mencuri tergolong salah satu perbutan dosa besar yang pelakunya wajib bertaubat kepada Allah Swt. Karena harta dari hasil mencuri adalah haram, karena mengambil hak orang lain. Allah Ta’ala Ta'ala berfirman :
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS.al-Baqarah: 188).
Sebuah riwayat dari Abu Humaid As-Sa’idi, Rasulullah SAW bersabda:
“Demi Allah, semua orang yang mengambil sesuatu tanpa menggunakan cara yang benar itu pada hari kiamat nanti akan menghadap Allah sambil memikul sesuatu yang dia ambil tersebut. Sungguh, aku akan mengenal salah seorang kalian yang menghadap Allah sambil memikul unta yang bersuara, sapi yang bersuara, atau kambing yang sedang mengembik.” Nabi kemudian mengangkat tangannya sehingga putihnya ketiak beliau pun tampak, lalu beliau berkata, “Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan?” (HR. Bukhari).
Lantas, bagaimana caranya bertaubat dari perbuatan mencuri ini? Tidak ada kata terlambat selama kita hidup. Termasuk soal taubat. Bahkan Imam Al-Ghazali pernah mengatakan bahwa “Mengapa Allah masih hidupkan kita sampai hari ini? Karena dosa kita banyak dan Allah memberikan kesempatan kepada kita untuk bertaubat.”
Tidak ada dosa yang tidak diampuni, kalau orang tersebut mau bertaubat kepada Allah Swt sebelum dia wafat, bahkan dosa yang termasuk dosa besarpun, tingkat paling tinggi. "Allah Swt lebih menyukai pelaku maksiat yang ingin bertaubat daripada orang sholeh yang tak pernah merasa salah. Allah Swt itu sangat senang apabila ada pelaku maksiat bertaubat, Allah Swt lebih mencintai pelaku maksiat yang bertaubat daripada orang sholeh yang tidak pernah merasa salah,
Pertama, seseorang yang mencuri harus terlebih dahulu mengakui kesalahan dan menyesalinya, berjanji untuk tidak mengulangi, dan memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat.
Kedua, apabila pelaku pencurian ingin mengembalikan harta curiannya dapat diupayakan dengan menelusuri atau mengingat harta siapa saja yang dicuri dan berapa banyak.
Ketiga, apabila kesulitan untuk mengingat maka harta curian tersebut dapat diganti dengan niat bersedekah atas nama korban yang dicuri hartanya. "Kalau memang pahit-pahitnya sudah sama sekali tak bisa ditemukan, maka diantara jalan menggantinya kata para ulama bisa dengan bersodaqoh diniatkan sodaqoh itu, mengganti harta orang-orang yang pernah diambil itu, dan pahalanya diniatkan dialirkan kepada orang yang dimaksudkan,",
Apabila berhasil mengingat siapa saja korban yang telah dicuri hartanya, maka sebaiknya pelaku mengakui kesalahan dan mengembalikan harta yang telah dicuri. Namun, ketika menyampaikan pengakuan atas perbuatan mencuri tersebut kepada korban, maka dapat dilakukan dengan cara yang baik. Selanjutnya, mengembalikan harta curian kepada pemiliknya juga dapat dilakukan tanpa memberikan pengakuan.
Hal ini dilakukan apabila tidak memungkinkan untuk mengungkap pengakuan tersebut kepada korban. Ditimbang, kira-kira kalau kita sampaikan terbuka resikonya tinggi tidak, ada bahaya terhadap nyawa atau tidak, ada mengancam kepada yang lagi atau tidak.
5 Azab bagi Orang Zalim dalam Islam Menurut Alquran dan Hadits. Tidak berbuat zalim kepada siapapun adalah kewajiban bagi umat Muslim. Zalim adalah perbuatan yang tercela yang dapat merusak agama, menghilangkan kebaikan, dan mendatangkan keburukan, hingga bisa memutus tali silaturahmi.
Secara bahasa, zalim berasal dari kata azh zhulmu yang artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dalam istilah Islam, zalim berarti melakukan tindakan sesuatu yang keluar dari koridor kebenaran. Menurut Al Jurjani dalam kitab Mausu’ah Akhlaq Durarus Saniyyah, zalim juga bisa didefinisikan sebagai penggunaan hak milik orang lain tanpa seizinnya.
Dalam berbagai ayat Alquran dan hadits, Allah SWT menegaskan kemurakaannya terhadap orang yang berbuat zalim dan akan memberikan azab yang besar bagi para pelakunya. Salah satunya dalam surat Hud ayat 102 yang artinya:
“Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.”
Azab yang Allah berikan kepada orang zalim tidak hanya berlaku di akhirat, namun juga di dunia. Seperti apa saja azab bagi orang zalim menurut Alquran dan hadits?
berikut adalah azab bagi orang zalim sesuai yang tercantum dalam Alquran dan hadits:
1. Dijauhi Masyarakat
Azab bagi orang zalim berlaku di dunia dan akhirat. Salah satu azab yang berlaku di dunia adalah dijauhi masyarakat. Ini karena perbuatan zalim termasuk ke dalam tindakan kejahatan.
Melalui surat Al Qalam ayat 17-27, Allah SWT menceritakan tentang para pemilik kebun yang pelit dan mereka bertekad untuk tidak memberikan hak yang seharusnya diberikan kepada orang fakir miskin. Lalu, Allah pun mengazab para pemilik kebun dengan tidak mengizinkan seorang dari fakir miskin tersebut membantu mengurusi kebun-kebunnya hingga mereka gagal mendapatkan keuntungan.
2. Diberi Kegelapan di Hari Kiamat
Semua yang bernyawa akan dibangkitkan lagi pada hari kiamat. Bagi orang yang zalim, Allah akan memberikan kegelapan di hari kiamat. Rasulullah SAW bersabda, “Kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
3. Terancam Oleh Doa Orang Dizalimi
Allah SWT akan langsung mengijabah (mengabulkan) doa orang-orang yang dizalimi, termasuk jika mereka mendoakan keburukan untuk yang menzaliminya. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dan berhati-hatilah terhadap doa orang yang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Jauh dari Hidayah Allah SWT
Hidayah merupakan petunjuk dari Allah SWT yang diberikan kepada seluruh umatnya, kecuali bagi mereka yang zalim. Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51)
5. Tidak Mendapat Pertolongan di Dunia dan Akhirat
Allah SWT tidak akan pernah memberikan bantuan apapun di dunia dan akhirat kepada para penzalim. Sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surat Hud ayat 113 yang artinya:
“Dan janganlah condong kepada orang-orang yang berbuat salah, jangan sampai kamu tersentuh oleh api, dan kamu tidak akan memiliki selain Allah pelindung apapun; maka Anda tidak akan dibantu.”
5 Tanda Taubat Diterima, Manusia tak pernah luput dari kesalahan dan dosa. Kadang tanpa sadar mulut dan tindakan kita melakukan suatu kemaksiatan. Atau mungkin dengan sadar mulut dan tindakan kita sengaja melakukan hal-hal yang dilanggar Allah SWT. Ketika kita bertaubat, ada beberapa tanda taubat diterima oleh Allah SWT.
Ketika kita berbuat salah, tentu kita harus segera memperbaiki kesalahan tersebut dengan bertaubat. Sebab, Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang yang selalu menerima taubat hamba-hamba-Nya.
Namun, jika kita telah bertaubat, apakah bisa memahami tanda-tanda taubat kita diterima Allah SWT?
Ada dua hal yang perlu kita bedakan terkait nilai amal, yakni:
Syarat sah amal
Diterimanya amal
Pertama, syarat sah amal
Manusia bisa mengukur, karena ini sifatnya dzahir. Seseorang bisa mempelajari apa saja syarat sah amal tersebut, sehingga mereka bisa menilai, apakah amal yang dia kerjakan telah diterima atau tidak. Lantas, kapan sebuah amal bernilai sah?
Tentu saja ketika amal itu memenuhi semua ketentuannya. Memenuhi syarat, rukun, dan wajibnya, serta tidak ada unsur pembatalnya.kita telah memenuhi syarat, rukun, dan wajib shalat. Serta anda tidak melakukan pembatal shalat.
Kedua, diterimanya amal.
Diterimanya amal manusia, tidak ada satupun manusia yang tahu. Karena ini semua kembali kepada Allah, Dzat yang kita sembah. Jangankan manusia biasa, sampaipun para nabi, mereka tidak mengetahui apakah amalnya diterima atau tidak.
Nabi Ibrahim ‘alaihis shalatu was salam, ketika beliau membangun ka’bah, beliau tidak tahu apakah amalnya diterima atau tidak. Sehigga beliau selama membangun ka’bah, banyak membaca do’a:
“Ya Rab kami, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (QS. al-Baqarah: 127)
Wuhaib bin al-Warad ketika membaca ayat ini, beliau mengatakan:
“Wahai Ibrahim, Khalilurrahman, anda membangun dinding ka’bah, sementara anda takut amal anda tidak diterima…”(Tafsir Ibnu Katsir, 1/427).
Karena itulah, terkait masalah diterimanya amal, manusia hanya bisa berharap. Memohon kepada Allah agar amalnya diterima oleh Allah. Tugas hamba adalah beramal sebaik mungkin, dan memastikan amalnya sah. Apakah amalnya diterima atau tidak, hamba hanya bisa berharap dan tidak bisa memastikan.
Tanda Taubat Diterima
Taubat termasuk diantara bentuk amal. Ada syarat sah taubat dan taubat yang diterima. Syarat sah taubat ada 5:
Ikhlas. Artinya, dia bertaubat karena dorongan untuk beribadah kepada Allah
al-Iqla’ (melepaskan), maksudnya adalah melepaskan dosa yang dia taubati
an-Nadam (menyesal), orang yang bertaubat harus benar-benar menyesali dosa yang dia taubati.
al-Azm (tekad). Orang yang bertaubat harus memiliki tekad untuk tidak mengulang kembali dosanya.
Taubatnya dilakukan sebelum ditutupnya kesempatan taubat, yaitu ketika ruh sudah di tenggorokan atau matahari telah terbit dari barat.
Dan jika dosa itu terkait kedzaliman antar-sesama hamba, maka dia harus menyelesaikannya. Bisa dengan minta direlakan atau mengembalikan bentuk kedzaliman itu.
Katika lima unsur di atas ada pada saat orang itu bertaubat maka taubatnya sah. Lantas, apakah taubatnya langsung diterima?
Allahu a’lam, kita hanya bisa berharap agar taubatnya diterima, dan mengiringi taubatnya dengan amal soleh. Karena itulah, dalam banyak ayat, Allah mengajarkan agar mereka yang bertaubat, mengiringi taubatnya dengan berbuat ishlah (mengadakan perbaikan).
Diantaranya, firman Allah:
“Kecuali orang-orang yang taubat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 89)
Maksud mengadakan perbaikan di atas berarti berbuat baik untuk menghilangkan akibat jelek dari kesalahan yang pernah dilakukan. Allahu’alam.
Buya Yahya menyebutkan soal tanda-tanda taubat seseorang yang telah diterima Allah SWT. Bahkan, Buya Yahya juga menjelaskan tingkatan taubat yang diterima Allah SWT. Ya, setiap seorang muslim yang melakukan dosa, pasti berharap taubatnya akan diterima Allah SWT. Pasalnya, dosa akan muncul jika seseorang melakukan tindakan yang melanggar norma atau aturan yang ditetapkan Allah SWT.
Contoh seperti firman Allah SWT dalam Q.S Al Maidah ayat 90 di bawah ini:
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."
Dalam ayat tersebut, Allah SWT melarang umat Islam untuk menjauhi perbuatan yang melanggar aturan-Nya.Meskipun umat-Nya melakukan kesalahan, Allah SWT akan tetap menerima taubat seseorang yang telah tersesat dijalan-Nya.Setiap orang yang berdosa, Allah SWT menyuruh umat-Nya agar bertaubat.
Hal itu termaktub dalam Q. S An Nur ayat 31, berbunyi:
Arab latin: Wa tuubuuw ilallaaahi jamiy'aan ayyuhal mu'minuwna la'allakum tuflihunn.
Artinya: "Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung." Nah, ayat-ayat di atas dapat dipahami bahwa dosa adalah perilaku menduhakai peraturan Allah SWT.Dosa atau perbuatan maksiat tidak bisa dihapus kecuali dengan bertaubat. Namun, jika seseorang masih melakukan maksiat, maka taubatnya terhadap Allah SWT tidak diterima.
Meskipun seseorang sudah begitu taat menjalankan syariat dan telah naik derajatnya menjadi muttaqin, maka ia tetap membutuhkan taubat.Agar mengetahui tanda bahwa taubat seseorang diterima Allah SWT. Buya Yahya kini menyebutkan tanda-tanda taubat seseorang diterima Allah SWT. Menurutnya, tanda-tanda taubat seseorang diterima Allah SWT itu cukup sederhana
“Ada tanda taubat yang diterima Allah SWT, tanda itu akan diketahui seseorang dan paling sederhana,” ucap Buya Yahya.
Pengurus pondok pesantren Al-Bahjah ini mengatakan tanda taubat seseorang diterima Allah SWT paling sederhana adalah menyesali perbuatannya.
"Tanda pertama paling jelas dan paling sederhana diketahui adalah pendosa yang menyesal dengan perbuatannya," ungkapnya. Orang yang taubat ya diterima Allah SWT, menurut Buya Yahya ditandai dengan penyesalan dan ingat dengan ala yang telah ia lakukan. Buya Yahya mengatakan untuk bertaubat kepada Allah SWT tidak hanya dilakukan sekali. Menurutnya, bertaubat itu dilakukan dalam berkali-kali sampai seseorang menyesali perbuatannya. “Bukan yang baru sekali taubat lalu selesai,” katanya. Sang pendakwah itu pun mengungkapkan bahwa ada tanda-tanda taubat seseorang yang telah diterima Allah SWT.
Menurutnya, tingkatan taubat itu dapat dilihat dari beberapa dosa yang telah seseorang itu lakukan. “Ada tingkatan, mulai dari dosa gede, yang kedua bertaubat dari dosa kecil. Ada orang yang bertobat bukan dari dosa yang sesungguhnya,” ujarnya.
Buya Yahya lalu menyebutkan tanda dosa yang sudah diterima Allah SWT adalah seseorang semakin menyesali dosa yang sudah pernah dilakukan.
“Semakin ingat, semakin menyesali dengan dosa itu dan semakin jauh dengan perbuatan dosa," ucapnya. Menurut Buya Yahya, tanda taubat sudah diterima Allah SWT yang kedua adalah perubahan dalam diri seseorang. "Tanda taubat yang kedua adalah adanya perubahan dalam diri seseorang," bebernya. Buya Yahya menjelaskan bahwa orang yang bertaubat, maka akan kembali ke jalan Allah SWT. Bahkan seseorang itu akan merasa semakin dekat dengan Allah SWT, ketika taubatnya diterima.
“Karena taubat itu maknanya kembali kepada Allah, tanda orang bertaubat itu semakin dekat dengan Allah.” jelasnya “Akan ada perubahan, itu tanda,” imbuh Buya Yahya. Menurutnya, seseorang yang bertaubat, maka akan menyesali perbuatannya dengan sungguh-sungguh. “Semakin kita mengingat, semakin menyesal," urainya. Lebih tegas, Buya Yahya mengingatkan agar bertaubat dengan Allah SWT secara sungguh-sungguh. Tidak dianjurkan Buya Yahya ketika bertaubat mengulangi kesalahan atau aturan dari Allah SWT. "Ingat dosa. Taubat tidak hanya sekali. Hari ini menyesal, besok bikin lagi,” tegasnya.
Pegertian Harta Haram : Yang dimaksud dengan harta haram adalah setiap harta yang didapatkan dari jalan yang dilarang syariat. Faktor Penyebab Akad Menjadi Tidak Sah Dan Hassilnya Merupakan Harta Haram, Faktor Penyebab Akad Menjadi Tidak Sah Dan Hassilnya Merupakan Harta Haram. Ada 3 faktor yang menyebabkan sebuah akad tidak sah sehingga hasilnya menjadi harta haram, yaitu: riba, gharar dan zhulm. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sebuah akad yang tidak mengandung unsur gharar, riba dan zhulm tidak mungkin diharamkan syariat.” Ibnu Utsaimin rahimahullah juga mengatakan, “Faktor penyebab muamalat diharamkan adalah riba, zhulm dan gharar“.
Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas pengertian faktor-faktor penyebab muamalat menjadi diharamkan.
1. Riba
Secara bahasa riba artinya bertambah, sedangkan menurut istilah riba adalah menambahkan beban kepada pihak yang berhutang, atau menambahkan takaran saat melakukan tukar-menukar 6 komoditi (yaitu emas, perak, gandum, sya’ir, kurma dan garam) dengan jenis yang sama, atau tukar-menukar emas dengan perak dan makanan dengan makanan dengan cara tidak tunai.
Riba terbagi menjadi :
Riba dain : riba yang objeknya adalah penambahan hutang. Riba ba’i : riba yang objeknya adalah akad jual-beli.
2. Gharar
Secara bahasa gharar berarti resiko, tipuan, dan menjatuhkan diri atau harta ke jurang kebinasaan. Secara istilah gharar adalah jual beli yang tidak jelas kesudahannya. Sebagian Ulama mendefinisikannya dengan jual-beli yang konsekuensinya antara ada dan tidak.
Jenis gharar yang diharamkan:
a. Nisbah (prosentase) gharar dalam akad itu besar
Jika nisbah (prosentase) gharar yang ada dalam sebuah akad sangat besar maka akad ini diharamkan. al-Bâji berkata, “Gharar dalam jumlah besar, yaitu rasionya dalam akad terlalu besar sehingga orang mengatakan bahwa jual-beli ini adalah jual-beli gharar.”
b. Keberadaan gharar dalam akad itu mendasar.
Jika keberadaan gharar dalam akad merupakan pokok dari akad tersebut, maka akad ini menjadi haram. Ibnu Qudâmah rahimahullah berkata, “Gharar yang terdapat pada akad yang statusnya sebagai pengikut dibolehkan … seperti: menjual kambing yang sedang menyusui (menjual susu dalam kantung susu hewan mengandung unsure gharar, akan tetapi dibolehkan karena statusnya hanyalah sebagai pengikut dalam transaksi), hewan ternak bunting (menjual janin di dalam perut induknya mengandung gharar, akan tetapi dibolehkan karena statusnya hanya sebagai pengikut dalam transaksi) … dan tidak boleh bila dijual terpisah (seperti menjual janin hewan ternak saja yang masih berada dalam perut induknya)“.
c. Akad yang mengandung gharar itu bukan termasuk akad yang dibutuhkan orang banyak.
Dibolehkan melakukan akad yang mengandung gharar jika akad tersebut dibutuhkan orang banyak, sedangkan jika sebaliknya maka akad menjadi haram. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Bila akad yang mengandung gharar sangat penting, bila dilarang akan sangat menyusahkan kehidupan manusia maka akadnya dibolehkan“.
d. Gharar yang terjadi pada akad jual-beli.
Boleh melakukan akad yang mengandung gharar jika akad tersebut terjadi pada hibah/wasiat, sedangkan untuk akad-jual beli hukumnya dilarang.
3. Zhalim
Zhulm berasal dari bahasa Arab yang berarti menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dalam bahasa Indonesia biasa diterjemahkan dengan berbuat zhalim. Menurut istilah zalim berarti mengerjakan larangan serta meninggalkan perintah Allâh Azza wa Jalla . Dengan pengertian ini, maka setiap perbuatan yang melampaui ketentuan syariat adalah perbuatan zhalim yang diharamkan, baik dengan cara menambah atau mengurangi.
Penggunaan Harta Haram
Jika seseorang mengetahui dan menyadari bahwa tenyata pada sebagain hartanya ada harta haram maka yang harus kita lakukan adalah bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla . Untuk menyempurnakan taubatnya hendaklah ia mengeluarkan seluruh harta haram tersebut karena hakikatnya harta haram bukan miliknya.
Al-Ghazali rahimahullah berkata dan dinukil oleh Imam Nawawi rahimahullah bahwa itu merupakan pendapat Ulama Syâfi’iyyah, “Barangsiapa hanya memegang harta haram, maka ia tidak ada kewajiban berhaji, tidak ada kewajiban membayar kafarat karena ia diangggap tidak memiliki harta, tidak wajib zakat, karena zakat dikeluarkan dari 1/40 harta, sedangkan pemegang harta haram wajib mengeluarkan seluruh harta haram dengan cara dikembalikan kepada pemiliknya jika diketahui keberadaannya atau dibagikan kepada fakir miskin jika pemiliknya tidak diketahui.”
Tata Cara Bertaubat Dari Harta Haram
Berikut ini rincian cara bertaubat dari harta haram:
1. Cara Bertaubat Dari Harta Haram Yang Merupakan Hasil Dari Muamalat Yang Dilakukan Tanpa Saling Ridha Dan Keberadaan Pemiliknya Yang Sah Masih Diketahui
Cara bertaubat dari barang atau uang hasil muamalat jenis ini adalah dengan cara mengembalikan barang atau uang kepada pemiliknya. Berdasarkan uraian ini, maka uang hasil korupsi wajib dikembalikan kepada pihak yang dirugikan, uang hasil jual-beli dengan cara penipuan wajib dikembalikan selisih antara harga normal dengan harga yang dijual kepada pembelinya, begitu juga dengan jual-beli barang dengan cara terpaksa.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عَلَى الْيَدِ مَا أَخَذَتْ حَتَّى تُؤَدِّيَ
Tangan yang mengambil barang orang dengan cara yang tidak diridhainya wajib menanggung barang tersebut hingga dikembalikan kepada pemiliknya. (HR. Ahmad. Menurut al-Arnauth derajat hadis ini Hasan lighairihi)
Barang atau uang yang didapat dengan muamalat tanpa saling ridha wajib dikembalikan jika diketahui pemiliknya dan masih ada barangnya serta belum terjadi perubahan pada bentuk fisiknya.
Jika barang atau uang tersebut lenyap sama sekali, maka untuk kesempurnaan taubatnya dia harus menggantinya atau meminta pemilik hak merelakannya.
.Jika terjadi perubahan pada barang, maka perubahan itu terjadi dalam beberapa bentuk :
a.Perubahan yang menyebabkan nilai barang menjadi berkurang.
Pada kondisi ini orang yang berbuat dosa tadi hendaknya menyerahkan barang yang telah berubah nilainya itu serta memberikan ganti rugi sesuai dengan kekurangan atau penyusutan nilai barang tersebut.
b.Perubahan yang menyebabkan nilai barang menjadi bertambah, seperti kambing menjadi lebih gemuk atau beranak.
Pada kondisi ini, menurut salah satu pendapat dalam mazhab Hambali bahwa nilai tambah dari barang tersebut adalah milik kedua belah pihak yang harus dibagi rata. Pendapat ini lebih adil.
Jika terjadi perubahan pada uang, maka perubahan itu ada dua macam :
a.Jumlah uangnya berkurang.
Dalam kondisi ini, pelaku kezhaliman berkewajiban menambahnya atau meminta keikhlasan pihak yang dirugikan.
b. Jumlah uangnya bertambah, disebabkan pemilik yang tidak sah ini mengembangkannya dalam bentuk usaha, seperti seorang koruptor menginvestasikan uang hasil korupsinya dan mendapatkan laba yang banyak. Pada saat dia bertaubat, apakah modal dan keuntungan semuanya diserahkan kepada pemilik yang yang sah ?
Dalam hal ini sebagian Ulama berpendapat bahwa modal dikembalikan kepada pemilik yang sah. Adapun keuntungan dibagi dua antara pemilik yang sah dan pengembang. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah dan Ibnu Qayyim rahimahullah.
Pendapat ini berdalil dengan kisah mudhârabah antara Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma dengan modal harta negara yang dititipkan oleh Abu Musa al Asy’ari Radhiyallahu anhu.
Dari atsar ini dapat diambil hukum bahwa keuntungan dari usaha yang modalnya berasal dari harta milik orang lain merupakan milik bersama antara pemilik modal yang sah dan pengembang modal yang keberadaan modal di tangannya tidak sah.
Harta Haram Dari Hasil Muamalat Yang Tidak Saling Ridha dan Tidak Diketahui Keberadaan Rekan Transaksinya
Harta haram yang didapat dengan jalan tidak saling ridha antara dua orang yang bertransaksi dan tidak diketahui lagi keberadaan rekan transaksinya, serta tidak memungkinkan untuk mengembalikan barang atau uang kepada pemiliknya yang sah, maka untuk kesempurnaan taubat pemegang harta haram ini hendaklah menyedekahkan barang atau uang itu kepada para fakir-miskin, atau untuk pembangunan fasilitas umum dan untuk kemaslahatan lainnya. Dengan syarat sedekah diniatkan atas nama pemilik barang atau uang yang sah. Jika nanti di kemudian hari pemiliknya diketahui hendaklah ia memberikan pilihan kepadanya antara rela dengan uangnya yang telah disedekahkan atau ia menggantinya dan sedekah berubah menjadi miliknya (atas namanya).
Pendapat ini berdasarkan atsar dari Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu bahwa ia membeli seorang budak. Lalu Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu membawa budak itu masuk ke rumah, kemudian ia menimbang uang emas sebagai harga budak tersebut.
Pada saat Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu keluar untuk menyerahkan uang kepada penjual budak, ia sudah tidak menemukan lagi penjual budak itu. Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu berusaha mencari serta menunggu penjual budak selama setahun. Setelah satu tahun berlalu, ia tidak juga menemukannya. Lalu ia sedekahkan uang harga budak itu seraya berkata, “Ya Allâh , sedekah ini atas nama pemilik budak, jika nanti dia datang maka akan aku beri dia pilihan antara sedekah tetap menjdi miliknya atau menjadi milikku dan aku ganti uangnya“. (HR. Bukhari).
2. Cara Bertaubat dari Harta Haram Hasil Muamalat yang Dilakukan atas Dasar Saling Ridha
Orang yang mendapatkan barang atau uang hasil muamalat atas dasar saling ridha, tetapi bentuk muamalatnya diharamkan Allâh Azza wa Jalla , seperti pemberi dan pemakan harta riba saling ridha dalam akad riba yang mereka lakukan; Atau dua orang yang mengadu nasib dalam perjudian (akad gharar) saling ridha apapun yang terjadi; Atau dua orang yang saling ridha melakukan transaksi sogok-menyogok; Atau dua orang yang saling ridha melakukan jual-beli benda-benda najis atau yang diharamkan. Para pelaku muamalat haram ini terkadang tidak tahu bahwa muamalat yang dia lakukan hukumnya haram, dan terkadang ia tahu, tetapi sengaja ia langgar.
a. Untuk orang yang tidak tahu bahwa muamalat yang dia lakukan hukumnya adalah haram, maka cara bertaubatnya saat ia mengetahui muamalat ini diharamkan adalah ia wajib berhenti dan tidak mengambil barang atau uang yang belum diserahkan rekan transaksi kepadanya bahwa pada.
Adapun barang atau uang yang telah diterima dan telah digunakannya selama ini adalah miliknya dan ia tidak berdosa karena ia tidak mengetahui hukumnya dan semoga Allâh mengampuni kelalaiannya.
Allâh telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu ia berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah Swt (Al-Baqarah/2:275)
Ayat ini menjelaskan bahwa harta hasil riba yang telah diterima dan telah digunakan sebelum riba diharamkan tetap menjadi milik yang menerima. Dan hukum orang yang tidak tahu bahwa hukum riba adalah haram sama dengan orang yang belum diturunkan kepadanya ayat yang melarang riba.
Maka secara implisit ayat ini berarti bahwa harta riba yang belum diterimanya tidak halal lagi semenjak larangan turun atau semenjak ia mengetahui hukumnya adalah haram.
b. Orang yang Tahu Bahwa Muamalat yang Ia Lakukan Hukumnya Haram
Untuk orang yang mengetahui bahwa muamalat yang dia lakukan hukumnya haram namun sengaja ia langgar, maka cara bertaubat dari barang atau uang hasil muamalat jenis ini adalah dengan cara tidak mengambil barang atau uang yang belum diserahkan lawan transaksi kepadanya.
Adapun barang atau uang yang telah diterima atau yang telah habis digunakan maka ia wajib memperkirakan nilainya dan menggantinya, lalu disedekahkan untuk fakir miskin atau kepentingan fasilitas umum, atau untuk baitul maal (kas negara) dalam rangka membersihkan dirinya dari dosa harta haram dan bukan disedekahkan atas nama orang yang memberikannya. Karena status harta tersebut bukan lagi milik si pemberinya. Status baru ini berlaku sejak ia memberikannya dengan suka-rela atas imbalan yang dia dapatkan, meskipun imbalan tersebut hukumnya haram.
Ini berdasarkan atsar dari Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu bahwa ia juga pernah menyita harta para gubernurnya yang dianggap haram lalu ia masukkan ke baitul maal.
Ini menunjukkan bahwa harta haram dimasukkan ke baitul mal yang akan digunakan untuk kemaslahatan umat.
Dan juga boleh diberikan kepada fakir miskin berdasarkan atsar yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu tentang sedekahnya dari harta haram.
Namun, jika kondisi penerima harta haram yang didapat dari transaksi haram yang berdasarkan asas saling ridha adalah seorang fakir miskin maka ia boleh mengambilnya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, hingga ia mendapatkan harta yang halal.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Bila harta haram diberikan kepada orang miskin, maka harta itu tidak menjadi haram lagi di tangannya. Status harta itu ditangannya halal lagi baik. Dan jika pemegang harta haram adalah seorang yang miskin maka ia boleh mensedekahkan harta tersebut untuk dirinya dan juga keluarganya, karena pada diri mereka juga terdapat status kemiskinan, bahkan mereka lebih pantas untuk mendapat harta tersebut“.
Ibnu Maudûd berkata, “Harta haram haruslah disedekahkan, jika ia gunakan untuk keperluan pribadinya dan dia adalah orang kaya ia mesti bersedekah dengan sejumlah harta tersebut, dan jika dia adalah orang miskin maka ia tidak perlu bersedekah.”
Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata, “Barangsiapa mendapatkan harta melalui usaha yang haram dan diserahkan dengan hati rela oleh orang yang memberinya, seperti uang hasil menjual arak, uang hasil perzinahan dan upah meramal nasib maka pendapat Ibnu Taimiyah rahimahullah adalah jika dia tidak mengetahui hukum transaksi tersebut haram saat melakukannya, kemudian ia tahu hukumnya haram dan bertaubat maka harta itu halal dimakannya.
Tetapi, jika ia tahu bahwa hukumnya haram sejak awal transaksi kemudian dia bertaubat maka hendaklah ia mensedekahkan harta tersebut, dan harta itu halal bagi orang miskin yang menerima sedekahnya … Dan jika dia sendiri berstatus fakir miskin maka ia boleh mengambil sekedar menutupi kebutuhan pokoknya.”
Ibnu Rajab berkata, “Harta yang harus disedekahkan karena pemiliknya tidak diketahui, seperti harta perampokan dan titipan … menurut qadhi Abu Ya’la boleh dimakan jika pemegang harta tersebut adalah seorang fakir miskin.”
Demikian uraian singkat tentang harta haram, penggunaannya dan cara bertaubat darinya. Semoga Allah SWT menjadikan tulisan ringkas ini bermanfaat bagi kita semua.
Cara Taubat Dari Harta Syubhat Atau Haram, Cara Taubat Dari Harta Syubhat Atau Haram. Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang cara taubat dari harta syubhat atau haram.
Semoga Allah Swt selalu menjaga ustadz dan keluarga. Saya mau bertanya ustadz. Ustadz, Saya (suami) sudah pensiun dari PNS, dan ada pendapatan yang syubhat, Bagaimana cara bertaubat dari hal ini? Dan kami lupa apakah dulu sudah tahu sebelumnya, yang jelas setelah kami mengenal sunnah kami sangat takut ya Ustadz. Dan kami pernah mendengar harus dikeluarkan 1/3 dari harta yang ada. Dan kemana kami salurkan? mohon penjelasan dan nasehatnya Ustadz. Jazakallahu khayron , baarakallaahu fiik.
Jawaban :
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.
Semoga Allah selalu berikan hidayah dan rahmatNya di dalam kehidupan kita semua.
Sebelumnya, kami sangat senang dengan keadaan anda, dengan Allah berikan hidayah dan kesempatan untuk terus memperbaiki diri. Bila taubat dilakukan dengan benar dan bersungguh sungguh, maka Allah telah berikan kabar gembira kepada anda dan kita semua yang mau selalu bertaubat dari setiap dosa yang di lakukan, sebagaimana firman Allah ta’ala
“Kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
“Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun.” (Qs. Maryam : 60 )
Dari Abu ‘Ubaidah bin Abdullah, dari ayahnya radhiyallahu ‘anhuma dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ
“Orang yang bertaubat dari dosa, bagaikan seorang yang tidak berdosa.” (HR. Ibnu Majah : 4240 )
Terkait dengan bertaubat dari harta syubhat, selama kasus kejadian telah berlalu, maka cukup dengan banyak bertaubat kepada Allah ta’ala. Selama tidak ada keterkaitan dengan kezaliman yang di lakukan kepada hak manusia yang terampas, setahu kami cukup dengan banyak bertaubat dan mencoba melakukan kebaikan yang bisa di jalankan, baik kebaikan berupa harta ataupun kabaikan berupa amal ibadah.
Bila dengan harta bisa di lakukan dengan cara bershadaqah, berinfak di jalan Allah, atau berbagi kepada manusia bisa di jalankan maka lakukanlah. Tanpa harus membatasi dengan ukuran tertentu selama tidak ada dalil yang menyuruh kita memberikan batasan maksimal atau minimal. Dengan kebaikan yang bisa kita lakukan, insyaallah akan dapat menghapuskan kesalahan yang pernah di jalankan dan memupuk pahala dari kesempatan Allah kepada kita yang bisa di lakukan. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,”
اتق الله حيثما كنت ، وأتبع السيئة الحسنة تمحها، وخالق الناس بخلق حسن
“Bertakwalah kepada Allah di manapun anda berada. Iringilah perbuatan dosa dengan amal kebaikan, karena kebaikan itu dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik” (HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987, ia berkata: ‘hadits ini hasan shahih).
Namun, bila harta syubhat atau haram tersebut dari hasil mengambil hak orang lain, misal mencuri dan semisalnya, maka menjadi kewajiban untuk mengembalikan harta tersebut, sebagai wujud dari taubat nasuha. Begitupula bila harta yang terambil dari harta muamalah riba, billa mungkin kita kembalikan bunga/riba yang telah terambil. Sebagaimana firman Allah ta’ala,”
وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
“Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
(QS. Al-baqoroh 279)
Namun bila tidak memungkinkan untuk diberikan, karena banyaknya orang/tidak jelas, maka cukup dengan bertaubat dan melakukan yang bisa di kerjakan dari kebaikan, dengan amal shalih atau dengan berinfak dari sebagian harta yang di dapat, tanpa ada pembatasan berapa harta yang akan diberikan. Semoga Allah Swt berikan kepada kita pintu ampunan dan surgaNya.
Beginilah Cara Membersihkan Harta, Sahabat, herankah melihat orang yang memakai baju sama terus-terusan, berhari-hari, berbulan-bulan, tanpa pernah dicuci? Sekalipun orang tersebut tak berkeringat dan tak bermandikan debu, tetap saja pakaiannya perlu dibersihkan bukan?
Atau, merasa risihkah jika gigi kita tak pernah dibersihkan selama berhari-hari apalagi sampai hitungan bulan? Tentu saja kita akan merasa tak nyaman.
Bahkan usus yang tak terlihat pun perlu dibersihkan agar pencernaan lancar! Saluran pembuluh darah pun perlu dibersihkan agar tak tersumbat.
Bahkan selembar karpet di ruang ber-AC pun perlu disikat dan dibersihkan agar tidak gatal dan menyimpan penyakit.
Maka demikian pulalah kondisi harta kita. Meskipun kita mendapatkan harta tersebut dengan jalan yang halal, tetap saja perlu dibersihkan untuk memastikan keberkahannya!
Pertanyaan selanjutnya, bagaimanakah cara untuk membersihkan harta? Berikut ini beberapa petunjuk Allah maupun sabda Rasulullah mengenai cara membersihkan harta:
1. Mengeluarkan Zakat
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan (yakni membersihkan dari kekikiran dan cinta yang berlebihan terhadap harta benda) dan mensucikan (yakni menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati dan memperkembangkan harta benda) mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Taubah: 103)
Zakat merupakan “sedekah wajib” yang harus dikeluarkan dari keseluruhan harta kita dengan adanya syarat dan perhitungan jumlah tertentu.
Harta yang tak dikeluarkan zakatnya ibarat rumah yang tak dibersihkan. Tentu banyak debu, kotoran, juga kuman yang pada akhirnya bisa membawa penyakit pada para penghuni rumah.
Tidak ingin harta kita menyimpan kotoran? Maka keluarkanlah zakatnya! Minta bantuan orang atau lembaga zakat untuk menghitung berapa jumlah zakat yang harus kita bayarkan dan salurkan untuk orang-orang yang berhak menerimanya!
2. Memberi sedekah
Cara lain untuk membersihkan harta kita adalah dengan memberikan sedekah pada karib kerabat, anak yatim yang masih ada hubungan kekerabatan, tetangga, dan orang-orang yang menyimpan keutamaan jika kita bersedekah untuk mereka.
Sesungguhnya sedekah bisa membersihkan harta dan juga jiwa dari dosa-dosa yang pernah kita lakukan.
“Sedekah itu menghapuskan dosa seperti air memadamkan api.”(HR At-Tirmidzi)
Sekalipun harta yang kita dapatkan berasal dari sumber yang halal, tetap perlu mengeluarkan sedekah untuk membersihkannya dan membuatnya lebih berkah dan berlimpah.
3. Tidak mencampuradukkan harta yang halal dan haram
“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim no. 224)
Sahabat, pernahkah melihat makanan yang telah masuk ke dalam tong sampah, kemudian diambil kembali dan dicampur dengan makanan bersih yang tersaji di atas meja makan? Sudikah kita memakan sajian tersebut?
Mungkin hanya orang kurang akal saja yang mau memakannya. Akan tetapi di zaman sekarang ini kita bisa menemukan banyak orang kurang akal yang mencampuradukkan harta halal dengan harta haram. Dengan demikian harta yang dimilikinya menjadi penuh kotoran.
Mereka tidak menyadari bahwa membeli makanan dari harta haram dan kemudian menelan makanan tersebut, sama saja menumbuhkan daging dan darah dari barang haram. Hal inilah yang kemudian bisa membentuk sifat dan wataknya menjadi buruk. Bahkan berdoa pada Allah pun akan sulit terkabul.
Mengapakah ada orang yang begitu bangga dengan harta dari sumber haram, yang kemudian dipergunakannya untuk beribadah, entah itu haji, umroh, sedekah, padahal ibadah tersebut sangat mungkin tidak diterima Allah.
“Sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (halal).” (HR. Muslim no. 1015)
Jika Mengharapkan Harta yang Bersih Jangan Dicampur dengan yang Haram
Oleh sebab itu, jika kita mengharapkan harta bersih, jangan pernah mencampurkan sumber harta yang halal dengan yang haram.
Sekali lagi jangan pergunakan harta haram untuk menyuapi keluarga dan anak kita makanan, atau membelikan pakaian dan membangunkan rumah untuk mereka. Baik harta yang berasal dari riba, korupsi, perjudian, hasil kedzoliman, dan sumber haram lainnya.
Bahkan ada sebagian ulama, terutama ulama kerajaan Saudi Arabia yang melarang harta haram digunakan untuk sedekah pembangunan masjid.
Sebaiknya harta haram tersebut disalurkan pada orang miskin dan kaum dhuafa lainnya, atau juga untuk jihad fi sabilillah, demikian pendapat Ibnu Taimiyah.
Sahabat, kebersihan harta sungguh salah satu hal penting dalam hidup kita. Sebagaimana kita menginginkan pakaian yang bersih, organ tubuh yang bersih, seharusnya begitu pulalah kita menginginkan harta yang bersih agar jiwa kita sehat.
Semoga Allah memberi keberkahan pada hambaNya yang senantiasa berusaha membersihkan harta dan jiwa. Sesungguhnya Allah mencintai orang yang membersihkan diri.
Do'a Menghilangkan Rasa Sakit Seperti yang Diajarkan Nabi Muhammad SAW, Kita semua selalu ingin memiliki tubuh yang sehat setiap hari. Akan tetapi, tentu saja kita takkan pernah tahu kapan penyakit datang kepada kita. Apakah ada doa menghilangkan rasa sakit, Kadangkala rasa sakit itu juga tidak merata ke seluruh tubuh. Suatu kecelakaan bisa menyebabkan bagian tubuh kita keseleo dan lain sebagainya.
Kalau ini terjadi, produktifitas kita jadi terhambat. Jangan khawatir, ada tuntunan doa nabi Muhammad SAW yang dapat menyembuhkan bagian tubuh yang sakit. Berikut doa menghilangkan rasa sakit seperti yang diajarkan Rasulullah. Letakkan tanganmu pada tempat yang sakit dan bacalah Bismillah tiga kali, lalu lafalkan:
“A’uudzu billahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadziru” (Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaanNya dari keburukan yang sedang aku rasakan dan yang aku khawatirkan)” (HR. Muslim).
Doa tersebut awalnya diajarkan Nabi Muhammad SAW kepada sahabat nabi kemudian sahabat nabi mengajarkannya kepada sahabat-sahabat yang lain. Ajaran doa tersebut awalnya diberikan kepada Utsman bin Al Ash r.a yang mengeluh karena merasa sakit di salah satu bagian tubuhnya.
Nabi Muhammad kemudian mengajarkan doa tersebut. Ustman bin Al Ash kemudian dituntun untuk meletakkan tangannya ke area yang sakit. Kemudian dia membimbing sahabat nabi tersebut membaca bismillah tiga kali disertai doa di atas sebanyak tujuh kali. Hasilnya, rasa sakit Utsman bin Al Ash itu pun hilang.
"La Syafi Illa Anta, tiada Tuhan yang berhak menyembuhkan kecuali Enkau (Allah SWT)".
Selain doa-doa tersebut di atas, ada beragam doa lainnya yang dapat menyembuhkan bagian tubuh yang sakit. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan Surat An-Nas dapat menyembuhkan seluruh bagian tubuh yang sakit mulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Baca ketiga surat tersebut tiga kali dengan tangan dalam posisi orang berdoa seperti biasa, kemudian usapkan kedua tangan ke area wajah, tubuh, dan kepala yang merasakan sakit.
Di samping itu, ada sebuah kisah yang tertulis dalam kitab Shahih Bukhari-Muslim, kitab Sunan Abu Dawud dan kitab-kitab lainnya, dari Aisyah RA, Nabi Muhammad SAW apabila ada seseorang yang mengadu tentang penyakit atau luka, Rasulullah bersabda sambil meletakkan jarinya. Sufyan bin Uyanah mengatakan, Rasulullah menancapkan jari telunjuknya ke tanah dan mengucapkan doa berikut ini.
Latin: Bismi laahi turbatu ardlinaa biriiqati ba'dlinaa yusfaa bi hii saqiimunaa bi idzni rabbinaa.
Artinya: Dengan menyebut nama Allah, debu bumi dengan sebagian ludah kami, dengannya orang sakit di antara kami akan sembuh dengan izin Tuhan kami. Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan doa perlindungan untuk sebagian keluarganya, beliau mengusap tangan kanan dan membaca surat berikut ini:
Artinya: Ya Allah, Tuhan manusia, hilangkan lah penyakit ini, sembuhkan lah. Engkau lah Maha Penyembuh, tidak ada kesembuhan selain kesembuhan-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.
Allah SWT berfirman: “Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh, dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir,” (Al-Baqarah ayat 17).
Demikianlah kondisi orang yang hatinya dipenuhi penyakit, akhirnya mempengaruhi mentalitas mereka, serta menyebabka kepanikan mental.
Kepanikan mental adalah munculnya perilaku ketakutan yang luar biasa, sehingga mereka melakukan hal-hal yang dapat mengurangi rasa takutnya walau hanya hal itu tidak menjadi solusi.
Ibarat orang tenggelam atau hanyut di sungai, maka dia akan menjadikan rumput sebagai pegangan, dengan harapan dapat menyelamatkan dari hanyut tersebut.
Allah Swt menyebutkan kondisi orang munafik, yang dimana pun tempatnya selalu mencari keuntungan dengan cara yang tidak baik, akhirnya semua orang mengetahui nya, maka mereka akan merasakan ketakutan dan tidak ada tempat untuk berlindung sedikitpun. Sehingga dalam surat at-Taubah mereka disebutkan, andaikan ada lubang, atau goa yang sempit akan mereka gunakan untuk bersembunyi dan berlindung.
Dalam ayat tersebut Allah membuat permisalan kondisi orang munafik seperti dalam ketakutan hujan lebat, ada kilat dan guruh. Sehingga mereka benar-benar panik dan sangat panik. Bahkan mereka menjadikan kilat sebagai penerang jalan mereka, sedangkan kilat hanya sebentar saja, akan gelap lagi.
Jika dalam diri manusia sering terjadi kondisi seperti ini, kepanikan dan ketakutan, dia merasa semua orang menyinggung nya, tidak bersahabat denganya, karena dia mengetahui prilakunya sendiri maka inilah kepanikan mental, disebabkan penyakit hati nifak.
Inilah bedanya dengan orang beriman yang hatinya tenang dan penuh kelapangan, pandanganya selalu positif, sehingga mereka berjalan seperti dibawah lentera yang terang. Mereka seakan tidak memiliki musuh, walay senyatanya banyak yang tidak suka dengan kebaikan nya, tetapi mereka mengedepankan Ihsan, membalas keburukan dengan kebaikan.
Dalam realitas kehidupan saat ini, banyak orang-orang yang mengalami kondisi kepanikan ini, mereka hanya menjadi kutuloncat peradaban, loncat sana sini untuk mendapatkan keuntungan tanpa memberi manfaat. Mereka nempel kepada pejabat untuk mendapatkan keuntungan proyek yang seharusnya mereka tak layak mendapatkan nya. Para pejabat pun menempel kepenguasa untuk mempertahankan jabatanya dengan segala cara. Selalu seperti itu, akhirnya mereka pada satu titik tak ada satupun orang yang dapat dia tempeli, akhirnya kesulitan demi kesulitan yang dia alami.
Stanley Cohen mengatakan bahwa kepanikan moral terjadi ketika “suatu kondisi, situasi, orang, atau sekelompok orang, muncul dan didefinisikan sebagai ancaman bagi nilai atau kepentingan masyarakat.”
Dengan kondisi ini orang yang mental panic, akan terbawa keadaan, apalagi kondisi media sosial, yang selalu menampakkan berita negatif, sehingga yang muncul ketakutan luar biasa. Apalagi ketakutan akan dunia, ketakutan akan kematian dan lain sebagainya.
Orang beriman apapun keadaannya akan selalu tenang, dia seperti batu permata, walau jatuh di lumpur, dia akan tetap menajdi permata indah. Kondisi luar tidak mempengaruhi dirinya, karena dia fokus pada Allah SWT.
Dalam dunia yang menampakkan ketakutan dan kekhwatiran orang beriman tak memiliki rasa takut dan khawatir, karena mereka selalu ingat Allah dalam hidupnya. Mereka yakin Allah akan menolong dan membimbingnya dalam menjalankan setiap kondisi kehidupan.
Insan profetis adalah mereka yang tidak pernah panik, mereka adalah insan yang mengedepankan jiwa ketenangan, sehingga fikiran jernih yang hadir dalam setiap keadaan. Mereka tidak memiliki kekhwatiran karena hidup mereka dipenuhi kebaikan, mereka selalu memberikan sesuatu yang bermanfaat, maka tidak pernah mengalami kepanikan mental.
Insan profetis juga senantiasa berfikir positif terhadap setiap keadaan, mengambil hikmah dari segala peristiwa, sehingga menjadi ilmu pengetahuan baru pada dirinya. Segala keburukan peristiwa tidak mempengaruhi kejiwaan mereka, karena mereka memiliki standar kebenaran yang harus diikuti.
Insan profetis selalu menebarkan kebaikan, serta memberikan informasi yang meneduhkan dan membangun optimisme manusia. Mereka memiliki filter iman yang kuat, sehingga hanya kebaikan yang masuk dalm dirinya.
Banyak kebaikan yang agama Islam ajarkan kepada pemeluknya. Satu di antara yang sangat bermanfaat bagi kehidupan adalah cara untuk berhemat. Seperti pepatah mengatakan, 'rajin pangkal pandai dan hemat pangkal kaya', seperti itulah kehidupan ini berjalan. Makin Anda berhemat, makin banyak pula simpanan yang Anda miliki. Allah SWT tidak menyukai hamba-Nya yang menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tidak penting dan cenderung menimbulkan kerugian.
Di sisi lain, di dunia modern ini banyak godaan yang bisa menghalangi Anda untuk menerapkan gaya hidup hemat sehingga Anda perlu memiliki keteguhan serta kesungguhan hati agar bisa tahan rayuan serta berhemat. Saat berhemat, umat Islam didorong untuk menabung, dengan harapan agar kehidupan di masa depan bisa lebih terjamin dan jauh dari kekurangan. Ada beberapa cara yang Islam ajarkan untuk melakukan hidup hemat pada umatnya dan mengeluarkan uang hanya di saat perlu, serta menjauhkan dari nafsu belaka. Berikut tujuh cara terbaik berhemat menurut Islam, yang bisa Anda jadikan sebagai panduannya sbb ini ;
1. Berpuasa
Puasa adalah satu di antara cara yang Islam rekomendasikan bagi pemeluknya agar berhemat dalam pengeluaran. Saat berpuasa, Anda dapat menghemat pengeluaran yang biasa Anda keluarkan untuk membeli makanan. Selain bisa membuat pengeluaran Anda menjadi lebih hemat, berpuasa juga memiliki makna, satu di antaranya sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Bijak dalam Berbelanja
Satu di antara dari banyak hal yang menyebabkan seseorang kesulitan untuk berhemat adalah tidak bisa membedakan mana barang yang ingin dibeli dan yang tidak perlu dibeli. Keduanya tentu sangat berbeda. Di sisi lain, Allah Swt tidak menyukai hamba-Nya yang menghambur-hamburkan harta atau uangnya untuk membeli suatu hal yang tidak diperlukan. Itulah mengapa, Anda harus bisa membedakan mana yang kebutuhan dan mana yang sekadar keinginan.
3. Menerapkan Pola Hidup Sederhana
Ada istilah yang menyatakan bahwa makin besar penghasilan yang Anda dapatkan maka akan makin besar pula kebutuhan yang harus dipenuhi. Hal tersebut merupakan sifat alamiah manusia, yang tidak pernah puas dengan apa yang telah dicapai. Hal tesebut bisa membawa Anda kepada sifat negatif berupaka keserakahan yang tidak dibenarkan dalam agama Islam. Hiduplah sederhana agar Anda berhemat sehingga bisa mampu menabung lebih banyak untuk masa depan diri dan keturunan Anda.
4. Buat Anggaran Belanja
Buatlah catatan yang berisikan daftar belanjaan setiap bulan, seperti alat mandi, bahan masakan, pulsa, dan listrik beserta dengan bujet yang diperlukan. Anda juga bisa menyisipkan bujet untuk kebutuhan mendesak. Hal yang perlu diperhatikan adalah jangan memasukan sesuatu yang sifatnya hanya keinginan nafsu semata. Utamakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menerapkan pencatatatn daftar tersebut, Anda akan lebih berhemat dalam pengeluaran serta lebih mudah untuk menabung.
5. Hindari Utang
Utang atau meminjam uang kepada orang lain memang bukan perbuatan dosa atau dilarang oleh agama. Akan tetapi, kebiasaan tersebut akan menghambat Anda untuk hidup hemat. Berutang seperti candu karena bisa jadi merupakan satu di antara solusi untuk Anda saat menginginkan membeli suatu barang, namun tidak memiliki uang. Efeknya adalah ketika waktu pembayaran tiba, Anda harus menyisihkan anggaran bulanan untuk membayar utang tersebut dan berimbas pada sulitnya untuk menghemat pengeluaran.
6. Disiplin dan Menguatkan Niat
Mempraktikan hidup berhemat memang tidak mudah, ada saja hal yang menghalangi Anda untuk menerapkan pola hidup hemat.Oleh karena itu, teguhkan hati dan kuatkan niat yang Anda miliki untuk mendisiplinkan diri dalam menjalani hidup yang hemat agar tidak sembarangan membelanjakan barang yang tidak terlalu dibutuhkan manfaatnya.
7. Menabung
Setelah mengatur berbagai pengeluaran bulanan dengan membuat daftar, tabunglah sisa bujet yang Anda miliki. Dengan menabung, simpanan Anda akan bertambah dan bisa digunakan untuk berbagai kebutuhan yang tak terduga. Menabung akan membuat masa depan Anda menjadi lebih terjamin karena banyak hal yang tidak Anda ketahui mengenai apa yang Anda butuhkan di masa yang akan datang.
Percaya pada Allah Swt, Cara Mengatasi Kecemasan akan Masa Depan. Kekhawatiran akan masa depan bisa membuat manusia lupa berkah masa kini.Saat masih anak-anak, kita khawatir tentang waktu tidur dan monster yang mungkin menunggu kita dalam gelap. Sebagai remaja, muncul kekhawatiran akan pekerjaan dan pernikahan. Setelah dewasa, terpikirkan hal-hal seperti kemiskinan, penyakit, dan yang lain.
Khawatir tentang masa depan adalah sesuatu yang hampir semua orang lakukan. Namun tidak peduli berapa banyak asuransi yang dibeli dengan tujuan melindungi diri dari apa yang akan datang, manusia tidak dapat mengubah kehendak Allah SWT untuk masa depan.
Nabi Muhammad SAW juga tidak bisa mengetahui masa depannya atau mengubahnya. Allah SWT berfirman dalam Alquran QS Al-A'raf ayat 188, "Katakanlah (hai Muhammad), "aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".
Di balik kekhawatiran-kekhawatiran itu, seharusnya manusia memahami jika setan kerap memanfaatkannya. Seperti Nabi Muhammad, umat-Nya juga tidak memiliki kuasa atas apa yang terjadi di masa depan. Ketika manusia membebani pikirannya tentang hari esok, bisa jadi manusia menjadi mangsa salah satu trik setan.
Allah SWT memberi tahu dalam Alquran QS Al-Baqarah ayat 268, "Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui".
Seringkali, cara ini adalah trik yang efektif. Berapa banyak yang telah melakukan perbuatan haram karena takut akan kemiskinan, sementara ketakutan itu sama artinya dengan kehilangan kesempatan untuk percaya kepada Allah SWT?
Berapa banyak manusia yang menjadi kikir karena mereka takut akan malapetaka, sementara pikiran itu menghilangkan kesempatan untuk Allah SWT ganti berkali-kali karena telah berbagi dalam amal? Berapa banyak yang menjadi frustrasi dan kecewa dengan mencoba memaksakan hasil di masa depan yang tidak tertulis, sementara kehilangan berkat saat ini?
Kekhawatiran yang ada pada manusia sama saja dengan meremehkan kebijaksanaan dan kemampuan Allah SWT untuk menyediakan masa depan. Jika umat Muslim harus khawatir tentang masa depan, Hari Penghakiman adalah satu-satunya masa depan yang kita tahu pasti dan layak untuk dicemaskan.
Manusia bisa berusaha mencegah hasil yang buruk dengan mengambil tindakan saat ini. Takutlah akan hukuman Allah dan tinggalkan urusan masa depan kehidupan sesuai atas kehendak Allah SWT. Yang bisa manusia lakukan saat ini hanyalah bersiap dan biarkan mengalir seperti yang telah ditetapkan. Namun, bukan berarti pula menusia berpasrah tanpa berusaha.
Berusaha mencari cara adalah bagian dari kehidupan. Seperti yang kita lihat dalam hadits riwayat Tirmidzi berikut : "Suatu hari Nabi Muhammad melihat seorang Badui meninggalkan untanya tanpa mengikatnya. Nabi lantas bertanya kepada orang Badui itu: 'Mengapa kamu tidak mengikat unta kamu?' Orang Badui itu menjawab: 'Saya menaruh kepercayaan pada Allah'. Nabi kemudian berkata: Ikatkan unta Anda terlebih dahulu, kemudian taruh kepercayaan Anda kepada Allah".
Dalam hidup, manusia harus mencari cara memudahkan kehidupan. Meninggalkan masa depan bukan berarti tidak melindungi diri sendiri dari bahaya kehilangan milik kita.
Ketika manusia menyibukkan pikiran dengan masa depan, terkadang membuat kita melupakan kebijaksanaan dan kemampuan tertinggi Allah SWT. Manusia jadi merindukan berkah masa kini; membuang-buang waktu, dan kehilangan kesempatan mempersiapkan akhirat.
Manusia Selalu Merasa Kurang, Apa Nasihat Rasulullah Muhammad SAW, Manusia sering kali merasa kurang dengan harta atau apa pun yang telah dimiliki. Inginnya memiliki lebih dari yang sudah ada. Punya satu, ingin punya dua. Punya dua, ingin punya tiga. Begitu seterusnya. Saking ambisiusnya mendapatkan lebih dari yang telah ada, sampai lupa diri dan lupa daratan, bahkan lupa Allah Swt. Terlalu sibuk mencari, mengejar, dan menginginkan lebih dari yang dimiliki, bahkan untuk sesuatu yang bukan kebutuhan, hingga lupa bersyukur kepada Allah Swt dan berbagi dengan sesama.
Nabi menggambarkan manusia seperti itu dalam sabda nya, "Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa mengha langi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Swt Maha Penerima tobat siapa saja yang mau bertobat." (HR al-Bukhari).
Orang yang selalu merasa kurang sehingga terus beram bisi menumpuk kekayaan kerap melupakan syukur ketika telah mendapatkan yang diinginkan, karena sibuk mencari tambah an lebih banyak lagi. Dan, ketika ia tidak berhasil mendapat kannya, ia akan kecewa berlebihan, hingga mengalami tekanan jiwa, depresi, dan stres. Orang seperti ini, baik mendapatkan apa yang diinginkan maupun tidak, tetap melupakan Allah Swt dan sesama di sekitarnya, terutama yang membutuhkan.
Padahal, seperti dikatakan Rasulullah, salah satu cara untuk ingat Allah dan sesamanya dalam masalah harta duniawi adalah dengan melihat orang yang berada di bawahnya. Beliau bersabda, "Lihatlah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta) dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena hal itu lebih bisa membuatmu tidak menganggap rendah nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu." (HR al-Bukhari-Muslim).
Dalam hadis ini, dengan ungkapan yang lugas dan tegas, Rasulullah mengimbau manusia untuk tidak bersikap seperti itu. Imbauan yang sangat sederhana, tetapi sangat efektif menjadi resep bagi orang-orang yang selalu merasa kurang dengan apa yang diterimanya dari Allah. Dengan imbauan ini, akan timbul kesadaran bahwa ternyata dirinya masih lebih baik yang kemudian akan melahirkan rasa syukur kepada Allah dan tidak akan terlalu berambisi memburu harta, apalagi sampai menghalalkan segala cara.
Ketika manusia menyadari bahwa dirinya masih lebih baik daripada orang lain dalam hal ini, ia akan menjadi orang yang bersyukur dan merasa cukup, lalu lebih memfokuskan diri untuk berbagi terhadap sesama. Syukur seperti inilah faktor utama Allah Swt menambahkan rezeki-Nya serta memberkahinya. Allah berfirman, "Jika kalian bersyukur, niscaya Aku tambahkan nikmat-Ku untuk kalian. Namun, jika kalian kufur, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS Ibrahim 14: 7).
Allah Swt adalah al-Ghani (Mahakaya). Allah selalu memberikan yang terbaik kepada hamba-Nya yang bersyukur dan selalu merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Hamba yang tidak pernah merasa kurang, karena yakin Allah Swt Mahakaya. Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab al-Hikam mengingatkan, "Kesungguhanmu mengejar apa yang sudah dijamin untukmu oleh Allah, dan kelalaianmu melaksanakan apa yang dibebankan kepadamu, itu merupakan tanda butanya basyirah (mata batin)."
Nabi SAW sering berdoa, "Ya Allah berikan aku sikap qana'ah (merasa cukup) terhadap apa yang Engkau rezekikan kepadaku, berkahilah pemberian itu, dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik." (HR al-Hakim). Dalam hadis lain, beliau berdoa, "Ya Allah jadikan rezeki keluarga Muhammad hanyalah kebutuhan pokok." (HR al- Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi). Wallahu a'lam
Mengenal Krometofobia, Ketakutan untuk Menghabiskan Uang, Ketakutan menghabiskan uang dikenal sebagai chrometophobia (krometofobia). Meskipun ini adalah fobia langka yang hanya memengaruhi sejumlah kecil orang, ini bisa menjadi sangat luar biasa.
Penderita krometofobia mengalami banyak kecemasan ketika harus mengeluarkan uang. Kadang-kadang ketakutan itu begitu tidak rasional sehingga mereka membeku, bahkan tidak mampu membayar kebutuhan dasar yang mendasar.
Gejala krometofobia dapat bervariasi sehingga mungkin pada awalnya sulit untuk mengenali adanya masalah. Namun, seperti fobia lainnya, ketakutan bisa begitu kuat sehingga pada titik tertentu teman-teman dekat dan anggota keluarga cenderung memperhatikan ada sesuatu yang salah.
Beberapa tanda paling umum bahwa krometofobia menjadi masalah, misalnya menghindari percakapan atau bahkan memikirkan uang. Pasalnya, orang-orang dengan krometofobia sering merasa tidak berdaya dalam hal mengelola keuangan. Mereka ingin fokus sesedikit mungkin.
Gejala lainnya yakni penolakan untuk membayar tagihan atau membeli kebutuhan dasar, termasuk perlengkapan kebersihan, produk perawatan pribadi, atau bahkan makanan. Selain itu, mereka juga menghindari aktivitas yang membutuhkan biaya seperti jalan-jalan, pergi ke bioskop, atau mengikuti pusat kebugaran. Meskipun orang yang menabung mungkin juga menghindari hal ini, namun orang dengan krometofobia tidak melakukan itu dengan tujuan menabung.
Fobia ini juga ditandai dengan gejala obsesi menghitung uang dan memeriksa rekening bank. Orang dengan krometofobia mungkin memeriksa rekening bank atau dompet mereka beberapa kali sehari. Mereka mungkin juga mengalami stres ekstrem jika melihat uang hilang (misalnya, setelah penarikan pembayaran tagihan otomatis atau membeli sesuatu).
Gejala lainnya adalah orang yang takut menghabiskan uang terkadang menderita kecemasan atau depresi. Mereka juga terkadang mengalami gejala fisik seperti sesak napas. Uang sering kali menjadi topik yang tabu. Menurut organisasi penasihat keuangan beberapa orang yang disurvei merasa sangat sulit membicarakan keuangan pribadi.
Namun membicarakannya lebih banyak sebenarnya dapat membuat gejala krometofobia menjadi lebih baik. Menceritakan masalah uang kepada keluarga atau sahabat dapat membantu Anda mendapatkan perspektif berbeda tentang keuangan dan cara menghadapinya.
Selain membahas keuangan, ada cara lain untuk menangani krometofobia yaitu lacak semua pengeluaran Anda. Jika memiliki anggaran, Anda akan tahu persis ke mana perginya uang sehingga tidak perlu khawatir tidak memiliki cukup uang.
Anda juga sebaiknya siapkan dana darurat. Menyisihkan tabungan dapat mengurangi kekhawatiran akan kehabisan uang jika terjadi sesuatu. Saran lainnya, mulai memberi diri Anda uang saku yaitu sejumlah uang yang dapat Anda belanjakan untuk diri sendiri setiap pekan atau setiap bulan. Ini akan mengajari Anda untuk sedikit bersantai di sekitar uang tanpa merasa kehilangan kendali atas uang itu.
Anda juga harus meluangkan waktu untuk mempelajari keuangan. Baca informasi tentang investasi, tabungan, dan rekening pensiun. Cara terbaik untuk mengatasi rasa takut menghabiskan uang adalah dengan memahaminya.
Pertanyaan ini sering ditanyakan oleh sebagian kaum muslimin ketika tertimpa musibah. Mereka menanyakan, “Apakah musibah ini ujian yang dapat meningkatkan derajat, ataukah azab atas dosa-dosa selama ini?”
Jawabannya adalah, secara umum kita tidak bisa memastikan dengan benar-benar pasti bahwa apa yang Allah Ta’ala turunkan ini merupakan ujian yang meningkatkan derajat atau azab akibat dosa-dosa kita. Akan tetapi, kita bisa mengetahui dari indikasi-indikasi tertentu, yaitu bagaimana seorang hamba menghadapi musibah tersebut.
Tanda-tanda musibah ujian atau azab
Perhatikanlah hadis berikut, Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Apabila Allah Ta’ala mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan kepadanya. Barangsiapa yang rida, maka Allah akan meridainya. Dan barangsiapa yang murka (tidak menerimanya), maka Allah murka kepadanya” (HR. At-Tirmidzi).
Jadi indikasinya adalah bagaimanakah sikap hamba tersebut dalam menyikapi musibah yang dia hadapi. Apabila dia rida, maka Allah Ta’ala akan rida padanya. Apabila dia murka dan tidak terima dengan musibah yang merupakan takdir dan perbuatan Allah, maka Allah pun murka kepadanya.
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Rahimahullah berkata,
علامة الابتلاء على وجه العقوبة والمقابلة: عدم الصبر عند وجود البلاء، والجزع والشكوى إلى الخلق. وعلامة الابتلاء تكفيرا وتمحيصا للخطيئات: وجود الصبر الجميل من غير شكوى، ولا جزع ولا ضجر، ولا ثقل في أداء الأوامر والطاعات. وعلامة الابتلاء لارتفاع الدرجات: وجود الرضا والموافقة، وطمأنينة النفس، والسكون للأقدار حتى تنكشف
“Tanda bala (musibah) sebagai hukuman dan sebagai pembalasan adalah orang tersebut tidak bersabar, bahkan bersedih dan mengeluh kepada makhluk. Tanda bala (musibah) sebagai penebus dan penghapus kesalahan adalah kesabaran yang indah tanpa mengeluh, tidak bersedih dan tidak gelisah, serta tidak merasa berat ketika melaksanakan perintah dan ketaatan. Tanda bala (musibah) sebagai pengangkat derajat adalah adanya rida, merasa cocok/sesuai (atas takdir Allah), dan merasa tenang jiwanya serta tunduk patuh terhadap takdir hingga hilangnya musibah tersebut” (At Tabaqatul Kubra As-Sya’rani, hal. 193).
Selalu husnuzan kepada Allah dan mengambil pelajaran atas setiap musibah
Hendaknya kita husnuzan dengan Allah Ta’ala agar kita selalu rida dengan apa yang Allah takdirkan kepada kita. Apa yang Allah takdirkan, itulah yang terbaik bagi kita.
Dalam sebuah hadis qudsi, Allah Ta’ala berfirman,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ
“Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku” (HR. Bukhari).
Salah satu cara agar kita selalu husnuzan kepada Allah bahwa musibah ini adalah takdir terbaik bagi kita yaitu dengan meyakini bahwa Allah akan memberikan ujian bagi hamba yang Allah cintai.
“Apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan kepadanya. Barangsiapa yang rida (menerimanya), maka Allah akan meridainya. Dan barangsiapa yang murka (tidak menerimanya), maka Allah murka kepadanya” (HR. At-Tirmidzi).
Ujian yang disegerakan di dunia juga tanda kebaikan dari Allah Ta’ala.
“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukuman di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang dia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak” (HR. Tirmidzi).
Renungkan pula perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berikut ini,
مصيبةٌ تُقبل بها على اللهِ، خيرٌ لكَ من نعمةٍ تُنسيك ذِكرَ الله
“Musibah yang mendekatkanmu kepada Allah lebih baik dari nikmat yang membuatmu lupa kepada Allah” (Tasliyah Ahlil Mashaa-ib, hal. 227).