This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Senin, 08 Agustus 2022

Tata Cara Sholat Taubat Lengkap dengan Niat dan Doa-Doa-nya

Ilustrasi : Tata Cara Sholat Taubat Lengkap dengan Niat dan Doa-Doa-nya

Di bulan suci Ramadhan yang penuh berkah ini seluruh umat Islam diimbau untuk memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah yaitu dengan melakukan hal-hal baik yang dicintai Allah SWT.  Namun, terkadang tanpa disadari atau dengan sadar setiap manusia pasti pernah melakukan apa yang dilarang dan tidak disukai Allah SWT. Hal ini yang membuat manusia tak luput dari dosa.

Dosa yang diperbuat manusia ada dosa kecil seperti ghibah, riya, putus asa dan lain sebagainya. Selain itu juga ada dosa besar seperti berbohong, zina, memakan harta riba, dan lainnya. Maka dari itu, bagi seluruh umat Islam di dunia dianjurkan untuk melakukan taubat dengan berbagai cara yang diridai Allah SWT.

Taubat memiliki arti kembali kepada Allah, kepada syariat-Nya, mengakui kesalahan, menyesalinya, serta berjanji untuk tidak mengulanginya. Salah satu cara untuk bertaubat dan menebus dosa yang paling dianjurkan serta baik, yaitu dengan cara menjalankan sholat taubat nasuha sesuai tuntunan Rasulullah SAW.

Sholat taubat nasuha menjadi salah satu cara untuk meraih amalan yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah SWT. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk melakukan taubat dan mengetahui tata cara melaksanakan sholat taubat yang benar.

Penjelasan Sholat Tabat

Sholat taubat nasuha merupakan salah satu sholat sunah. Sholat ini dilakukan untuk memohon ampunan kepada Allah SWT atas segala dosa dan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan selama hidup.

Shalat ini biasa disebut dengan sholat istigfar atau sholat minta ampun. Apabila menjalankan sholat taubat, seorang muslim seharusnya tidak mengulangi dosa yang telah diperbuat.

Alquran menjadi dasar hukum yang menganjurkan orang untuk menjalankan sholat taubat nasuha yang terdapat dalam surat At-Tahrim ayat 8 yang berbunyi:

"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai."

Allah sangat menyukai umat Muslim yang menjalankan shalat taubat dengan tujuan bersungguh-sungguh untuk bertobat serta tidak mengulangi kesalahan lagi. Hal ini dijelaskan dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 22, Allah SWT berfirman yang berbunyi:

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."

Dari kedua ayat di atas dapat disimpulkan, sebaik-baiknya manusia di hadapan Allah bukanlah mereka yang tidak pernah berbuat salah, melainkan orang tersebut berbuat kesalahan dan langsung bertaubat kepada-Nya.

Waktu untuk Melaksanakan Sholat Tobat

Melaksanakan tobat pada dasarnya tidak dapat diundur dan ditunda-tunda. Oleh karena itu, setiap muslim yang telah berbuat dosa agar sesegera mungkin untuk bertobat

Sholat taubat menjadi sholat dengan waktu yang mutlak pelaksanaannya, artinya sholat taubat bisa dilakukan kapan saja, baik siang maupun malam. Namun, ternyata ada beberapa waktu pelaksanaan shalat tobat nasuha yang haram untuk dikerjakan, seperti:

1. Mulai dari terbit fajar kedua hingga terbit matahari.

2. Saat terbit matahari hingga matahari naik sepenggalah.

3. Saat matahari persis di tengah-tengah hingga terlihat condong.

4. Mulai dari sholat Asar hingga matahari tenggelam.

5. Ketika menjelang matahari tenggelam hingga benar-benar sempurna tenggelamnya.

Sebagian ulama juga ada yang berpendapat bahwa pelaksanaan sholat taubat nasuha dapat dilakukan di waktu sepertiga malam atau selama shalat tahajud.

Niat Sholat Tobat

Niat utama dalam menjalankan sholat tobat yaitu datang dari hati. Setiap orang yang akan melakukan sholat tobat harus menghadirkan keinginan yang datang dari diri sendiri untuk bertaubat dari segala dosa.

Apabaila telah mendatangkan niat, selanjutnya berwudhu dan laksanakan sholat sebanyak dua rakaat. Namun, agar niat dalam hati dapat tersampaikan dengan jelas, lafazkan niat tersebut dengan cara yang telah diajarkan oleh para ulama, niat tersebut sebagai berikut:

Ushalli Sunnatat Taubata Rak’ataini Lillahi Ta’ala

Artinya:

"Saya niat sholat sunah tobat dua rakaat karena Allah."

Tata Cara Sholat Tobat

Pada umumnya, tata cara sholat tobat sama seperti sholat sunah lainnya. Sholat obat dilakukan sebanyak dua rakaat dengan sekali salam. Namun, boleh juga dilakukan sebanyak emapt rakaat atau enam rakaat.

Ketika melaksanakan sholat tobat, bisa memperpanjang sujud terakhir secara khusus untuk bermunajat kepada Allah dan mengakui atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Memohon ampun dengan segala kerendahan hati dan ketulusan hati dihadapan Allah SWT.

Hal ini terdapat dalam hadis riwayat Muslim yang berbunyi:

"Yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu." (HR. Muslim).

Dalam melaksanakan sholat tobat nasuha sebaiknya lakukan secara sendirian karena sholat ini termasuk dalam sholat nafilah yang tidak disyariatkan untuk dilakukan secara berjamaah.

Disebutkan juga dalam hadis, ketika hendak melaksanakan sholat tobat dianjurkan didahului dengan bersuci secara baik. Disunahkan untuk mandi besar sebelum melakukan sholat tobat nasuha.

Berikut dijabarakan tata cara melakukan sholat tobat nasuha yang benar:

1. Dahulukan dengan membaca niat sholat taubat nasuha.

2. Lalu, takbiratul ihram.

3. Membaca doa iftitah (sunah untuk dikaukan).

4. Membaca surat Al-Fatihah.

5. Membaca surat pilihan dari Alquran.

6. Rukuk (membaca tasbih saat rukuk sebanyak tiga kali).

7. I’tidal (membaca doa I’tidal).

8. Sujud (membaca tasbih saat sujud sebanyak tiga kali).

9. Duduk di antara dua sujud (membaca dia ‘robbighfirlii warhamnii…’)

10. Sujud kedua (membaca tasbih sujud tiga kali).

11. Bangun melanjutkan rakaat kedua seperti urutan di atas sampai yang ke 10.

12. Tasyahud akhir (membaca tasyahud akhir).

13. Selanjutnya, salam.

14. Berdoa untuk memohon ampunan.

Bacaan Sholat Tobat

Agar amalan sholat taubat nasuha yang dilakukan berjalan dengan sempurna, alangkah baiknya perbanyak istigfar. Meminta ampun kepada Allah juga alangkah baiknya disertai dengan zikir menyebut asma-Nya.

Berikut bacaan istigfar yang dianjurkan untuk dibaca sebanyak 100 kali sambil diresapi artinya dengan tulus setelah mengerjakan sholat tobat nasuha:

Astaghfirullahal Ladzii Laa Ilaaha Illaa Huwal Hayyul Qayyuumu Wa Atuubu Ilaihi.

Artinya:

"Aku meminta pengampunan kepada Allah yang tidak ada tuhan selain Dia Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri dan aku bertaubat kepadanya."

Selanjutnya, memperbanyak bacaan tasbih berikut:

Subhanallahi Wa Bihamdihi.

Artinya: "Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya."

Lalu, bacalah doa sholat tobat nasuha seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW berikut:

Allahumma Anta Robbii Laa Ilaaha Illaa Anta, Kholaqtanii Wa Ana ‘Abduka Wa Ana ‘Ala ‘Ahdika Wa Wa’dika Mastatho’tu. A’udzu Bika Min Syarri Maa Shona’tu, Abuu-U Laka Bini’matika ‘Alayya, Wa Abuu-U Bi Dzanbii, Faghfirlii Fainnahuua Laa Yaghfirudz Dzunuuba Illa Anta.

Artinya:

"Ya Allah, Engkaulah Tuhan kami, tiada Tuhan melainkan Engkau yang telah menciptakan aku, dan akulah hamba-Mu. Dan aku pun dalam ketentuan serta janji-Mu yg sedapat mungkin aku lakukan. Aku berlindung kepada-Mu dari segala kejahatan yg telah aku lakukan, aku mengakui nikmat-Mu yang Engkau limpahkan kepadaku, dan aku mengakui dosaku, karena itu berilah ampunan kepadaku, sebab tiada yg dapat memberi ampunan kecuali Engkau sendiri. Aku memohon perlindungan Engkau dari segala kejahatan yg telah aku lakukan."

Mengenai doa tersebut, Rasulullah SAW pernah bersabda, yang artinya:

"Barangsiapa mengucapkannya (sayyidul istighfar) di siang hari dalam keadaan yakin dengannya kemudian dia mati pada hari itu sebelum petang hari, maka dia termasuk penduduk surga. Dan siapa yang mengucapkannya di waktu malam hari dalam keadaan dia yakin dengannya, kemudian dia mati sebelum subuh maka dia termasuk penduduk surga." (HR. Al-Bukhari)

Setelah melakukan sholat tobat, dianjurkan untuk melakukan berbagai amalan baik dan tidak mengulangi perbuatan dosa yang dulu telah dilakukan. Amal kebaikan yang paling utama yaitu dengan bersedekah.

Hal tersebut karena sedekah menjadi alasan terbesar terhapusnya dosa-dosa seseorang. Dijelaskan dalam Alquran surat Thaha ayat 82, Allah SWT berfirman yang artinya:

"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar."

Referensi : Tata Cara Sholat Taubat Lengkap dengan Niat dan Doa-Doa-nya




















Mulailah dari Makan-Minum yang Halal dan Baik

Ilustrasi : Mulailah dari Makan-Minum yang Halal dan Baik

Agar beruntung dan berbahagia, bersihkanlah jiwa kita. Dari mana memulainya? Bisa dari makan-minum kita. “Hai Rasul-Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih” (QS Al Mu’minuun 23: 51). Tampak, bersih-tidaknya jiwa seseorang sangat bergantung kepada halal atau haramnya makanan yang dikonsumsinya.Terasa, bahwa memakan makanan yang baik lagi halal adalah prasyarat sebelum beramal-shalih.

Jika kita (selalu) makan yang halal dan baik, berarti kita (selalu) siap beramal-shalih. Orang dengan penampilan seperti itulah yang berhak memperoleh keberuntungan. Makanan dan minuman itu rizki dari Allah. “Dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku (QS Asy-Syu’araa’ 26: 79). Sadar tentang hal tersebut, maka “Hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya” (QS ‘Abasa 80: 24). Caranya? Saat akan makan-minum, manusia harus mengikuti petunjuk Allah.

Berikut ini sebagian petunjuk Al-Qur’an soal makan-minum. Pertama, jangan turuti bujuk-rayu setan! “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS Al-Baqarah 2:168). “Dan, di antara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu (QS Al-An’aam 6: 142).

Kedua, jangan serakah! Dalam hal makan-minum, jangan memakan atau meminum sesuatu yang dilarang Allah. Ingatlah kasus Adam As yang memakan buah terlarang. “(Dan Allah berfirman): ‘Hai Adam, bertempat-tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim’.” (QS Al-A’raaf 7: 19).

Ketiga, jangan berlebih-lebihan! “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS Al-A’raaf 7: 31).

Keempat, jangan melampaui batas! “Makanlah di antara rizki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu” (QS Thaha [20]: 81).

Kelima, jangan makan dari hasil kebathilan (seperti korupsi dan suap)! “Dan, janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian dari harta-benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS Al-Baqarah 2:188). “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu” (QS An-Nisaa’ 4: 29).

Keenam, jangan makan hasil riba! “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS Ali ‘Imraan 3: 130). “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (QS Al-Baqarah 2: 275). “Dan, disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih” (QS An-Nisaa’ 4: 161).

Ketujuh, jangan seperti Yahudi yang suka makanan haram! “Dan, kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan, dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu” (QS Al-Maaidah 5: 62). Jangan seperti Yahudi dan Nasrani! “Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang bathil” (QS At-Taubah 9: 34).

Kedelapan, jangan makan harta anak yatim secara tidak patut! “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)” (QS An-Nisaa’ 4: 10).

Cermin Kepribadian

Duhai orang-orang yang beriman. Makan-minumlah hanya yang halal lagi baik saja. Ketahuilah, sikap yang demikian itu adalah sebagian dari cermin orang yang bertaqwa. “Dan, makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” (QS Al-Maaidah 5: 88).

Duhai orang-orang yang beriman, makan-minumlah seperti yang diminta oleh Allah dan Rasul-Nya. Atas semua karunia itu, bersyukurlah kepada-Nya. “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah” (QS Al-Baqarah 2:172)

Referensi : Mulailah dari Makan-Minum yang Halal dan Baik


















Banyak Cobaan Bertubi-tubi? Itu Artinya Allah Mengasihi Anda

Ilustrasi : Banyak Cobaan Bertubi-tubi? Itu Artinya Allah Mengasihi Anda

Saat badai kehidupan menghantam, kadang terpikir mengapa Allah memberi ujian yang begitu berat kepada kita.  Apalagi kalau ujian itu bertubi-tubi atau beruntun datangnya membuat diri kita semakin bertanya-tanya apakah ini azab dari Allah? Mungkin cobaan dalam bentuk kebangkrutan usahanya atau mengalami PHK, kehilangan orang yang kita sayangi, kehilangan harta benda, hutang yang menumpuk,  jatuh sakit dan bermacam-macam musibah yang datangnya bergantian seakan tak ada jeda barang sejenak.

Sepertinya  Allah tidak adil dalam menguji seseorang. Ada yang ujiannya ringan menurut kita tapi ada juga yang diuji dengan berbagai masalah tanpa henti. Hingga akhirnya terlontar pertanyaan "Mengapa ujianku begitu berat ya Allah, padahal aku selalu taat kepadaMu?" atau sebaliknya "Apa dosaku ya Allah sehingga begitu berat ujianMu?" Pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya tidak keluar dari lisan orang yang beriman karena Allah menguji dengan berbagai cobaan tentu ada alasannya.

Yang seharusnya kita pertanyakan adalah : Apakah orang yang taat pada perintah Allah tidak akan diuji? Firman Allah SWT : "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapakah di antara kamu yang lebih baik amalannya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (QS. Al-Mulk : 2) Jika kita masih mempertanyakan mengapa kita diuji,  ini jawabannya :

Setiap orang yang mengaku beriman pasti akan diuji Jika kita masih mempertanyakan mengapa kita diuji,  ini jawabannya : Setiap orang yang mengaku beriman pasti akan diuji. Jika kita mengaku telah beriman maka Allah akan menguji seberapa tebal iman kita dan seberapa besar kesabaran kita dalam menghadapi ujian tersebut tentunya untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keimanan seseorang.

Allah SWT berfirman, yang artinya: "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja hidup senang-senang) mengatakan: "Kami telah beriman", sedangkan mereka belum lagi diuji ?" (QS. Al-Ankabut : 2) Semakin bertaqwa maka akan semakin berat ujian. Berat ringannya ujian dari Allah tidak melihat status sosial, kaya miskin atau jabatan seseorang namun dilihat dari tingkat ketaqwaannya.

Rasulullah SAW bersabda bahwa yang mendapatkan ujian paling berat ialah para nabi kemudian yang seperti mereka dan yang seperti mereka.  Diuji seorang manusia itu berdasarkan kadar agamanya, jika dia seorang yang kuat beragama maka kuatlah pula bala yang diterimanya, dan jika seseorang itu lemah agamanya maka diuji hanya pada kadar agamanya.

(tambahan dalam riwayat yang lain menyebut) Tidaklah hilang bala itu pada seseorang hamba sehinggalah dia berjalan di atas tanah dengan telah terhapus segala dosa-dosanya. (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibn Majah,)

Ujian hanya bagi orang yang dicintai Allah.  Jika ujian diberikan kepada seseorang artinya Allah mencintai orang tersebut. Apakah kita keberatan jika Allah mencintai kita? Rasulullah SAW bersabda, "Apabila Allah mencintai sesuatu kaum maka Dia akan menguji mereka." (HR. Tirmidzi)

Ujian diberikan untuk kebaikan orang tersebut. Allah memberikan ujian kepada seseorang  karena Allah menginginkan kebaikan pada orang tersebut. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, : "Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah dengan kebaikan maka dia akan ditimpakan dengan musibah." (riwayat Al-Bukhari)

Itulah antara lain alasan-alasan mengapa seseorang diuji oleh Allah. Jadi jangan menganggap orang yang  hidupnya tak pernah ada masalah dan selalu tenteram sejahtera itu orang yang mendapat rahmat Allah. Jangan-jangan justeru Allah tidak lagi peduli dengannya. Yang penting dalam menghadapi semua ujian dan cobaan tersebut kita hadapi dengan kesabaran dan selalu berbaik sangka kepada Allah SWT.

Referensi ; Banyak Cobaan Bertubi-tubi? Itu Artinya Allah Mengasihi Anda










Sebab Musibah Datang Bertubi-tubi (Alm. Ustadz Arifin Ilham)

Ilustrasi : Sebab Musibah Datang Bertubi-tubi (Alm. Ustadz Arifin Ilham)

Sebab Musibah Datang Bertubi-tubi (Ustadz Arifin Ilham). Musibah merupakan teguran dari Allah Swt Subhanahu wa ta'ala kepada umat manusia yang lalai dengan kewajiban ataupun mulai menjauhi jalan kebenaran. Namun banyak orang tidak menghiraukan tanda-tanda kekuasaan Allah tersebut dan hanya berkutat pada diri sendiri yang merasa tidak diberi kasih sayang oleh Allah Swt.

Ustadz Arifin Ilham semasa hidupnya pernah menjelaskan beberapa sebab musibah datang bertubi-tubi kepada umat manusia. “Kalau nasihat ulama, Quran, sunah sudah tidak didengar, maka alam yang milik Allah ini akan bicara,” Ia memaparkan ada tujuh sebab Allah Subhanahu wa ta'ala menurunkan musibah kepada umat manusia.

Kemaksiatan manusia menjadi sebab pertama mengapa Allah menurunkan musibah kepada umat manusia. Hal tersebut juga dijelaskan dalam Surah Yasin Ayat 19 yang berbunyi:

قَالُوۡا طٰۤٮِٕـرُكُمۡ مَّعَكُمۡؕ اَٮِٕنۡ ذُكِّرۡتُمۡ ؕ بَلۡ اَنۡـتُمۡ قَوۡمٌ مُّسۡرِفُوۡنَ

"Mereka (utusan-utusan) itu berkata, ‘Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas'."

Kedua, kezaliman umat manusia juga menjadi sebab mengapa Allah Subhanahu wa ta'ala menurunkan musibah sebagai teguran kepada manusia. Banyaknya perilaku keji yang sangat jauh dari jalan Allah membuat Allah menurunkan suatu musibah ke suatu daerah karena penduduknya melakukan tindakan tersebut.

"Anak durhaka kepada orangtua, istri yang berani kepada suaminya, perampok, pembunuhan di mana-mana. Ini mengundang bala bencana," ungkap Ustadz Arifin Ilham.

Ketiga, sebab musibah karena tangan-tangan manusia itu sendiri. Ulah manusia yang mengekspolitasi alam berlebihan tanpa memikirkan keseimbangan ekosistem membuat Allah Subhanahu wa ta'ala menurunkan musibah agar merasakan apa yang telah mereka perbuat.

Keempat, tokoh yang melakukan kemasiatan dan kezaliman pun ikut menjadi sebab turunnya musibah. Para tokoh ataupun pemimpin suatu masyarakat yang tidak taat dan senantiasa maksiat akan berdampak pada satu masyarakat tersebut. "(Kelima) orang-orang sholeh, orang-orang baik diam melihat kemaksiatan dan kemungkaran” jelas Ustadz Arifin Ilham. Tidak peduli dengan kemaksiatan bukanlah sifat seorang mukmin yang baik, jika orang-orang mukmin tersebut tidak menghiraukan kemaksiatan maka bencana tersebut turut akan menimpanya.

Keenam yaitu karena rahmat Allah. Allah memberikan rahmat yang membuat dirinya takut miskin, takut lapar, dan takut akan kematian. Kecuali orang-orang yang berserah diri kepada Allah karena sesungguhnya semua akan kembali kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Lalu yang ketujuh dan sekaligus yang terakhir, Ustadz Arifin Ilham menjelaskan bahwa orang-orang kafir yang hanya memedulikan dunia akan diberi kenikmatan sementara.

"Barang siapa yang mencari kesenangan dunia lalu dia menghalalkan semua cara, apa kata Allah? Kami beri, tetapi di akhirat tidak mendapatkan secuil pun kenikmatan malah nikmat yang di dunia menjadi bahan bakar azab untuk dirinya," tutupnya.

Referensi : Sebab Musibah Datang Bertubi-tubi (Alm. Ustadz Arifin Ilham)







Bersyukur Karena Musibah

Ilustrasi : Bersyukur Karena Musibah

Orang lain kena musibah sering pula orang mensyukurinya.  Syukur! Maklum banyak manusia yang penuh dengan rasa iri maupun dengki. Namun rasanya aneh bin goblok kalau kita bersyukur pada saat diri kita sendiri kena musiba. Pasti hanya manusia botol (bodoh bin tolol) saja! Maklum bagi kebanyakan orang musibah itu cobaan. Sedangkan bagi Mang Ucup, musibah itu peluang!

Perlu diketahui bahwa ucapan syukur itu mirip doa singkat. Dimana kita mengucapkan terima kasih kepada Tuhan dengan apa yang telah diberikan oleh-Nya kepada kita. Namun believe it or not! Hal inilah yang seringkali mang Ucup lakukan. Kenapa?  Pada saat kita bersyukur berarti kita menutup  (closing up) sesuatu kejadian. agar bisa start – move on dengan lembaran baru. Setiap pagi saya selalu mengawali start dengan doa ucapan syukur karena mendapatkan anugerah. Dimana saya diberi kesempatan untuk hidup satu hari lebih lama lagi!

Oleh sebab itu yuk kita close saja hari kemarin. start hari baru maupun lembaran baru yang masih putih bersih tanpa noda! Yang kemarin tidak perlu dipikir lagi sebab sudah lewat - gone is gone ! Saya bersyukur diberikan hari yang indah sehingga dengan mana saya bisa start dengan memulai hari baru ini dengan penuh rasa sukacita! Kejadian yang paling buruk pernah terjadi di dalam kehidupan saya. Adalah pada saat saya diceraikan oleh istri pertama saya.

Maklum istri saya sudah tidak kuat lagi punya suami yang brengsek tanpa pernah bisa ataupun mau tobat! Pada saat hari perceraian tersebut saya merasa sangat terpukul dan sedih sekali. Betapa tidak, kami menikah lebih dari 31 tahun lamanya. Akhirnya saya menerima kenyataan ini dengan rasa syukur. Maklum pada saat saya cerai.

Berarti saya jomblo lagi dan tidak perlu berselingkuh dan berbuat dosa lagi alias Tobat dengan sendirinya. Bahkan akhirnya saya bisa bersyukur pula. Maklum dengan demikian saya bisa menikah dengan Mba Wied yang usianya 25 tahun jauh lebih muda dari pada saya. Begitu juga ketika mobil BMW-745i saya dicolong orang. Saya bersyukur sebab dengan demikian saya bisa ganti mobil baru dengan Porsche. Jutaan orang di dunia ini pada akhirnya merasa bersyukur, karena di pecat (PHK) dari perusahannya. Sebab dengan  demikian mereka bisa start baru jadi pengusaha (Boss); bukannya kuli orang lagi.

Saya percaya dan juga haqul yakin apabila Tuhan menutup satu pintu. Pasti Dia juga akan membukakan banyak pintu baru lainnya yang jauh lebih besar dan juga lebih indah! Dengan kita bersyukur kita bisa move on dan menutup kisah lama. Maka dari itu, bersyukurlah apabila anda ditinggal oleh pasangan hidup Anda ataupun kena musibah entah apapun juga. Saya yakin Tuhan ingin memberikan yang lebih baik dan juga lebih indah daripada yang sebelumnya.percuma menangis sampai keluar air mata darah keluar sekalipun. Maklum waktu tidak bisa diputar kembali. 

Referensi : Bersyukur Karena Musibah

















Tawadhu’ Membuat Hidup Tenang

Tawadhu’ Membuat Hidup Tenang. Sebagai muslim sudah sepatutnya untuk mempelajari dan mengetahui kehidupan para salafu sholeh yang lebih dahulu hidup dan penuh perjuangan dalam mempertahankan akidah serta berkarya untuk kemaslahatan umat manusia. Sebagaimana kisah dari Hasan Al Bashri.

Hasan Al-Bashri atau Abu Sa'id ubn Abil-Hasa Yasar al-Basri merupakan sosok ulama besar asal Irak. Namanya sudah tidak asing lagi di kalangan kaum Muslim.

Dia merupakan satu di antara ulama dari kalangan tabi'in (generasi setelah sahabat) yang selalu mampu menyentuh hati kaum Muslim. Hasan al-Bashri lahir di Madinah pada 642 masehi.

Hasan Al-Bashri adalah seorang ulama yang hidup pada masa awal kekhalifahan Umayyah. Beliau hidup di bawah asuhan dan didikan satu di antara istri Rasulullah SAW, Ummu Salamah.

Dari usia beliau, Hasan al-Bashri sudah ikut belajar di rumah istri Rasulullah. Ia juga rajin menimba ilmu dari kajian-kajian yang diadakan oleh para sahabat Rasulullah di Masjid Nabawi.

Bergaul dengan para sahabat membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang shalih. Pada usia 14 tahun, ia memutuskan pindah ke kota Bashrah, Irak, dan menetap di sana. Dari sinilah kemudian sebutan al-Bashri disematkan pada namanya, merujuk pada kota Bashrah tempat ia tinggal.

Pindah ke kota Bashrah tak membuat Hasan al-Bashri berhenti belajar. Di sana ia berguru kepada salah satu sahabat Rasulullah, Abdullah bin Abbas. Dari Ibnu Abbas, ia mendalami berbagai ilmu seperti tafsir, hadis, dan ilmu qiraah.

Sementara dalam hal sastra, ia banyak belajar dari khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib. Semua pengalaman menuntut ilmu tersebut membentuknya menjadi seorang yang faqih dalam masalah agama. Ia juga beberapa kali didaulat menjadi penasehat Amirul Mukminin.

Dalam ketawadu’an Hasan AL Bashri , beliau sering memberikan wejangan dengan berbagai cara dan bahasa untuk supaya pesan dari hati serta pikirannya bisa diterima dan mudah dicernak oleh berbagai kalangan.

Hingga saat ini, dia merupakan salah satu ulama dari kalangan tabi’in yang dikenal karena lisannya penuh hikmah. Kata-kata bijak berisi nasehat darinya selalu mampu menyentuh hati kaum muslimin. Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut kata-kata bijak Hasan al-Bashri.

“ Wahai manusia, sesungguhnya engkau hanyalah kumpulan hari. Sehari darimu pergi, satu bagian dari dirimu pun mengiringi.”

“ Barangsiapa tidak memiliki adab (tata krama), maka ia tidak berilmu. Barangsiapa yang tidak memiliki kesabaran berarti ia tidak memiliki agama. Dan barangsiapa tidak memiliki ketakwaan, berarti ia tidak mempunyai kedudukan di dekat Allah.” 

“ Barangsiapa yang berusaha menyaingi agamamu, maka berkompetisilah dan kalahkan dia. Dan barangsiapa yang berusaha menyaingi duniamu, maka biarkanlah dia dengan dunia.” 

“ Seorang laki-laki bertanya pada Hasan al-Bashri, Tidakkah salah seorang di antara kita merasa malu terhadap Tuhannya? dia berbuat dosa lalu dia mohon ampun, lalu dia berbuat dosa lagi kemudian dia mohon ampun lagi, dan begitu seterusnya?. Al-Hasan berkata kepada lelaki itu, Setan ingin agar seorang di antara kalian berbuat seperti itu. Karena itu, jangan pernah meninggalkan istighfar untuk selama-lamanya.” 

“ Jangan membenci musibah yang menimpamu. Karena apa yang kamu benci bisa jadi menjadi penyebab solusi bagimu dan apa yang kamu sukai bisa jadi menjadi penyebab kehancuranmu.” 

“ Di antara tanda-tanda Allah berpaling daripada seseorang ialah Allah menjadikan kesibukannya pada perkara-perkara yang tidak bermanfaat bagi dirinya.” 

“ Orang yang beramal tanpa ilmu seperti orang yang berjalan tanpa panduan. Orang yang beramal tanpa ilmu hanya akan membuat banyak kerusakan dibanding mendatangkan kebaikan.” 

“ Dunia itu hanya tiga hari saja: 1) hari kemarin, sudah pergi dengan segala isinya (tanpa bisa diulang kembali). 2) hari esok, yang mungkin saja engkau tidak bisa menjumpainya (lantaran ajal menjemputmu). 3) hari ini, itulah yang menjadi milikmu, maka isilah dengan amalan.” 

“ Tidaklah gambaran kehidupan dunia seluruhnya dari awal sampai akhirnya kecuali seperti seorang yang tidur, dia melihat dalam tidurnya apa yang dia senangi kemudian dia tersadar bangun.” 

Segala lini kehidupan manusia baik dalam membuat program maupun menjalankan program, harus disertai dengan ilmu dan evaluasi, karena dengan modal itulah khususnya evaluasi suatu target dan capaian bisa dirasakan akan manfaatnya bagi umat manusia, dan kedepan selalu bisa berbenah ataupun untuk memperbaiki dan melengkapi, tentu dengan harapan yang lebih tinggi demi mendapatkan Rahmat dan Ridho ilahi.

Referensi : Tawadhu’ Membuat Hidup Tenang












Konflik Rumah Tangga dan Solusinya Menurut Islam dan Perutran Perundangan-undangan

Konflik Rumah Tangga dan Solusinya Menurut Islam dan Perutran Perundangan-undangan

Menurut ajaran Islam, perkawinan adalah ikatan suci, agung dan kokoh, antara seorang pria dan wanita sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Allah SWT, untuk hidup bersama sebagai suami-isteri. Al-Qur’an menyebutkan dengan kata-kata “Mitsaaqan ghaliza” yakni perjanjian yang suci dan mulia, yang setara dengan perjanjian Allah dengan para Nabi. Hanya tiga kali Allah memakai kata tersebut dalam Al-Qur’an, yaitu:

Dalam surah Al-Ahzab ayat 7:

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam, dan kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.”

Maksudnya: perjanjian yang teguh ialah kesanggupan menyampaikan agama kepada umatnya masing-masing.

Dalam surah An-Nisa’ ayat 154 yaitu ketika Allah SWT berjanji dengan Bani Israil untuk mengangkat Bukit Tursina di atas pundak mereka yang siap untuk memusnahkannya.

Dalam surah An-Nisa’ ayat 21, ketika Allah mengabadikan perjanjian perkawinan. 

Sedangkan menurut hukum pernikahan Kristen Protestan dan Katolik, perkawinan itu lembaga suci yang asalnya dari Tuhan dan ditetapkan olehnya untuk kebahagiaan masyarakat.

Pemahaman makna perkawinan dalam konteks religius ini diadopsi secara yuridis menurut peraturan perundang-undangan yang ada. Perkawinan bukanlah perjanjian dan kontrak perdata biasa, tetapi suatu ikatan lahir batin antar seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pemahaman lembaga perkawinan, baik yang disebutkan dalam ajaran agama maupun dalam konteks yuridis ini, menunjukkan bukti betapa dimensi kedalaman dan sucinya ikatan perkawinan. Sehingga atas dasar itu “Marie Van Ebner Escenbach” sampai menyatakan: “Bila di dunia ini ada sorga maka itu adalah perkawinan dan rumah tangga yang bahagia”. Ungkapan ini sebenarnya dia telah mengambil sabda Rasulullah SAW: yaitu: “Baitii Jannatii”, “Rumah tanggaku adalah sorga bagiku”.

Namun pada tataran aplikatif tidak mudah mewujudkan kerukunan, keharmonisan, ketenteraman, kedamaian dalam rumah tangga yang berujung kepada kebahagiaan. Hal ini terbukti dengan banyaknya muncul konflik dalam rumah tangga yang dilatarbelakangi oleh berbagai persoalan

Sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian pendahuluan bahwa perkawinan merupakan lembaga sakral yang harus dijaga dan dihormati. Karena sakral dan sucinya hubungan perkawinan, maka berbagai cara harus ditempuh untuk menyelamatkan sakralitas dan keutuhannya. Atas dasar itulah pada prinsipnya perceraian dilarang dalam Islam, kecuali berbagai upaya untuk menyelamatkannya itu sudah diupayakan, namun tetap tidak berhasil. Hal ini dapat dilihat dari isyarat Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya :

اَبْغَضُ الْحَلَالِ اِلَى اللهِ الطْلَاقِ (رواه ابو داود, ابن ماجه, الحاكيم)

Artinya : “Sesuatu perbuatan yang paling dibenci Allah adalah thalak” (H.R. Abu Daud, Ibnu Majah, Al Hakim)

Berdasarkan isyarat itu, ulama sepakat mengatakan bahwa perceraian merupakan solusi terakhir sebagai pintu darurat yang boleh ditempuh, manakala bahtera rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhan dan kesinambungannya, sifatnya sebagai alternatif terakhir. Islam menunjukkan, sebelum ditempuh jalan terakhir tersebut, tempuhlah usaha-usaha perdamaian antara kedua belah pihak, baik melalui “Hakam” (Arbitrator) dari kedua belah pihak maupun melalui tindakan-tindakan tertentu yang bersifat pengajaran.

Setidaknya ada dua kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat memicu timbulnya keinginan untuk memutus perkawinan, yaitu:

Terjadinya “Nusyuz dari salah satu pihak.

Manakala “Nusyuz” (ketercelaan) tersebut datang dan tumbuh dari pihak isteri, maka suami berkewajiban terlebih dahulu untuk memberi pengajaran kepada isterinya dengan tindakan sebagai berikut:

Isteri diberi nasihat tentang berbagai kemungkinan negatif dan positif (at-tarhib wa tarhib)

Apabila usaha dan langkah pertama tidak berhasil, langkah kedua adalah pisah tempat tidur suami dengan isteri, meskipun masih dalam satu rumah. Cara ini dimaksudkan agar dalam “kesendirian tidurnya” ia memikirkan untung rugi dari semua perilakunya.

Apabila langkah kedua tersebut tidak juga berubah pendirian si isteri, maka langkah ketiga adalah melakukan tindakan pemukulan, namun tidak sampai pada tataran melukai dan membahayakan.

Ketiga langkah ini diatur dalam Al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 34 yang berbunyi:

وَالَّتِى تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ فَاِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا اِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا (النسآء:34)

Artinya:  “Isteri-isteri yang kamu khawatirkan akan melakukan perbuatan nusyuz maka nasihatilah mereka, pisahkan diri dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka sudah sadar, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka, sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha Besar.” (An-Nisa’ ayat 34)

Sedangkan kalau nusyuz itu muncul dari pihak suami, maka Islam memberikan solusi agar isteri melakukan pendekatan damai dengan suaminya. Menurut Ahmad Rafiq, pendekatan damai yang dilakukan isteri tersebut dapat dengan cara isteri merelakan haknya dikurangi oleh suami untuk sementara agar suami bersedia kembali kepada isterinya dengan baik.[3]

Dalil yang dijadikan dasar solusi “Nusyuz” suami adalah surah An-Nisa ayat 128 yang berbunyi :

وَ اِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوْزً أَوْ اِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ ... (النسآء:128)

Artinya : “Jika seorang isteri khawatir akan nusyuz atau sikap acuh tak acuh suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian. Yang sebenarnya perdamaian itu lebih baik bagi mereka walaupun manusia pada hakikatnya bersifat kikir.” (An-Nisa ayat 128)

2. Terjadi perselisihan dan cekcok antara suami dan isteri

Manakala terjadi percekcokan dan perselisihan rumah tangga, maka Islam memberikan jalan keluar agar masing-masing suami isteri menyediakan juru pendamai (hakam) dari kalangan keluarga untuk menyelesaikan konflik dan persengketaan rumah tangga tersebut.

Ketentuan ini diatur dalam surah An-Nisa’ ayat 35 yang berbunyi:

وَ اِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوْا حَكَمًا مِّنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِّنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيْدَآ اِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيْمًا خَبِيْرًا (النسآء:35)

Artinya : “Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan, jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal.” (An-Nisa’ ayat 35)

Kedua kemungkinan di atas alternatif penyelesaiannya bertujuan agar perkawinan tidak putus, kecuali apabila upaya-upaya tersebut mengalami kegagalan, maka penyelesaiannya adalah perceraian.

Upaya dan solusi yang ditawarkan Al-Qur’an di atas, sejalan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (untuk selanjutnya disingkat menjadi KHI) yang diberlakukan khusus bagi umat Islam. Dalam pasal 39 ayat (1) jo Pasal 115 KHI, dikatakan bahwa: Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan[4], setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Inti dari Pasal 39 ayat (1) dan Pasal 115 KHI di atas menyatakan bahwa perceraian baru diizinkan apabila upaya-upaya perdamaian untuk menyatukan suami-isteri telah dilakukan, namun tetap tidak berhasil. Untuk mengklarifikasi telah dilaksanakannya upaya tersebut harus dilakukan di depan sidang pengadilan, termasuk pemberian penilaian atas tidak berhasilnya upaya itu.

Tujuan dari keharusan penyelesaian tersebut harus di pengadilan, tidak lain agar perceraian tidak dilakukan secara gegabah dan tanpa alasan yang sah, serta mempunyai kekuatan dan mempunyai kepastian hukum yang tetap.

Hal ini dikuatkan oleh ayat (2) pasal tersebut yang berbunyi: untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri tersebut tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.

Adapun alasan-alasan secara yuridis dibolehkan oleh Peraturan Perundang-Undangan untuk mengajukan perceraian diatur dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang Aturan Pelaksanaan bagi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut:

Salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut, tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun, atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri.

Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Selain alasan-alasan tersebut di atas, Pasal 116 KHI menambahkan 2 (dua) alasan lain yang dapat dijadikan alasan yaitu:

Suami melanggar sighat taklik talak.

Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Dari sekian banyak alasan yang dijastifikasi oleh Undang-Undang, alasan ketidakharmonisan dan percekcokan rumah tangga menjadi urutan teratas sebagai alasan perceraian.

Sebagai ilustrasi penulis akan memuat data rekapitulasi perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Kelas I.A Padang berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Agama Kelas I.A Padang, dicatat pada hari Kamis tanggal 11 Juli 2019, melalui Panitera Pengadilan Agama sebagai berikut:

Rekapitulasi Perkara tahun 2016: A. Perkara masuk : a. Gugatan : 1292, b. Permohonan : 320 ; B. Perkara putus : a. Gugatan : 1264, b. Permohonan : 313.

Rekapitulasi Perkara tahun 2017: A. Perkara masuk : a. Gugatan : 1385, b. Permohonan : 438, Cerai gugat : 942, Cerai talak : 379;                 B. Perkara putus : a. Gugatan : 1806, Cerai gugat : 975, Cerai talak : 350, b. Permohonan : 431.

Rekapitulasi Perkara tahun 2018: A. Perkara masuk : a. Gugatan : 1574, Cerai gugat : 1011, Cerai talak : 471, b. Permohonan : 788;       B. Perkara putus : a. Gugatan : 1494, Cerai gugat : 860, Cerai talak : 372, b. Permohonan : 780.

Dari data tersebut, sesuai dengan maksud Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama bahwa pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan, b. kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, c. wakaf dan shodaqah.

Kasus cerai talak yang masuk ke Pengadilan Agama Kelas I.A Padang, pada umumnya didasarkan atas tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga, karena terjadinya perselisihan dan pertengkaran. Perselisihan dan pertengkaran tersebut pada umumnya dipicu oleh masuknya pihak ketiga (3) dalam rumah tangga, baik dari kalangan keluarga maupun pihak lain, kurangnya saling memahami antara suami isteri, tingginya ego salah satu pihak, tidak adanya saling menghargai satu sama lain, dan tidak terpenuhi hak masing-masing suami isteri dalam rumah tangga. Dari sekian faktor penyebab perselisihan dalam cerai talak, penyebab tertinggi adalah karena masuknya pihak ketiga (3) dalam rumah tangga yaitu sekitar 40% dari perkara.

Perkara cerai talak yang dilatarbelakangi oleh masuknya pihak ketiga (3) dapat dikategorikan kepada beberapa kelompok, diantaranya:

Karena terlalu jauhnya campur tangan orang tua salah satu pihak atau kedua belah pihak dalam mengatur rumah tangga, sementara isteri atau suami selalu berpihak kepada orang tua bila terjadi permasalahan.

Karena isteri berselingkuh dengan laki-laki lain.

Suami telah melakukan poligami tanpa melalui prosedur yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan (yaitu poligami liar). Ketiga faktor tersebut menempati posisi yang seimbang.

Pada kasus cerai gugat disamping karena pelanggaran taklik talak oleh suami, juga didasarkan karena terjadinya perselisihan dan pertengkaran terus menerus antara suami isteri yang membawa kepada keretakan rumah tangga. Perselisihan dan pertengkaran tersebut dilatarbelakangi oleh faktor: ekonomi, kurangnya tanggungjawab suami dan masuknya pihak ketiga. Dari ketiga faktor tersebut, faktor kurangnya tanggungjawab suami terhadap isteri menempati posisi teratas dengan perkiraan sekitar 60%. Sedangkan faktor ekonomi dan masuknya pihak ketiga menempati posisi kedua dan ketiga.

Perkawinan adalah ikatan lahir batin yang paling sakral yang harus dipertahankan, berbagai usaha harus diupayakan agar keutuhan rumah tangga tersebut dapat dijaga. Namun begitu, tidak tertutup kemungkinan segala usaha untuk mempertahankannya tidak berhasil. Sebagai jalan keluar penyelesaiannya, Islam dan Peraturan Perundang-Undangan menyediakan institusi perceraian sebagai pintu terakhir.

Agar perceraian tidak dilakukan secara sembrono dan tanpa alasan, maka Peraturan Perundang-Undangan mengharuskan setiap perceraian harus dilakukan di depan sidang pengadilan. Tujuan keharusan tersebut disamping karena harus adanya tuntutan alasan yang harus dibuktikan, juga mengacu kepada kesakralan perkawinan tersebut, dimana perkawinan dilakukan dengan tujuan makruf, maka penyelesaiannya pun harus dilakukan dengan cara makruf.

Referensi : Konflik Rumah Tangga dan Solusinya Menurut Islam dan Perutran Perundangan-undangan

















Hal-Hal yang Perlu Dilakukan Muslimah Bila Sang Suami Wafat

Hal-Hal yang Perlu Dilakukan Muslimah Bila Sang Suami Wafat. Islam memberikan tuntunan bagi istri jika suami wafat. beberapa hal yang harus dipahami seorang Muslimah jika ditinggal meninggal oleh sang suami. Islam memberikan tuntunan itu agar kehormatan Muslimah tetap terjaga.  

Pertama, dia harus mengasah kesabaran jiwa dalam menghadapi musibah tersebut. "Dan sungguh Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS al-Baqarah ayat 155).  

Kesabaran dalam menghadapi se buah musibah adalah salah satu bentuk ke baikan seorang hamba Allah SWT. Rasulullah SAW dalam HR Muslim pernah bersabda, "Sungguh mengherankan perkara seorang Mukmin itu. Sesungguhnya seluruh perkaranya adalah baik baginya. Dan hal itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang Mukmin. Jika mendapat sesuatu yang menggembirakan, dia bersyukur maka itu kebaikan baginya. Jika ditimpa keburukan, dia bersabar maka itu kebaikan baginya."

Seorang wanita yang ditinggal meninggal suaminya hendaknya tidak mengumbar kesedihannya. Apalagi, menyimpan kesedihan tersebut hingga berhari-hari dan menghabiskan harinya dengan menangis. Ini merupakan salah satu contoh ketidaksabarannya dalam menghadapi musibah yang ada. Bahkan, bisa saja karena perilaku sang istri, hal ini dicatat sebagai dosa bagi dirinya dan si mayit.

"Dua perkara yang terdapat pada manusia dan hal itu merupakan bentuk kekufuran adalah mencela nasab dan meratapi mayit." (HR Muslim). Seorang Muslimah yang terus meratapi mayit pun terancam dipakaikan celana dari timah cair dan baju dari kudis pada hari kiamat (HR Muslim). Mereka pun akan dikenakan azab kubur. 

Hendaknya seorang wanita yang sedang mengalami musibah bisa bersa bar dan mengucapkan istirja' dan doa. "(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun," sabda Allah dalam QS al-Baqarah: 156. 

Nabi SAW pun mengajarkan doa kepada Ummu Salamah RA yang ditinggal wafat suaminya, "Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, berilah pahala atas musibah yang menimpaku dan gantikanlah dengan yang lebih baik." (HR Muslim).

Setelah bisa melalui musibah ini de ngan kesabaran, seorang Muslimah akan menghadapi masa 'Iddah. Ini adalah masa tunggu seorang wanita karena perceraian atau kematian suami. Seorang istri yang ditinggal wafat suaminya tidak lepas dari dua keadaan: hamil atau tidak hamil. Apabila wanita itu hamil maka 'Iddahnya adalah saat melahirkan selu ruh kandungannya. Allah berfirman dalam QS ath-Thalaq ayat 4, "Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya."

Adapun bagi wanita yang tidak hamil maka masa 'Iddahnya adalah empat bulan 10 hari. Hal ini berlaku baik wanita itu sudah dikumpuli atau belum dikum puli, baik itu wanita muda maupun sudah tua. "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan 10 hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (QS al-Baqarah: 234).

Selama masa 'Iddah, ada beberapa hal yang hendaknya diperhatikan oleh seorang wanita. Beberapa, di antaranya, wanita tersebut wajib tinggal di rumah di mana suaminya meninggal dunia, tidak berpindah tempat kecuali karena ada alasan syar'i. Rasulullah SAW bersabda kepada Furai'ah binti Malik RA, "Tinggallah di rumahmu hingga masa 'iddahmu selesai." (HR Tirmidzi).

Dia pun harus berada di dalam rumah dan tidak keluar rumah kecuali ada kebutuhan mendesak. Muslimah juga wajib berkabung (ihdad) selama batas waktu yang telah ditentukan. Nabi pernah bersabda, "Seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak boleh berkabung lebih dari tiga hari kecuali karena kematian suami, yaitu selama empat bulan 10 hari." (HR Muslim).

Dia  hendaknya tidak memakai make up, perhiasan, pakaian yang bagus, atau wewangian. Hal ini berdasarkan hadis Ummu Salamah RA secara marfu', "Seorang wanita yang ditinggal mati suaminya dilarang memakai pakaian yang dicelup dengan 'ushfur (pewarna merah), pakaian merah, mengenakan perhiasan, mewarnai kuku, dan celak." (HR Bukhari). 

Referensi : Hal-Hal yang Perlu Dilakukan Muslimah Bila Sang Suami Wafat












Hal-Hal yang Perlu Dilakukan Muslimah Bila Sang Suami Wafat

Perceraian dalam Islam, Bagaimana Hukumnya?

Perceraian dalam Islam, Bagaimana Hukumnya?. Di dalam Islam menikah merupakan sunnah dari para Nabi untuk memiliki keturunan yang sholeh, menjaga kemaluan dan kehormatan dari perbuatan tercela, serta menjaga keberagaman secara umum.

Disebutkan dalam hadits:

Dari Abdullah bin Mas'ud ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada kami, "Hai para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah mampu kawin, maka kawinlah. Karena dia itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan siapa yang belum mampu hendaklah dia berpuasa karena itu dapat menahan (HR. Bukhari Muslim).

"Perceraian dalam Islam, Bagaimana Hukumnya?" selengkapnya https://wolipop.detik.com/wedding-news/d-5157711/perceraian-dalam-islam-bagaimana-hukumnya.

Dalam kehidupan berumah tangga, perceraian atau talak menjadi kisah sedih dalam jalinan rumah tangga. Setiap rumah tangga pasti memiliki masalah. Namun sering disayangkan jika harus terjadi perceraian. Allah SWT menyarankan agar suami tidak mudah menjatuhkan kata talak pada istrinya walaupun ada perasaan tidak suka.

Dalam QS. An-Nisa ayat 19, Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak."

Dalam buku 'Merajut Rumah Tangga Bahagia' oleh A. Fatih Syuhud disebutkan sebuah hadits Rasulullah yang berbunyi:

"Perkara halal yang paling tidak disukai Allah adalah talak." (Hadits riwayat Ibnu Majah, Hakin, Nasai, Abu Dawud, Baihaqi.)

Sehingga dalam Islam tidak mengharamkan perceraian namun menjadi hal yang paling tidak disuka Allah SWT. Jika konflik dalam rumah tangga tidak dapat diselesaikan dan justru akan menimbulkan kesengsaraan tentu dalam situasi ini maka syari'ah membolehkan adanya perceraian seperti yang disebut dalam QS An-Nisa ayat 130 yang berbunyi:

وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغْنِ ٱللَّهُ كُلًّا مِّن سَعَتِهِۦ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ وَٰسِعًا حَكِيمًا

Artinya: "Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana."

Jika mendapatkan kesulitan atau masalah dalam rumah tangga sebaiknya jangan langsung berpikir untuk cerai. Ust. Ahmad Zacky El-Syafa dan Faizah Ulfah Choiri dalam buku 'Halal Tapi Dibenci Allah: Seluk Beluk Talak/Cerai Menurut Ajaran Islam' menyebutkan doa menjadi kunci pembuka pintu rahmat dan alat penolak bala, baik sebelum terjadi maupun sesudah terjadi.

Sebuah hadits yang berasal dari Ibnu Umar menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa dibukakan baginya pintu doa, berarti telah dibukakan baginya pintu-pintu rahmat. Dan tidaklah Allah diminta sesuatu untuk diberikan-Nya yang lebih Dia cintai daripada Dia diminta untuk (memberi) kesehatan. Sungguh doa itu bermanfaat terhadap musibah baik yang telah menimpa maupun yang belum menimpa. Maka dari itu wahai hamba Allah, hendaklah kalian selalu berdoa." (HR. Timidzi).

Allah SWT juga berfirman dalam surat Al-Baqarah: 186:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Artinya: "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran."

Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa perceraian hendaknya tidak dibuat mainan. Perlu dipikirkan segala kekurangan atau akibat negatif yang disebabkan karena perceraian seperti anak ataupun keluarga.

Referensi : Perceraian dalam Islam, Bagaimana Hukumnya?

















Apakah Perceraian tersebut adalah Musibah?

Pertanyaan; Apakah perceraian itu adalah musibah yang menjadi ujian dari Allah bagi hamba-Nya? Yang dapat menghapus kesalahan-kesalahannya dan mengampuni dosa-dosanya?

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab:

نعم، من المصائب لا شك أنها من المصائب

Ya benar, itu merupakan bentuk musibah. Tidak diragukan lagi itu adalah musibah.

فالمرأة تطلق من زوج صالح، مصيبة لكن تسأل ربها أن يعوضها الخير

Maka seorang wanita dicerai oleh lelaki yang shalih, ini adalah musibah. Namun hendaknya ia berdoa kepada Allah meminta pengganti yang lebih baik.

يقول الله سبحانه: وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللّهُ كُلاًّ مِّن سَعَتِهِ وَكَانَ اللّهُ وَاسِعًا حَكِيمًا (130) سورة النساء

Allah Subhanahu berfirman (yang artinya): “Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana” (QS. An Nisa: 130).

أما طلاقها من زوج فاسق، أو زوج يضرها، فهي نعمة من الله

Adapun jika ia diceraikan oleh suami yang fasiq (suka bermaksiat), atau suami yang berbahaya baginya, maka itu adalah nikmat dari Allah.

مو بمصيبة نعمة من الله

Maka ketika itu merupakan nikmat di balik musibah.

لكن طلاقها من زوج طيب، من زوج يعينها على خير لا شك أنها مصيبة

Namun jika yang menceraikannya adalah lelaki baik, lelaki memberikan manfaat kebaikan padanya, maka tidak ragu lagi ini adalah musibah.

Referensi : Apakah Perceraian tersebut adalah Musibah?