Anjuran untuk Bertobat dan Kembali kepada Allah Swt Maha Pengasih dan Maha Pengampun. Dalam berinteraksi dengan jiwa manusia, Islam memiliki metode yang sangat agung. Metode itu bertolak dari ilmu (pengetahuan) Allah Swt kerena Dialah yang telah mencipta dan menyempurnakan jiwa manusia, serta mengilhamkan kepadanya potensi kejahatan dan potensi ketakwaan. Allah-lah yang mengetahui persis kelemahan dan kehinaannya, serta dominasi syahwat dan syubhat terhadapnya. Merupakan tabiat jiwa manusia, bahwa ia telah diberikan fitrah melakukan kesalahan, akan tetapi Allah Swt menciptakan pintu yang luas untuknya, yaitu pintu tobat dan pintu kembali kepada Allah, serta tidak berputus asa dari rahmat-Nya.
Kepada manusia yang telah melampaui batas dalam melakukan dosa dan tenggelam dalam kesalahan, Allah Swt menyeru agar tidak berputus asa dari rahmat-Nya. Bahkan Allah Swt menyeru mereka dengan menyebut mereka sebagai hamba-hamba-Nya, sebagaimana tercantum dalam firman-Nya (yang artinya): "Katakanlah: 'Hai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah Swt. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa seluruhnya, sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Kembalilah kepada Tuhan kalian dan berserahdirilah kepada-Nya" (QS. Az-Zumar: 53-54)
Metode Islam dalam berinteraksi dengan jiwa manusia adalah metode yang sangat agung. Metode yang bertolak dari kemahatahuan Allah Swt terhadap jiwa itu sendiri.,Karena Allah Swt lah yang telah menciptakan dan menyempurnakannya, serta mengilhamkan potensi kejahatan dan ketakwaan kepadanya. Allah Swt berfirman (yang artinya): "Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya." (QS. Asy-Syams: 7-8)
Allah Swt juga berfirman (yang artinya): "Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kalian perlihatkan atau rahasiakan); sementara Dia Mahahalus lagi Maha Mengetahui?" (QS. Al-Mulk: 14)
Allah Swt mengetahui kelemahan dan kehinaan jiwa manusia, serta adanya dominasi musuh (Syetan) terhadapnya. Oleh karena itu, Allah Swt berinteraksi dengan jiwa manusia berdasarkan pengetahuan-Nya itu. Allah menetapkan kewajiban atasnya, sekaligus mendidiknya berdasarkan pada pemahaman tentang hakikatnya serta pengetahuan tentang rahasia-rahasianya.
Pada dasarnya, jiwa manusia bersandar pada pengetahuan tentang kebenaran. Inilah yang merupakan tujuan dasar. Yaitu bagaimana setiap menusia mengetahui hakikat kebenaran yang menjadi tujuan ia diciptakan oleh Allah Swt. Allah Swt berfirman (yang artinya): "Adakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanya orang-orang yang berakal sajalah yang dapat mengambil pelajaran." (QS. Ar-Semoga Allah meridhainya`d: 19)
Manusia ada dua model: Pertama, orang yang mengetahui serta menyadari kebenaran dan Agama. Makna kata menyadari di sini adalah sampainya hakikat kebenaran itu ke dalam jiwa manusia. Inilah yang disebut dengan kesadaran, bukan sekedar memahami atau mengetahui. Ia adalah kesadaran yang bermakna keyakinan. Orang seperti ini diberi taufik oleh Allah sehingga ia mampu menyadari. Adapun model yang kedua adalah orang yang tidak menyadari dan tidak pula mengetahui kebenaran. Artinya, ia buta terhadap jalan kebenaran. Allah Swt (yang artinya): "Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di Akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)." (Al-Isrâ': 72)
Manusia model pertama mengetahui dan menyadari kebenaran. Pengetahuan dan kesadarannya terhadap kebenaran itu membuatnya berjalan di atas jalan kebenaran. Lalu ia menjalankan kewajiban-kewajibannya, menjauhi segala larangan, serta meninggalkan segala bentuk maksiat dan kemungkaran. Perbuatan seperti ini cukup untuk menjamin dirinya sampai kepada derajat kesempurnaan yang tinggi, ketika ia menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia bukan lagi sekedar manusia sederhana dan biasa, tetapi telah naik dari kedudukannya semula, karena Allah Swt berfirman (yang artinya): "Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu." (QS. Asy-Syams: 7-9). Yakni,mengangkat jiwanya menuju kedudukan yang tinggi. Kata "tazkiyyah" (menyucikan) di sini berarti meninggikan dan mengangkat jiwa itu. Lalu Allah Swt lanjutkan dengan firman-Nya (yang artinya): "Dan merugilah orang yang mengotori (jiwa)-nya." (QS. Asy-Syams: 10). Yakni menenggelamkan serta melumurinya dengan dosa dan maksiat.
Apabila manusia menjalankan ketaatan dan meninggalkan maksiat, jiwanya akan naik menuju puncak ketinggian. Di sinilah ia pantas menyandang gelar hamba Allah dan menjadi khalifah di muka dunia. Hanya saja, manusia dengan status kemanusiaannya dan tabiat penciptaannya tidak mampu selamanya berada pada kedudukan yang tinggi. Ia mungkin saja terpeleset dan terjatuh, baik karena kebodohannya, dorongan syahwatnya, tekanan berbagai syubhat, maupun karena pengaruh teman-temannya. Semua batu sandungan ini selalu berusaha menarik manusia ketika ia meniti jalan kemuliaan dan ketinggian. Syahwat, syubhat, kawan, kelalaian, dan kebodohan, semua itu adalah faktor-faktor penggoda. Lantaran semua faktor itu, terjadilah penyelewengan pada diri manusia dari jalan yang benar.
Efek Penyelewengan Keagamaan Terhadap Manusia, Penyelewengan semacam ini akan menjatuhkan manusia dari derajat kemanusiaannya, sekaligus akan menghalangi dirinya dari usaha pembersihan diri, peningkatan martabat, dan ketinggian status di hadapan Allah. Sehingga manusia pun menjadi sangat rendah dan tidak berharga dalam pandangan Allah Swt. Manusia terjatuh ke dalam jurang yang akan menyulitkan dirinya untuk bangkit mengikuti Agama ini, sehingga ia pun menjadi terbiasa bermaksiat dan menjadi berat melakukan ketaatan (ibadah). Ketika sampai pada tingkatan seperti ini, manusia tidak lagi akan memiliki visi hidup yang jelas di atas dunia, tidak memiliki tujuan dan idealisme. Segala kemampuannya dikerahkan hanya untuk memuaskan hawa nafsu belaka. Ia akan mendahulukan segala hal yang menjadi kepentingan dirinya dengan mengingkari kepentingan-kepentingan lain, sehingga ia menjadi makhluk yang sangat egois. Ambisinya hanya tertuju kepada bagaimana membuat segala sesuatu berputar untuk kepentingan dirinya sendiri.
Ketika kehidupan ini telah kehilangan hati manusia yang hidup dan tidak lagi dihiasi oleh individu-individu yang shalih, maka ia akan berubah menjadi kancah pertarungan, tak ubahnya pertarungan hewan-hewan liar. Inilah makna firman Allah Swt (yang artinya): "Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal shalih ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahanam adalah tempat tinggal mereka." (QS. Muhammad: 12)
Dalam ayat lain, Allah Swt berfirman (yang artinya): "Atau apakah kalian mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)." (QS. Al-Furqân: 44). Mengapa demikian? Karena mereka turun dari tangga keimanan. Mereka turun dari ketinggian Agama menuju kerendahan hewani. Mereka hidup seperti hidupnya binatang. Sungguh, mereka tidak akan memiliki nilai apa-apa kecuali dengan kembali berpegang teguh kepada tali Agama Allah. Allah Swt (yang artinya): "Maka berpegang teguhlah kepada Agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya engkau berada di atas jalan yang lurus. Dan Sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar merupakan kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu, dan kelak kalian akan diminta pertanggungjawaban." (QS. Az-Zukhruf: 43-44)
Kebesaran nama Anda, ketinggian kedudukan Anda, kehormatan Anda, eksistensi Anda, di mana semua itu terletak? Semuanya terletak dalam Kitab Allah Swt.
"Dan Sesungguhnya Al-Quran itu benar-benar merupakan kemuliaan besar bagimu dan bagi kaumm" Tanpa Al-Quran, nama Anda tidak akan pernah dikenang. Tanpa Agama ini, tidak ada artinya hidup Anda. Tanpa iman, tidak ada nilainya diri Anda. Karena pada hakikatnya, siapa diri Anda? Anda hanya sebutir atom di tengah kumpulan atom alam semesta ini. Anda tak ubahnya laksana seekor serangga tersesat di tengah kumpulan serangga yang ada di alam raya ini. Akan tetapi dengan iman, Anda menjadi makhluk paling besar dan paling mulia di antara makhluk-makhluk yang ada di alam ini.
Tetapi kapan kemuliaan itu bisa terwujud, Ia baru terwujud ketika Anda berpegang teguh. Namun bagaimana caranya? Harus ada perasaan. Seorang manusia yang tengah mengalami penurunan derajat harus merasakan hal itu terjadi pada dirinya. Ia harus merasakan bahwa ada suara yang berteriak memanggil, "Janganlah engkau memenuhi panggilan hina itu! Kembalilah, dan janganlah berputus asa dari rahmat Allah Swt." Karena Syetan selalu berkata, "Semuanya telah usai, engkau tidak beramal shalih, engkau telah terjatuh, dan tidak usah kembali naik. Untuk apa engkau bersusah payah, karena Allah tidak akan mengampunimu!" Syetan kemudian memperbesar gambaran kesalahan dan dosa Anda dengan berkata, "Engkau adalah penjahat yang selalu berbuat dosa". Ia bisikkan itu guna memalingkan Anda dari usaha untuk bangkit kembali. Inilah bisikan jahat Iblis. Adapun bisikan iman, akan selalu memanggil Anda dan senantiasa berkata kepada Anda, "Engkau adalah manusia."
Manusia Memiliki Fitrah Melakukan Kesalahan, Anda bukanlah Malaikat yang suci, bukan pula manusia yang maksum (terpelihara dari dosa). Anda hanyalah manusia yang selalu digempur oleh berbagai kekuatan, ditarik oleh hawa nafsu, dan dikalahkan oleh tabiat penciptaan Anda, sehingga terkadang Anda naik tinggi, tapi terkadang jatuh tersungkur. Benar, Anda harus menolak panggilan untuk turun dan tersungkur itu. Perbaikilah kesalahan Anda, obatilah penyakit Anda, cucilah dosa Anda, dan mulailah menapaki kembali perjalan Anda bersama Tuhan Anda. Nabi SAW bersabda menjelaskan tabiat manusia, "Seluruh anak Adam itu bersalah—berbuat salah adalah ciri khas anak Adam, akan tetapi sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang selalu bertobat." (HR. Ibnu Majah).
Nabi SAW mengatakan, "Seluruh anak ada…", dan Anda adalah anak Adam. Apakah Anda ingin menjadi Malaikat yang tidak pernah bersalah walaupun sekali? Tentu tidak mungkin! Tidak ada di dunia ini seorang manusia yang tidak bersalah. Semua manusia pernah melakukan kesalahan. Akan tetapi kesalahan dalam hidup seorang muslim adalah sesuatu yang datang dan tidak tetap, sementara dalam kehidupan para penjahat ia merupakan sesuatu yang konstan dan senantiasa melekat. Adapun seorang muslim tidaklah demikian. Dosa dan kesalahan hanya sekedar datang kepadanya, kemudian ia segera bertobat. "Dan sebaik-baik orang yang bersalah ialah yang selalu beratubat." Demikianlah Rasulullah Muhammad SAW bersabda.
Beliau juga pernah menjelaskan, "Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya di malam hari untuk memberi tobat kepada pelaku dosa di siang hari, dan membentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk memberi tobat kepada pelaku dosa di malam hari, (demikian seterusnya) hingga matahari terbit dari tempat terbenamnya (barat)." (HR. Muslim). Allah Swt membentangkan tangannya adalah untuk segera memberi ampunan. Hari ini Anda telah berbuat dosa di siang hari, dan pada malam hari itu juga Allah Swt membentangkan tangan-Nya bagi seluruh orang yang berbuat kesalahan dan dosa. Maka kembalilah segera, kembalilah dan jangan terus-menerus berada dalam maksiat. Allah Swt membentangkan tangan berarti memanggil para hamba-Nya. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda, "Allah Swt membentangkan tangannya pada malam hari.", untuk siapa? Bukan orang orang-orang yang shalih, akan tetapi untuk para pendosa: "…untuk memberi tobat kepada pelaku dosa di siang hari, dan membentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk memberi tobat kepada pelaku dosa di malam hari." Sampai kapan? "…Hingga matahari terbit dari tempat terbenamnya (barat)."
Allah Swt yang Maha mengetahui tabiat dan kelemahan manusia telah berfirman dalam Kitab Suci-Nya (yang artinya): "Sesungguhnya Allah tidak akan membebankan seseorang di luar batas kemampuannya." (QS. Al-Baqarah: 286)
Tentang Nabi Adam AS Allah Swt (yang artinya):
"Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-aurat mereka dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) Surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia (karena mengikuti bisikan Syetan). Kemudian Tuhannya memilihnya (sebagai hamba-Nya yang dekat kepada-Nya), maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk." (QS. Thâhâ: 121-122)
"Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah Swt menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah: 37)
Kalimat yang diterima oleh Nabi Adam dari Tuhannya, dan kemudian ia ucapkan itu adalah firman Allah Swt (yang artinya): "Keduanya berkata, 'Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi'." (QS. Al-A`râf: 23). Ketika ia berdoa dengan kalimat di atas, Allah Swt memberi tobat dan menganugerahkan hidayah kepadanya.
Tetapi lain halnya dengan Iblis. Ia tidak mengucapkan kalimat itu, padahal ia dengan Adam sama-sama berdosa. Dosa Iblis adalah tidak mau bersujud kepada Adam, dan dosa Adam adalah memakan buah pohon yang terlarang. Kedua dosa ini yaitu "meninggalkan perintah" yang dilakukan oleh Iblis ketika diperintah untuk bersujud, dan "mengerjakan larangan" yang dilakukan oleh Adam ketika dilarang memakan buah itu—merupakan asas seluruh dosa di dunia ini. Karena seluruh maksiat atau dosa berbentuk "mengerjakan larangan" atau "meninggalkan perintah". Akibat kedua dosa itu, Allah Swt berfirman kepada Adam dan Iblis (yang artinya): "Allah Swt berfirman (yang artinya): 'Turunlah kalian berdua dari Surga bersama-sama, sebagian kalian menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka'." (QS. Thâhâ: 123).
Iblis tidak mau bertobat, tetapi malah meminta diberi tenggang waktu agar bisa menyesatkan anak Adam, sebagaimana tercantum dalam firman Allah (yang artinya): "Iblis berkata: 'Wahai Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan'." [QS. Shâd: 79]. Allah Swt pun mengabulkan permintaannya itu. "Allah berfirman (yang artinya): 'Sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang diberi tangguh." [QS. Shâd: 80]
Sementara Adam, ia bersimpuh memohon ampun bersama istrinya, sebagaimana tercantum dalam firman Allah Swt (yang artinya): "Keduanya berkata: 'Wahai Tuhan kami, kami Telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi'." (QS. Al-A`râf: 23). Ketika ia dan istrinya mengucapkan kalimat yang ia terima dari Allah itu, Allah Swt pun mengampuninya. Allah Swt berfirman (yang artinya): "Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia (karena mengikuti bisikan Syetan). Kemudian Tuhannya memilihnya (sebagai hamba-Nya yang dekat kepada-Nya), maka Dia menerima tobatnya dan memberinya petunjuk." (QS. Thâhâ: 121-122)
Allah Swt berfirman kepada Adam dan seluruh manusia (yang artinya): "Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa seluruhnya, sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Kembalilah kepada Tuhan kalian dan berserahdirilah kepada-Nya…" (QS. Az-Zumar: 53-54)
Luasnya Ampunan Allah Swt
Allah Swt berfirman (yang artinya): "Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia akan mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nisâ': 110). Ini adalah firman Allah Swt, wahai saudaraku. Tidak ada alasan untuk berputus asa. Tidak ada alasan untuk menyerah kepada tipu daya Syetan.
Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah Swt juga berfirman (yang artinya): "Wahai anak Adam, sesungguhnya selama engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, Aku akan mengampunimu atas semua dosamu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, walaupun dosa-dosamu telah mencapai awan di langit, kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku niscaya Aku akan mgnampunimu atas segala dosa-dosamu, dan aku tidak peduli." (HR. At-Tirmidzi)
Ibnu Abi Hâtim meriwayatkan semuah kisah, bahwa suatu hari, seorang lelaki datang menghadap Nabi SAW. Karena demikian tua dan berumurnya, alis lelaki itu telah turun ke matanya. Ia lalu berkata, "Wahai Rasulullah, aku adalah seorang lelaki yang telah banyak berbuat khianat dan kejahatan. Tidak satu pun dosa kecil maupun dosa besar yang tidak pernah aku lakukan. Dosaku sangat banyak, sehingga kalau dibagikan kepada seluruh penduduk bumi ini niscaya akan mampu menghancurkan mereka." Mendengar itu, Nabi SAW bersabda kepadanya, "Apakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah rasul-Nya?" Lelaki itu menjawab, "Ya." Nabipun kembali bersabda, "Pergilah, sesungguhnya Allah telah memberimu kebaikan untuk setiap keburukan yang telah engkau lakukan." Laki-laki itu sangat heran. Bagaimana mungkin seluruh keburukannya berganti menjadi kebaikan. Ia berkata, "Bagaimana dengan berbagai pengkhianatan dan kejahatanku? Maksudnya adalah dosa-dosa besar yang ia bayangkan tidak mungkin akan diampuni. Nabi SAW menjawab, "Termasuk berbagai pengkhianatan dan kejahatanmu (berganti menjadi kebaikan)!" Lelaki itu pun berlalu sambil berucap, "Tidak ada Tuhan selain Allah, segala puji hanya bagi Allah Swt." (Tafsir Ibnu Katsir)
Hadits shahîh ini disebutkan oleh Ibnu Katsîr ketika menafsirkan firman Allah Swt (yang artinya): "Mereka itulah yang Allah ganti keburukan-keburukan mereka dengan kebaikan-kebaikan." (QS. Al-Furqân: 70)
Nabi SAW juga bersabda, "Sesungguhnya Allah Swt menerima tobat seorang hamba selama nafasnya belum sampai di tenggorokan." Nafas sampai di tenggorokan berarti ketika ruh telah sampai pada saat-saat berpisahnya dengan jasad, di mana tidak ada lagi kemungkinan untuk hidup. Tobat pada saat seperti ini sama seperti dengan tobat orang yang terpaksa. Apabila ruh telah sampai ditenggorokan dan nafas sudah mulai tersengal-sengal, ketika itu tobat tidak ada gunanya lagi, karena manusia telah melihat kematian. Akan tetapi sebelum itu terjadi, Allah Swt tetap menerima tobat dan mengampuni perbuatan maksiat para hambanya.
Cara Bertobat Dalam Islam, Saudaraku, tobat dalam Islam adalah perkara yang sangat mudah, tidak perlu harus ke pendeta sebagaimana dalam agama Kristen, tidak perlu harus menghadap syaikh tarekat sebagaimana dalam aliran sufi, tidak perlu juga pergi menemui seorang yang alim atau mendatangi tempat tertentu, tidak. Tobat dalam Islam hanyalah kesadaran hati dengan merasakan bahwa diri telah melenceng dari jalan yang lurus dan harus kembali kepada Allah Swt Dan itu bisa dilakukan oleh setiap orang, menyadarkan hatinya sambil berkata: Demi Allah, aku telah berdosa, aku memohon ampun dan bertobat kepada Allah Swt yang Maha Agung.
Setelah itu, kita hanya diperintahkan untuk menghadap kepada Allah Swt melalui jalan yang begitu singkat, dengan tiga cara:
Untuk perkara yang telah berlalu kita diperintahkan memperbaikinya dengan istighfâr (meminta ampun). Hal ini tidaklah sulit dilakukan. Apakah sulit bagi seseorang untuk sekedar beristigfar, sehingga kemudian Allah menggantikan keburukannya dengan kebaikan? Sama sekali tidak ada kesulitan dalam melakukannya.
Untuk perkara yang akan datang, kita diperintahkan memperbaikinya dengan memasang niat yang baik, yaitu berniat untuk hanya melakukan amal–amal yang baik di waktu mendatang. Apakah sekedar berniat seperti ini terasa sulit? Ironisnya, ada sebagian orang yang bahkan tidak ingin untuk sekedar berniat baik di dalam hati. Kalau Anda berkata kepadanya, "Apakah nanti mau berbuat baik?" Ia menjawab, "Tidak." Ia tidak ingin berbuat baik walaupun sekedar dalam niat.
Setelah memperbaiki perbuatan masa lalu dan masa yang akan datang, kini tersisa perkara yang ada sekarang. Masa sekarang adalah detik yang sedang Anda lalui saat ini. beberapa waktu lalu, ia adalah masa depan, tetapi beberapa saat setelah ini, ia akan berubah menjadi masa lalu. Dalam sebuah ungkapan disebutkan: "Masa lalu telah pergi, masa mendatang masih mistri, dan yang ada di tangan Anda hanyalah waktu yang Anda miliki saat ini."
Waktu yang sedang Anda jalani ini, manfaatkanlah ia dengan baik. Berusahalah mengisinya dengan melakukan perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian, Anda telah tergolong orang-orang bertobat yang Allah Swt terima tobat mereka, sehingga mereka berbahagia di dunia dan Akhirat.
Allah Gembira karena Tobat Hamba-Nya
Allah Swt sangat gembira melihat tobat hamba-Nya. Nabi SAW bersabda dalam sebuah hadits shahîh: "Sungguh Allah Swt lebih gembira melihat tobat hamba-Nya daripada kegembiraan seorang laki-laki di tengah padang pasir bersama hewan tunggangannya yang membawa semua perbekalan dan makanannya. Tiba-tiba hewan itu menghilang. Laki-laki itu berusaha mencarinya kesana kemari, namun tidak menemukannya, sehingga ia pun sadar bahwa ia akan mati. Ia pun menyerah pada kematian dan berbaring di bawah naungan sebuah pohon dengan rasa putus asa. Lalu Allah mengembalikan hewan tunggangan itu kepadanya. Ketika terbangun, ia melihat hewan miliknya berdiri di dekat kepalanya lengkap dengan semua makanan dan perbekalannya. Karena demikian gembiranya, ia pun salah berucap, 'Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Tuhan-Mu!'"
Ia sebenarnya ingin mengatakan: Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu! Namun ia salah ucap karena demikian gembiranya ketika itu. Bagaimana menurut Anda dahsyatnya kegembiraan yang dialami oleh laki-laki ini?! Apakah ada di dunia ini kegembiraan yang melebihi apa yang dirasakannya? Ibarat seseorang yang telah dihukum mati, lalu ia dibebaskan, seperti apakah kebahagiaan yang ia rasakan? Sudah pasti, bahwa kebahagiaan yang ia rasakan sangatlah dahsyat. Tetapi kegembiraan Allah Swt karena tobat hambanya jauh lebih besar daripada kegembiraan si laki-laki tadi karena kembalinya unta tunggangannya. Walaupun sebenarnya Allah Swt tidak membutuhkan ketaatan siapa pun, serta tidak akan pernah rugi oleh maksiat orang-orang yang mendurhakai-Nya. Karena Dia-lah yang justeru memenuhi kebutuhan para makhluk dan menjaga mereka dari bahaya.
Allah Swt berfirman menggambarkan orang-orang beriman (yang artinya): "Dan orang-orang yang telah mengerjakan dosa besar atau menzalimi diri mereka kemudian mengingat Allah." Yakni mengingat keagungan Allah, serta apa yang Allah persiapkan untuk para pelaku dosa besar dan kezaliman itu. ".kemudian mereka memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa mereka dan siapakah yang dapat memberi ampunan selain Allah Swt dan mereka tidak terus-menerus melakukan dosa yang mereka perbuat, sementara mereka mengetahui." (QS. Âli `Imrân: 135)
Apakah balasan bagi mereka yang telah melakukan dosa besar tapi kemudian memohon ampun kepada Allah? Allah Swt berfirman (yang artinya): "Balasan bagi mereka itu adalah ampunan dari Tuhan mereka dan Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan sungguh baik balasan bagi orang-orang yang beramal." (QS. Âli `Imrân: 136)
Para ulama Tafsir mengatakan: Betapa besar rahmat Allah! Mereka ini, apa yang telah mereka perbuat? Mereka melakukan maksiat dan dosa-dosa. Akan tetapi ketika mereka menggantinya dengan istighfâr dan tobat, Allah Swt menganugerahkan Surga untuk mereka, lalu menegaskan (yang artinya): "Dan sungguh baik balasan bagi orang-orang yang beramal." Allah Swt menjadikan perbuatan buruk mereka bagian dari nikmat, yaitu bagian dari amal yang membuat Allah ridha. Mengapa? Karena mereka menutup semua maksiat itu dengan tobat dan istighfar.
Akan tetapi saudaraku, malapetaka dahsyat yang tidak ada jalan selamat darinya adalah sikap terus-menerus melakukan dosa, menenggelamkan diri di dalam maksiat, dan tidak mau berhenti. Perilaku seperti ini merupakan bukti tidak adanya pengetahuan sekaligus pengagungan terhadap Allah Swt . Itu adalah tanda kosongnya diri dari iman, tanda keringnya hati dari ajaran Agama. Begitulah kondisi orang yang melakukan dosa-dosa besar dan terus-menerus tenggelam di dalamnya tanpa merasa bahwa ia berada di tengah dosa, dan tidak berupaya untuk ber-istighfâr. Oleh karena itu, Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman kepada penghuni Neraka (yang artinya): "Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar." [QS. Al-Wâqi`ah: 45-46]. Mereka tidak henti-hentinya melakukan dosa dan maksiat. Itulah sebabnya Allah membalas mereka dengan Neraka. Na'ûdzubillâhi min dzalik.
Segera Bertobat Tobat adalah sesuatu yang harus segera dilakukan. Harus dilakukan dari sekarang, tanpa ditunda dengan mengatakan, "Nanti kalau saya sudah tua". Padahal Anda tidak tahu apakah akan sampai berumur tua atau tidak. Jangan berkata, "Besok", atau bahkan, "Nanti setelah Isya." Sekarang juga, katakanlah: Aku memohon ampun dan bertobat kepada Allah yang Maha Agung.
Sebuah hadits diriwayatkan dari Al-Agharr Al-Muzani, bahwa Nabi SAW bersabda, "Wahai hamba-hamba Allah, bertobatlah kalian kepada Allah, karena sesungguhnya aku bertobat kepada Allah seratus kali dalam sehari." (HR. Muslim)
Nabi SAW ber-istighfar meminta ampun kepada Allah Swt seratus kali dalam sehari, padahal beliau adalah penghulu para ahli ibadah, memohon ampun tanpa ada dosa. Kalau beliau saja demikian, kenapa kita semua tidak ber-istighfâr dan bertobat kepada Allah Swt, Allah Swt berfirman (yang artinya): "Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran ketidaktahuan lalu mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Mahabijaksana." (QS. An-Nisâ': 17)
Apabila manusia segera bertobat setelah melakukan dosa tanpa menunda-nunda, juga tidak terus-menerus tenggelam di dalamnya, Allah Swt berfirman tentang mereka (yang artinya): "…Maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Mahabijaksana" (QS. An-Nisâ': 17)
Apabila seorang hamba menyertakan permohonan ampun dengan keikhlasan dan keyakinan, itulah yang mengundang datangnya rahmat AAllah Swt. Allah Swt berfirman (yang artinya): "Tuhan kalian telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwa barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kalian lantaran ketidaktahuan, kemudian ia bertobat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-An`âm: 54)
Rukun Tobat : Allah Swt berfirman (yang artinya): "Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal shalih, dan kemudian tetap di jalan yang benar." (QS. Thaha: 82). Inilah empat perkara yang menjadi rukun tobat: 1) Bertobat. 2) beriman. 3) Melakukan amal Shalih. 4) Isitqamah di atas jalan yang lurus.
Allah Swt berfirman (yang artinya): "Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan semua perbuatan itu niscaya ia mendapat (pembalasan) dosa-(nya). Akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat, dan ia akan kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal shalih; maka kejahatan mereka itu diganti oleh Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Swt Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Furqân: 68-70)
Sebuah hadits diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud Semoga Allah Swt meridhainya, bahwa seorang laki-laki pernah datang mengadu kepada Nabi SAW bahwa ia telah mencium seorang perempuan yang tidak halal baginya. Ketika lelaki itu mendatangi Nabi SAW seraya menceritakan hal itu, turunlah firman Allah Swt (yang artinya): "Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat." (QS. Hûd: 114). Kemudian laki-laki itu berkata, "Apakah ayat ini hanya untuk aku, wahai Rasulullah?" Nabi SAW menjawab, "Untuk seluruh umatku." (HR. Al-Bukhâri dan Muslim).
Tapi perhatikanlah, betapa lelaki itu memiliki perasaan yang sangat peka. Sebuah ciuman membuatnya datang mengadu kepada Nabi SAW dan berkata, "Wahai Rasulullah, celakalah diriku." Nabi ketika itu bertanya, "Apa yang engkau inginkan?" Ia menjawab, "Laksanakanlah hukum had atasku!" Ia mengira bahwa Nabi SAW akan mengikatnya lalu merajamnya dengan batu karena satu ciuman yang ia lakukan itu.
Lihatlah sikap lelaki itu, ia tak mau diam karena melakukan maksiat itu. Ia tidak mau tenggelam dengan terus mengulangi dosa itu. Sebaliknya, ia ingin segera menyucikan dirinya, karena merasa telah berbuat dosa dan meyakini adanya bencana yang mengancam. Akhirnya, Allah Swt pun menurunkan ayat di atas untuk lelaki itu.
Ketika ayat itu turun, ia mengira bahwa itu adalah kemuliaan yang khusus untuk dirinya sendiri. Ia bertanya, "Apakah ayat ini hanya untuk aku, wahai Rasulullah?" Tapi ternyata Nabi SAW menjawab, "Untuk seluruh umatku." (HR. Al-Bukhâri dan Muslim)
Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang berwuduk dan menyempurnakan wuduknya, lalu ia shalat dua atau empat rakaat dengan menyempurnakan rukuk dan sujudnya, kemudian ia meminta ampun kepada Allah, niscaya Allah akan mengampuninya." (HR. Ath-Thabrâni). Shalat ini dinamakan dengan shalat Tobat.
Setiap hamba pasti pernah terjerumus dalam dosa bahkan juga dosa besar. Mungkin saja seseorang sudah terjerumus dalam kelamnya zina, membunuh orang lain tanpa jalan yang benar, pernah menegak arak (khomr), atau seringnya meninggalkan shalat lima waktu padahal meninggalkan satu shalat saja termasuk dosa besar berdasarkan kesepakatan para ulama. Inilah dosa besar yang mungkin saja di antara kita pernah terjerumus di dalamnya. Lalu masihkah terbuka pintu taubat? Tentu saja pintu taubat masih terbuka, ampunan Allah begitu luas. Sebuah hadits yang patut jadi renungan, Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Swt berfirman, sbb ini ;
”Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi no. 3540. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Jika Bertaubat, Setiap Dosa Akan Diampuni
Hadits di atas menunjukkan bahwa Allah benar-benar Maha Pengampun. Setiap dosa –baik dosa kecil, dosa besar, dosa syirik bahkan dosa kekufuran- bisa diampuni selama seseorang bertaubat sebelum datangnya kematian walaupun dosa itu sepenuh bumi. Hal ini dikuatkan pula pada ayat dalam Al Qur’an, Allah Swt berfirman, yang artinya sbb ;
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53).
Ibnu Katsir mengatakan, ”Ayat yang mulia ini berisi seruan kepada setiap orang yang berbuat maksiat baik kekafiran dan lainnya untuk segera bertaubat kepada Allah. Ayat ini mengabarkan bahwa Allah akan mengampuni seluruh dosa bagi siapa yang ingin bertaubat dari dosa-dosa tersebut, walaupun dosa tersebut amat banyak, bagai buih di lautan. ”
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah akan mengampuni setiap dosa walaupun itu dosa kekufuran, kesyirikan, dan dosa besar (seperti zina, membunuh dan minum minuman keras). Sebagaimana Ibnu Katsir mengatakan, ”Berbagai hadits menunjukkan bahwa Allah mengampuni setiap dosa (termasuk pula kesyirikan) jika seseorang bertaubat. Janganlah seseorang berputus asa dari rahmat Allah walaupun begitu banyak dosa yang ia lakukan karena pintu taubat dan rahmat Allah begitu luas.”
Seseorang Yang Melakukan Dosa Berulang Kali
Mengenai hal ini, cobalah kita renungkan dalam hadits berikut. Dari Abu Huroiroh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang diceritakan dari Allah Swt,
“Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu dia mengatakan ‘Allahummagfirliy dzanbiy’ (Ya Allah, ampunilah dosaku). Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ (Wahai Rabb, ampunilah dosaku). Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ (Wahai Rabb, ampunilah dosaku). Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa. Beramallah sesukamu, sungguh engkau telah diampuni.” (HR. Muslim). An Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘beramallah sesukamu’ adalah selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu.
An Nawawi mengatakan, ”Seandainya seseorang berulang kali melakukan dosa hingga 100 kali, 1000 kali atau lebih, lalu ia bertaubat setiap kali berbuat dosa, maka pasti Allah akan menerima taubatnya setiap kali ia bertaubat, dosa-dosanya pun akan gugur. Seandainya ia bertaubat dengan sekali taubat saja setelah ia melakukan semua dosa tadi, taubatnya pun sah.”
Ya Rabb, begitu luas sekali rahmat dan ampunan-Mu terhadap hamba yang hina ini;
Bertaubatlah yang Tulus
Allah Swt berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)
Dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa makna taubat yang tulus (taubatan nashuhah) sebagaimana kata para ulama adalah,
“Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya/ mengembalikannya.”
Penuhilah Syarat Diterimanya Taubat
Berdasarkan penjelasan Ibnu Katsir di atas, syarat taubat yang mesti dipenuhi oleh seseorang yang ingin bertaubat dapat dirinci secara lebih lengkap sebagai berikut.
Taubat dilakukan dengan ikhlas, bukan karena makhluk atau untuk tujuan duniawi.
Menyesali dosa yang telah dilakukan dahulu sehingga ia pun tidak ingin mengulanginya kembali. Sebagaimana dikatakan oleh Malik bin Dinar, “Menangisi dosa-dosa itu akan menghapuskan dosa-dosa sebagaimana angin mengeringkan daun yang basah.” ‘Umar, ‘Ali dan Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa taubat adalah dengan menyesal.
Tidak terus menerus dalam berbuat dosa saat ini. Maksudnya, apabila ia melakukan keharaman, maka ia segera tinggalkan dan apabila ia meninggalkan suatu yang wajib, maka ia kembali menunaikannya. Dan jika berkaitan dengan hak manusia, maka ia segera menunaikannya atau meminta maaf.
Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut di masa akan datang karena jika seseorang masih bertekad untuk mengulanginya maka itu pertanda bahwa ia tidak benci pada maksiat. Hal ini sebagaimana tafsiran sebagian ulama yang menafsirkan taubat adalah bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.
Taubat dilakukan pada waktu diterimanya taubat yaitu sebelum datang ajal atau sebelum matahari terbit dari arah barat. Jika dilakukan setelah itu, maka taubat tersebut tidak lagi diterima.
Bacalah Do’a Ampunan Versi Abu Bakr
Do’a yang bisa diamalkan adalah do’a meminta ampunan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
Dari Abu Bakr Ash Shiddiq, beliau berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya sbb ;
“Ajarkanlah aku suatu do’a yang bisa aku panjatkan saat shalat!” Maka Beliau pun berkata, “Bacalah: ‘ALLAHUMMA INNII ZHOLAMTU NAFSII ZHULMAN KATSIIRAN WA LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA FAGHFIRLII MAGHFIRATAN MIN ‘INDIKA WARHAMNII INNAKA ANTAL GHAFUURUR RAHIIM (Ya Allah, sungguh aku telah menzhalimi diriku sendiri dengan kezhaliman yang banyak, sedangkan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka itu ampunilah aku dengan suatu pengampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) ‘.” (HR. Bukhari no. 834 dan Muslim no. 2705)
Lakukan Shalat Taubat
Shalat taubat adalah shalat yang dianjurkan berdasarkan kesepakatan empat madzhab[9]. Hal ini berdasarkan hadits, artinya sbb ini ;
“Tidaklah seorang hamba melakukan dosa kemudian ia bersuci dengan baik, kemudian berdiri untuk melakukan shalat dua raka’at kemudian meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan mengampuninya.” Kemudian beliau membaca ayat ini: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (HR. Tirmidzi no. 406, Abu Daud no. 1521, Ibnu Majah no. 1395. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Meskipun sebagian ulama mendhoifkan hadits ini, namun kandungan ayat sudah mendukung disyariatkannya shalat taubat.
Shalat taubat ini bisa cukup dengan dua raka’at dan cukup niat dalam hati, tanpa perlu melafazhkan niat tertentu.
Jauhilah Lingkungan Yang Buruk Demi Memperkuat Taubat
An Nawawi mengatakan, ”Hendaklah orang yang bertaubat mengganti temannya dengan teman-teman yang baik, sholih, berilmu, ahli ibadah, waro’dan orang-orang yang meneladani mereka-mereka tadi. Hendaklah ia mengambil manfaat ketika bersahabat dengan mereka.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari )
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”[14]
Semoga Allah Swt menerima setiap taubat kita dan mengampuni setiap dosa yang kita sesali. Hanya Allah yang beri taufik.
Perbuatan Zalim Terdekat di Kehidupan yang Kita Sepelekan. Contoh perbuatan zalim paling banyak menjadi pandangan sebelah mata. Sebuah perilaku yang terkadang tidak kita sadari merupakan sebuah tindakan yang tidak baik. Manusia memang merupakan makhluk yang tidak bisa lepas dari sebuah kesalahan. Namun kita bisa mempelajari dan mencoba untuk berbenah agar tidak melakukan kesalahan yang sama.
Sebuah tindakan kecil yang bisa membuat dosa kecil semakin banyak dan bertumpuk. Tindakan seperti ini terkadang tidak hanya merugikan diri sendiri namun orang lain. Manusia bisa terjerumus dengan tindakan seperti ini semakin hari semakin banyak. Maka dari itu sebaiknya kita memperhatikan tindakan kecil yang ternyata melukai sesama.
Orang Zolim atau Dzalim atau Zalim adalah orang-orang yang menempatkan sesuatu hal tidak semestinya sesuai dengan kebenaran syariat. Dzalim ini adalah kebalikan dari sifat adil, yakni perilaku yang senantiasa menempatkan segala sesuatu semestinya sesuai dengan kebenaran dalam syariat (Al-Quran dan Sunnah).
Dengan pengertian di atas maka ciri-ciri orang yang dzalim tentunya yang selalu meletakkan perkara yang berlawanan dengan ketentuan agama. Orang-orang yang zalim ini menciderai hak-hak orang lain dan juga hak-hak Allah SWT atas makhluk-Nya.
Dalam salah satu sumber disebutkan bahwa ciri-ciri mereka yang dzalim adalah sebagai berikut:
Melakukan kemungkaran
Senantiasa mengingkari kebenaran
Berpaling dari perintah Allah SWT
Melanggar hukum-hukum Allah SWT & Rasul-Nya
Gemar melakukan perilaku tercela seperti dusta, khianat, aniaya, menghina dan lain sebagainya.
Dalam islam, Allah SWT mengancam mereka yang zalim dengan siksaan yang amat keras dan pedih sesuai dengan apa yang difirmankan-Nya dalam Surah Al-Anfaal ayat 25.
Contoh Perbuatan Zalim yang Sering Disepelekan sbb : Suatu tindakan yang tidak semestinya, kebalikan dari kata adil. Semua perbuatan seseorang yang tidak selayaknya kepada sesama makhluk Allah SWT. Maka dari itu akan lebih baik jika kita mempelajari hal-hal yang seperti ini. Tidak sedikit kasus yang berkaitan dengan zalim namun tidak disadari oleh pelakunya.
Jenis-Jenis Perbuatan Zalim
Sebuah perbuatan dari tindakan hina, keji dan tidak sesuai dengan akhlak manusia. Maka akan lebih baik jika kita mengetahui jenis ini untuk tidak merugikan diri sendiri dan sekitar.
Zalim kepada Allah SWT
Sebuah tindakan dari dosa syirik dengan menyekutukan Allah SWT. Tindakan ini menyamakan derajat Allah SWT yang Maha Esa dengan makhluk lain. Maka hati terkecil kita tidak lagi menyembah satu saja, namun menyekutukan. Dosa syirik merupakan yang paling besar dan berat, karena kepercayaan sudah serong. Maka dari itu kita sebaiknya selalu menempatkan Allah SWT sebagai satu-satunya. Tindakan zalim ini yang paling berat dan tidak terampuni.
Zalim Kepada Diri Sendiri
Sebuah tindakan ini yang sering kita sepelekan dan tidak sadari. Perbuatan menyia-nyiakan kepada diri sendiri kepada karunia Allah SWT. Kita yang terberkati tubuh sehat dan sempurna dari Allah SWT sering tidak dijaga dengan baik. Kita selalu merasa tidak cukup dengan karunia, terkadang masih mengeluh dan bahkan tidak jarang mengubah secara permanen.
Contoh perbuatan zalim yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Menggunakan anggota tubuh dari Allah Swt justru untuk tindakan tercela. Hal seperti ini juga termasuk contohnya secara nyata. Semakin kita melakukan perbuatan zalim semakin menabung dosa-dosa kecil dan menumpuk.
Zalim Kepada Makhluk Allah SWT
Sebuah perbuatan sia-sia kepada makhluk Allah SWT, contohnya tanaman, hewan dan lingkungan sekitar. Semua ciptaan Allah SWT memiliki hak yang sama seperti manusia. Hanya saja manusia memiliki akal untuk bertindak. Kita sering menyia-nyiakan misalnya tanaman yang kita tanam, malas untuk merawatnya hal seperti ini juga zalim. Memelihara hewan di rumah namun tidak berlaku baik, hal seperti ini juga tindakan zalim. Kita sudah berlaku salah satu contoh perbuatan zalim kepada makhluk Allah SWT.
Maka ketika memutuskan sebuah tanggung jawab terhadap sesuatu kita harus konsisten. Misalnya kewajiban memberi makan hewan secara tepat waktu. Memberikan pupuk dan air kepada tanaman yang sengaja kita tanam. Perlakuan kecil seperti ini menjadi sebuah kewajiban.
Zalim Kepada Rezeki
Ketika kita Allah SWT berikan nikmat rezeki dan selalu kufur. Ini juga salah satu tindakan zalim secara tidak langsung.
Semua yang menjadi titipan tidak kita manfaatkan untuk hal yang baik. Ini merupakan contoh tindakan tercela zalim. Misalnya rezeki berupa harta, kesehatan dan bahagia. Maka ketika Allah Swt titipkan nikmat kita harus memanfaatkan dengan baik, syukuri lalu manfaatkan kepada hal-hal baik.
Zalim Kepada Sesama Manusia
Contoh perbuatan zalim yang paling dasar dan paling sering. Tidak sedikit yang sering kita lakukan pada orang lain terkadang menyakiti hati dan perasaan. Hal yang termasuk fitnah, menghina dan tindakan sia-sia lainnya. Melakukan kekerasan secara fisik dan mental merupakan tindakan zalim yang nyata. Terluka secara fisik memang nyata terlihat. Namun ketika hati yang terluka dan manusia lain tersebut hanya diam dan mengadu kepada Allah SWT.
Maka kita berhadapan langsung dengan sang pencipta semua makhluk. Kita akan mempertanggungjawabkan tindakan yang sengaja atau tidak sengaja kita lakukan, baik buruk maupun baik. Contoh perbuatan zalim yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari sebaiknya kita perhatikan. Selagi masih bisa kita perbaiki, maka mari menjadi yang lebih baik daripada hari kemarin.
Tiga (3) Ciri Orang Munafik, Zalim hingga Ingkar. Sesungguhnya Allah sangat membenci sifat orang munafik. Ciri-ciri orang munafik bahkan telah disebutkan dalam Alquran dan hadits. Munafik diartikan sebagai berpura-pura. Sedangkan menurut istilah, munafik artinya berpura-pura dalam suatu hal. Orang munafik juga disebut orang yang perkataannya tidak sesuai dengan tindakan atau kenyataan.
Berikut tiga tanda orang munafik
1. Zalim Ramadan bukan hanya menjadi sebuah bulan antik yang dipenuhi dengan ritus-ritus suci nan istimewa yang perlu dirayakan oleh seluruh umat Islam. Bulan ini hadir kepada kaum Muslimin juga sebagai pos penyegaran, semacam oase di padang pasir. Ramadan ialah harapan bagi kita untuk dapat meng-upgrade diri menjadi lebih baik yang dalam hal ini ditandai dengan kedamaian hati dan kedekatan pada Allah Swt.
Menjadi “lebih baik” tidak hanya soal meningkatnya kualitas dan kuantitas peribadatan kepada Allah dalam hal Ibadah Mahdhah. Namun juga dalam kualitas pergaulan dalam hubungan sosial sesama manusia. Bukan hanya perkara hablun min Allah namun juga hablun min An-Naas. Hal itulah yang sering kali disepelekan oleh kita sebagai umat Islam. Padahal sering kali kita diingatkan tentang peliknya permasalahan sesama makhluk saat pengadilan akhirat nanti.
Sebagaimana salah satu riwayat Nabi Saw. yang artinya sebagai berikut ini ;
Artinya: “Barang siapa ada padanya perbuatan zalim kepada saudaranya menyangkut kehormatan atau apa pun, maka hendaklah ia segera meminta kehalalan atas perbuatan zalim yang dia lakukan hari itu juga sebelum tidak ada dinar dan tidak ada dirham (yaitu pada hari kiamat di mana harta benda tidak ada gunanya). Jika ada baginya amal saleh maka diambil lah pahalanya sesuai dengan kadar kezalimannya. Jika sudah tidak ada amal-amal kebaikan, maka diambil lah dari dosa-dosanya orang-orang yang dizalimi. Lalu dosa itu dibebankan kepadanya”. (HR Bukhari dan Tarmizi).
Sabda Nabi ini mengisyaratkan tentang betapa pentingnya berhubungan baik dengan sesama manusia. Salah satu sifat yang paling berbahaya dalam pergaulan sehari-hari dan paling diwanti-wanti oleh Nabi Saw. Sifat Munafik. Apa itu munafik sbb ;
Nabi Saw. pernah menjelaskan tentang definisi spesifik dari seorang munafik saat berbincang dengan Imam Ali Karamallah Wajhahu.
Nabi Saw. bersabda: Artinya: “Wahai Ali, orang Munafik memiliki tiga tanda: bila berbicara ia berbohong, bila berjanji ia ingkar, dan bila diberi amanat ia berkhianat. Sungguh tak berguna nasihat bagi mereka”.
Ciri pertama dari orang munafik ialah sifat pembohong. “Bohong ialah pangkalnya dosa”. Begitulah bunyi kutipan yang acap kali kita dengar. Namun bersamaan dengannya, bolehlah dikira berapa kali kebohongan terucap dari mulut kita dalam sehari.
Bagaimana bohong telah menjadi sebuah laku yang dianggap lumrah, bahkan “manusiawi”. Padahal kebiasaan inilah gerbang pertama dari sifat yang lebih besar dan berbahaya, munafik.
Mari berintrospeksi diri. Sebab sebaik-baiknya perubahan ialah yang dimulakan dari diri sendiri. Saatnya jujur sejak dalam pikiran.
Ciri orang Zalim, informasi hak dan bathil tahu tapi mengabaikannya. “Dan walaupun engkau (Muhammad) memberikan semua ayat (keterangan) kepada orang-orang yang diberi Kitab itu, mereka tidak akan mengikuti kiblatmu dan engkau pun tidak akan mengikuti kiblat mereka. Sebagian mereka tidak akan mengikuti kiblat sebagian yang lain. Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah sampai ilmu kepadamu, niscaya engkau termasuk orang-orang zalim.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 145)
Salah satu ciri orang zalim ; informasi tentang yang hak dan bathil sudah sampai, tapi mengabaikannya. Kata zalim berasal dari bahasa Arab, yakni “Dho-La-Ma” yang memiliki makna sebagai gelap atau lebih dikenal dengan istilah suram. Di dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 200 ayat yang secara spesifik mengupas tentang orang yang zalim ini. “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, maka Allah Swt akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah sangat benci kepada orang-orang yang berbuat zalim”.(QS. Ali-Imran:57).
Secara global makna kata zalim yang kita kenal adalah segala sesuatu perbuatan jahat ataupun berbuat aniaya; baik kepada orang lain maupun kepada diri sendiri dan makhluk-makhluk yang lainnya. Dalam syari’at agama Islam pengertian zalim ini mengacu pada firman Allah yang berbunyi: “Dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim”.(Al-Baqarah:229).
Pertama, mendustakan Allah SWT dan mendustakan kebenaran. Allah SWT berfirman: “Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir”.(Az-Zumar:32).
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa Allah SWT akan memasukkan kedalam neraka bagi orang yang tidak mau menuruti perintah-Nya. Orang yang zalim pada hakikatnya mereka itu akan melencengkan kebenaran yang ada. Sekarang banyak kebenaran-kebenaran yang telah dibelokan oleh orang-orang yang tidak mengerti agama. Oleh karena itu berhati-hatilah dengan kebenaran yang ada. Cek dulu kebenaran yang kita dengar atau peroleh. Apakah yang kita peroleh itu benar atau tidak?
Kedua, suka menipu. Ciri yang kedua ini tentunya sudah tidak asing ditelinga kita. Coba kita lihat dengan seksama. Banyak diantara dari kita yang sering menipu orang lain khususnya mereka para pejabat-pejabat tinggi. Mereka melakukan perbuatan yang sangat fenomenal yang hingga kini terus bergejolak. Apakah itu? Yaitu korupsi. Hampir setiap hari media-media memberitakan tentang korupsi. Mereka dengan senangnya mengambil uang negara untuk dinikmati seorang diri. Imbasnya setelah mereka melakukan korupsi, mereka masuk jeruji besi. Namun setelah mereka bebas dari jeruji besi, mereka kembali berulah dengan kasus yang sama. Sungguh sangat memprihatinkan.
Perbuatan menipu dalam semua hal sangat dilarang. Rasulullah SAW pernah melarang kepada pedagang yang melakukan perbuatan penipuan terhadap barang daganganya. Sebagaimana sabda beliau, Dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, “Rasulullah telah melarang untuk melakukan jual-beli yang licik (menipu)”.(HR. Muslim).
Wahai saudaraku, perlu diketahui bahwa zalim ini memiliki akibat yang luar biasa. Salah satunya akan masuk neraka. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang mengambil hak seorang Muslim maka Allah telah mewajibkan neraka baginya dan mengharamkan surga baginya”. Ada seorang yang bertanya: “Walaupun sesuatu yang remeh/sedikit wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Walaupun cuma sepotong kayu arak”. (HR. Muslim No 351).
Semoga kita bisa menjauhi kezaliman dan mudah-mudahan Allah SWT akan memberikan hidayah dan maghfirah. Serta kita akan dijauhi dari azab yang pedih dari Allah SWT.
Dampak Menjadi Perantara Perbuatan Zalim. Mungkin dari kita entah sengaja atau tidak, entah dengan niat bercanda atau tidak, pernah menjadi perantara dalam menzalimi orang lain.Perlu kita ketahui, perbuatan zalim merupakan salah satu perbuatan yang akan merugikan diri kita sendiri. Meskipun yang mengerjakan perbuatan zalim tersebut bukan kita, namun jika kita adil menjadi perantara perbuatan zalim, maka Insya Allah kita pun juga akan merasakan balasan dari Allah Swt.
Dalam QS. Al-Maidah : 45, Allah SWT sudah berfirman; “Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” Oleh karenanya, jangan libatkan diri kita menjadi perantara perbuatan zalim dari seseorang, sekalipun itu hanya melalui perkataan. Akan tetapi dari perkataan itulah, yang menggerakkan seseorang untuk berbuat zalim.
Al-Quran dan hadits telah memperingatkan kita tentang dampak berbuat zalim, diantaranya adalah:
1. Mendapatkan Azab yang Besar Berbuat zalim bisa mengakibatkan pelakunya mendapatkan azab yang besar dari Allah Swt.
Hal ini telah Allah jelaskan dalam QS. Al-Furqan : 19 ; “Dan barangsiapa diantara kamu yang berbuat zalim, niscaya Kami rasakan kepadanya azab yang besar.”
2. Dijauhkan Dari Nikmat Perbuatan zalim kepada Allah dan orang lain, bisa menjadikan pelakunya jauh dari kenikmatan dan rahmat Allah baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Hal ini Allah Swt tegaskan dalam firmanNya yang tertuang dalam QS. Ghafir : 52 ; “(Yaitu) hari ketika permintaan maaf tidak berguna bagi orang-orang zalim, dan mereka mendapat laknat dan tempat tinggal yang buruk.”
3. Sulit Terkabulnya Doa Apabila kita pernah menzalimi orang lain, dan yang kita zalimi mengadu kepada Allah, maka doanya akan langsung dikabulkan oleh Allah, sekalipun doa keburukan.
Rasulullah SAW pernah bersabda; “Dan berhati-hatilah terhadap doa orang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Bangkrut di Hari Kiamat Orang yang terus berbuat zalim ataupun orang yang menjadi perantara kezaliman, maka di hari kiamat kelak orang tersebut akan mengalami kebangkrutas amal yang dikerjakannya semasa di dunia.
Hal ini sebagaimana sabda dari Rasulullah SAW, yakni : “Barangsiapa yang pernah berbuat aniaya (zalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia), sebelum datang hari, yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham.” (HR. Bukhari)
5. Mendatangkan Azab Allah Swt
Seseorang yang berbuat zalim atau menjadi perantara orang lain berbuat zalim, maka insya Allah, Allah akan mendatangkan bencana dan malapetaka bagi orang tersebut. Hal ini Allah Swt tegaskan dalam firmanNya yang tertuang dalam QS. Al-Hajj : 45.
“Maka betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan, karena (penduduk) nya dalam keadaan zalim sehingga runtuh bangunan-bangunannya. Dan betapa banyak pula sumur yang telah ditinggalkan, dan istana yang tinggi (tidak ada penghuninya).”
Oleh sebab itu, hendaklah kita menjauhi perbuatan zalim ini, sekalipun kita hanya menjadi perantaranya. Karena ancaman Allah kepada orang yang berbuat zalim sangatlah dahsyat dan mari kita semua berdoa, semoga Allah SWT menjauhkan kita dari sifat suka menzalimi orang lain.
Manusia pada umumnya tidak suka, bahkan sangat takut pada kematian. Bagi sebagian orang, kematian sangat menakutkan. Mereka membayangkan kematian sebagai peristiwa yang amat tragis dan mengerikan. Dalam buku Mizan Al 'Amal, Imam Ghazali menjelaskan beberapa alasan mengapa manusia takut terhadap kematian. Pertama, karena ia ingin bersenang-senang dan menikmati hidup ini lebih lama lagi.
Kedua, ia tidak siap berpisah dengan orang-orang yang dicintai, termasuk harta dan kekayaannya yang selama ini dikumpulkannya dengan susah payah. Ketiga, karena ia tidak tahu keadaan mati nanti seperti apa. Keempat, karena ia takut pada dosa-dosa yang selama ini ia lakukan.
Alhasil, manusia takut karena ia tidak pernah ingat kematian dan tidak mempersiapkan diri dengan baik dalam menyambut kehadirannya. Manusia, kata Ghazali, biasanya ingat kematian hanya kalau tiba-tiba ada jenazah lewat di depannya. Seketika itu, ia membaca istirja': ''Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.''
Namun, istirja' yang dibaca itu hanyalah di mulut saja, karena ia tidak secara benar-benar ingin kembali kepada Allah dengan ibadah dan amal saleh.
Jadi, kalau demikian, agar tidak alergi dan fobia dengan kematian, manusia, menurut Ghazali, harus sering-sering ingat kematian sebagaimana sabda Rasulullah SAW, ''Perbanyaklah olehmu mengingat kematian, si penghancur segala kesenangan duniawi.'' (HR Ahmad).
Menurut Ghazali, ingat kematian akan menimbulkan berbagai kebaikan. Di antaranya, membuat manusia tidak ngoyo dalam mengejar pangkat dan kemewahan dunia. Ia bisa menjadi legawa (qonaah) dengan apa yang dicapainya sekarang, serta tidak akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisi pribadinya.
Kebaikan lain, manusia bisa lebih terdorong untuk bertobat alias berhenti dari dosa-dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Lalu, kebaikan berikutnya, manusia bisa lebih giat dalam beribadah dan beramal saleh sebagai bekal untuk kebaikannya di akhirat kelak.
Dengan berbagai kebaikan ini, orang-orang tertentu seperti kaum sufi tidak takut dan tidak gentar menghadapi kematian. Mereka justru merindukannya, karena hanya lewat kematian mereka dapat menggapai kebahagiaan yang sebenar-benarnya, yaitu berjumpa dengan Allah dalam ridha dan perkenan-Nya.
Inilah anugerah dan kabar gembira dari Allah kepada mereka. Firman-Nya, ''Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah Allah', kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka seraya berkata, 'Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu'.'' (QS Fushshilat: 30).
Perbuatan zalim/Dholim akan mendapat balasan dari Allah Swt di dunia dan di hari akhir. Ya Tuhan kami, sesungguhnya orang yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh, Engkau telah menghinakannya, dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang yang zalim. (QS Ali Imran: 192)
Dalam penjelasan Tafsir Ringkas Kementerian Agama, ayat ini menjelaskan, mereka berdoa kepada Allah Swt Sang Pencipta yang menghidupkan dan mematikan.
Ya Tuhan kami, sesungguhnya orang yang Engkau masukkan ke dalam neraka karena menyekutukan-Mu dan akibat keangkuhannya, maka sungguh Engkau telah menghinakannya dengan menimpakan azab yang pedih. Maka tidak ada seorang penolong pun yang dapat memberikan pertolongan bagi orang yang zalim. Karena orang-orang zalim pantas mendapatkan murka dan siksaan dari Allah Swt.
Dalam penjelasan arti mereka berdoa, Ya Allah, Ya Tuhan kami, kami mohon dengan penuh khusyuk dan rendah hati, agar kami benar-benar dijauhkan dari api neraka, api yang akan membakar hangus orang-orang yang angkuh dan sombong di dunia ini, yang tidak mau menerima yang hak dan benar yang datang dari Engkau pencipta seluruh alam. Kami tahu orang-orang yang Engkau masukkan ke dalam neraka, adalah orang-orang yang sungguh-sungguh telah Engkau hinakan karena kezaliman dan kekafiran yang telah mereka lakukan di dunia ini.
Mereka terus-menerus merasakan siksa neraka itu, karena tidak ada penolong bagi orang-orang yang zalim dan kafir. Tidak ada seorang pun dapat jadi penolong mereka dan dapat mengeluarkan mereka dari kepedihan siksa yang dialaminya.
Zalim merupakan perbuatan yang dilarang agama. Allah SWT menunda siksaan mereka dan ajal mereka, agar mereka kian bertambah zalim dan melampaui batas. "Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan." (QS Ali Imran 178).
Hal itu mungkin ditangguhkan juga untuk memberi kesempatan kepada orang-orang zalim agar bertaubat dan kembali ke jalan Allah, yang memiliki sifat Al-Halim (Yang Mahalembut). Atau karena orang yang terzalimi sebelumnya telah berbuat zalim kepada yang lain pada masa hidupnya, lalu kezaliman yang menimpa dirinya merupakan hukuman atas kezaliman dia sendiri pada masa lalu.
Allah SWT sungguh telah mengancam orang-orang zalim dengan mendahulukan hukuman mereka di dunia sebelum kembali ke akhirat, karena hinanya kezaliman, dan banyaknya efek buruk bagi masyarakat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW.
“Tidak ada sesuatu yang aku patuhi kepada Allah di dalamnya (amalan itu) lebih cepat mendapat ganjaran lebih dari menyambung tali silaturahim, dan tidak ada sesuatu yang lebih cepat hukumannya dari berbuat zalim dan memutus tali silaturahim.” (HR Baihaqy).
Oleh karena itu, balasan bagi orang zalim di dunia ini mungkin muncul pada kesimpulannya, yaitu akhir hidupnya akan sangat menyakitkan. Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah Swt akan menangguhkan siksaan bagi orang yang berbuat zalim. Apabila Allah Swt telah menghukumnya, maka Dia tidak akan pernah melepaskannya."
Kemudian Rasulullah membaca ayat yang berbunyi: 'Begitulah adzab Tuhanmu, apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya adzab-Nya itu sangat pedih dan keras.' (Qs Hud ayat 102). Sebagaimana Allah Swt menghinakan pelaku zalim saat di dunia, yang merasakan kepahitan hidup dan kehinaannya, Allah Swt juga akan menyiksanya pada hari kiamat. Di antara hukuman duniawi pelaku kezaliman ialah diharamkannya dia dari keberkahan dan dihilangkannya nikmat.
Allah SWT berfirman dalam surat Al Qalam yang menceritakan tentang para pemilik kebun, dan mereka pelit, mereka bertekad untuk tidak memberikan hak yang seharusnya diberikan kepada orang fakir miskin, Allah berfirman:
"Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Makkah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil) nya di pagi hari dan mereka tidak mengucapkan, "Insya Allah, " lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, lalu mereka panggil-memanggil di pagi hari, "Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya.”
Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan, "Pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu.” Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin), padahal mereka mampu (menolongnya). Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata, "Sesungguhnya kita benar-benar orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)." (QS Al Qalam ayat 17-27).
Dikutip dari Okezone.com, perbuatan zalim adalah sifat yang melampaui batas kemanusiaan, melanggar ketentuan, dan menentang atau menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Perbuatan zalim merupakan perbuatan yang sangat tidak disukai oleh Allah SWT bahkan Allah melaknat perbuatan tersebut. Tidak hanya Allah yang tidak menyukainya. Malaikat dan sesama manusiapun sangat tidak suka dengan orang yang berbuat zalim.
Allah SWT tidak suka terhadap perbuatan zalim, seperti firmannya: “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (QS Ali Imran: 57).
Perbuatan zalim memang mempunyai banyak bentuknya dari perbuatan zalim kepada Allah Swt, perbuatan zalim kepada orang lain, perbuatan zalim pada diri sendiri, dan zalim kepada binatang. Allah Swt akan memberi hukuman kepada mereka yang berbuat zalim di akhirat nanti. Bahkan mereka yang berbuat zalim akan tidur beralaskan api neraka dan diselimuti api neraka.
“Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka) . Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al A’raaf: 41).
Karena kebencian Allah Swt kepada orang-orang zalim, orang yang berbuat zalim tidak akan pernah mendapatkan tempat terbaik di akhirat kelak. seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Al An'am ayat 135: “Kalian akan tahu siapa yang akan mendapat tempat terbaik di akhirat dan sesungguhnya orang-orang zalim itu tidak akan beruntung.”
Barang siapa telah melakukan dosa kecil dan dosa besar masih memungkinkan masuk surga tanpa hisab jika ia bertaubat dan kembali (kepada Allah), maka Allah akan mengganti keburukan orang yang bertaubat tersebut menuju kebaikan, meskipun telah melakukan dosa syirik, pembunuhan dan zina, sebaimana dalam firman-Nya artimya sbb ini ;
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. 68-70)
Tidaklah bagi pelaku dosa kecuali bertaubat dan meminta kepada Allah agar berkenan menerimanya dan masuk surga tanpa hisab. Adapun bagi siapa saja yang bertemu dengan Allah dengan dosa besar tanpa taubat, maka ia berada di bawah kehendak Allah, jika berkehendak Dia akan mengadzabnya dan jika berkehendak Dia akan mengampuninya, berdasarkan firman Allah Swt : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. (QS. An Nisa’: 48)
Ibnu Jarir At Thabari rahimahullah berkata:
“Ayat ini telah menjelaskan bahwa semua pelaku dosa besar berada di bawah kehendak Allah, jika berkehendak Dia memaafkannya, dan jika berkehendak Dia akan menyiksanya, selama dosa besarnya bukanlah sebuah kesyirikan kepada Allah Swt”. (Tafsir At Thabari: 8/450)
Telah disebutkan pada jawaban soal nomor: 174528
“Bahwa dalil-dalil syar’i yang dzahir telah menentukan bahwa mereka yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab mereka adalah yang terdepan dalam kebaikan, bukanlah mereka yang ekonomis apalagi yang mendzolimi diri mereka sendiri”.
Yang demikian itu sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Darda’ –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”. (QS. Faathir: 32)
“Adapun mereka lebih dahulu berbuat kebaikan, mereka adalah orang-orang yang masuk surga tanpa hisab, dan adapun mereka yang pertengahan adalah mereka yang dihisab dengan hisab yang mudah, sedangkan mereka yang menganiaya diri mereka sendiri adalah mereka orang-orang yang dihisab di sepanjang mahsyar, kemudian merekalah yang diliputi oleh rahmat-Nya, seraya merekalah yang mengucapkan:
“Dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu". (QS. Fathir: 34-35)
Dan dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhu- berkata pada saat mentafsiri ayat tersebut: “Mereka adalah umat Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Allah telah mewariskan kepada mereka setiap kitab yang telah diturunkan, maka yang dzolim dari mereka diampuni, yang ekonomis (pertengahan) akan dihisab dengan hisab yang mudah, dan yang lebih dahulu berbuat kebaikan akan masuk surga tanpa hisab”. (HR. Ibnu Jarir Thabari).
Dari Abu Wail dari Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata:
“Umat ini tiga bagian pada hari kiamat, 1/3 masuk surga tanpa hisab, 1/3 lainnya akan dihisab dengan hisab yang mudah, dan 1/3 lainnya mereka datang dengan dosa yang banyak sampai Dia berfirman: “Siapa mereka ?” dan Dia Maha Mengetahui –tabaraka wa ta’ala-, maka malaikat menjawab: “Mereka datang dengan membawa dosa yang banyak, hanya saja mereka tidak menyekutukan-Mu dengan sesuatu, maka Allah Swt berfirman: “Masukkan mereka ke dalam luasnya rahmat-Ku, seraya Abdullah membacakan ayat ini:
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”. (QS. Faathir: 32)
Pelaku dosa besar jika Dia bertemu dengan Allah dalam keadaan belum bertaubat darinya, maka ia termasuk orang yang dzolim kepada diri sendiri, dan akan dihisab, dan ditimbang antara kebaikan dan keburukannya, jika lebih berat keburukannya maka ia termasuk penghuni neraka, kalau tidak maka Allah akan mengampuninya.
Bisa jadi Allah Swt akan menghisabnya dengan hisab yang mudah, Allah mengakui dosa-dosanya kemudian Dia mengampuninya.
Syeikh Hafidz Al Hukmi –rahimahullah- berkata:
Soal: “Bagaimana menggabungkan antara sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam hadits ini:
“Maka ia (sesuai dengan kehendak) Allah, jika berkehendak Dia akan mengampuninya dan jika berkehendak Dia akan menyiksanya”. (HR. Muttafaqun ‘alaihi)
Dengan hadits yang menyatakan bahwa mereka yang lebih berat keburukannya dari pada kebaikannya maka ia akan masuk neraka ?
Jawab:
Keduanya tidak bertentangan, karena barang siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk diampuni, maka akan dihisab dengan hisab yang mudah yang ditafsiri oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan Al ‘Ardh (pertanggung jawaban), beliau mengatakan tentang sifatnya:
“Salah seorang dari kalian mendekat kepada Tuhannya -‘Azza wa Jalla- sampai dia meletakkan tangannya, dan (Allah) bertanya: “Kamu telah mengerjakan ini dan itu”, dia menjawab: “Iya”, dan Dia berkata lagi: “Kamu telah mengerjakan ini dan itu”, dia menjawab: “Iya”, maka Allah tetapkan (kesalahannya), lalu berfirman: “Sungguh Aku telah menutupinya untukmu di dunia, dan pada hari ini Aku mengampuninya untukmu”. (Muttafaqun ‘alaihi)
Adapun mereka yang masuk neraka dengan dosa-dosa mereka, maka merekalah yang mendiskusikan hisab, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda:
“Barang siapa yang hisabnya didiskusikan maka ia akan diadzab”. (Muttafaqun ‘alaihi) Syiekh Ibnu Baaz rahimahullah berkata pada saat menjelaskan siapa saja mereka yang masuk surga tanpa hisab:
“Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang istiqamah dalam agama Allah sebanyak 70.000 dan setiap 1000 orang mereka membawa 70.000 orang lagi.
Yang terdepan adalah umat yang beriman ini, yang terdepan dari kalangan mereka seperti bulan purnama, merekalah orang-orang yang berjihad pada diri mereka sendiri karena Allah, mereka yang istiqamah pada agama Allah, di mana saja mereka mengerjakan kewajiban dan meninggalkan yang haram, dan berlomba dalam kebaikan.
Di antara sifat mereka adalah mereka yang tidak minta ruqyah, tidak berobat dengan cara dibakar, dan tidak melakukan tathayyur (meramal nasib dengan prilaku burung)”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 28/60)
Hadits tersebut telah menjelaskan bahwa mereka yang bertawakkal kepada Tuhannya, sampai mereka tidak menghiraukan sebagian kebutuhan mereka sendiri karena tawakkal kepada Allah, hal ini bentuk kesempurnaan tawakkal mereka, dan tidak diragukan lagi bahwa barang siapa yang telah mewujudkan kesempurnaan tawakkal kepada Allah, maka dia tidak akan melakukan dosa besar terus-menerus.
Kesimpulan : Bahwa barang siapa yang ingin masuk surga tanpa hisab maka hindarilah dosa-dosa besar, dan bersegeralah untuk bertaubat dengan taubat nasuha jika telah terjerumus kepada sebagian dosa-dosa tersebut.
Siapa yang Dipastikan Masuk Neraka Menurut Surat Al-Humazah. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Hujarat: 11).
"Dan jangan saling menyerang. Apakah salah satu dari Anda suka bahwa dia makan daging saudaranya yang sudah meninggal? Kamu akan membencinya." (QS Al-Hujuraat: 12).
Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad SAW pernah bertanya kepada sahabatnya, "Apakah Anda tahu apa itu fitnah?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Nabi-Nya (SAW) lebih tahu." Nabi Muhammad (SAW) berkata, "Untuk merujuk pada sifat atau karakteristik saudara Anda yang tidak dia sukai."
Para sahabat lantas bertanya kepada Nabi (SAW), "Bagaimana jika hal-hal yang dirujuk tentang orang itu ada di dalam dirinya?" Nabi Muhammad (SAW) bersabda, "Jika hal-hal yang dirujuk tentang orang tersebut benar-benar ada di dalam dirinya, maka itu adalah kasus fitnah, jika tidak ada di dalam dirinya maka akan menjadi kasus fitnah." (HR Muslim).