This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Rabu, 03 Agustus 2022

Hukum Menerima Pemberian Dari Penghasilan Yang Haram

Haram secara garis besar terbagi atas dua macam:

1). Haram dari sisi dzatiyahnya. Semisal, babi, bangkai hewan ternak, dan sebagainya. Maka ini jelas haram kita terima dari siapapun dan dari manapun mendapatkannya. Apalagi misal dia memberikan kepada kita babi curian. Ini tak usah lagi ditanyakan keharamannya.

Termasuk juga jenis ini adalah suatu harta/barang yang diketahui jelas-jelas dari hasil melanggar syariat, seperti harta yang diambil tanpa ada keridhaan, semisal harta dari pencurian, perampokan, dan sebagainya. Maka jika kita mengetahuinya sendiri atas hal itu, kita haram menerima pemberian semacam itu.

Contoh kasus ayam curian yang kita tahu secara pasti dia dapatkan ayam itu dari mencuri, maka ini haram diterima atau ada seseorang yang kamu tahu secara pasti dia mencuri ayam lalu ayam itu dijual, kemudian dia mentraktir kamu makan dengan uang tersebut, maka kamu haram menerima tawarannya. Atas dasar ini maka ditetapkan:

ما كان محرم العين كالمال المسروق والمغصوب ، وهذا لا يجوز قبوله من أحد ؛ لأنه يجب رده إلى أهله

"Harta yang statusnya haram dzatiyahnya, seperti hasil mencuri, merampas, maka total tidak boleh diterima dari siapapun. Karena harta yang sedemikian ini wajib dikembalikan kepemiliknya". (Fatwa Islam no. 126486).

2). Haram dari sisi sumber penghasilannya.

Gambarannya sebagai berikut:

Misal si A orang yang hendak mentraktir kamu atau hendak memberikan kamu hadiah adalah seseorang yang bekerja di bank. Jelas pendapatannya adalah haram. Namun di samping itu bisa jadi dia misal memiliki pekerjaan sampingan lain yang halal, misal buka toko biasa, atau mungkin dia telah menerima uang warisan dan sebagainya yang halal.

Nah, boleh jadi saat dia mengajak kita mentraktir makan atau memberi hadiah, ia bisa saja memakai uang yang berasal dari gajinya sebagai pegawai bank atau bisa saja itu bersumber dari usaha tokonya yang halal, dan mungkin juga berasal dari uang warisan yang halal. Tentu kita tak bisa memastikannya. Dalam kondisi seperti ini maka boleh kita menerimanya dan syariat tidak menuntut kita menanyakan dulu kepada si A dari mana sumber duit yang akan ia berikan ke kita untuk mentraktir atau memberikan hadiah.

Dalilnya, kita tahu salah satu pekerjaan orang Yahudi adalah suka melakukan riba. Hal ini sampai disebutkan Allah pada ayat berikut:

وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ ...

“Dan disebabkan mereka (orang-orang Yahudi biasa) memakan riba padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya ". (QS. An Nisa: 161).

Namun bersamaan dengan itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menerima hadiah dari seorang Yahudi tanpa bertanya dulu ke Yahudi itu misalnya dengan berkata: “Apakah hadiah yang kau berikan padaku ini berasal dari pekerjaan ribamu?”. Tidak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menanyakannya. Beliau langsung menerima hadiah tersebut sebagaimana terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan lain-lain, dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu yang ringkasnya "Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menerima hadiah potongan daging kambing dari seorang wanita Yahudi". [Lihat Shahih Bukhari no. 2617 dan lain-lain].

Karena itulah Dzar bin ‘Abdillah rahimahullah mengisahkan dari Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu:

جَاءَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ: إِنَّ لِي جَارًا يَأْكُلُ الرِّبَا، وَإِنَّهُ لَا يَزَالُ يَدْعُونِي، فَقَالَ: «مَهْنَؤُهُ لَكَ وَإِثْمُهُ عَلَيْهِ

"Ada seseorang yang mendatangi Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu lalu dia berkata: “Aku punya tetangga yang suka makan riba, dan dia sering kali mengundangku untuk makan bersama (bolehkah aku memenuhi undangannya?)”. Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu menjawab: “Untukmu suguhannya/enaknya, sementara dosanya ditanggung dia". [Riwayat Imam ‘Abdurrazzaq, dalam Al Mushannaf no. 14675].

Juga ada atsar yang disandarkan kepada Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berikut.

Rabi’ bin ‘Abdillah rahimahullah mengisahkan:

سَمِعَ رَجُلًا , سَأَلَ ابْنَ عُمَرَ: إِنَّ لِي جَارًا يَأْكُلُ الرِّبَا , أَوْ قَالَ: خَبِيثُ الْكَسْبِ , وَرُبَّمَا دَعَانِي لِطَعَامِهِ أَفَأُجِيبُهُ؟ , قَالَ: ” نَعَمْ

"Rabi’ bin Abdillah rahimahullah mendengar seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma: “Saya memiliki tetangga yang biasa memakan riba atau dia berkata penghasilannya kotor, bagaimana jika dia mengundang saya untuk makan, apakah saya penuhi?”. Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma menjawab: “Ya (silakan terima undangannya)". (As Sunan Al Kubra no. 10823).

Karen itu Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah juga memfatwakan bolehnya kita menerima hadiah dari kasus semacam ini.  Hanya saja tak sedikit juga Ulama yang dengan kehati-hatian memfatwakan untuk tidak menerima tawaran semacam ini.

Maka dari seluruh keterangan yang ana kaji dalam bab ini dapat disimpulkan bahwa:

  1. Jika diketahui dzatiyahnya benda/barangnya haram, seperti babi, anjing, dan sebagainya, maka pemberiannya adalah haram mutlak.
  2. Jika keharaman itu dari cara menghasilkannya yang tercampur antara halal dan haram, semisal orang yang bekerja di bank, pemusik, dan sebagainnya, dan terlebih jika diketahui dia memiliki usaha atau pendapatan yang lain yang halal, maka menerima undangan atau traktiran atau hadiahnya darinya adalah boleh, dan tidak dituntut menanyakan dulu dari mana hartanya diperoleh.
  3. Walau demikian sebagai ihtiyah (kehati-hatian) janganlah kita bergaul dengan mereka apalagi sering bergaul dengan menerima ajakan makan mereka dan sebagainya, kerena tak sedikit Ulama juga membenci perkara ini karena ada syubhat di dalam hartanya.

Referensi : Hukum Menerima Pemberian Dari Penghasilan Yang Haram


















Bersedekah dari Uang Hasil Korupsi? Begini Hukumnya (Jelas Buya Yahya)

Korupsi atau rasuah atau mencuri adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan memperkaya diri sendiri atau mengutamakan kepentingan pribadi. Tindakan korupsi dapat merugikan banyak pihak, baik masyarakat maupun negara. Oleh karena itu, korupsi harus diberantas.

Apalagi jika korupsi dengan memakan uang rakyat dan merugikan banyak orang. Namun bagaimana jika melakukan korupsi namun tetap beramal atau bersedekah? "Orang yang bersedekah dari uang korupsi, sama dengan bersedekah dari uang mencuri," jelas Buya Yahya. Lalu bagaimana hukumnya dengan bersedekah dengan rezeki yang didapatkan dengan cara haram? "Maka orang yang bersedekah dengan cara haram, seperti berwudhu dengan air kencing," ungkap Buya.

Maka seseorang yang bersedekah dengan uang korupsi ini tidak akan mendapatkan pahala apapun menurut Buya Yahya. Namun jika seseorang memaksa bersedekah agar mendapatkan pahala maka berhenti melakukan korupsi. "Jangan korupsi saja sudah termasuk pahala, jalur kemaksiatan harus ditutup," terang Buya Yahya. Buya Yahya juga mengatakan meskipun bersedekah untuk pondok pesantren atau tempat-tempat beribadah lainnya, jika dengan hasil korupsi tetap dinilai berdosa.

Karena rezeki yang dihasilkan dengan uang yang haram didapatkan. "Justru ini sangat berbahaya jika ada yang berbicara 'yaudah nggak apa-apa kalau korupsi asal uangnya untuk pondok," ucap Buya Yahya. Hal tersebut justru sangat berdosa menurut Buya Yahya karena seseorang diajarkan untuk mencuri.

"Kebaikan sebesar apapun, namun ternyata diraih dengan cara yang haram tidak ada kebaikan," jelas Buya Yahya. Jadi jika bersedekah dengan uang korupsi tidak ada pahala dan kebaikan, jika ingin mendapatkannya maka berhentilah terlebih dahulu.

Referensi : Bersedekah dari Uang Hasil Korupsi? Begini Hukumnya (Jelas Buya Yahya).



















Baca Doa Ini Bila Tak Sengaja Makan Makanan Haram

Umat Islam diwajibkan mengkonsumsi makanan dan minuman halal, mulai dari bahan dasarnya, teknik mengolahnya, hingga cara memperolehnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Wahai para Rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al-Mu'minun: 51).

Dalam Al-Qur'an surat An Nahl ayat 114 Allah SWT telah memerintahkan kepada manusia untuk memakan makanan yang halal lagi baik (tayyib). Allah juga telah memerintahkan manusia menjauhi makanan dan minuman yang haram.

Sebagaimana diterangkan dalam surat Al Maidah ayat 3, Allah SWT mengharamkan pada manusia memakan bangkai, darah daging babi, dan lainnya. Pada surat Al Maidah ayat 90, bahkan dijelaskan meminum khamr (minuman keras atau sejenisnya hukumnya haram dikonsumsi) termasuk perbuatan setan. 

Namun terkadang, saat makan di perjalanan, tanpa disadari mungkin Anda pernah terlanjur mengonsumsi makanan haram, seperti makanan yang mengandung daging babi atau anjing.

Apa yang harus dilakukan? Melansir muslim.okezone.com, menurut Syekh M Nawawi Banten, ada doa yang diajarkan Syekh Sya‘rani ketika meragukan sumber kehalalan makanan yang diperoleh, yaitu:

Allahummahmini minal akli min hadzat tha'amil ladzi du'itu ilahi. Fa in lam tahmini minhu, fa la tada'hu yuqimu fi bathni. Fahmini minal wuqu 'I fil ma'ashil lati tansya'u minhu 'adatan. Fa in lam tahmini minal wuqu'I fil ma'ashi, faqbal istighfari wa ardhi 'anni ashhabat taba'ati. Fa in lam taqbal istighfari wa lam turdhihim 'anni, fa shabbirni 'alal 'adzabi, ya arhamar rahimina.

Artinya: "Ya Allah, lindungi aku dari mengonsumsi makanan ini yang mengundangku untuk itu. Jika Kau tidak melindungiku darinya, jangan biarkan dia bermukim di perutku. Lindungilah aku dari maksiat yang biasanya muncul karena makanan seperti ini. Kalau Kau tidak melindungiku dari maksiat, terimalah istighfarku. Buatlah mereka yang memiliki hak atasku ridha. Jika Kau tidak menerima istighfarku dan tidak membuat mereka yang memiliki hak atasku ridha, berikanlah kekuatan bagiku dalam menanggung azab-Mu, wahai Tuhan yang maha pengasih."

Jika seorang Muslim tidak mengetahui kehalalan makanan atau minuman yang dikonsumsinya, maka baiknya segera berdoa. Minta perlindungan dan ampunan supaya sesuatu yang telah masuk ke tubuh tetap mendapatkan ridha dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Bila apa yang telah dimakan terbukti keharamannya, maka makanan yang tadinya diduga halal tersebut tidaklah mengakibatkan dosa, selama tidak ada niat dari pemakannya.

Namun, jika seseorang mengetahui bahwa makanan yang ada di hadapannya adalah makanan haram dan dia tetap memakannya, maka ia berdosa.

Jadi, sebagai Muslim, sebaiknya kita berhati-hati makan di tempat makan yang asing bagi kita. Misalnya dengan melihat bahwa warung tersebut bertanda B2 yang berarti ada babinya atau bertanda B1 (daging anjing).

banyak hikmah dari larangan Allah memakan makanan haram. Salah satu yang utama adalah agar makanan atau minuman tersebut tidak merusak tubuh, kesehatan atau kesadaran manusia sehingga lalai akan Tuhannya. 

Rasulullah bahkan menjelaskan kaitannya taubat dengan orang yang melanggar perintah Allah dengan memakan makanan haram. Sebab orang yang memakan makanan haram dapat membuat taubatnya terganjal. 

Sebagaimana wasiat Rasulullah kepada Ali bin Abi Thalib. Pesan Rasulullah ini dapat ditemukan dalam kitab Wasiyatul Mustofa yang disusun Syekh Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Musa Asy Syarani Al Anshari Asy Syafi'i Asy Syadzili Al Mishri atau dikenal sebagai Imam Asy Syarani.

"Wahai Ali, tidak ada taubat untuk orang-orang yang bertaubat sehingga orang tersebut membersihkan perutnya dari barang haram, dan (bersegera menggantinya dengan) pekerjaan yang baik (halal). 

Referensi : Baca Doa Ini Bila Tak Sengaja Makan Makanan Haram











Doa Terlanjur Makan Makanan yang Haram

Gambar Ilustrasi : Doa Terlanjur Makan Makanan yang Haram

Bukan suatu hal yang mustahil jika seseorang tidak sengaja memakan makanan yang haram dan sudah terlanjur dikonsumsi. Jika demikian, Islam memberi panduan agar umat Islam membaca doa berikut:

اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا الطَّعَامُ حَلَالًا فَوَسِّعْ عَلَى صَاحِبِهِ وَاجْزِهِ خَيْرًا وَإِنْ كَانَ حَرَامًا أَوْشُبْهَةً

فَاغْفِرْلِيْ وَلَهُ وَأَرْضِ عَنِّيْ أَصْحَابَ التَّبِعَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِرَحْمَتِكَ يَا أرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Artinya: “Ya Allah jika makanan yang saya makan ini halal, maka luaskanlah rezekinya (orang yang memberi makan) dan balaslah dengan kebaikan. Dan jika makanan ini adalah haram atau syubhat maka ampunilah aku dan dia. Ridhoilah kami sebagai orang-orang yang mengikuti Nabi kelak di hari kiamat wahai Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang."

Demikian juga Syekh Sya’rani, beliau menyarankan membaca doa:

اللَّهُمَّ احْمِنِيْ مِنَ الْأَكْلِ مِنْ هَذِهِ الطَّعَامِ الَّذِيْ دُعِيْتُ اِلَيْهِ فَاِنْ لَمْ تَحْمِنِيْ مِنْهُ فَلَا تَدَعْهُ يُقِيْمُ فِيْ بَطْنِيْ وَاِنْ جَعَلْتَهُ يُقِيْمُ فِيْ

بَطْنِيْ فَاحْمِنِيْ مِنَ الْوُقُوْعِ فِي الْمَعَاصِى الَّتِيْ تَنْشَأُ مِنْهُ عَادَةً فَاِنْ لَمْ تَحْمِنِيْ مِنَ الْوُقُوْعِ فِي الْمَعَاصِي فَاقْبَلْ اِسْتِغْفَارِيْ وَارْضَ عَنِّيْ أَصْحَابَ التَّبِعَاتِ فَإِنْ لَمْ تَقْبَلْ اِسْتِغْفَارِيْ وَلَمْ تَرْضَهُمْ عَنِّيْ فَصَبِّرْنِيْ عَلَى الْعَذَابِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Artinya: “Ya Allah jagalah aku dari makanan ini. Jika engkau tidak menjagaku maka jangan tinggalkan makanan ini berada di perutku. Jika engkau jadikan makanan tetap berada dalam perutku maka jagalan aku dari kemaksiatan yang timbul karenanya,

Jika engkau tidak menjagaku dari maksiat, maka terimalah tobatku, dan jauhkanlah para penerima konsekuensi (atas dosanya sendiri) dariku.

"Jika engkau tidak menerima tobatku dan menjauhkan mereka dariku, maka berikanlah aku kesabaran menghadapi siksa, wahai Allah yang Maha Penyayang di antara para penyayang.” (Syekh Nawawi al-Bantani, Qami ath-Thughyan, Indonesia: Haramain, hal. 12)

Referensi : Doa Terlanjur Makan Makanan yang Haram







Setiap muslim wajib memperhatikan kehalalan makanannya

Ilustrasi : Setiap muslim wajib memperhatikan kehalalan makanannya

Setiap muslim wajib memperhatikan kehalalan makanannya. Mengonsumsi makanan haram sebabkan ibadah tertolak dan doa tak terkabul. Oleh sebab itu Allah perintahkan para rasulnya untuk memperhatikan makanan yang dikonsumsi sebelum perintahkan beramal shalih (QS. Al-Mukminun: 51). 

Kemudian Allah perintahkan orang-orang beriman sebagaimana yang diperintahkan kepada para mursalin (QS. Al-Baqarah: 172).

Karena itu, setiap muslim wajib memperhatikan kehalalan makanannya; dari sisi dzatnya maupun sabab mendapatkannya.

Jika sudah terlanjut pernah mengonsumsi makanan yang didapat dari sumber haram apa yang harus dilakukan?

jika sudah terlanjur mengonsumsi makanan haram, solusinya, banyak istighfar dan bertaubat. Yaitu dengan menyesali dari apa yang sudah dilakukan dari mengambil harta haram karena Allah. Tinggalkan perbuatan itu sekarang juga. Tekadkan dalam hati untuk tidak ulangi perbuatan itu. Perbanyak amal shalih serupa; berupa infak dan sedekah serta membantu orang lain. Perbanyak puasa juga salah satu cara sucikan diri dari dosa tersebut.

Ini seperti firman Allah Subahanahu wa Ta'ala,

وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا

“Dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (QS. Al-Furqan: 71)

Jika harta yang diambil milik orang lain, salah satu tuntutan taubatnya dengan mengembalikan hak orang tersebut atau meminta kehalalannya.

Referensi : Setiap muslim wajib memperhatikan kehalalan makanannya



Janganlah kalian mengambil & Memakan Harta Orang Lain Dengan Cara Batil

Janganlah kalian mengambil & Memakan Harta Orang Lain Dengan Cara Batil. Sesungguhnya syariat Islam adalah syariat yang penuh keberkahan. Syariat Islam datang dengan kebaikan yang meliputi segala sesuatu. Meluputi segala kebaikan, keberkahan, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Syariat Islam adalah syariat yang memperbaiki keadaan masyarakat baik secara individu maupun kolektif. Syariat Islam adalah syariat yang menjamin keamanan harta, kehormatan, dan segala sisi kehidupan.

Oleh karena itu, sangat layak kita bersyukur karena Allah telah menjadikan kita sebagai umat yang merupakan bagian dari syariat ini. Dan kita memohon kepada Allah agar Dia menolong kita dalam merealisasikan segala bimbingan Islam yang penuh keberkahan dan hidayah. Sehingga perbaikan dan kemenangan dapat kita gapai.

Ayyuhal mukminun ibadallah,

Di antara keindahan dan kesempurnaan syariat ini adalah adanya bimbingan yang berkaitan dengan harta dan penjagaannya. Agar seseorang tidak terjerumus ke dalam dosa, kezaliman, permusuhan, dan perbuatan melampaui batas. Allah ﷻ berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (QS: An-Nisaa | Ayat: 29).

Dan firman-Nya,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS: Al-Baqarah | Ayat: 168).

Ayyuhal mukminun,

Betapa banyak orang-orang yang tertipu oleh setan. Mereka diletakkan oleh setan di jurang kebinasaan. Mereka digoda agar menempuh jalan yang tidak halal dalam harta orang lain dan hak-hak mereka. Hingga sebagian orang menganggap bahwasanya harta yang halal adalah harta yang ia miliki dengan cara apapun dan sudah masuk ke dalam rekening tabungannya. Ia tidak lagi menimbang hukum-hukum syariat dan bimbingan-bimbingan agama ini. Ia tidak lagi peduli dengan keadaannya kelak di hari kiamat. Di hadapan Allah, Raja alam semesta. Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda,

لا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ- وذكر منها – عَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ؟

“Tidaklah kedua kaki seorang hamba beranjak pada hari kiamat kelak sampai ia ditanya tentang empat hal: -disebutkan di antaranya adalah- hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia belanjakan?” (HR. Tirmidzi).

Tidakkah kita menyiapkan jawaban untuk pertanyaan ini?! Bersiaplah menjawabnya dengan jawaban yang benar. Ataukah kita termasuk orang-orang yang masa bodoh dan tidak peduli?

Ayyuhal mukminun ibadallah,

Seseorang yang memakan harta orang lain dalam hidupnya, kemudian dia tidak peduli dengan hal itu. Tidak peduli bagaimana nanti keadaannya di hari perjumpaan dengan Allah ﷻ. Bagi mereka disiapkan ancaman keras dan siksa yang pedih. Semoga Allah melindungi kita dari yang demikian.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, dari Kaab bin Ujrah radhiallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda,

إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya.”

Dalam Shahih Muslim dari Iyadh al-Mujasyi’i radhiallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda dalam khotbahnya,

أَلَا إِنَّ رَبِّي أَمَرَنِي أَنْ أُعَلِّمَكُمْ مَا جَهِلْتُمْ

“Ketahuilah sesungguhnya Rabb-ku telah menyuruhku untuk mengajarkan kalian hal-hal yang kalian tidak ketauhi.”

Kemudian beliau ﷺ menyebutkan

وَأَهْلُ النَّارِ خَمْسَةٌ

“Ada lima kelompok penduduk neraka.”

Beliau menyebutkan salah satunya adalah:

الْخَائِنُ الَّذِي لَا يَخْفَى لَهُ طَمَعٌ وَإِنْ دَقَّ إِلَّا خَانَهُ ، وَرَجُلٌ لَا يُصْبِحُ وَلَا يُمْسِي إِلَّا وَهُوَ يُخَادِعُكَ عَنْ أَهْلِكَ وَمَالِكَ

“Pengkhianat yang jelas ketamakannya, meski tidak jelas kecuali ia pasti mengkhianatinya. Orang yang di pagi dan sore hari selalu menipumu berkaitan tentang keluarga dan hartamu.”

Seorang hamba hendaknya sangat berhati-hati sekali terhadap permasalahan harta. Janganlah ia menjadi seorang pengkhianat dan penipu. Karena akibatnya amat buruk di sisi Allah ﷻ kelak.

Ayyuhal mukminun ibadallah,

Walaupun ancaman yang keras telah disebutkan dalam beberapa hadits tentang orang-orang yang menipu dan para pengkhianat, namun sebagian orang tetap tidak memperdulikannya. Mereka tetap melakukan penipuan dan pengkhianatan. Mereka melakukan tipu daya dengan berbagai macam bentuknya. Mereka tetap mencari harta atau nafkah dengan cara demikian. Bahkan dengan cara yang secara tegas diharamkan oleh Alquran dan sunnah Nabi ﷺ.

Ibadallah,

Hadits-hadits tentang penipuan, jenis-jenis tipu daya, dan pengkhianatan yang terjadi pada sebagian orang sangatlah banyak. Bahkan terlalu banyak untuk dikaji dalam kesempatan khotbah yang singkat ini. Namun khotib sebutkan beberapa di antaranya:

Di antara bentuk penipuan dalam perniagaan adalah jual beli najasy. Jual beli najasy adalah orang yang tidak punya keinginan membeli suatu barang, lalu berpura-pura menawar barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga penawar sebelumnya. Tujuannya memancing agar penawar pertama mau menaikkan penawarannya. Hal ini baik ada kesepakatan antara penjual dengan penawar bohong-bohongan tersebut atau pun tidak. Baik tujuan penawar bohong-bohongan tersebut adalah menjerumuskan pembeli, menguntungkan penjual, menjerumuskan pembeli plus menguntungkan penjual, atau sekadar iseng dan main-main. Nabi ﷺ bersabda,

عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ – رضى الله عنهما – قَالَ نَهَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ النَّجْشِ

Dari Nafi dari Ibnu Umar, “Nabi melarang jual beli najasy.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Termasuk bentuk penipuan adalah seseorang yang tampil sebagai seorang dokter padahal ia bukanlah dokter sehingga terjadi malpraktik. Atau seseorang yang mengaku bisa memproduksi suatu barang, padahal ia tidak memiliki kemampuan dalam bidang itu. Demikian juga seseorang yang mengaku ahli pengobatan nabawi, seperti bekam dll. padahal ia tidak pernah mendalami bidang tersebut secara khusus. Nabi ﷺ bersabda,

المُتَشَبِّعُ بِمَا لَمْ يُعْطَ كَلاَبِسِ ثَوْبَيْ زُورٍ

“Al-mutasyabbi’ (orang yang pura-pura kenyang dengan sesuatu) yang tidak diberikan kepadanya seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan” (HR. Muslim).

مَنْ تَطَبَّبَ وَلَمْ يُعْلَمْ مِنْهُ طِبٌّ قَبْلَ ذَلِكَ فَهُوَ ضَامِنٌ

“Barangsiapa yang melakukan pengobatan dan dia tidak mengetahui ilmunya sebelum itu maka dia yang bertanggung jawab.” (HR. an-Nasa-i).

Ayyuhal mukminun ibadallah,

Di antara bentuk penipuan lainnya yang tersebar di zaman ini adalah seseorang yang mengaku sebagai pakar sihir. Ia mengaku bisa menyembuhkan orang yang terkena sihir. Mengetahui sifat-sifat sihir. Dan tempat munculnya sihir. Padahal ia tidak mengetahui hal itu. Tujuannya hanyalah semata-mata mendapatkan harta dari hal tersebut.

Tipu-menipu lainya yang sering kita saksikan di masyarakat kita adalah penipuan dalam jual beli makanan atau minuman. Penjual mengatakan makanan atau minuman ini masih bagus, belum kadaluarsa. Buah ini manis tidak masam dan juga tidak busuk. Atau yang semisal itu. Penjual yang demikian adalah seseorang yang berbuat kerusakan. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ النَبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فوضع عليه الصلاة والسلام يَدَهُ فِيهَا فوجد بلَلا في أسفلها فَقَالَ: ((مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ؟)) قَالَ : «أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللهِ»، فقَالَ النبي عليه الصلاة والسلام : ((أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ، مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي))

“Rasulullah ﷺ pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian atas makanan agar orang dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim).

Jika Nabi ﷺ menegur dan melarang seseorang menyembunyikan sebagian makanan yang rusak, menaruh bagian yang jelek di bawah dan bagian yang masih bagus di atas, lalu bagaimana pula dengan orang yang mengubah tanggal kadaluarsa atau memalsukan makanan?! Yang demikian ini adalah penipuan terhadap pembeli. Melakukan kerusakan. Dan memakan harta orang lain dengan cara yang haram.

Bagaimana pula dengan orang yang mengatakan bahwa makanan haram lalu dikatakan halal, sesuai syariat, dll. Ini semua adalah tindakan mencari nafkah dengan cara yang batil. Memakan harta manusia dengan cara yang haram.

Mungkin masih banyak lagi praktik memakan harta orang lain dengan cara haram yang terjadi di tengah masyarakat kita. Orang-orang tersebut tidak peduli. Mereka tidak takut akan hari dimana ia nanti dihadapkan kepada Allah untuk mempertanggung-jawabkan apa yang telah ia lakukan.

Ayyuhal mukminun ibadallah,

Orang yang cerdas adalah mereka yang selalu menghisab dirinya sebelum mereka kelak dihisab oleh Allah. Mereka menimbang-nimbang amalannya sebelum nanti ditimbang pada hari kiamat. Orang yang cerdas adalah mereka yang menundukkan hawa nafsunya untuk beramal, mempersiapkah kehidupan setelah kematian. Orang yang lemah adalah mereka yang memperturutkan hawa nafsunya dan panjang angan-angannya.

Refererensi : Janganlah kalian mengambil & Memakan Harta Orang Lain Dengan Cara Batil












Larangan Memakan Harta dengan Jalan Bathil

Larangan Memakan Harta dengan Jalan Bathil/Buruk/Sia-sia. Dalam hidup mencari nafkah adalah sesuatu yang wajib agar dapat mempertahankan hidup. Allah SWT sudah tebarkan rezeki di muka bumi ini, tapi  harus mencarinya karena tidak ada rezeki Allah yang langsung sampai ke mulut dan kerongkongan. Tetapi itu semua adalah kasih sayang Allah SWT agar kita bisa menikmati karunia Allah SWT. Satu pesan dalam Al-Qur’an Allah SWT mengingatkan kepada kita di dalam Q.S An Nisa ayat 29 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Bahwa kita diingatkan untuk tidak melakukan dalam mencari nafkah dengan memakan harta saudara kita, yaitu dengan cara yang bathil, naudzubillah. Bukan hanya berdampak negatif, tetapi dari sisi yang lain juga sangat berpengaruh besar dalam kehidupan kita. Makanan dan rezeki yang didapat dari rezeki yang halal juga mempengaruhi perilaku kita menjadi baik, begitu pula sebaliknya.

Ayat ini mengingatkan bukan hanya sekedar menjauhkan makanan yang tidak halal, akan tetapi cara kita mendapatkan rezeki juga harus halal. Di tingkat birokrat, perilaku begal uang negara pun termasuk mendapatkan rezeki dengan cara yang batil.

Oleh karena itu, pesan ayat ini menghantarkan kepada kita bahwa hidup kita harus normatif mengikuti apa yang sudah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan hidayah kepada kita untuk selalu taat kepada Allah SWT.

Referensi : Larangan Memakan Harta dengan Jalan Bathil











Ilustrasi : Larangan Memakan Harta dengan Jalan Bathil

Surat An Nisa ayat 29: Larangan Memakan Harta yang Batil dan Bunuh Diri

Surat An Nisa ayat 29: Larangan Memakan Harta yang Batil dan Bunuh Diri. Allah melarang umat-Nya untuk memakan harta dari jalan yang batil serta bunuh diri melalui surat An Nisa ayat 29. Kedua hal tersebut dilarang karena merupakan perbuatan yang sia-sia dan merusak.

Kata batil oleh Al-Syaukani dalam kitabnya yang berjudul Fath Al-Qadir diterjemahkan sebagai ma laisa bihaqqin (segala apa yang tidak benar). Batil ada banyak bentuknya, namun dalam konteks surat An Nisa ayat 29 adalah sesuatu yang dilakukan dalam jual beli namun dilarang oleh syariat. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’ ayat 29).

Imam Nasafi dalam karyanya yang berjudul Tafsir An-Nasafi menyebutkan, segala sesuatu yang tidak diperbolehkan syariat dalam ayat di atas adalah pencurian, khianat, perampasan atau segala bentuk akad yang mengandung riba. Pengecualian untuk perdagangan yang dilakukan atas dasar suka sama suka atau saling rela.

Surat An Nisa ayat 29

Menurut Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia, para ulama sepakat bahwa larangan memakan harta orang lain dalam Surat An Nisa ayat 29 mengandung pengertian yang luas dan dalam, antara lain:

Agama Islam mengakui adanya hak milik pribadi yang berhak mendapat perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat.

Hak milik pribadi, jika memenuhi nisabnya, wajib dikeluarkan zakatnya dan kewajiban lainnya untuk kepentingan agama, negara, dan sebagainya.

Sekalipun mempunyai harta yang banyak dan banyak pula orang yang memerlukannya dari golongan-golongan yang berhak menerima zakatnya, harta orang tersebut tetap tidak boleh diambil begitu saja tanpa seizin pemiliknya atau tanpa menurut prosedur yang sah.

Dalam ayat tersebut, Allah juga menegaskan soal larangan bunuh diri. Masih menurut Tafsir An-Nasafi, bunuh diri dalam ayat tersebut ditujukkan kepada siapapun dari jenismu sendiri, apalagi orang-orang Mukmin. Selain itu, tidak diperbolehkan juga membunuh saudara sendiri seperti yang dilakukan orang-orang bodoh.

Dikatakan bodoh karena membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri. Hal ini sesuai hukum kisas, di mana setiap orang yang membunuh akan dibalas dengan dibunuh juga.

Alasan lain Allah melarang bunuh diri karena perbuatan itu termasuk wujud putus asa. Orang yang putus asa adalah orang yang tidak percaya kepada rahmat dan pertolongan-Nya.

Muhammad Fethullah Gulem juga menjelaskan dalam buku Cahaya Al-Qur’an Bagi Seluruh Makhluk, makna lain dari kata membunuh (al-qatl) adalah memakan harta dengan cara yang zalim. Itu sama artinya dengan ia menzalimi diri sendiri atau mencelakai dirinya.

Referensi : Surat An Nisa ayat 29: Larangan Memakan Harta yang Batil dan Bunuh Diri



















Amalan-amalan Penghapus Dosa

Manusia itu tempatnya salah dan lupa. Al-Insanu mahalul khotho wan nisyan. Karenanya, tidak ada manusia yang luput dari dosa. Allah SWT dengan Risalah Islam-Nya sangat memahami hal itu sehingga menunjukkan jalan tentang amalan penghapus dosa.

Setidaknya ada lima amalan penghapus dosa alias mengundang ampunan dari Allah SWT atas dosa yang kita lakukan.

Amalan Penghapus Dosa: Taubat Nasuha.

Tobat yang sungguh-sungguh dan tidak mengulangi. “Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan…” (QS. asy-Syura: 25).

Amalan Penghapus Dosa: Istighfar.

Memohon ampunan kepada Allah SWT. “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nisa`: 110).

Amalan Penghapus Dosa: Amal Kebaikan.

“Dan ikutilah perbuatan buruk/ kejahatan dengan perbuatan yang baik, niscaya dia menghapuskannya.” (HR. at-Tirmidzi dan dia menghasankannya).

Amalan Penghapus Dosa: Doa Sesama Mukmin.

“Doa seorang muslim untuk saudaranya yang tidak hadir (tanpa sepengetahuannya) adalah mustajab, di samping kepalanya terdapat malaikat, setiap dia berdoa untuk saudaranya dengan kebaikan, malaikat yang diutus berkata, ‘Amin, dan bagimu juga.” (HR. Muslim).

Amalan Penghapus Dosa: Sabar atas Musibah.

“Tidaklah orang yang beriman ditimpa penyakit yang terus menerus dan tidak pula rasa cemas, rasa sedih, rasa susah dan rasa sakit, sampai-sampai duri yang menusuk kecuali Allah menghapuskan dengannya dari dosa-dosa/ kesalahan-kesalahannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Demikianlah sedikitnya ada Amalan Penghapus Dosa. Semoga kita bisa mengamalkannya sehingg ampunan Allah selalu menyertai kita dan kita pun hidup selamat-bahagia di dunia dan di akhirat.

Referensi sbb ini : Amalan amalan Penghapus Dosa


















Makna Tak Berputus Asa dari Rahmat Allah Swt

Surah Az-Zumar ayat 53 membahas tentang rahmat Allah SWT yang sangat besar dan tak terhingga. Betapapun besar maksiat yang dilakukan seseorang, ampunan Allah SWT jauh lebih luas daripada dosa tersebut. Surah Az-Zumar ayat 53 merupakan larangan bagi umat Islam agar tidak lekas berputus asa terhadap rahmat dan ampunan Allah SWT. 

Sikap putus asa sendiri merupakan salah satu akhlak tercela yang harus dihindari umat Islam. Orang yang berputus asa digambarkan sebagai sosok yang lemah imannya, bahkan termasuk karakteristik orang kafir. Hal itu tergambar dalam firman Allah SWT dalam surah Yusuf ayat 87: "Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang-orang kafir,” (QS. Yusuf [12]: 87). 

Secara definitif, putus asa adalah hilangnya asa dan harapan, sebagaimana dinyatakan Fakhruddin HS dalam Ensiklopedia Al-Quran (1992). Hal itu disebabkan tenaga, pengharapan, dan kemampuan seseorang menjadi lemah, serta tidak ada lagi kemauan untuk melakukan hal-hal yang digelutinya selama ini. Sikap putus asa memiliki sejumlah dampak negatif bagi orang bersangkutan. 

Sebab, putus asa hanya akan merugikan diri sendiri karena membuang waktu, energi, menguras emosi, dan menghambat potensi yang dimiliki. Karena itulah, Islam mengimbau umatnya untuk tidak berputus asa terhadap rahmat Allah SWT. Kendati seseorang sudah gagal, banyak bermaksiat, serta bergelimang dosa, pintu taubat dan kesempatan akan terus terbuka lebar di sisi Allah SWT.

Baca selengkapnya di artikel "Surat Az-Zumar Ayat 53 & Makna Tak Berputus Asa dari Rahmat Allah", https://tirto.id/gmyt

Isi & Kandungan Surat Az-Zumar Ayat 53 

۞ قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ 

Bacaan latinnya: "Qul yā 'ibādiyallażīna asrafụ 'alā anfusihim lā taqnaṭụ mir raḥmatillāh, innallāha yagfiruż-żunụba jamī'ā, innahụ huwal-gafụrur-raḥīm" Artinya: "Katakanlah: 'Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'," (QS. Az-Zumar [39]: 53). 

Surat Az-Zumar ayat 53 merupakan kabar gembira bagi orang-orang yang terjerumus dalam kemaksiatan, termasuk kekafiran atau dosa besar lainnya. Dalam ayat ini, Allah mengabarkan bahwa pintu taubat terbuka lebar bagi golongan tersebut. Selain itu, kodrat manusia sendiri adalah sosok yang rentan berbuat salah, dosa, dan maksiat. Allah SWT memberi harapan, cita-cita, dan kepercayaan bahwa kesempatan taubat amat luas. 

Jikapun dosa itu seperti buih di lautan, ampunan Allah lebih besar daripada borok dan kesalahan hamba-Nya. Sayyid Quthb dalam kitab Tafsir fi Zhilalil Quran (2000) menuliskan bahwa surah Az-Zumar ayat 53 merupakan bentuk keadilan Allah SWT. Dia tidak akan menyiksa seorang hamba karena kemaksiatan sebelum menyediakan sarana untuk memperbaiki kekeliruan tersebut. 

Allah SWT melarang hambanya berputus asa dari rahmat dan ampunan dari Zat yang Maha Pengasih dan Penyayang sekaligus Maha Penerima Taubat. Asbabun nuzul atau sebab turun surah Az-Zumar ayat 53 berkaitan dengan perkataan Umar bin Khattab bahwa "Kami pernah mengatakan bahwa bagi orang yang melakukan fitnah [menghalangi manusia dari jalan Allah] tidak bisa bertaubat dan Allah tidak akan menerima taubatnya meskipun sedikit." Lantas, ketika Rasulullah SAW sampai di Madinah, turunlah ayat “Katakanlah, 'Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," (QS. Az-Zumar [39]: 53). 

Sementara itu, pada riwayat lain yang disampaikan Abdullah bin Abbas bahwa orang-orang yang pernah berbuat syirik, melakukan pembunuhan, maksiat, perzinahan, dan dosa besar lainnya, lalu mereka mendatangi Nabi Muhammad SAW dan berkata, “Sesungguhnya yang engkau sampaikan dan engkau serukan benar-benar bagus. Kalau sekiranya engkau memberitahukan kami kafarat (penebus) terhadap amal buruk yang kami kerjakan" Sebagai jawaban atas iktikad baik tersebut, Allah menurunkan surah Az-Zumar ayat 53 bahwa rahmat dan ampunan Allah SWT demikian besar dan menerima taubat dari orang-orang yang bergelimang dosa (H.R. Muslim, Abu Daud, dan Nasa’i). 

Berdasarkan hal tersebut, makna tak berputus asa dari rahmat Allah SWT adalah selalu bersikap optimis bahwa ampunan dan kasih sayang Allah SWT sangatlah besar. Apabila seorang hamba berbuat dosa, ia harus bertaubat, menyesali, dan tidak akan mengulangi maksiat tersebut. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abdullah bin ‘Umar, ia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama [ruh] belum sampai di tenggorokan," (H.R. Tirmidzi).

Referensi : Makna Tak Berputus Asa dari Rahmat Allah Swt
























Waktu Mustajab untuk Memohon Ampun kepada Allah SWT

Waktu Mustajab untuk Memohon Ampun kepada Allah SWT. Berbuat kesalahan sudah menjadi sifat setiap manusia. Maka, sudah sewajarnya bagi mereka untuk meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat. Bukan hanya ke sesama manusia, tetapi juga kepada Allah SWT.

Memohon ampun berarti menahan diri dari perilaku dosa. Jika Adam terbuat dari tanah liat, dan dia ditanamkan dengan nafsu serta keinginan sebagai bagian dari sifatnya. Lalu, ada setan yang diciptakan Allah SWT untuk menjauhkan manusia dari perbuatan baik.

Berkaca dari contoh tersebut, sebenarnya setiap kesalahan yang diperbuat manusia, jika mereka memohon maaf kepada Allah SWT, sebesar apa pun kesalahan tersebut, inshaallah akan dimaafkan, sebab Allah SWT Maha Pengampun dan Penyayang.

Allah SWT senantiasa akan menolong hamba-Nya ketika dimintai pertolongan, begitu pula dalam memaafkan. Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa apa pun yang Dia inginkan dan mengampuni semua kesalahan ketika kita benar-benar bertaubat dan berhenti melakukan kesalahan tersebut.

Abu Hurairah ra, seperti diriwayatkan dalam sebuah hadis mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Setiap malam Allah SWT turun ke langit dunia, tepatnya pada sepertiga malam terakhir. Dia (Allah SWT) berfirman, "Siapa saja yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku akan kabulkan. Siapa saja yang meminta kepada-Ku, niscaya akan Kuberi. Siapa saja yang memohon ampunan kepada-Ku, niscaya akan Kuampuni."

Salah satu tindakan pengabdian terbesar yang telah ditentukan Allah bagi kita adalah meminta pengampunan kepada-Nya. Sebab, Allah SWT akan senang jika umat-Nya bergantung pada-Nya.

Allah SWT berfirman dalam QS. Muhammad ayat 19 yang artinya:

"Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu."

Terdapat tiga waktu terbaik untuk memohon ampun kepada Allah SWT.

1. Setelah beribadah

Memohon ampun kepada Allah SWT sebenarnya bisa dilakukan kapan dan di mana saja. Namun, salah satu waktu terbaik untuk memohon ampun kepada-Nya adalah setelah beribadah.

Dengan melakukan itu, kita dapat mengompensasi kekurangan dalam ibadah kita. Juga mencegah kita untuk menjadi sombong dan puas diri dengan ibadah yang dilakukan.

Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nasr ayat 1-3 yang artinya:

"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat."

2. Setelah melakukan dosa

Sebagai manusia, kita pasti memahami mana perbuatan baik dan buruk, dosa maupun tidak. Untuk itu, ketika menyadari telah melakukan dosa, sebaiknya segeralah untuk memohon ampun kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 135 yang artinya:

"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui."

3. Setelah lengah

Ketika membuat kesalahan, kebanyakan dari mereka tidak memperdulikan apa yang telah dilakukan, mereka akan semakin tersesat karena sudah lalai dan membiarkan diri jauh dari Allah SWT.

Jadi, ada baiknya untuk tidak lalai dari memohon ampun kepada Allah SWT. Akan tetapi, lakukanlah dengan sepenuh hati. Bukan cuma memohon ampun dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi, tetapi tetap mengulangi kesalahan yang sama. Orang yang sungguh-sungguh memohon ampun dengan sepenuh hati, itu tandanya ia mampu menahan diri dari perilaku berdosa. "Kadang-kadang saya melihat tabir di hati saya, dan meminta ampun kepada Allah seratus kali sehari." (HR Muslim).  Jadi, itulah tiga waktu paling mustajab untuk memohon ampun kepada Allah SWT.

Referensi sbb ini ; Waktu Mustajab untuk Memohon Ampun kepada Allah SWT















Mengharapkan Ampunan Allah Swt

Dalam Alquran dalam surat Al-Baqarah ayat 201 Allah SWT berfirman,”Dan di antara mereka ada orang yang berdoa. Ya Tuhan berilah kami kebaikan dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. Secara ekplesit dalam ayat ini, terdapat tiga hal yang menjadi tujuan hidup manusia yaitu kesenangan dan kebaikan di dunia, kebaikan dan kebahagian di akhirat, dan terlepasnya dari siksa neraka. Untuk mencapai ketiga tujuan hidup tersebut diperlukan usaha-usaha maksimal dari manusia itu sendiri, usaha-usaha itu secara qurani dapat dijelaskan sebagai berikut: 

Pertama, usaha mencapai kebahagiaan dan kesenangan di dunia, tercermin dalam bentuk aktivitas seseorang dalam memenuhi keperluan hidupnya, baik primer (dharurivah), sekunder (hajiyat) dan tertier (kamahiyat). Dalam melakukan aktivitas tersebut, Alquran telah memberikan pedoman yaitu tidak dengan jalan bhatil. Dalam surat Al-Baqarah Allah SWT menegaskan “Wahai orang yang beriman, janganlah kamu memakan atau melakukan interaksi di antara kamu secara batil, “kata batil diartikan sebagai segala sesuatu yang bertentangan dengan ketentuan dan nilai agama.

Dalam ajaran Islam, nilai-nilai Islam dalam berusaha, tercermin pada empat prinsip pokok yaitu: tauhid, keseimbangan, kehendak bebas dan tanggung jawab. Tauhid mengantarkan manusia mengakui bahwa Keesaan Allah mengandung konsekuensi keyakinan bahwa segala sesuatu bersumber serta kesudahanya berakhir pada Allah SWT. Keseimbangan mengantarkan manusia meyakini bahwa segala sesuatu diciptakan Allah dalam keadaan seimbang dan serasi, kehendak bebas adalah prinsip yang mengantar keyakinan manusia bahwa Allah SWT memiliki kebebasan mutlak, menganugrahkan kebebasan tersebut kepada hambanya, di bawah tuntunan Alquran dan sunah.

Sedangkan tanggung jawab merupakan manipestasi yang lahir dari ketiga prinsip di atas, dan dalam kontes ini, Islam memperkenalkan konsep fardhu ain (tanggung jawab individual) dan fardhu kipayah (tanggung jawab kolektif), yang pertama adalah kewajiban individu yang tidak dapat dibebankan kepada orang lain, sedangkan yang kedua, adalah kewajiban yang apabila dikerjakan oleh orang lain sehingga terpenuhilah kebutuhan yang dituntut, maka terbebaslah semua anggota masyarakat dari pertanggungjawaban (dosa). Atau dikerjakan oleh sebagian orang namun belum memenuhi apa yang seharusnya, maka berdosalah setiap anggota masyarakat. Kedua, upaya mendapatkan kebahagian di akhirat, upaya ini harus dimulai dengan: pertama, membersihkan diri dari dosa-dosa kepada Allah (Tazkiyat AI-Nafsu). 

Kegiatan pembersihan diri tersebut, dalam Islam disebut dengan taubat. Taubat berarti mengintropeksi diri tentang pelanggaran ajaran Allah yang dilakukan dan menyatakan menyesal atas pelanggaran itu, serta bertekat untuk tidak mengulanginya lagi pada masa yang akan datang. 

Dalam Islam taubat seperti ini disebut taubat al-nushuha (taubat yang sebenar-benarnya). Kedua, memperbanyak amal ibadah, baik ibadah kepada Allah seperti salat, puasa zakat, haji, zikir, membaca Alquran dan lain-lain, maupun ibadah sosial kemasyarakatan, seperti, memperhatikan lingkungan, memelihara alam yang diamanahkan Allah, menjaga hubungan baik sesama, memperhatikan kehidupan orang yang susah dan lain-lain sebagainya.   Ketiga, memperbanyak doa, hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 185. “Apabila hambaku, bertanya kepada mu (Muhammad) tentang Aku, maka katakan kepada mereka bahwa Aku sangat dekat dengannya. Aku akan mengabulkan doa hamba-Ku, apabila mereka itu, mau berdoa, mau mengabulkan/melaksanakan (segala sesuatu yang aku bebankan kepada mereka), dan mereka tetap yakin dan beriman kepada-Ku”.

Disamping doa tersebut, ada dua hal lagi yang mesti dilakukan yaitu bersabar dan bertawakkal. Ketiga, upaya melepas diri dari siksa neraka. Dalam pandangan Islam, usaha ini banyak dilakukan terutama di bulan Ramadan karena Ramadan merupakan bulan yang paling istimewa dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. 

Keistimewaannya itu dapat dilihat dari namanya syukru Ramadhan (bulan pembakar dosa-dosa/menghapus dosa), syukru Ar-Rahmah (bulan yang penuh rahmat), syahru Al-Mubarakah (bulan yang penuh berkah), syahru Al-Maghfirah (bulan yang penuh keampunan), syahru iqqun min Al-Nar (bulan yang dapat membebaskan manusia dari siksa neraka), syahru Al-Hidayah (bulan yang penuh dengan hidayah), syahru  Alquran (bulan yang didalamnya diturunkan Alquran), syahru lailatul qadar (bulan yang didalamnya terdapat malam lailatul qadar, dan sejumlah nama lainnya. Untuk meraih semua fadhilat Ramadan tersebut, maka Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk memperbanyak bertaubat dan memperbanyak ibadah, memperbanyak berdoa, serta tetap sabar dan tawakal kepada Allah. Apabila anjuran ini laksanakan dengan ikhlas, dengan niat semata-mata untuk mendapatkan keridhan Allah, maka tentu ibadah puasa yang dilaksanakan ini, betul-betul membawa keampunan bagi segala dosa-dosa kita yang lalu.

Ini sesuai dengan jaminan Rasulullah SAW dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim. “Barang siapa melaksanakan puasa pada bulan Ramadan dengan berdasarkan dengan keimanan yang mantap, dan dengan mengendalikan diri dengan sebaik-baiknya, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang lalu”. Semoga rahmat dan kasih sayang Allah SWT kepada hamba-hambanya ini dapat kita rebut dan kita raih secara maksimal. Amin ya rabbal alamin.

Referensi : Mengharapkan Ampunan Allah Swt