This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Rabu, 03 Agustus 2022

Memahami Luasnya ampunan Allah Swt

Memahami Luasnya ampunan Allah Swt. 1. Doa dengan diiringi harapan agar dikabulkan. Kita diperintahkan untuk berdoa, bahkan dijanjikan akan dikabulkan. Allah SWT berfirman “Ghafir:60”. Allah SWT tidak mempesilahkan hamba-Nya untuk berdoa dengan penuh kekhusyuan melainkan Dia menjanjikan akan mengabulkannya.

2. Syarat dikabulkannya doa

a. Konsentrasi dan penuh harap.

Salah satu penyebab terpenting dari dikabulkannya sebuah doa adalah dengan kehadiran hati dan harapan akan dikabulkannya doa tersebut. Tanda sebuah pengharapan adalah ketaatan yang sungguh-sungguh.

b. Penuh keyakinan.

Dalam artian dalam berdoa, seseorang harus yakin dan tidak boleh menampakkan suatu keraguan, baik dalam hati maupun ucapannya. Sehingga Rasulullah melarang seseorang berdoa dengan mengucapkan “Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau berkenan. Ya Allah rahmatilah aku jika Engkau berkenan”. Akan teteapi dalam berdoa, harus denan perasaan yakin. Karena Allah SWT akan berbuat apa saja tanpa ada yang memaksa”. (H.R. Muslim)

c. Bersunggguh-sungguh.

Allah SWT senang terhadap hamba-Nya yang menampakkan kesungguhan ibadah dan mengungkapkan segala kebutuhannya kepada-Nya. Dengan harapan Allah SWT akan memenuhi permintaanya. Selama seorang hamba berdo’a dengan sungguh-sungguh dan benar-benar mengharap untuk dikabulkan, berati ia telah mendekati untuk dikabulkan. Perlu diingat, bahwa orang yang mengetuk “pintu”, besar kemungkinan akan dibukakan “pintu”.

d. Tidak terburu-buru.

Rasulullah saw melarang seorang mukmin meninggalkan doa karena doanya belum juga dikabulkan. Bahkan Rasulullah saw mengangapnya sebagai faktor tidak dikabulkannya doa. Karena itu, seorang dituntut untuk senantiasa berdoa dan agar tidak putus harapannya kepada Allah swt.

e. Rezeki yang halal.

Diantara faktor terpenting dikabulkannya doa adalah rezeki yang halal. Sebaliknya, diantara faktor tidak dikabulkannya doa adalah ketidak pedulian seseorang dengan rezekinya, apakah halal atau haram.

2. Memohon ampunan

Hal terpenting yang dimohon seseorang dalam doanya adalah memohon ampunan dari segala dosa, dijauhkan dari neraka, dan dimasukkan kedalam surga. Rasulullah saw bersabda, “Kami selalu memohon untuk dimasukkan ke dalam surga, dan dijauhkan dari neraka”.

3. Kadang-kadang permohonan seorang hamba dialihkan kepada yang lebih baik

Allah Dzat Yang Maha Pengasih. Ketika hamba-Nya meminta, Dia mengabulkan permintaanya atau menggantinya dengan lebih baik dari apa yang diminta, seperti: dijauhkannya keburukan darinya, menjadi simpanan diakhirat, atau dihapuskan dosa-dosanya.

4. Adab-adab berdoa.

Diantara adab-adab berdoa adalah:

a. Memilih waktu-waktu tertentu yang memiliki keutamaan.

b. Didahului dengan berwudhu dan shalat.

c. Memohon ampunan.

d. Menghadap kiblat.

e. Mengangkat kedua tangan.

f. Membuka doa dengan pujian kepada Allah dan shalawat Nabi.

g. Mengucapkan shalawat Nabi di tengah dan di akhir doa.

h. Menutup doa dengan ucapan amin.

i. Berdoa dengan bentuk yang umum (tidak hanya untuk dirinya sendiri).

j. Berbaik sangka kepada Allah dan berharap untuk dikabulkan

k. Mengakui semua dosa.

l. Merendahkan suara.

5. Meminta ampunan, betapapun besar dosa yang dilakukan.

Seberapa besar dan sebanyak apupun dosa seorang hamba, ampunan Allah swt tetap lebih luas dan lebih besar dari dosa tersebut.

6. Istighfar di dalam al-Qur’an.

- Berbentuk perintah.

- Berbentuk pujian terhadap orang-orang yang senantiasa beristighfar.

- Disebutkan bahwa Allah swt akan mengampuni orang yang minta ampun.

Sesemua ini adalah bukti bahwa istighfar adalah sesuatu yang penting. Ia adalah kunci keselamatan seorang hamba. Karena manusia tidak luput dari dosa, disengaja atau tidak.

7. Taubat dan istighfar.

Istighfar dan taubat sering disebut beriringan. “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya” (Al-Maidah:74), seperti ayat yang telah disebutkan maka istighfar lebih dimaksudkan pada permohonan ampun, sedangkan taubat lebih pada meninggalkan sebuah dosa dan tidak akan mengulanginya.

8. Meminta ampun, namun tetap melakukan dosa.

Ampunan hanya akan diberikan terhadap orang yang memohon ampunan dan menghentikan perbuatan maksiat yang dilakukan. Sedangkan apabila istighfar yang akan dikabulkan adalah yang diiringi dengan tidak mengulangi lagi dosa yang telah di[erbuat disebut dengan taubatan nashuha. Sedangkan apabila apabila orang-orang yang beristighfar dengan lisannya, namun hatinya masih berbuat dosa, maka sikap seperti ini hanyalah sebatas doa. Jika Allah swt berkehendak maka akan diampunkan, jika tidak maka jangan harap. Namun dari pada itu masih ada harapan untuk diampuni dari dosa yang telah dilakukan. Apalagi jika doa tersebut dilantunkan dengan penyesalan, atau pada waktu-waktu tertentu yang dapat dijabahi sebuah doa.

9. Taubatnya orang dusta.

Siapapun yang mengucapkan “saya mohon ampun dan bertaubat kepada Allah”. Namun, hatinya masih tetap melakukan kemaksiatan, maka ia telah berbohong dan mendapatkan dosa. Karena pada hakikatnya ia tidak bertaubat, tapi mengaku telah bertaubat. Semestinya ia mengucapkan,”Ya Allah, aku meminta ampun kepada-Mu maka aampunilah aku”> orang-orang seperti ini ibarat mereka yang ingin menuai padi namun tidak pernah menanamnya, ingin punya anak akan tetapi belum menikah.

10. Taubat dan janji.

Jumhur ulama membolehkan seseorang yang bertaubat untuk mengucapkan, “Saya bertaubat kepada Allah dan saya berjanji kepada Allah unutk tidak mengulanginya”. Karena dalam melaksanakan taubat seseorang diwajibkan untuk bertekad dan tidak mengulangi kemaksiatan yang telah dilakukan.

11. Memperbanyak istighfar.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah selalu memohon ampun dan bertaubat kepada Allah lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari. Serta diriwayatkan bahwa Luqman Hakim berkata kepada anaknya untuk membiasakan lisannya untuk mengucapkaan “Ya Allah ampunilah aku” karena pada waktu-waktu tertentu Allah tidak menolak permintaan hambanya.

12. Sayyidul Istighfar.

Istighfar yang paling mulia, paling besar pahalanya, dan paling besar peluangnya untuk dikabulkan adalah istighfar yang dimulai dengan memuji Allah, kemudian mengakui segala dosa yang dilakukan. Setelah itu meminta ampun kepada Allah swt.

13. Istighfar dari dosa yang tidak diketahui.

Barangsiapa yang banyak melakukan dosa dan kesalahan, hingga tidak bisa dihitung, hendaklah ia memohon ampun kepada Allah swt dari segala dosanya.

14. Buah dari istighfar.

Seseorang yang memohon ampun kepada Allah swt akan merasakan bahwa ia bernaung dibawah naungan Dzat Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang, Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Sehingga hatinya akan merasa tenang, dadanya akan lapang, tekadnya akan semakin terpacu. Ia akan merasa betapa besar kasih dan sayang serta keridhaan Allah senantiasa menyertainya. Menjadikannya senantiasa optimis dalam mengarungi lautan kehidupan. Sedikitpun tak ada rasa pesimis.

Menurut sabda Rasululullah, bahwa barang siapa yang memperbanyak istighfar maka Allah akan memberikannya kebebasan disetiap kesusahan, dan jalan keluar dari setiap kesempitan, serta memberinya rezeki dari arah yang tidak bisa kita duga.

Dalam diri seorang hamba ada penyakit, dan disetiap penyakit ada obatnya, obat dari segala penyakit yang ada didalam tubuh adalah istighfar. Kemudian juga buah dari banyaknya istighfar seorang hamba adalah tertanamnya jiwa pemaaf dan perilaku yang baik. Rasulullah juga berkata bahwa beliau selalu beristighfar 100 kali dalam sehari.

15. Istighfar melalui orang yang diyakini tidak banyak berbuat dosa.

Seorang hamba akan bersedih dengan dosa-dosanya, bisa jadi seorang haba akan lebih mempercayai orang yang ia yakini tidak banyak memiliki dosa untuk memohonkan ampun baginya.

16. Berprasangka baik kepada Allah dan meyakini bahwa hanya Dia yang dapat mengampuni.

Seorang mukmin yang memohon ampunan kepada Allah swt harus berbaik sangka kepada-Nya, bahwa Allah benar-benar akan mengampuni dosanya. Karena faktor paling utama diampuninya dosa aalah meyakini sepenuhnya bahwa yang bisa mengampuni dosa hanyalah Allah semata. Berprasangka baik itu mutlak diperlukan, terlebih ketika kita merasa bahwa ajal kita memang dekat sekali. Agar harapan untuk mendapatkan ampunan benar-benar mendominasi.

17. Antara rasa takut dan harapan.

Seseorang mukmin harus memiliki keduanya secara seimbang. Karena harapan yang terlalu tinggi tanpa disertai rasa takut akan menimbulkan tipu muslihat. Sedangkan ketakutan yang berlebihan tanpa harapan, akan menimbulkan keputusasaan. Baik tipu muslihat maupun keputusasaan merupakan hal yang tercela.

Menurut mazhab Maliki, jika dalam keadaan sehar maka ketakutan harusnya lebih ditekankan, dan apabila dalam keadaan sakit maka harapan harus lebih ditekankan.

18. Tauhid adalah kunci mendapatkan ampunan.

Tauhid merupakan factor paling utama untuk mendapatkan ampunan. Berangsiapa yang tidak memilikinya, maka ia tidak akan mendapatkan ampunan. Allah swt berfirman pada surat An-Nisa’: 48 bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa seorang hamba yang menyekutukan-Nya. Maka siapapun yang memiliki tauhid dan bertemu Allah dengan dosa yang memnuhi bumi, Allah akan menemuinya dengan membawa ampunan sepenuh bumi. Namun demikian, Allah akan mengampuni dan jika tidak maka Allah akan menyiksanya karena dosa-dosa yang pernah ia lakukan.

19. Balasan bagi orang yang bertauhid adalah surge.

Orang yang bertauhid tidak akan kekal di dalam neraka. Ia akan dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam surga. Ia juga tidak masuk neraka dengan dicampakkan begitu saja sebagaimana orang kafir. Yang dipertegas dengan hadist Nabi Muhammad saw “Akan keluar dari neraka, orang yang mengatakan, “Tiada Tuhan selain Allah” dan didalam hatinya terdapat kebaikan seberat biji gandum.” (H.R. Bukhori)

20. Selamat dari neraka.

Apabila tauhid dan keikhlasan seorang hamba sudah sempurna. Kemudian ia menunaikan semua syarat yang harus dipenuhi, dengan hati, lisan dan anggota badannya atau dengan hati dan lisannya ketika meninggal, maka ia pasti akan mendapat ampunan dari segala dosa yang telah ia lakukan dan tidak akan masuk neraka.

21. Tauhid yang murni.

Barangsiapa yang hatinya talah terisi dengan tauhid, maka semua yang tidak bersangkutan dengan keTuhanan maka akan tersingkir. Rasa takut, rasa cinta, rasa hormat, rasa tunduk atau harapan dan sikap tawakal kepada selain Allah, hilang dengan sendirinya. Pada saat itulah semua dosanya akan lenyap, meskipun dosa itu sebanyak buih dilautan, dan berubah menjadi kebaikan. Dalam sabda Rasulullah “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada yang lain”. (H.R Bukhari dan yang lain).

Referensi : Memahami Luasnya ampunan Allah Swt































Penyelewengan Dan Problematika Pemuda

Penyebab penyelewengan dan problematika pemuda itu sangat banyak dan bervariasi jenisnya. Karena manusia pada fase remaja mengalami perkembangan pesat pada fisik dan mental. Fase ini merupakan fase pertumbuhan sehingga  sering berubah dengan cepat. Oleh karena itu, pada fase ini sangatlah penting mempersiapkan segala sesuatu yang bisa menjaga dan memantap  jiwa, serta perangkat yang bisa  menuntun mereka menuju jalan yang lurus.

Berikut ini beberapa penyebab terjadinya penyelewengan:

Pertama: Waktu Luang Atau Menganggur

Waktu luang atau menganggur merupakan penyakit berbahaya yang bisa mematikan pikiran, akal dan kemampuan fisik. Karena setiap jiwa itu perlu dan butuh melakukan gerakan dan melakukan aktifitas. Tatkala itu semua tidak ada, maka pikiran akan membeku, kemampuan jiwa untuk beraktifitas semakin lemah, pikiran-pikiran kotor dan buruk akan menguasai hati. Waktu luang tanpa ada kegiatan yang positif pasti akan menimbulkan rasa jenuh yang sangat membosankan. Bisa jadi rasa ini akan menimbulkan keinginan dan niatan buruk dengan tujuan untuk menghilangkan rasa jenuh yang mendera. Na’ûdzu billâh.

Solusi dari permasalahan ini adalah seorang pemuda hendaknya berusaha mencari dan melakukan kegiatan positif yang sesuai dengan dirinya, baik kegiatan yang bersifat religi seperti menghadiri majelis-majelis ilmu, membaca kitab atau buku agama kemudian menulis resumenya, berziarah ke kerabat dan lain sebagainya, ataupun kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan, seperti ikut kerja bakti, berolah raga dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan ini akan bisa menghindarkan dia dari kekosongan dan kevakuman, serta menjadikannya salah satu anggota masyarakat yang baik dan mampu berbuat untuk diri dan masyarakatnya serta bisa menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan.

Kedua: Hubungan Tidak Harmonis

Hubungan yang tidak harmonis antara generasi muda dengan generasi tua, atau antara pemuda dengan orang tua dalam keluarga atau diluar keluarga. Terkadang kita melihat sebagian orang tua  yang mengetahui anak muda atau anak remajanya melakukan penyelewengan akan tetapi mereka diam kebingungan, tidak mampu meluruskan mereka dan tidak bisa berbuat apa-apa. Lebih menyedihkan lagi, sebagian dari  orang tua merasa putus asa dan menjatuhkan vonis kepada anak remajanya “tidak mungkin baik. Sikap dan vonis ini jelas akan melahirkan kebencian kepada generasi muda, sikap menjauh dari para pemuda dan akhirnya tidak peduli terhadap keadaan generasi muda, terserah mereka mau baik atau tidak.  Lebih parah lagi, sebagian orang tua menyematkan gelar tidak baik tersebut kepada semua generasi muda disekitarnya dan mereka memperlakukan semua anak muda dengan sikap seperti itu. Akibatnya, masyarakat akan tercerai berai, masing-masing dari generasi tua dan muda saling memandang dengan pandangan yang tidak bersahabat atau dengan pandangan saling menghinakan. Kondisi seperti ini sangat mengancam dan berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat.

Solusi dari permasalahan ini adalah hendaknya masing-masing, generasi pemuda dan kaum tua berusaha menghilangkan sikap saling menjauhi dan hubungan yang tidak harmonis diantara mereka. Mereka seharusnya menyadari bahwa masyarakat yang terdiri dari kawula muda dan generasi tua itu ibarat satu tubuh, bila salah satu bagiannya rusak dan tidak segera dilakukan perbaikan, maka akan menyebabkan semuanya rusak.

Para orang tua juga hendaknya memahami tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka terhadap generasi muda. Harusnya mereka menghilangkan dan menjauhkan sikap putus asa dalam usaha memperbaiki generasi muda, karena sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla Maha Kuasa atas segala sesuatu, termasuk Dia Maha Kuasa dalam memperbaiki generasi muda. Betapa banyak orang yang tersesat tapi kemudian Allâh Azza wa Jalla memberikan petunjuk kepadanya. Memohon pertolongan kepada Allâh Azza wa Jalla dalam usaha memperbaiki mereka merupakan usaha penting yang tidak boleh terlupakan sama sekali.

Untuk generasi muda, seyogyanya mereka menghormati dan menghargai pendapat orang tua serta mau mendengar dan menerima nasehat mereka. Karena bagaimanapun keadaan mereka, generasi tua telah banyak merasakan asam garam kehidupan yang belum banyak dirasakan oleh generasi muda.

Apabila sikap bijak orang tua atau generasi tua bersatu padu dengan kekuatan atau sikap energik generasi muda, maka insya Allâh, hampir bisa dipastikan akan mendatangkan kebahagiaan dan banyak manfaat bagi masyarakat.

Ketiga : Salah Memilih Teman

Menjalin relasi dan berteman dengan orang-orang yang menyimpang  merupakan salah satu penyebab penyimpangan generasi muda. Faktor ini banyak memberikan pengaruh pada prilaku dan mental generasi muda. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

seseorang itu (sangat) tergantung pada agama temannya, maka hendaknya setiap orang melihat siapa orang yang dia ajak berteman. [HR. At-Tirmidzi, no. 2378]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: permisalan teman yang buruk seperti pandai besi, bisa jadi dia membakar bajumu, atau kamu akan dapatkan darinya bau yang tidak sedap”

Solusi dari permasalahan ini adalah memilih teman yang baik.

Seorang pemuda hendaknya memilih orang baik sebagai temannya. Tujuannya adalah agar dia mendapatkan keshalihan dan kebaikan orang tersebut. Seorang pemuda sebelum memutuskan untuk berteman dengan seseorang, hendaknya dia mencari informasi terlebih dahulu tentang keadaan baik dan buruknya orang yang akan dijadikan sebagai teman tersebut. Jika mereka berakhlak mulia, agamanya benar dan memiliki nama baik di tengah masyarakat, maka orang seperti inilah yang sebenarnya dia cari untuk dijadikan teman. Namun apabila sebaliknya, maka dia wajib menjauhi mereka  dan tidak berteman dengan mereka.

Seorang pemuda, hendaknya tidak terpesona dan tidak terpedaya dengan manisnya ucapan dan indahnya penampilan. Karena itu, sejatinya hanya tipuan dan penyesatan yang sering dilakukan oleh para pelaku keburukan demi menarik perhatian dan hati orang-orang awam untuk memperbanyak jumlah mereka dan dalam rangka menutupi keburukan mereka.

Keempat : Mengkonsumsi Bacaan-bacaan Yang merusak

Salah satu penyebab kerusakan generasi muda adalah membaca bacaan-bacaan merusak yang menyebabkan seseorang ragu terhadap agama dan akidahnya lalu yang menyeretnya menjauh dari akhlak mulia. Akibatnya, jika seorang pemuda tidak memiliki benteng pertahanan yang kokoh berupa ilmu agama yang mendalam yang bisa memandunya untuk membedakan antara hak dan bathil, antara yang bermanfaat dan yang berbahaya, maka dia akan terjatuh dalam kekufuran dan kehinaan serta terjebak dalam kubangan dosa. Nas’alullâh as-salâmah,

Membaca bacaan-bacaan seperti ini bisa merusak generasi muda dan merubahnya seratus delapan puluh derajat. Buku-buku yang merusak tersebut, ibarat pepohonan beracun yang menemukan lahan subur pada akal dan pikiran anak muda yang tidak terlindungi benteng yang kokoh. Pohon-pohon itu akan menancap kokoh sementara akar dan rantingnya akan semakin menguat. Akibatnya, standar pemikiran dan kehidupan pemuda tersebut terbalik.

Solusi dari permasalahan ini adalah menghindari bacaan-bacaan yang merusak

Seorang anak muda dengan bimbiangan orang tua seharunya berpaling dan menjauh dari bacaan-bacaan merusak seperti ini dan beralih kepada buku-buku yang bisa menanamkan dan menumbuhkan rasa cinta kepada Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya di dalam hati. Seorang pemuda yang ingin memperbaiki diri harus merubah kebiasaannya membaca bacaan-bacaan yang merusak menjadi gemar membaca bacaan yang bisa membantunya merealisasikan iman dan amal shalih. Dan untuk bisa melakukan ini dia harus bersabar, karena jiwa akan memberontak dan berusaha menyeratnya untuk kembali kepada kebiasaan lama yang buruk. Jiwa akan membuatnya bosan dan jemu mengkonsumsi bacaan-bacaan baru yang bermanfaat. Dia seperti orang yang bergelut dengan jiwanya agar taat kepada Allâh, akan tetapi jiwanya menolak dan lebih cendrung kepada perbuatan sia-sia dan dosa.

Bacaan yang paling bermanfaat adalah kitabullâh (al-Qur’an) dan hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam  serta bacaan-bacaan yang ditulis oleh para Ulama rabbâniyin seperti buku-buku tafsir yang shahih yang sejalan dengan nash dan akal sehat juga bacaan-bacaan yang ditulis oleh para Ulama yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah.

Kelima : Prasangka Buruk Terhadap Islam

Sebagian pemuda menyangka bahwa Islam membatasi kebebasan dan mengekang potensi yang mereka miliki. Salah sangka ini menyebabkan mereka lari menjauh dari Islam dan menumbuhkan keyakinan bahwa Islam agama terbelakang yang membawa penganutnya tertinggal serta menghalangi mereka kemajuan dan modernisasi.

Solusi dari permasalahan ini adalah memperlihatkan Islam yang sebenarnya

Generasi berkewajiban memberikan gambaran yang benar tentang Islam bagi para pemuda yang tidak mengetahui hakikat Islam. Karena mereka berpandangan seperti itu disebabkan prasangka buruk terhadap Islam atau karena pengetahuan mereka yang minim tentang Islam atau mungkin juga karena akumulasi dari keduanya.

Agama Islam bukan pengekang kebebasan, akan tetapi Islam mengatur kebebasan dan mengarahkannya agar tidak terjadi benturan antara kebebasan satu individu dengan kebebasan individu lainnya. Kalau masing-masing diberi kebebasan tanpa batas, benturan pasti akan terjadi. Jika demikian, kekacauan dan kerusakan akan menjadi hal lumrah di tengah masyarakat. Na’udzu billah.

Oleh sebab itu, Allâh Azza wa Jalla menyebut hukum-hukum agama atau syari’at itu dengan sebutan hudûd (batasan-batasan). Misalnya yang terkait hukum haram, Allâh Azza wa Jalla menyebutkan:

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا 

Itu adalah batasan-batasan Allâh maka janganlah kamu mendekatinya [Al-Baqarah/2:187]

Sedangkan untuk yang terkait dengan yang wajib, Allâh menyebutkan:

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعتدوها

Dan itu adalah batasan-batasan Allâh maka janganlah kamu lampaui [Al-Baqarah/2:229]

Pengekangan dan pengaturan, dua hal yang jelas berbeda.  Pengekangan yang diyakini oleh sebagian orang atau sebagian pemuda tidak sama dengan arahan dan pengaturan yang dilakukan Allâh Azza wa Jalla melalui syariat-syari’at-Nya. Pengaturan adalah suatu yang lumrah dan itu berlaku pada semua sisi kehidupan di alam semesta ini. Manusia dengan tabi’at kemanusiannya tunduk kepada aturan yang bersifat alamiah ini.

Misalnya, ketika waktu lapar dan dahaga, maka dia pasti akan tunduk pada aturannya untuk makan dan minum. Dia akan mengatur segala hal yang berkaitan dengan makan dan minumnya, baik yang berhubungan dengan porsi,pola dan jenis makanan agar kesehatan dan kebugaran tubuhnya terjaga.

Contoh lainnya adalah orang yang tinggal ditengah masyarakat, maka dia harus juga tunduk kepada aturan masyarakat. Dia tunduk  dan mentaati adat istiadat setempat yang berkaitan dengan bentuk tempat tinggal, pola pakaian, aturan disaat akan melakukan perjalanan atau disaat akan kembali dari suatu perjalanan, atau mungkin aturan selama dalam perjalanan. Jika dia berani dan nekad melanggaran aturan-aturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, maka dia harus menerima ketika dirinya dicap nyeleneh oleh masyarakat dan mungkin akan dijauhi oleh masyarakat.

Kalau begitu, semua yang ada dan berlaku dalam kehidupan ini tunduk pada aturan-aturan dan batasan-batasn tertentu, agar semuanya berjalan lancar dan supaya menggapai maksud yang diinginkan. Jika tunduk kepada aturan bermasyarakat merupakan sebuah keniscayaan dan keharusan agar tercipta ketenangan dalam masyarakat dan terhindar dari kekacauan, maka begitu pula tunduk pada aturan-aturan agama. Tunduk kepada aturan atau batasan-batasan agama juga harus dilakukan agar ummat menjadi baik dan berjaya.

Agama Islam juga bukan belenggu dan pengekang bagi potensi diri. Justru sebaliknya, Islam mengembangkan potensi diri, baik yang bersifat intelektual, emosional maupun fisik atau motorik.

Islam mengajak manusia untuk berpikir dan meneliti. Dengannya manusia bisa mengambil pelajaran dan akal pikiran mereka akan semakin berkembang. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ ۖ أَنْ تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَىٰ وَفُرَادَىٰ ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا

Sesungguhnya Aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allâh (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu pikirkan (tentang Muhammad) [As-Saba’/34:46]

Juga firman-Nya:

قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi [Yûnus/10:101]

Agama Islam tidak hanya sebatas mengajak berpikir dan meneliti, namun Islam juga mencela orang yang tidak mau berpikir, tidak mau meneliti dan tidak mau berusaha memahami. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَىٰ أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ ۖ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ

Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan oleh Allâh, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah al-Qur’an itu? [Al-A’râf/7:185]

Allâh juga berfirman:

أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ ۗ مَا خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّى ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ

Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allâh tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Rabbnya. [Ar-Rûm/30:8]

Juga firman-Nya:

وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ ۖ أَفَلَا يَعْقِلُونَ

Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan? [Yâsîn/36:68]

Perintah berpikir dan meniliti atau menela’ah dalam Islam bertujuan untuk mengembangkan potensi akal dan pikiran. Lalu bagaimana mungkin ada orang yang mengatakan bahwa agama Islam adalah agama yang mengekang potensi?!

(Terkait potensi fisik) Islam membolehkan bagi pemeluknya untuk mengkonsumsi semua jenis kenikmatan dan kesenangan yang tidak mengandung unsur yang bisa membahayakan bagi badan, akal juga agama.

Allâh membolehkan semua jenis  makanan dan minuman yang halal. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allâh, jika benar-benar kalian hanya beribadah kepada-Nya. [Al-Baqarah/2:172]

Dan firman-Nya:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid! Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allâh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. [Al-A’râf/7:31].

Agama islam juga membolehkan semua jenis pakaian yang selaras dengan hikmah dan fitrah. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. [Al-A’râf/7:26]

Juga firman-Nya:

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ ۚ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Katakanlah, “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allâh yang telah dikeluarkan-Nya untuk para hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” Katakanlah, “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat.” [Al-A’râf/7:32]

Islam juga membolehkan manusia bersenang-senang dengan wanita melalui ikatan pernikahan yang syar’i. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. [An-Nisâ’/4:3]

Bahkan Islam membolehkan dan menghalalkan semua penghasilan yang bersumber dari usaha halal yang dilandasi rasa ridha. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا 

Dan Allâh telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba [Al-Baqarah/2:275]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

ialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan [Al-Mulk/67:15]

Juga berfirman:

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allâh (Al-Jumu’ah/62:10)

Referensi : 









Saat Terjebak dalam Kubangan Dosa

Saat Terjebak dalam Kubangan Dosa. Dosa merupakan noda dan kegelapan. Ia layaknya titik-titik hitam yang melekat di hati seorang manusia tatkala ia terjatuh di dalamnya. Semakin banyak seseorang melakukan dosa, semakin hitam pula hatinya, kegelapan menyelimuti hati dan pikirannya di dunia. Lalu di akhirat, wajahnya tak ubahnya seperti arang yang hitam legam. Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata, “sesungguhnya dosa merupakan kegelapan di dalam hati, kehitaman terhadap wajah, kelemahan akan badan, pengurangan terhadap rezeki dan keburukan pada hati-hati manusia.” (lihat: mahasinut ta'wil lil Imam Jamaluddin al Qasimi. Asy Syamilah)

Hakikatnya, dosa merupakan musibah bagi seorang muslim. Seseorang yang terjatuh di dalamnya tidak diperbolehkan untuk bergembira akannya. Karena itu, Ibnu Mua'dz ar Razi rahimahullah pernah berkata, “aku heran dengan orang-orang yang berakal, mereka berkata pada setiap doanya, ya Allah janganlah engkau jadikan musuh-musuhku gembira dengan musibah yang sedang menimpa diriku. Lantas ia sendiri gembira dengan musibah yang menimpa dirinya yang merupakan musuh baginya.” Dikatakan kepadanya, bagaimana itu bisa terjadi? Ia berkata, “dia bermaksiat pada Allah dan dia berbahagia dengan maksiatnya itu.”

Jangan Berputus Asa dari Rahmat Allah

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan Kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah Sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya,” (Terjemahan QS. Az Zumar: 53-55)

Dalam tafsirnya, Syaikh Abdurrahman Ibnu Nashr as Sa'di rahimahullah berkata, “Allah mengabarkan kepada hamba-hambaNya yang telah banyak berbuat dosa, akan luas kemuliaanNya lalu menganjurkan mereka untuk kembali kepadaNya.” Beliau juga berkata, “janganlah kalian berputus asa dari-Nya, sehingga kalian membinasakan diri kalian dengan tangan-tangan kalian sendiri, lalu berkata, sudah terlalu banyak dosa-dosa kami, aib-aib kami pun telah menjadi banyak, maka sudah tidak ada lagi jalan untuk menghilangkannya. Akhirnya, kalian menetap diri dalam kemaksiatan disebabkan keputus-asaan itu, lalu kalian berbekal dengan sesuatu yang membuat Dzat yang Maha Penyayang dan penuh kasih murka terhadap kalian. Akan tetapi, kenalilah Tuhan kalian dari nama-nama-Nya yang menunjukkan kemulian dan kedermawanan-Nya. Ketahuilah sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa dari syirik, zina, riba, kezhaliman dan selain itu. (Taisirul Karimir rahman: 1020)

Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyampaikan firman Allah,

“wahai sekalian anak cucu Adam, sesungguhnya selama engkau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni semua dosa-dosamu yang pernah ada padamu dan tidak akan Aku hiraukan lagi. Wahai sekalian anak cucu Adam, jika seandainya dosa-dosamu sudah setinggi langit, kemudian engkau memohon ampunan kepada-Ku, maka Aku pasti akan mengampunimu. Wahai anak cucu Adam jika seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa seberat dan sepenuh bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan Aku maka Akupun akan datang dengan membawa ampunan seluas itu pula.” (HR. Tirmidzi dan beliau berkata hadits hasan shahih)

Oleh sebab itu, tidak perlu menunggu esok hari untuk bertaubat, lakukan ia sesegera mungkin agar syaithan tidak menguasai hati yang sudah ingin kembali pada keridhaan Allah.

Manfaatkan Kesempatan Sebelum Datang Penyesalan

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

“Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan Pertemuan mereka dengan Allah, sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan Kami, terhadap kelalaian Kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, Amat buruklah apa yang mereka pikul itu.” (Terjemahan QS. Al An'am: 31)

Demikian Allah Azza wa Jalla mengabarkan kisah penyesalan orang-orang yang senantiasa menzhalimi diri mereka dengan kemaksiatan. Halnya, semua itu kembali pada diri mereka. Maka orang-orang yang berakal akan memanfaatkan waktu dan hari-harinya dalam kebaikan dan menjauhi maksiat. Al-Imam Hasan al-Bashri berkata, “Wahai sekalian anak cucu Adam, sesungguhnya engkau hanyalah kumpulan hari-hari. Jika berlalu satu hari darimu maka pergilah separuh dari dirimu.”

Hal ini seharusnya bisa memotivasi setiap kita untuk memanfaatkan waktu yang ada, karena hakikatnya kita sementara mendatangi ajal yang telah Allah tetapkan untuk diri kita. Adalah kejahilan ketika kita mengetahui ajal sedang mendekati dan menyapa kita sementara kita terus menghabiskan sisa waktu sebelum kedatangannya dengan maksiat. Kehidupan dunia yang sebentar ini tak ubahnya seperti es yang mencair, cepat atau lambat ia akan meleleh terikikis oleh waktu lalu habis dan takkan kembali lagi.

Jikalau setiap kita yakin bahwa kematian itu adalah benar dan kedatangannya merupakan perkara yang tidak disangka-sangka, maka mengapa kita harus selalu menunda untuk memohon ampunan itu, sementara kematian tidak pernah menunggu kita untuk istiqamah dahulu pada ketaatan lalu ia datang menghampiri kita.

Bergegaslah Pada Ampunan Allah

Alangkah meruginya diri ini, ketika kita mengetahui akan kesempatan hidup yang hanya sekali di dunia, namun dihabiskan untuk tenggelam dalam lautan kemaksiatan. Lalu dengan berbagai kelalaian dan kemaksiatan itu, kita berangan-angan dan  berharap surga yang disiapkan untuk manusia yang senantiasa bertakwa kepadaNya. Berharap surga itu boleh saja, akan tetapi bagaimana berharap surga dengan modal kemaksiatan?

Syaikh Muhammad Ibnu Shalih al 'Utsaimin rahimahullah pernah berkata, “kita hidup di dunia ini, senantiasa melakukan dosa di malam dan di siang hari. Dan kita, dengan kondisi yang senantiasa berbuat dosa seperti itu selalu berprasangka pasti masuk surga, padahal kita lupa bahwa Adam dikeluarkan dari surga hanya karena ia melakukan satu dosa saja.”

Manusia yang baik bukanlah manusia yang tidak pernah berbuat dosa. Karena hakikatnya, tidak ada manusia yang terbebas dari dosa. Akan tetapi manusia yang baik itu adalah mereka yang ketika melakukan dosa kemudian ingat pada Rabnya maka mereka beristighfar akan dosa dan kesalahan itu.

Allah berfirman,

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Terjemahan QS. Ali Imran:135)

Dua hal Allah perintahkan hambaNya untuk bersegera tidak menundanya. Pertama: Bersegera kepada ampunan Allah, kedua: bersegera kepada surga Allah.

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (Terjemahan QS. Ali Imran: 133)

Motivasi serupa kita juga dapatkan dalam surat Al-Hadid ayat 21:

“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Terjemahan QS. al-Hadid: 21).

Saudaraku fillah, perintah bersegera kepada ampunan Allah dan jannah Allah menunjukkan bahwa waktu seorang mukmin demikian berharga, untuk meraih kebaikan-kebaikan, meraih ampunan Allah dan surgaNya.

Jangan menunda untuk bertaubat dan beramal shalih, manfaatkan sehatmu sebelum sakitmu, bersegeralah beramal diwaktu pagi sebelum petang, manfaatkan hidupmu sebelum datang ajalmu. Bersegeralah karena perjalanan masih panjang, kampung akhirat menanti kedatangan kita, dunia bukan negri kekekalan, dunia hanyalah persinggahan.

Referensi : Saat Terjebak dalam Kubangan Dosa












Depresi mampu mempengaruhi pikiran, suasana hati, hingga perilaku

Depresi tidak seperti kesedihan yang biasanya. Depresi merupakan suatu penyakit terus-menerus yang memengaruhi pikiran, suasana hati, hingga perilaku. Bukan hanya itu, depresi juga mampu memengaruhi struktur dan fungsi otak. Rasa sedih hanyalah salah satu gejala depresi. Tanda-tanda lainnya, seperti kerap merasa lelah dan lesu, sakit terus-menerus, masalah pencernaan, kurang tidur atau terlalu banyak tidur, tidak nafsu makan atau justru terlalu banyak makan, kehilangan minat pada hal-hal yang dulu disukai, selalu merasa gelisah, sulit untuk berkonsentrasi, mengingat dan mengambil keputusan,mudah marah, merasa bersalah, tidak berharga atau tidak berdaya, putus asa, hingga berpikir untuk bunuh diri.Aisha Stacey keluar dari rumah untuk pertama kalinya setelah berminggu-minggu mengurung diri di rumah karena depresi. Tujuan pertamanya adalah mengunjungi sebuah pengajian di sebuah rumah temannya.

“Depresi adalah pertanda lemahnya iman," ujar penceramah itu. 

Seketika Aisha tersentak, apakah penceramah itu membaca pikirannya. Aisha juga semakin bertanya-tanya, apakah imannya melemah sehingga ia menderita karena semua rasa sakit yang ia alami selama berminggu-minggu itu.

Tetapi ada banyak non-Muslim yang tidak pernah mengalami depresi klinis yang berkepanjangan dalam hidup mereka. Non-Muslim lainnya pulih dari depresi melalui pengobatan dan terapi tanpa masuk Islam. Psikolog Muslim telah mencoba menghilangkan mitos ini selama bertahun-tahun.

Sebuah penelitian lain menyebutkan depresi erat kaitannya dengan penyakit keturunan. Sehingga mereka yang memiliki kerabat dengan depresi klinis, maka akan lima kali lebih berisiko.

Selain itu, psikiater juga seringkali bisa menyembuhkan seseorang dari depresinya hanya dengan mengonsumsi obat antidepresi, tetapi ketika tidak meminumnya maka depresi kembali menyerang. Semua hal-hal ini memberitahukan tingkat keimanan seseorang tidak membuatnya kebal dari depresi.

Di dalam Alquran juga diceritakan bagaimana Nabi Yaqub AS, yang tingkat imannya sudah tinggi, namun bisa buta karena terus menangisi anaknya, Nabi Yusuf AS yang menghilang. Kita tidak ada yang tahu apakah Nabi Yaqub mengalami depresi atau tidak, tapi ciri-cirinya sangat mirip. Sehingga dengan kisah ini memberikan jawaban depresi tidak ada kaitannya dengan tingkat keimanan seseorang.

"Iman yang rendah tidak menyebabkan depresi, tetapi depresi dapat menyebabkan rendahnya iman. Ketika saya berada dalam episode depresi, itu mempengaruhi iman saya dalam dua cara," ujar Aisha dalam artikel yang diunggahnya dan dilansir di About Islam, Sabtu (26/9).

Pertama, berkurangnya kuantitas dan kualitas ibadah

Karena depresi, sehingga seseorang merasa tidak memiliki energi menggerakkan diri dari tempat tidur, berwudhu, dan sholat wajib. Jika terus-menerus dalam kondisi tersebut, maka akan semakin menjauh dari Allah.

Kedua, rentan terhadap terbujuk rayu setan

Depresi membuat otak bekerja lebih lambat dari biasanya dan lebih sulit mengendalikan pikiran. Pikiran selalu dipenuhi dengan hal-hal negatif hingga membenci diri sendiri. Saat itulah, bisikan setan dapat masuk.

"Itu sebabnya, jika Anda mengalami depresi jangan pernah melewatkan sholat, tidak peduli seberapa berat rasanya, dan sebanyak yang Anda bisa, carilah perlindungan dari setan," kata Aisha.

Selain itu, beriman kepada Allah dapat melindungi diri dari dua gejala depresi yang paling berbahaya, yakni keputusasaan dan rasa ingin bunuh diri. "Depresi bukanlah penyakit, tetapi keputusasaan adalah penyakitnya. Jika Anda beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak peduli seberapa panjang atau keruh terowongan itu, Anda masih akan melihat secercah cahaya penuntun di ujungnya dan itu akan memberi Anda kekuatan untuk bertahan," ujarnya.

Nabi Muhammad SAW bersabda, "Dia yang melakukan bunuh diri dengan mencekik akan terus mencekik dirinya sendiri (selamanya) di api neraka," (Al-Bukhari).

Semuanya bermuara pada satu pertanyaan: apakah kamu mencintai Allah? Jika ya, jangan takut. Mungkin depresi Anda sebenarnya mengangkat Anda ke tingkat keimanan yang lebih tinggi. Allah akan menarik Anda keluar dari jurang maut dan membuat Anda berkembang sekali lagi, insya Allah

Referensi : Depresi mampu mempengaruhi pikiran, suasana hati, hingga perilaku




















Uang hasil curian sifatnya haram dan tidak baik untuk bertahan hidup

Ustadz Abdul Kaafi mengungkapkan, barang hasil curian sifatnya haram dan tidak baik untuk bertahan hidup. “Mencari rezeki halal meski sedikit tapi itu yang terbaik. Seperti firman Allah, Fa kullu mimma rozaqokumullah halalan tayyibaw,” kata ustadz Abdul Kaafi

فَكُلُوا۟ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَٱشْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Artinya: Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. (Q.S. An Nahl ayat 114)

Ia menegaskan, membeli makanan dari uang hasil mencuri tidak memberikan manfaat. Pasalnya, makanan tersebut menjadi haram untuk dimakan.

“Karena dengan semua makanan yang kita konsumsi halal, jadi berkah buat kita,” tutur ustadz Abdul Kaafi.

Referensi : Uang hasil curian sifatnya haram dan tidak baik untuk bertahan hidup











Sibuk Memikirkan ‘Aib Sendiri

Segala puji bagi Allah, Rabb yang telah menunjuki jalan pada bersihnya hati. Sungguh beruntung orang yang mau mensucikan hatinya. Sungguh merugi orang yang mengotori hatinya. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Mengapa diri ini selalu menyibukkan diri dengan membicarakan aib orang lain, sedangkan ‘aib besar yang ada di depan mata tidak diperhatikan. Akhirnya diri ini pun sibuk menggunjing, membicarakan ‘aib saudaranya padahal ia tidak suka dibicarakan. Jika dibanding-bandingkan diri kita dan orang yang digunjing, boleh jadi dia lebih mulia di sisi Allah. Demikianlah hati ini seringkali tersibukkan dengan hal yang sia-sia. Semut di seberang lautan seakan nampak, namun gajah di pelupuk mata seakan-akan tak nampak, artinya aib yang ada di diri kita sendiri jarang kita perhatikan.

‘Aibmu Sendiri yang Lebih Seharusnya Engkau Perhatikan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

يبصر أحدكم القذاة في أعين أخيه، وينسى الجذل- أو الجذع – في عين نفسه

“Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.” [Semut di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tak nampak, pen].

Wejangan Abu Hurairah ini amat bagus. Yang seharusnya kita pikirkan adalah ‘aib kita sendiri yang begitu banyak. Tidak perlu kita bercapek-capek memikirkan ‘aib orang lain, atau bahkan menceritakan ‘aib saudara kita di hadapan orang lain. ‘Aib kita, kitalah yang lebih tahu. Adapun ‘aib orang lain, sungguh kita tidak mengetahui seluk beluk hati mereka.

Anggap Diri Kita Lebih Rendah Dari Orang Lain

‘Abdullah Al Muzani mengatakan,

إن عرض لك إبليس بأن لك فضلاً على أحد من أهل الإسلام فانظر، فإن كان أكبر منك فقل قد سبقني هذا بالإيمان والعمل الصالح فهو خير مني، وإن كان أصغر منك فقل قد سبقت هذا بالمعاصي والذنوب واستوجبت العقوبة فهو خير مني، فإنك لا ترى أحداً من أهل الإسلام إلا أكبر منك أو أصغر منك.

“Jika iblis memberikan was-was kepadamu bahwa engkau lebih mulia dari muslim lainnya, maka perhatikanlah. Jika ada orang lain yang lebih tua darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Orang tersebut telah lebih dahulu beriman dan beramal sholih dariku, maka ia lebih baik dariku.” Jika ada orang lainnya yang lebih muda darimu, maka seharusnya engkau katakan, “Aku telah lebih dulu bermaksiat dan berlumuran dosa serta lebih pantas mendapatkan siksa dibanding dirinya, maka ia sebenarnya lebih baik dariku.” Demikianlah sikap yang seharusnya engkau perhatikan ketika engkau melihat yang lebih tua atau yang lebih muda darimu.”

Mengapa Sibuk Membicarakan ‘Aib Orang Lain?

Jika kita memperhatikan nasehat-nasehat di atas, maka sungguh kita pasti tak akan ingin menggunjing orang lain karena ‘aib kita sendiri terlalu banyak. Itulah yang kita tahu.

Menceritakan ‘aib orang lain tanpa ada hajat sama sekali, inilah yang disebut dengan ghibah. Karena ghibah artinya membicarakan ‘aib orang lain sedangkan ia tidak ada di saat pembicaraan. ‘Aib yang dibicarakan tersebut, ia tidak suka diketahui oleh orang lain.

Keterangan tentang ghibah dijelaskan dalam hadits berikut,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah menggibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).” Ghibah dan menfitnah (menuduh tanpa bukti) sama dua keharaman. Namun untuk ghibah dibolehkan jika ada tujuan yang syar’i yaitu dibolehkan dalam enam keadaan sebagaimana dijelaskan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah. Enam keadaan yang dibolehkan menyebutkan ‘aib orang lain adalah sebagai berikut:

Mengadu tindak kezholiman kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang. Semisal mengatakan, “Si Ahmad telah menzholimiku.”

Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat mungkar tersebut kembali pada jalan yang benar. Semisal meminta pada orang yang mampu menghilangkan suatu kemungkaran, “Si Rahmat telah melakukan tindakan kemungkaran semacam ini, tolonglah kami agar lepas dari tindakannya.”

Meminta fatwa pada seorang mufti seperti seorang bertanya mufti, “Saudara kandungku telah menzholimiku demikian dan demikian. Bagaimana caranya aku lepas dari kezholiman yang ia lakukan.”

Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perowi hadits.

Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah terhadap maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan pada masalah lainnya.

Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya seperti menyebutnya si buta. Namun jika ada ucapan yang bagus, itu lebih baik.

Adapun dosa ghibah dijelaskan dalam firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)

Kata Ibnu Katsir rahimahullah, “Ghibah diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan para ulama). Dan tidak ada pengecualian dalam hal ini kecuali jika benar-benar jelas maslahatnya.”

Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Allah Ta’ala memisalkan ghibah (menggunjing orang lain) dengan memakan bangkai seseorang. Karena bangkai sama sekali tidak tahu siapa yang memakan dagingnya. Ini sama halnya dengan orang yang hidup juga tidak mengetahui siapa yang menggunjing dirinya. Demikianlah keterangan dari Az Zujaj.”

Asy Syaukani rahimahullah kembali menjelaskan, “Dalam ayat di atas terkandung isyarat bahwa kehormatan manusia itu sebagaimana dagingnya. Jika daging manusia saja diharamkan untuk dimakan, begitu pula dengan kehormatannya dilarang untuk dilanggar. Ayat ini menjelaskan agar seseorang menjauhi perbuatan ghibah. Ayat ini menjelaskan bahwa ghibah adalah perbuatan yang teramat jelek. Begitu tercelanya pula orang yang melakukan ghibah.”

Jika kita sudah tahu demikian tercelanya membicarakan ‘aib saudara kita –tanpa ada maslahat-, maka sudah semestinya kita menjauhkan diri dari perbuatan tersebut. ‘Aib kita sebenarnya lebih banyak karena itulah yang kita ketahui. Dibanding ‘aib orang lain, sungguh kita tidak mengetahui seluk beluk dirinya. Nasehat ini adalah nasehat untuk diri sendiri karena asalnya nasehat adalah memang demikian. Ya Allah, tunjukkanlah pada kami jalan untuk selalu memperbaiki jiwa ini. Amin Yaa Samii’um Mujiib.

Referensi : Sibuk Memikirkan ‘Aib Sendiri










Hukum Menceritakan Dosa dan Aib kepada Orang Lain

Tidak ada seorang pun manusia di muka bumi yang luput dari dosa kecuali Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) yang ma'shum (terjaga dari dosa). Dosa maupun kesalahan adalah aib yang wajib disembunyikan.

Rasulullah SAW melarang umatnya untuk tidak membuka atau menceritakan aib sendiri kepada orang lain. Beliau mengajarkan kepada kita agar menyembunyikan dosa-dosa maupun aib kita.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah riwayat Sahih Al-Bukhari:

كُلُّ أُمَّتِيْ مُعَافَى إِلَّا اْلمُجَاهِرِيْنَ

Semua ummat kuitu di dalam maafnya Allah, dan cepat sekali diampuni Allah.

Namun mereka itu banyak yang dihambat pengampunannya oleh Allah, karena mereka banyak bercerita tentang dosa-dosanya kepada orang lain.

Ulama yang pernah menjadi pemimpin Majelis Rasulullah (MR) Al-Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa pernah mengatakan, pengampunan Allah Ta'ala itu akan tertahan gara-gara seseorang banyak cerita tentang aibnya.

Namun, apabila menceritakan dosa (keslahan) kepada guru, ulama, atau kiyai dengan maksud untuk meminta nasihat tidak mengapa. Sebagaimana para sahabat datang kepada Rasulullah SAW memohon pendapat telah berbuat dosa ini itu dan lain sebagainya.

Akan tetapi, jika disebarkan seluas-luasnya kepada orang lain, maka itu menjauhkan atau menyulitkan dapatnya pengampunan. Orang-orang yang suka menyampaikan aibnya pada orang lain, itu mengecewakan dan menyakiti perasaan Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala berfirman di dalam sebuah hadis qudsi riwayat Al-Bukhari dan Muslim: "Aku (Allah) telah menyembunyikan dan menutupi aib hamba Ku dan dia yang membukanya sendiri. Aku (Allah) tutupi supaya orang lain tidak tahu dosanya, dia sendiri yang membuka dan merobek tabir yang Kututup agar orang lain tidak tahu kehinaannya. Dia yang membuka kehinaannya pada orang lain padahal Aku menutupinya".

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَلِيمٌ حَيِيٌّ سِتِّيرٌ يُحِبُّ الْحَيَاءَ وَالسَّتْرَ

Sesungguhnya Allah Ta'ala Maha Pemurah, kekal, dan Maha Penutup, Dia mencintai rasa malu dan sikap sitru (menutup aib). (HR Abu Dawud dan An-Nasai).

Referensi : Hukum Menceritakan Dosa dan Aib kepada Orang Lain











Dosa yang Lebih Hina dari Zina yang Sulit Diampuni Allah SWT (Ustadz Buya Yahya)

Dosa yang Lebih Hina dari Zina yang Sulit Diampuni Allah SWT (Ustadz Buya Yahya). Zina merupakan perbuatan yang sangat tercela dan hina yang dilakukan oleh manusia. Dalam Islam, kita tidak boleh mendekati apapun yang berhubungan dengan zina, hal ini dipertegas dalam suroh Al-Isro ayat 32.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰۤى اِنَّهٗ كَا نَ فَا حِشَةً ۗ وَسَآءَ سَبِيْلًا

"Dan janganlah kamu mendekati zina. Zina itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk." Tapi, ada sebuah perbuatan dosa lain yang lebih tercela dan hina dibandingkan dosa berzina.

Adapun ddimaksud Ustadz Buya Yahya perihal dosa yang lebih hina dari pada zina adalah melakukan kehinaan tanpa rasa lalu yang diceritakan keorang-orang sebagai bentuk kebanggaan.

"Tidak akan diampuni oleh Allah bagi orang yang tidak pernah malu akan dosa-dosanya yang telah dibuatnya," ujar Ustadz Buya Yahya.

Menurut Buya Yahya, orang yang melakukan perbuatan dosa tapi tidak terang-terangan, maka masih berkesempatan diterima taubatnya kecuali orang yang membanggakan diri akan dosanya.

"Tetapi itulah si dungu yang melakukan kehinaan di kegelapan malam ternyata esok harinya dia bercerita kepada orang lain dengan semangat, Naudzubillah," tutup Ustadz Buya Yahya.

Referensi : Dosa yang Lebih Hina dari Zina yang Sulit Diampuni Allah SWT (Ustadz Buya Yahya).