This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Rabu, 03 Agustus 2022

Tujuh Dampak Kejelekan Memakan Harta Haram

Ternyata harta haram punya dampak jelek yang luar biasa.

Kita diperintahkan untuk memakan yang halal dan menjauhi yang haram sebagaimana dalam doa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

للَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

“Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (HR. Tirmidzi, no. 3563; Ahmad, 1:153; dan Al-Hakim, 1:538. Hadits ini dinilai hasan menurut At-Tirmidzi. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaliy menyetujui hasannya hadits ini sebagaimana dalam Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 2:509-510).

Dan ingat rezeki yang halal walau sedikit itu pasti lebih berkah. Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Abdul Halim bin Taimiyyah Al-Harrani (661-728 H) rahimahullah pernah berkata,

وَالْقَلِيلُ مِنْ الْحَلَالِ يُبَارَكُ فِيهِ وَالْحَرَامُ الْكَثِيرُ يَذْهَبُ وَيَمْحَقُهُ اللَّهُ تَعَالَى

“Sedikit dari yang halal itu lebih bawa berkah di dalamnya. Sedangkan yang haram yang jumlahnya banyak hanya cepat hilang dan Allah akan menghancurkannya.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 28:646)

Dalam mencari rezeki, kebanyakan kita mencarinya asalkan dapat, namun tidak peduli halal dan haramnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari sudah mengatakan,

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram.” (HR. Bukhari no. 2083, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Akhirnya ada yang jadi budak dunia. Pokoknya dunia diperoleh tanpa pernah peduli aturan. Inilah mereka yang disebut dalam hadits,

عِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ

“Celakalah wahai budak dinar, dirham, qothifah (pakaian yang memiliki beludru), khomishoh (pakaian berwarna hitam dan ada bintik-bintik merah). Jika ia diberi, maka ia rida. Jika ia tidak diberi, maka ia tidak rida.” (HR. Bukhari, no. 2886, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Lantas Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

وَهَذَا هُوَ عَبْدُ هَذِهِ الْأُمُورِ فَلَوْ طَلَبَهَا مِنْ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ إذَا أَعْطَاهُ إيَّاهَا رَضِيَ ؛ وَإِذَا مَنَعَهُ إيَّاهَا سَخِطَ وَإِنَّمَا عَبْدُ اللَّهِ مَنْ يُرْضِيهِ مَا يُرْضِي اللَّهَ ؛ وَيُسْخِطُهُ مَا يُسْخِطُ اللَّهَ ؛ وَيُحِبُّ مَا أَحَبَّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَيُبْغِضُ مَا أَبْغَضَهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ

“Inilah yang namanya budak harta-harta tadi. Jika ia memintanya dari Allah dan Allah memberinya, ia pun rida. Namun ketika Allah tidak memberinya, ia pun murka. ‘Abdullah (hamba Allah) adalah orang yang rida terhadap apa yang Allah ridai, dan ia murka terhadap apa yang Allah murkai, cinta terhadap apa yang Allah dan Rasul-nya cintai serta benci terhadap apa yang Allah dan Rasul-Nya benci.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:190)

Ada pula yang masih peka hatinya namun kurang mendalami halal dan haram. Yang kedua ini disuruh untuk belajar muamalah terkait hal halal dan haram.

‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,

مَنْ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ

“Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus.”

‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan,

لَا يَتَّجِرْ فِي سُوقِنَا إلَّا مَنْ فَقِهَ أَكْلَ الرِّبَا

“Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba.” (Lihat Mughni Al-Muhtaj, 6:310)

Kalau halal-haram tidak diperhatikan, dampak jeleknya begitu luar biasa. Kali ini kita akan lihat apa saja dampak dari harta haram.

Pertama: Memakan harta haram berarti mendurhakai Allah dan mengikuti langkah setan.

Dalam surah Al-Baqarah disebutkan,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)

Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Badai’ Al-Fawaid (3:381-385), ada beberapa langkah setan dalam menyesatkan manusia, jika langkah pertama tidak bisa, maka akan beralih pada langkah selanjutnya dan seterusnya:

Langkah pertama: Diajak pada kekafiran, kesyirikan, serta memusuhi Allah dan Rasul-Nya.

Langkah kedua: Diajak pada amalan yang tidak ada tuntunan (bidah).

Langkah ketiga: Diajak pada dosa besar (al-kabair).

Langkah keempat: Diajak dalam dosa kecil (ash-shaghair).

Langkah kelima: Disibukkan dengan perkara mubah (yang sifatnya boleh, tidak ada pahala dan tidak ada sanksi di dalamnya) hingga berlebihan.

Langkah keenam: Disibukkan dalam amalan yang kurang afdal, padahal ada amalan yang lebih afdal.

Kedua: Akan membuat kurang semangat dalam beramal saleh

Dalam ayat disebutkan,

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thayyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mu’minun: 51). Yang dimaksud dengan makan yang thayyib di sini adalah makan yang halal sebagaimana disebutkan oleh Sa’id bin Jubair dan Adh-Dhahak. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir, 5:462.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala pada ayat ini memerintahkan para rasul ‘alaihimush sholaatu was salaam untuk memakan makanan yang halal dan beramal saleh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal adalah yang menyemangati melakukan amal saleh.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:462).

Ketiga: Memakan harta haram adalah kebiasaan buruk orang Yahudi.

Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

وَتَرَىٰ كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

لَوْلَا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ

“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (QS. Al-Maidah: 62-63)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa rabbaniyyun adalah para ulama yang menjadi pelayan melayani rakyatnya. Sedangkan ahbar hanyalah sebagai ulama. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:429.

Ayat berikut membicarakan kebiasaan Yahudi yang memakan riba,

فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرً, وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’: 160-161)

Ibnu Katsir mengatakan bahwa Allah telah melarang riba pada kaum Yahudi, namun mereka menerjangnya dan mereka memakan riba tersebut. Mereka pun melakukan pengelabuan untuk bisa menerjang riba. Itulah yang dilakukan mereka memakan harta manusia dengan cara yang batil. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:273).

Siapa yang mengambil riba bahkan melakukan tipu daya dan akal-akalan supaya riba itu menjadi halal, berarti ia telah mengikuti jejak kaum Yahudi. Dan inilah yang sudah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ  . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ  وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ

“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” (HR. Bukhari, no. 7319)

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim, no. 2669).

Ibnu Taimiyah menjelaskan, tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara. Lihat Majmu’ah Al-Fatawa, 27: 286.

Keempat: Badan yang tumbuh dari harta yang haram akan berhak disentuh api neraka.

Yang pernah dinasihati oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Ka’ab,

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR. Tirmidzi, no. 614. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Kelima: Doa sulit dikabulkan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ المُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ المُرْسَلِيْنَ فَقَالَ {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا} وَقَالَ تَعَالَى {يَا أَيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌوَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَه

‘Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (thayyib), tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (QS. Al-Mu’minun: 51). Dan Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.’ (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim, no. 1015)

Empat sebab terkabulnya doa sudah ada pada orang ini yaitu:

Keadaan dalam perjalanan jauh (safar).

Meminta dalam keadaan sangat butuh (genting).

Menengadahkan tangan ke langit.

Memanggil Allah dengan panggilan “Yaa Rabbii” (wahai Rabb-ku) atau memuji Allah dengan menyebut nama dan sifat-Nya, misalnya: “Yaa Dzal Jalaali wal Ikraam” (wahai Rabb yang memiliki keagungan dan kemuliaan), “Yaa Mujiibas Saa’iliin” (wahai Rabb yang Mengabulkan doa orang yang meminta kepada-Mu), dan lain-lain.

Namun dikarenakan harta haram membuat doanya sulit terkabul.

Keenam: Harta haram membuat kaum muslimin jadi mundur dan hina

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah (salah satu transaksi riba), mengikuti ekor sapi (maksudnya: sibuk dengan peternakan), ridha dengan bercocok tanam (maksudnya: sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad (yang saat itu fardhu ‘ain), maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud, no. 3462. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih. Lihat ‘Aunul Ma’bud, 9:242).

Ketujuh: Karena harta haram banyak musibah dan bencana terjadi

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ

“Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al-Hakim. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Imam Adz-Dzahabi mengatakan, hadits ini shahih. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighairi sebagaimana disebut dalam Shahih At-Targhib wa Tarhib, no. 1859).

Referensi : Tujuh Dampak Kejelekan Memakan Harta Haram



















Dampak Akibat Menggunakan Harta Haram Bertahun-tahun

Dampak Akibat Menggunakan Harta Haram Bertahun-tahun. Berikut ini adalah khutbah Jumat singkat yang bertemakan '7 Dampak Menggunakan Harta Haram'

Mencari nafkah atau mencari uang dengan cara yang haram adalah perbuatan dosa besar dan Allah SWT tidak menyukai perbuatan tercela itu.

Lebih baik mendapatkan uang yang sedikit namun halal dan berkah daripada dengan cara yang haram namun tidak membawa berkah justru membahayakan.

Ada hadits yang menunjukkan keutamaan bershalawat kepada beliau. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim, no. 408)

Dari ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia pernah berkhutbah pada hari Jumat. Ia berkata di dalam khutbahnya,

ثُمَّ إنَّكُمْ أيُّهَا النَّاسُ تَأكُلُونَ شَجَرتَيْنِ مَا أرَاهُمَا إِلاَّ خَبِيثَتَيْن : البَصَلَ ، وَالثُّومَ . لَقَدْ رَأَيْتُ رسولَ الله – صلى الله عليه وسلم – ، إِذَا وَجدَ ريحَهُمَا مِنَ الرَّجُلِ في المَسْجِدِ أَمَرَ بِهِ ، فَأُخْرِجَ إِلَى البَقِيعِ ، فَمَنْ أكَلَهُمَا ، فَلْيُمِتْهُمَا طَبْخاً

“Kemudian sesungguhnya kalian, wahai manusia, kalian suka memakan dua pohon yang aku tidak melihatnya melainkan mengandung bau yang tidak menyedapkan, yaitu bawang merah dan bawang putih. Padahal sungguh aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mendapatkan bau keduanya dari seseorang di dalam masjid, beliau memerintahkan agar orang tersebut dikeluarkan ke Baqi’. Oleh karena itu, barangsiapa yang memakannya, hendaklah menghilangkan baunya dengan dimasak.” (HR. Muslim, no. 567)

Itulah salah satu adab pula ketika menghadiri shalat Jumat hendaklah menghilangkan bau mulut yang tidak enak.

Di antara bentuknya di zaman ini adalah bau mulut karena rokok, maka baiknya jamaah bapak-bapak tidak mengisap rokok ketika berangkat dari rumah menuju masjid sehingga hadits dari Umar di atas bisa diamalkan, moga Allah beri taufik dan hidayah.

Kita diperintahkan untuk memakan yang halal dan menjauhi yang haram sebagaimana dalam doa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Allah akan menghancurkannya.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 28:646)

Dalam mencari rezeki, kebanyakan kita mencarinya asalkan dapat, namun tidak peduli halal dan haramnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari sudah mengatakan,

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram.” (HR. Bukhari no. 2083, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Akhirnya ada yang jadi budak dunia. Pokoknya dunia diperoleh tanpa pernah peduli aturan. Inilah mereka yang disebut dalam hadits,

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ

“Celakalah wahai budak dinar, dirham, qothifah (pakaian yang memiliki beludru), khomishoh (pakaian berwarna hitam dan ada bintik-bintik merah). Jika ia diberi, maka ia rida. Jika ia tidak diberi, maka ia tidak rida.” (HR. Bukhari, no. 2886, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Lantas Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

وَهَذَا هُوَ عَبْدُ هَذِهِ الْأُمُورِ فَلَوْ طَلَبَهَا مِنْ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ إذَا أَعْطَاهُ إيَّاهَا رَضِيَ ؛ وَإِذَا مَنَعَهُ إيَّاهَا سَخِطَ وَإِنَّمَا عَبْدُ اللَّهِ مَنْ يُرْضِيهِ مَا يُرْضِي اللَّهَ ؛ وَيُسْخِطُهُ مَا يُسْخِطُ اللَّهَ ؛ وَيُحِبُّ مَا أَحَبَّهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَيُبْغِضُ مَا أَبْغَضَهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ

“Inilah yang namanya budak harta-harta tadi. Jika ia memintanya dari Allah dan Allah memberinya, ia pun rida. Namun ketika Allah tidak memberinya, ia pun murka. ‘Abdullah (hamba Allah) adalah orang yang rida terhadap apa yang Allah ridai, dan ia murka terhadap apa yang Allah murkai, cinta terhadap apa yang Allah dan Rasul-nya cintai serta benci terhadap apa yang Allah dan Rasul-Nya benci.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:190)

Ada pula yang masih peka hatinya namun kurang mendalami halal dan haram. Yang kedua ini disuruh untuk belajar muamalah terkait hal halal dan haram.

‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,

مَنْ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ

“Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus.”

‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan,

Dalam surah Al-Baqarah disebutkan,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)

Kedua: Akan membuat kurang semangat dalam beramal saleh

Dalam ayat disebutkan,

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thayyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mu’minun: 51). Yang dimaksud dengan makan yang thayyib di sini adalah makan yang halal sebagaimana disebutkan oleh Sa’id bin Jubair dan Adh-Dhahak. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir, 5:462.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala pada ayat ini memerintahkan para rasul ‘alaihimush sholaatu was salaam untuk memakan makanan yang halal dan beramal saleh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal adalah yang menyemangati melakukan amal saleh.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:462).

Ketiga: Memakan harta haram adalah kebiasaan buruk orang Yahudi.

Sebagaimana dimaksudkan dalam ayat berikut tentang kebiasaan mereka memakan riba,

فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرً, وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’: 160-161)

Ibnu Katsir mengatakan bahwa Allah telah melarang riba pada kaum Yahudi, namun mereka menerjangnya dan mereka memakan riba tersebut. Mereka pun melakukan pengelabuan untuk bisa menerjang riba. Itulah yang dilakukan mereka memakan harta manusia dengan cara yang batil. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3: 273)

Siapa yang mengambil riba bahkan melakukan tipu daya dan akal-akalan supaya riba itu menjadi halal, berarti ia telah mengikuti jejak kaum Yahudi. Dan inilah yang sudah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Keempat: Badan yang tumbuh dari harta yang haram akan berhak disentuh api neraka

Yang pernah dinasihati oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Ka’ab,

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api neraka.” (HR. Tirmidzi, no. 614. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Kelima: Doa sulit dikabulkan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ المُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ المُرْسَلِيْنَ فَقَالَ {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا} وَقَالَ تَعَالَى {يَا أَيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌوَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَه

‘Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (thayyib), tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (QS. Al-Mu’minun: 51). Dan Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.’ (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim, no. 1015)

Empat sebab terkabulnya doa sudah ada pada orang ini yaitu:

1. Keadaan dalam perjalanan jauh (safar).

2. Meminta dalam keadaan sangat butuh (genting).

3. Menengadahkan tangan ke langit.

4. Memanggil Allah dengan panggilan “Yaa Rabbii” (wahai Rabb-ku) atau memuji Allah dengan menyebut nama dan sifat-Nya, misalnya: “Yaa Dzal Jalaali wal Ikraam” (wahai Rabb yang memiliki keagungan dan kemuliaan), “Yaa Mujiibas Saa’iliin” (wahai Rabb yang Mengabulkan doa orang yang meminta kepada-Mu), dan lain-lain.

Namun dikarenakan harta haram membuat doanya sulit terkabul.

Keenam: Harta haram membuat kaum muslimin jadi mundur dan hina

Dalam hadits disebutkan,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah (salah satu transaksi riba), mengikuti ekor sapi (maksudnya: sibuk dengan peternakan), ridha dengan bercocok tanam (maksudnya: sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad (yang saat itu fardhu ‘ain), maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud, no. 3462. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih. Lihat ‘Aunul Ma’bud, 9:242).

Ketujuh: Karena harta haram banyak musibah dan bencana terjadi

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ

“Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al-Hakim. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Imam Adz-Dzahabi mengatakan, hadits ini shahih. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi sebagaimana disebut dalam Shahih At-Targhib wa Tarhib, no. 1859)

Referensi : Dampak Akibat Menggunakan Harta Haram Bertahun-tahun














Ternyata Ini Tanda Seseorang Akan Kena Azab dari Allah Swt (Ustadz Adi Hidayat)

Ustadz Adi Hidayat menjelaskan mengenai tanda ketika seseorang akan diberikan azab oleh Allah. Tanda-tanda tersebut merupakan sebuah peringatan yang datang pada manusia, bahwa Allah akan segera menurunkan azab kepadanya.  Ustadz Adi Hidayat menjelaskan, bahwa apabila seseorang tidak merasakan tanda tersebut maka bersiaplah untuk menerima azab Allah.

Pasalnya menurut Ustadz Adi Hidayat, tanda yang turun tersebut diberikan secara jelas kepada manusia.  Sehingga manusia pun pasti akan menyadari bahwa tanda-tanda tersebut merupakan salah satu tanda sebelum Allah turunkan azab. Namun, apabila ada manusia yang masih mengelak dan bahkan enggan memercayai maka Ustadz Adi Hidayat pun memeringatkan.

Bahwa orang tersebut perlu bersiap karena, Allah akan segera menurunkan azab kepadanya. “Kalau semua tanda itu muncul anda belum ingat pada Allah, maka itu luar biasa menunjukkan imannya sangat lemah,” jelasnya.  Tanda lainnya adalah ketika seseorang menyentuh Al Quran, namun hatinya tidak tersentuh.  Lebih lanjut, Ustadz Adi Hidayat pun membacakan sebauh firman Allah. 

"Kami akan tampakkan tanda-tanda kebenaran, kebesaran kami di semesta ini bahkan pada diri mereka sendiri sampai mereka yakin bahwa semua yang berasal dari Allah itu benar.” bacanya. Kemudian, Ustadz Adi Hidayat pun menyertakan salah satu contoh. Yaitu ketika ada fenomena di mana lafadz Allah muncul ditempat-tempat yang mustahil, seperti pada seorang bayi. “Kalau anda dengan cerita-cerita seperti itu belum yakin dengan Allah, anda perlu diceritakan apa lagi?,” tanyanya. Menurut Ustadz Adi Hidayat, ketika seseorang masih tak memercayai hal tersebut maka itu lah tanda ketika Allah akan menurunkan azab

Rerefensi : Ternyata Ini Tanda Seseorang Akan Kena Azab dari Allah Swt (Ustadz Adi Hidayat)























Mengenal Ciri Orang Istidraj, Azab Allah Swt Dalam Bentuk Kenikmatan

Mengenal Ciri Orang Istidraj, Azab Allah Swt dalam Bentuk Kenikmatan. Setiap orang memiliki rezekinya masing-masing yang telah diberikan Allah SWT. Namun, dalam rezeki tersebut ada hak orang lain, seperti orang miskin. Hanya saja, kadang ada sebagian orang yang tak menghiraukan hak orang lain tersebut dan memilih menyimpan dan menumpuk hartanya. Hal itu masuk dalam kategori pelit atau kikir. Adapun sikap pelit ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam.

Sebagaimana yang dikutip dalam tausiah Ustadz Abdurrohman Djaelani di Cahaya Hati Indonesia, adanya orang pelit merupakan fakta yang kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat, akan tetapi orang pelit belum tentu hatinya senang.

"Itu memang merupakan fakta yang di tengah-tengah, ada orang-orang pelit tapi hidupnya senang, kelihatannya senang, tapi tidak tahu hatinya. Perlu diingat ada yang namanya barokah, ada yang namanya istidraj," tutur Ustadz Abdurrohman Djaelani.

Dia menjelaskan, istidraj merupakan azab yang dikasih oleh Allah dalam bentuk kenikmatan. Selain itu, istidraj dilakukan dengan perbuatan yang bertentangan dengan syariat.

"Kalau perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan syariat tapi dari kacamata manusia itu senang, insyaallah sudah dipastikan itu orang istidraj," kata Ustadz Abdurrohman Djaelani.

Maka dari itu, Ustadz Abddurohman Djaelani menyampaikan jangan pernah menganggap kesenangan orang lain itu merupakan keberkahan, mungkin saja itu bisa istidraj alias kenikmatan yang diberikan oleh Allah untuk menghukumnya.

"Jadi, jangan pernah menganggap kesenangan yang ada pada orang-orang yang melakukan perbuatan dari Allah itu merupakan keberkahan, tapi itu bisa jadi istidraj," ujar Ustadz Abdurrohaman Djaelani.

Referensi : Mengenal Ciri Orang Istidraj, Azab Allah Swt Dalam Bentuk Kenikmatan


















Hati-hati, Allah Swt Sedang Memberikan Azab Jika Seseorang Mengalami Hal Ini (Kata Ustadz Adi Hidayat)

Hati-hati, Allah Swt Sedang Memberikan Azab Jika Seseorang Mengalami Hal Ini  (Kata Ustadz Adi Hidayat). Segera bertobat jika seseorang alami tanda-tanda ini. Bisa jadi itu adalah tanda azab dari Allah SWT, kata Ustadz Adi Hidayat. Ustadz asal Bogor ini menjelaskan, ada tanda-tanda bahwa seseorang sedang mengalami azab dari Allah SWT. Hal ini kata dia karena dosa yang disebabkan hal di bawah ini. Menurutnya, tanda ini banyak sekali namun tidak sadar bahwa dirinya sedang diazab.

Maka perlu tinggalkan dosa ini sebelum lebih banyak azab yang Allah SWT berikan. Azab merupakan tanda bukti bahwa Allah SWT sedang marah terhadap apa yang dilakukan oleh hambanya. Dengan perbuatan itu manusia akan dicatat amalnya sebagai dosa dan diazab oleh Allah SWT. Namun azab disini pada dasarnya bukan sebuah kerusakan fisik yang bisa dilihat secara langsung, tetapi kerusakan fisik yang sulit untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Seperti halnya ketika seseorang diajak pada kebaikan, seakan-akan tubuh sangat alergi terhadap hal itu. Kemudian ketika mendengar adzan seruan untuk sholat, tidak sedikitpun ada getaran dalam jiwanya untuk melaksanakan sholat.

"Ke telinga jadi sumbatan, ke mata jadi hambatan tertutup pandangnya, ke hati ngunci," kata Ustadz Adi Hidayat. Maka, jika tubuh sudah tak mau untuk diajak pada kebaikan untuk menjalankan ibadah, maka itu secara tidak langsung mereka sedang diazab oleh Allah SWT. Hal ini terjadi akibat salah satu dosa yang menjadikan tubuh kotor dan tak suci lagi. Dosa yang dimaksud Ustadz Adi Hidayat adalah memakan harta yang haram. Jika ada seseorang yang memakan atau memakai harta haram, seketika makanan yang dimakan akan menyatu dengan daging.

"Orang yang mendapatkan harta dengan cara yang halal, itu perilakunya pasti beda dengan orang yang mendapatkan harta dengan cara yang bermasalah (haram)," kata Ustadz Adi Hidayat. Sehingga tidak heran jika tubuh terasa berat karena dosa dari harta haram tersebut. Jika ada yang haram didalam tubuh, maka disitulah setan akan bersemayam. Sebaiknya tinggalkan itu semua dan bertobat sebelum semuanya terlambat. Namun, ada juga orang yang hanya kerja saja tidak ada niatan untuk mengambil yang haram tetapi memiliki tanda-tanda seperti yang tadi.

Bisa jadi tempat yang menjadi ladang penghasilan diatasnya ada unsur haram dan mengalirkan itu semua. "Cek urutkan, ini dapet dari mana, sumbernya dari mana, asalnya dari mana, kalau sekiranya anda dapatkan dengan cara yang tidak baik, cepat tinggalkan," kata Ustadz Adi Hidayat. Jika sudah ditemukan titik kesalahannya, sebagainya tinggalkan saja. Walaupun sulit, Allah SWT akan ganti dengan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan harta haram

Referensi : Hati-hati, Allah Swt Sedang Memberikan Azab Jika Seseorang Mengalami Hal Ini  (Kata Ustadz Adi Hidayat)












Pendidikan Taihid, Taqwa & Karakter Ahli Surga

Pendidikan Taihid, Taqwa & Karakter Ahli Surga. Bismillah. Alhamdulillah. Allahumma shalli ala Sayyidina Muhammad wa ala ali Sayyidina Muhammad.

اللهم إني اسئلك رضاك والجنة واعوذ بك من سختك والنار برحمتك ياارحم الراحمين

Allahumma, Ya Allah, sungguh aku mohon kepada-Mu ridlo-Mu dan surga-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari murka-Mu dan siksa api neraka, dengan luasnya rahmat-Mu wahai Dzat Yang sebaik-baiknya Pemberi kasih sayang. Aamiin.

Hidayah Al-Qur’an surah Aṭ-Ṭūr ayat 25-28

وَاَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلٰى بَعْضٍ يَّتَسَاۤءَلُوْنَ

Dan sebagian mereka berhadap-hadapan satu sama lain saling bertegur sapa.

TAFSIR TAHLILI

(25) Pada ayat ini Allah swt menerangkan bahwa penghuni surga itu saling mendatangi penghuni yang lain baik antara bapak, ibu dan keluarga mereka yang seiman di dunia dan juga dengan penghuni surga yang lain, bertanya tentang keadaan mereka di dunia dahulu, yaitu meliputi ibadah atau seputar berbagai upaya nahi munkar karena takutnya mereka akan azab Allah swt ketika hidup di dunia. Kemudian mereka memuji Allah swt yang telah menghilangkan sedih, pilu, duka dan kegelisahan mereka. Mereka di surga tidak lagi merasakan kesusahan dan kesukaran mencari nafkah hidup atau mencari rezeki dan segala hal yang berkenaan dengan kehidupan. Mereka hanya tinggal menikmati berbagai kesenangan saja.

Diriwayatkan bahwa Anas berkata sebagai berikut:

قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ اِذَا دَخَلَ اَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ اشْتَاقُوْا اِلَى الاِخْوَانِ فَيَجِيْئُ سَرِيْرُ هٰذَا حَتىَّ يُحَاذِيَ سَرِيْرُ هٰذَا فَيَتَحَدَّثَانِ فَيَتَّكِئُ ذَا وَيَتَّكِئُ ذَا فَيَتَحَدَّثَانِ بِمَا كَانَا فِى الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ أَحَدُ هُمَا لِصَاحِبِهِ يَافُلاَنُ أَتَدْرِي اَيُّ يَوْمٍ غَفَرَ اللهُ لَنَا؟ اَلْيَوْمَ الَّذِي كُنَّا فِي مَوْضِعِ كَذَا وَكَذَا فَدَعَوْنَا اللهَ فَغَفَرَلَنَا. (رواه البزار)

Rasulullah saw bersabda, “Apabila penghuni surga telah memasuki surga dan mereka rindu kepada kawan-kawan mereka, lalu datanglah sofa seseorang mendekat hingga berhadapanlah dengan sofa yang lainnya keduanya duduk santai sambil bercakap-cakap dan membicarakan amal mereka di dunia dahulu. Maka berkatalah seseorang dari mereka, “Hai fulan, tahukah engkau pada hari apa Tuhan mengampuni kita? Pada hari di tempat, di mana kita berdoa kepada Allah kemudian kita diampuni-Nya.” (Riwayat al-Bazzar)

Al-Qur’an surah Aṭ-Ṭūr/52 ayat 26

قَالُوْٓا اِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِيْٓ اَهْلِنَا مُشْفِقِيْنَ

Mereka berkata, “Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab).

TAFSIR TAHLILI

(26-27) Kemudian dalam ayat ini Allah swt merinci tanya jawab atas berbagai kesenangan yang mereka nikmati. Mereka berkata bahwa sesung-guhnya mereka sewaktu di dunia, pada waktu itu di tengah-tengah keluarga mereka timbul rasa takut akan azab Allah dan siksanya. Kemudian Allah menghilangkan rasa takut itu dengan mengaruniakan nikmat-Nya kepada mereka yaitu mereka terpelihara dari api neraka yang disebut as-samµm.

Perasaan takut mereka di dunia akan azab Allah mendorong mereka mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya meskipun ketika itu berada di tengah-tengah keluarga, mereka memperoleh ketenangan. Diriwayatkan bahwasanya ‘Aisyah berkata, “Andaikata Allah membukakan neraka di bumi ini seujung jari saja, maka akan terbakarlah bumi dan seluruh isinya.”

Al-Qur’an surah Aṭ-Ṭūr/ 52 ayat 27

فَمَنَّ اللّٰهُ عَلَيْنَا وَوَقٰىنَا عَذَابَ السَّمُوْمِ

Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka.

TAFSIR WAJIZ

Sebagai rahmat dari dari Allah, maka Allah sesuai dengan janji-Nya memberikan karunia surga kepada kami dan senantiasa memelihara kami dari azab neraka yang tidak terkirakan pedihnya.

Al-Qur’an surah Aṭ-Ṭūr/52 ayat 28

اِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلُ نَدْعُوْهُۗ اِنَّهٗ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيْمُ

Sesungguhnya kami menyembah-Nya sejak dahulu. Dialah Yang Maha Melimpahkan Kebaikan, Maha Penyayang.”

TAFSIR TAHLILI

(28) Dalam ayat ini Allah swt menerangkan bahwa penghuni-penghuni surga itu telah memenuhi persyaratan seruan Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka mendapat kemuliaan itu. Mereka berkata bahwa mereka dahulu menyembah Allah dan memohon kepada-Nya. Maka Allah memperkenan-kan dan mengabulkan permintaan mereka dan menerima ibadah mereka, karena Allah yang melimpahkan kebaikan, dan pemberi karunia, lagi Maha Penyayang.

Setiap orang yang beriman dan setiap orang kafir tidak akan pernah lupa terhadap apa yang telah mereka perbuat di dunia, kenikmatan orang-orang yang beriman akan bertambah bila mereka melihat bahwa mereka telah berpindah dari penjara dunia ke alam kesenangan akhirat, dan dari kesempitan kepada kelapangan. Sebaliknya bertambahlah siksa orang kafir bilamana ia melihat bahwa dirinya telah berpindah dari kemewahan dunia ke alam penderitaan, dan kesengsaraan neraka Jahannam di akhirat.

Referensi : Pendidikan Taihid, Taqwa & Karakter Ahli Surga













Apakah Penduduk Surga Ingat Kehidupan Dunia?

Penghuni Surga Ingin Kenikmatan Seperti di Dunia?

Apakah penduduk surga nanti ingat perjalanan hidup yang pernah mereka alami di dunia? Kemudian apakah mereka berkeinginan merasakan kembali kenikmatan yang pernah mereka rasakan di dunia?

Jawaban :

Bismillah, wassholaatu wassalam ala Rasulillah, waba’du.

Ada penjelasan dalam Al-Qur’an bahwa penduduk surga akan mengingat kehidupan yang pernah mereka alami dunia ini. Sebagaimana yang terdapat dalam surat At-Thur.

Allah berfirman,

وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ * قَالُوا إِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِي أَهْلِنَا مُشْفِقِينَ * فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا وَوَقَانَا عَذَابَ السَّمُومِ * إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلُ نَدْعُوهُ ۖ إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيمُ

Penduduk surga itu saling berhadap-hadapan satu sama lain seraya bertegur sapa. Mereka berkata, “Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan azab). Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami menyembah-Nya sejak dahulu. Dialah Yang Maha Melimpahkan Kebaikan, Maha Penyayang.”  (QS. At-Thur: 25-28).

Mereka juga ingat orang-orang bejat yang mencoba membuat ragu orang beriman serta mengajak mereka kepada kekafiran.

Allah berfirman dalam surat As-Shoffat,

فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ * قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ إِنِّي كَانَ لِي قَرِينٌ * يَقُولُ أَإِنَّكَ لَمِنَ الْمُصَدِّقِينَ * أَإِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَإِنَّا لَمَدِينُونَ

Penduduk surga itu saling berhadap-hadapan satu sama lain sambil bercakap-cakap. Berkatalah salah seorang di antara mereka, “Sesungguhnya aku dahulu (di dunia) pernah mempunyai seorang teman yang berkata, “Apakah sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)? Apabila kita telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang-belulang, apakah kita benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?” (QS. As-Shoffat : 50 -53).

Mereka teringat cobaan dan kesengsaraan yang pernah mereka alami di dunia ini. Baik cobaan yang berkenaan dengan diri mereka, anak-anak, keluarga dan harta mereka.

Kemudian mereka akan berkata dengan penuh sukacita,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَن

“Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami.” (QS. Fathir : 34).

Mereka juga diingatkan tentang kenangan di dunia, saat mereka melihat buah yang menyerupai buah yang biasa mereka makan di dunia, namun ukuran dan rasanya berbeda.

Allah berfirman,

كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا ۙ قَالُوا هَٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ ۖ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا

Setiap kali mereka diberi rezeki buah-buahan dari surga, mereka berkata, “Inilah rezeki yang diberikan kepada kami dahulu di dunia.” Mereka diberi (buah-buahan) yang serupa. (QS. Al-Baqarah : 25).

Mereka juga akan mengingat doa yang pernah mereka panjatkan di saat-saat susah. Saat mereka menengadahkan tangan ke langit, memohon agar amal-amal mereka diterima, diberi taufik untuk beramal shalih dan dimasukkan ke dalam barisan orang-orang yang mendapatkan surga.

Allah berfirman,

وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ يَتَسَاءَلُونَ * قَالُوا إِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِي أَهْلِنَا مُشْفِقِينَ * فَمَنَّ اللَّهُ عَلَيْنَا وَوَقَانَا عَذَابَ السَّمُومِ * إِنَّا كُنَّا مِنْ قَبْلُ نَدْعُوهُ ۖ إِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّحِيمُ

Dan sebagian mereka berhadap-hadapan satu sama lain saling bertegur sapa. Mereka berkata, “Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab). Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan menjaga kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami menyembah-Nya ketika di dunia dahulu.

Dialah Yang Maha Melimpahkan Kebaikan, Maha Penyayang.” (QS. At-Thur: 25-28)

Adapun mengenai masalah, penduduk surga menginginkan kenikmatan dunia, maka sesungguhnya mereka kelak akan menginginkan sesuatu yang lebih baik dari itu. Karena penduduk surga yang derajatnya paling rendah, akan mendapatkan sepuluh kali lipat kenikmatan dunia.

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Rasulullah shallallahualaihiwasallam bersabda,

إِنِّي لأَعْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوجًا مِنْهَا وَآخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُولًا الْجَنَّةَ

رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنْ النَّارِ حَبْوًا فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلاَى

فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى

فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ قَالَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلْأَى فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا أَوْ إِنَّ لَكَ عَشَرَةَ أَمْثَالِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَقُولُ أَتَسْخَرُ بِي أَوْ أَتَضْحَكُ بِي وَأَنْتَ الْمَلِكُ قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ قَالَ فَكَانَ يُقَالُ ذَاكَ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً

Sesungguhnya aku tahu siapa orang yang paling terakhir dikeluarkan dari neraka dan paling terakhir masuk ke surga.

Yaitu seorang laki-laki yang keluar dari neraka dengan merangkak. Kemudian Allah berfirman kepadanya, “Pergilah engkau, masuklah engkau ke surga.”

Ia pun mendatangi surga. Tetapi ia membayangkan bahwa surga itu telah penuh. Ia kembali dan berkata, “Wahai Rabbku, aku mendatangi surga tetapi sepertinya telah penuh.”

Allah berfirman kepadanya, “Pergilah kamu dan masuklah surga.”

Ia pun mendatangi surga. Tetapi ia masih membayangkan bahwa surga sudah penuh.

Kemudian ia kembali dan berkata, “Wahai Rabbku, aku mendatangi surga tetapi sepertinya sudah penuh.”

Allah berfirman kepadanya, “Pergilah kamu dan masuklah surga. Untukmu surga seperti dunia dan sepuluh kali lipat darinya.” Atau “Untukmu surga seperti sepuluh kali lipat kenikmatan dunia.”

Orang tersebut berkata, “Apakah Engkau mengejek atau menertawakanku duhaiTuhanku. Sedangkan Engkau adalah pemilik semesta alam?”

Ibnu Mas’ud berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa sampai tampak gigi geraham beliau.

Kemudian beliau bersabda, “Itulah penghuni surga yang paling rendah derajatnya.”

(HR. Muslim no. 272)

Apa saja yang diinginkan oleh penduduk surga, dapat mereka dapatkan.

Sebagaimana yang Allah kabarkan,

وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ ۖ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Di dalam surga itu terdapat segala yang diingini oleh hati dan segala yang sedap (dipandang) mata. Dan kamu kekal di dalamnya. (QS. Az-Zukhruf : 71).

Sejumlah hadits menjelaskan, bahwa penduduk surga berhasrat untuk memiliki anak dan bercocok tanam. Semua itu dapat mereka raih tanpa perlu menunggu.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam suatu hari menyampaikan hadis sedang di sisinya ada seorang arab badui,

أَنَّ رَجُلا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ اسْتَأْذَنَ رَبَّهُ فِي الزَّرْعِ ( وهذا إخبار عن المستقبل بصيغة الماضي لبيان أنّ الوقوع متحقّق ) فَقَالَ لَهُ أَوَلَسْتَ فِيمَا شِئْتَ قَالَ بَلَى وَلَكِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَزْرَعَ فَأَسْرَعَ وَبَذَرَ فَتَبَادَرَ الطَّرْفَ ( أي سبق لمح البصر ) نَبَاتُهُ وَاسْتِوَاؤُهُ وَاسْتِحْصَادُهُ وَتَكْوِيرُهُ أَمْثَالَ الْجِبَالِ فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى دُونَكَ يَا ابْنَ آدَمَ فَإِنَّهُ لا يُشْبِعُكَ شَيْءٌ فَقَالَ الاَعْرَابِيُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ لا تَجِدُ هَذَا إِلا قُرَشِيًّا أَوْ أَنْصَارِيًّا فَإِنَّهُمْ أَصْحَابُ زَرْعٍ فَأَمَّا نَحْنُ فَلَسْنَا بِأَصْحَابِ زَرْعٍ فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم

Ada seorang penduduk surga meminta ijin Tuhannya untuk bercocok tanam (Kabar ini berkaitan dengan masa depan, untuk menjelaskan bahwa hal seperti ini akan terjadi, pent). Allah berujar, “Bukankah kamu sudah mendapatkan semua yang kau inginkan ?!” Orang tersebut menjawab, “Iya, namun aku ingin bertani.”

Orang itu kemudian bergegas menabur benih. Tak lama kemudian tunas benih itu pun tumbuh dengan cepatnya. (Melebihi cepatnya kedipan mata, pent). Juga masa panennya. Sehingga ia dapat mendapatkan panenan sebesar gunung. Allah berfirman kepadanya, “Silahkan ambil hai Anak adam. Kamu ini memang tak pernah puas.. “

Orang arab badui tadi berkata, “Ya Rasulullah, kalau demikian, tidak akan anda temui orang seperti ini kecuali dari Quraisy atau kaum Anshar. Sebab mereka hobi bercocok tanam. Adapun kami, tidak suka bercocok tanam. ” Rasulullahpun tertawa. (HR. Bukhari no. 6965).

Ibnu Hajar mengatakan, “Dari hadis ini ada pelajaran, bahwa apa pun keinginan duniawi yang diinginkan, di surga dapat tercapai.” (Fathul Bari)

Dari Abu Sa’id al-Khudri beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahualaihiwasallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ إِذَا اشْتَهَى الْوَلَدَ فِي الْجَنَّةِ كَانَ حَمْلُهُ وَوَضْعُهُ وَسِنُّهُ فِي سَاعَةٍ كَمَا يَشْتَهِي

“Seorang mukmin apabila menginginkan anak di surga, maka masa kandungan, menyusui, dan tumbuh pada usia yang diinginkan, berlalu hanya dalam sekejap, seperti sekejapnya keinginan itu muncul.” (HR. Tirmidzi, 2487. Abu Isa mengatakan,” Hadis ini Hasan Gharib, termaktub dalam Shahih Al-Jami’ no. 6649).

Kita memohon, semoga Allah menjadikan kita di antara penduduk surga, dengan keberkahan dan rahmat-Nya.

Referensi : Apakah Penduduk Surga Ingat Kehidupan Dunia?









Alam Kubur Bagi Seorang Mukmin dan Fajir

Alam Kubur Bagi Seorang Mukmin dan Fajir. Takmir Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) secara rutin menyelenggarakan kajian online. Kali ini, Ustadz Amir As-Soronji, Lc. M. Pd.I., menyampaikan kajian dengan tema dahsyatnya alam kubur. Kajian yang digelar merupakan lanjutan dari kajian sebelumnya mengenai Su’ul Khotimah.

Hani budak Utsman ibn Affan meriwayatkan hadis, ketika Utsman berhenti di sebuah kuburan lalu menangis tersedu-sedu sampai basah janggutnya. Lalu ditanyakan kepadanya, “wahai Utsman ketika disebutkan surga dan neraka engkau tidak menangis. Namun engkau malah menangis ketika berdiri di depan kubur. Mengapa?” Maka Utsman menjawab, “sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Aku tidak pernah melihat pemandangan yang paling mengerikan dibandingkan alam kubur.” (H.R Tirmidzi)

Ustadz Amir As-Soronji mengatakan alam kubur merupakan tempat pertama dari beberapa tempat yang akan dilalui manusia setelah meninggal. Sesuai dengan sabda Rasulullah apabila selamat di kubur maka tempat setelahnya akan menjadi lebih mudah. Sebaliknya jika di alam kubur tidak selamat maka di setelahnya akan lebih sulit.

Ketika diperlihatkan surga oleh Allah, akan berkata: “Ya Allah, segerakanlah terjadinya kiamat.” Sebaliknya dengan orang kafir, ketika diperlihatkan azab pedih yang sudah dipersiapkan Allah, ia akan berkata: “Ya Allah, jangan kau datangkan kiamat.”

“Di alam kubur ada kenikmatan kubur bagi orang mukmin. Tapi ia meminta untuk disegerakan hari kiamat karena nikmatnya lebih besar. Sedang orang fajir atau durhaka karena siksaan di hari kiamat jauh lebih pedih dan menakutkan daripada yang sedang dirasakannya di alam kubur, maka ia minta tidak disegerakan. Oleh karena itu, jangan lupa kita untuk berdoa memohon agar dijauhkan dari siksa kubur. Sebab azab kubur benar adanya,” pesan Ustadz Amir As-Soronji.

Kegelapan Alam Kubur

Di alam kubur juga penuh dengan kegelapan. Ustadz Amir As-Soronji menceritakan sebuah kisah di masa Rasulullah, dulu terdapat seorang wanita yang sering membersihkan masjid Nabawi. Rasulullah merasa kehilangan karena tidak nampak. Lalu para sahabat menyampaikan jika wanita tersebut telah meninggal dunia tadi malam dan telah dikubur di malam itu juga. Para sahabat mengatakan jika ia tidak sampai hati jika harus membangunkan Rasulullah yang sedang istirahat.

Rasululah meminta kepada para sahabat untuk menunjukan letak kuburannya, lalu beliau menyalatinya dan bersanda: “Kuburan itu sungguh sangat gelap bagi setiap penghuninya. Dan sesungguhnya Allah meneranginya bagi mereka dengan salatku tadi.” (HR. Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibn Majah, Baihaqi, dan Ahmad).

Dalam hadis tersebut, dapat dipetik faedah di dalamnya yakni keutamaan membersihkan masjid. Dimana Rasulullah datang ke kuburannya dan menyalatinya. Kemudian di alam kubur penuh dengan kegelapan namun Allah Swt. akan meneranginya jika terdapat orang yang bersedia menyalatinya.

Himpitan Alam Kubur

Ketika mayit diletakan di kuburan, maka kubur akan menghimpitnya. Tidak ada seorang pun yang akan dapat menghindarinya baik orang dewasa maupun anak kecil, baik orang saleh maupun kafir. Semua akan mengalami himpitan kubur.

Disebutkan dalam beberapa hadis bahwa kubur menghimpit Sa’ad bin Muadz. Ustadz Amir As-Soronji menjelaskan bahwa Beliau merupakan sahabat Rasulullah yang kematiannya Arsy Allah bergetar, pintu-pintu langit terbuka, dan terdapat 70 ribu malaikat menyaksikannya.

Dalam Sunan An-Nasa’I diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Inilah yang membuat Arsy bergerak, pintu-pintu langit dibuka, dan disaksikan oleh tujuh puluh ribu malaikat. Sungguh ia dihimpit dan dijepit oleh kubur, tetapi kemudian dibebaskan.”

“Saad pernah terhimpit lalu dibebaskan darinya. Sepantasnya kita takut himpitan ini, udah gelap, apa kita tidak takut? Maka kita takut dan bertaubat pada Allah. Anak-anak pun yang meninggal tidak akan selamat darinya. Anak-anak kecil yang mungkin dia tidak punya dosa tetap akan merasakan himpitan ini,” jelas Ustadz Amir As-Soronji.

Fitnah Alam Kubur

Apabila ada seorang hamba diletakan di kuburnya maka datang malaikat dengan penampilan yang menakutkan atau mengerikan. Dari Abu Hurairah berkata Rasulullah bersabda, “Apabila mayat dari kalian diletakan, ia akan didatangi dua malaikat hitam dan kebiru-biruan, salah satunya bernama Munkar dan kedua Nakir.

Keduanya akan bertanya, Apa pendapatmu tentang orang ini (Nabi Muhammad)? Makai ia akan menjawab sebagaimana di dunia, “Abdullah dan Rasul-Nya, aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Kedua malaikat berkata ‘Kami telah mengetahui bahwa kamu dahulu telah mengatakan itu.’ Kemudian kuburannya diperluas 70×70 hasta dan diberi penerangan dan dikatakan tidurlah!

Apabila yang meninggal adalah orang kafir, sebagaimana dalam HR. Tirmidzi, ketika ditanya ia akan menjawab, Aku mendengar orang mengatakan aku pun mengikutinya dan saya tidak tahu. Kedua malaikat berkata, Kami berdua sudah mengetahui bahwa kamu dahulu mengatakan itu. Dikatakan kepada bumi himpitlah dia, maka dihimpitlah jenazah tersebut sampai tulang rusuknya berserakan, dan ia akan selalu merasakan azab sampai Allah bangkitkan dari tempat tidurnya.”

Referensi : Alam Kubur Bagi Seorang Mukmin dan Fajir














Nikmat dan Siksa Kubur

Nikmat dan Siksa Kubur. Setiap mayit setelah mengalami fitnah kubur, maka proses selanjutnya nikmat kubur atau siksa kubur. Hal ini dikatakan Ustadz Amir Assoroji dalam kajian akidah takmir Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia.  Ustadz Amir menyebut selain firman Allah, terdapat pula beberapa hadits yang mengatakan siksa kubur. Hadits tersebut di antaranya; “Aisyah ra menanyakan mengenai azab kubur, Rasulullah memberi jawaban: iya, azab kubur pasti ada.” (HR. Bukhari dalam Kitab Al-Janaiz).

“Aisyah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah berdoa dalam salatnya, “Ya Allah aku berlindung kepada Mu dari azab kubur,” (HR. Mutafaqun Alaih).

Diriwayatkan oleh Hannad ibnus-Sari dalam kitabnya Az-Zuhdu dari Waki’, dari Al-A’masy, dari Syaqiq, dari Aisyah ra berkata bahwa pernah ada seorang wanita Yahudi masuk menemuinya, lalu wanita Yahudi itu mengatakan, “Kami berlindung kepada Allah dari adzab kubur.” Maka Aisyah ra menanyakan azab kubur itu kepada Rasulullah, dan beliau menjawab: Adzab kubur itu adalah haq atau benar adanya. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya mereka disiksa di kuburnya sampai binatang-binatang mendengar suara mereka. Aisyah ra mengatakan bahwa tidak sekali-kali ia melihat Rasulullah sesudah selesai dari salatnya, melainkan memohon perlindungan dari azab kubur. (HR. Al-Bukhari).

Ustadz Amir menuturkan perkara azab kubur sangatlah besar, begitu pula bahayanya. Maka Rasulullah pun menyampaikan azab kubur kepada sahabat-sahabatnya dengan berkhutbah. Rasulullah bersabda: “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari azab kubur (diulangi sampai 2/3 kali).” Kemudian Rasululah berdo’a: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari azab kubur (sampai 3 kali).” (HR. Al Barra’ bin ‘Azib).

Dalam hadits Ibnu Abbas, Rasulullah pernah melewati dua kuburan. Kemudian beliau bersabda: “Kedua penghuni ini sungguh sedang mendapat azab. Dan tidaklah keduanya diazab karena melakukan dosa besar. Adapun salah satunya karena berbuat namimah (adu domba) dan yang kedua karena tidak membersihkan air kecingnya.” (H.R. Muslim no. 292).

Kata Ustadz Amir, Rasulullah diberi kelebihan dan kemampuan oleh Allah untuk mendengar siksa kubur. Diriwayatkan muslim, Zaid bin Tsabit, ketika Rasulullah ada di kebun Bani Najjar dengan menaiki keledai, secara tiba-tiba keledai itu menyimpang dari jalanan dan lari kencang hingga membuat Rasulullah hampir terjatuh. Setelah diketahui, ternyata tempat tersebut adalah sebuah kuburan yang berisi beberapa orang.

Rasulullah SAW kemudian bertanya kepada salah satu lelaki yang ada di sana, siapakah yang mengenal penghuni kubur tersebut. Lelaki tersebut menjawab bahwa dirinya mengenal mereka. Setelah itu, Rasul kembali bertanya dalam keadaan apa mereka meninggal.

Lelaki tersebut kembali menjawab, jika mereka meninggal pada saat syirik. Kemudian Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya umat tersebut sedang diuji di dalam kuburnya dan jika bukan karena kalian takut menguburkan, sungguh aku berdo’a kepada Allah Swt supaya ia mendengar azab kubur yang aku dengar pada kalian”.

“Adapun kita manusia secara umum tidak dapat mendengar azab kubur sebab dikhawatirkan kita tidak berani menguburkan teman atau saudara ke kuburan,” ungkap Ustadz Amir.

Lebih jauh, Ustadz Amir mengungkapkan selain Rasulullah dan binatang-binatang, terdapat pula beberapa orang yang diberi kesempatan untuk mendengarkan siksa kubur. Katanya, jika ada seseorang yang bercerita mengenai siksa kubur maka yang ia harus memastikan apakah orang tersebut jujur dan terpercaya atau mendusta. “Jika ia orang terpercaya, amanah, misal Sholih atau Sholihah maka bisa saja benar, tapi tentu ini berdasarkan kehendak Allah,” tutur Ustadz Amir.

Di akhir sesi, Ustadz Amir menyatakan orang dapat mendengar atau melihat azab kubur ketika dalam keadaan terjaga maupun bermimpi. Jika bermimpi maka ia yang dalam keadaan tidur namun ruh nya bisa duduk, berdiri, berjalan, berbicara, atau melakukan berbagai hal di alam bawah sadarnya.

“Badan dan ruh nya bisa merasakan siksaan maupun kenikmatan, sementara jasadnya terbaring, kedua matanya terpejam, mulut tertutup dan badannya terdiam. Bahkan terkadang tubuhnya bergerak karena kuatnya pengaruh bawah sadanya,” tutup Ustadz Amir

Referensi : Nikmat dan Siksa Kubur












Manusia di azab karena Takdirnya atau karena Perbuatannya

Manusia di azab karena Takdirnya atau karena Perbuatannya. Diantara pertanyaan yang perlu dijawab oleh seorang yang paham mengerti tentang agamanya adalah “Apakah manusia dihukum karena kesalahan dan kemaksiatannya?”, Padahal Allah lah yang telah menakdirkan perbautan tersebut di Lauhul Mahfudz?

Kelak pada hari kiamat akan dihukum karena perbuatan dan atau kemaksiatan yang diperbuatnya selama di dunia. Apabila perbuatan tersebut bukan kesyirikan maka dihukum atau tidaknya tergantung kehendak Allah swt, karena hal tersebut telah dituliskan atas seorang hamba di lauhul mahfudz dan ketika ia masih berada dalam kandungan/perut ibunya. Seseorang mengetahui apa yang tertulis di Lauhul Mahfudz lalu ia berdalil dengan takdir atas perbuatannya, tentu kita akan mengatakan bahwa alasannya benar, akan tetapi apa yang tertulis semenjak ia dalam kandungan tidak diketahuinya.

Siapakah yang tahu bahwa Allah menakdirkan kemaksiatan atas seorang hamba, padahal hamba tersebut sampai saat ini belum bermaksiat? Dalam Qur’an Surah Luqman Allah swt berfirman: Wa Ma Tadri Nafsun Madza Taksibu Ghodan? Artinya “Dan tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang akan ia kerjakan esok hari.” (Q.S Luqman: 34). Sehingga ketika seseorang melakukan maksiat, ia belum tahu apa yang Allah takdirkan untuknya, ia baru tahu setelah kejadian tersebut berlalu, dan alasan dengan takdir tidak akan diterima kecuali apabila ia telah mengetahui sebelum kejadian tersebut. Oleh karena itu sebagian ulama berkata: “Takdir itu bersifat rahasia dan tertutup, tidak diketahui sampai waktunya terjadi.”

Syekh Utsaimin berkata: perkataan ulama seperti itu adalah benar, buktinya adalah siapakah yang mengetahui bahwa Allah akan menurunkan hujan? Setelah turun hujan pada esoknya, barulah kita mengetahui bahwa Allah telah menakdirkan turunnya hujan. Begitu juga dengan perbuatan maksiat, Apakah si B mengetahui bahwa si A besok akan berbuat maksiat? Si B akan benar-benar mengatahui bahwa si A bermaksiat setelah si A bermaksiat, barulah kita tahu bahwa Allah menakdirkannya. Sehingga pelaku maksiat tidak dapat beralasan dengan takdir atas pelanggaran syariat yang dilakukannya. Ketahuilah bahwa sampai kapanpun, syariat tidak akan bisa dilanggar dengan alasan takdir! Atas dasar inilah Allah runtuhkan alasan orang-orang yang berdalih dengan takdir atas perbuatannya? Allah swt berfirman: “Orang-orang musyrik akan berkata, “Jika Allah menghendaki, tentu kami tidak akan mempersekutukanNya, begitu pula nenek moyang kami, dan kami tidak akan mengharamkan apa pun, Demikianlah orang-orang sebelum mereka yang telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan adzab kami”. (Q.s Al An’am: 148)

Apabila alasan mereka dengan takdir tersebut dibenarkan, tentu mereka tidak akan merasakan azab dari Allah swt. Di dalam ayat lain Allah juga berfirman: “Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk Membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus”. (Q.s An Nisa: 165). Dari ayat ini, dapat diambil kesimpulan bahwa seandainy takdir bisa digunakan untuk berdalih tentu tidak ada gunanya diutus para rasul.

Ketika Rasulullah saw mengabarkan, “bahwa setiap orang telah ditentukan tempatnya, baik di surga ataupun di neraka.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa kita tidak meninggalkan amal saja lalu kita pasrah dengan takdir itu?” beliau menjawab: “Tetaplah beramal karena setiap orang dimudahkan sesuai suratan takdirnya”. Kemudian Rasulullah saw membaca ayat, “Maka barangsiapa memberikan (hartanya di jalan Allah), dan bertakwa dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (Surga), maka akan kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan)”. Dan adapun orang-orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah), serta mendustakan (pahala) yang terbaik, maka akan kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (Kesengsaraan). HR Al Bukhori, No. 4949.

Maka kita katakan diakhir artikel ini kita katakan bahwa, “Takdir hanya Allah yang mengilmuinya/yang maha mengetahui atas taqdir manusia, takdir bersifat rahasia dan tertutup. Setiap orang yang beriman kepada Allah diperintahkan untuk berbuat kebaikan dan menjauhi segala keburukan (amal buruk). “Maka hendaklah seseorang melakukan apa yang diperintahkan kepadanya, yaitu dengan beramal sholeh dan meninggalkan amal buruk, karena inilah yang tuntutan Allah swt kepada hambaNya dan Allah swt tidak akan membebani seorang hamba diluar kesanggupannya.

Referensi : Manusia di azab karena Takdirnya atau karena Perbuatannya