Itulah sebabnya, masa iddah tidak bisa dipercepat dengan kecanggihan teknologi, semisal USG yang bermanfaat guna mengetahui kekosongan rahim. “Ini membuktikan bahwa di mata agama (Islam), proses rujuk bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng, yang dengan mudah dilakukan hanya karena kedua pihak sama-sama ingin bersatu kembali dalam perkawinan.
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika suami ingin bersatu kembali setelah menjatuhkan talak kepada istrinya. Menurut Pengadilan Agama (PA), terkait dengan perceraian dan rujuk, ada pasal yang menentukan itu. Pasal 129 KHI berbunyi: “Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.”
Jadi, talak yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan atau diucapkan oleh suami di PA. Jika talak diucapkan suami di luar PA, hanya sah menurut hukum agama saja, tetapi tidak sah menurut hukum yang berlaku di negara Indonesia.
Hal yang Harus Diperhatikan Saat Istri atau Suami Ingin Rujuk
Dari pandangan agama Islam, dilansir dari NU Online menurut Syekh Ibrahim al-Baijuri dalam Hasyiyah al-Bajuri yang, ada tiga hal yang harus diperhatikan sebelum dilakukan istri atau suami ingin rujuk. Tiga hal ini yakni suami yang hendak rujuk, istri yang akan dirujuk, dan kalimat rujuk. Berikut penjelasannya.
1. Suami Ingin Rujuk
Suami ingin rujuk harus terlebih dahulu merupakan orang yang sah melakukan pernikahan. Seperti baligh, berakal sehat, dan memiliki kemauan sendiri. Artinya, tidak sah rujuk dilakukan oleh anak kecil, orang tunagrahita, dan orang murtad. Berbeda dengan laki-laki yang sedang ihram atau mabuk, walaupun disengaja, maka keduanya tetap sah melakukan rujuk.
2. Istri yang Akan Dirujuk
Saat suami ingin rujuk, perhatikan juga kondisi istri. Tidak sah rujuk setelah habis masa iddah. Sehingga, jika suami tetap ingin kembali kepada istrinya atau berkeinginan untuk rujuk, dia harus melakukan akad baru seperti akad pernikahan pada umumnya.
“Jika seorang suami menalak istrinya dengan talak satu atau talak dua, maka dia berhak rujuk kepadanya selama masa iddahnya belum habis. Jika masa iddah telah habis maka sang suami boleh menikahinya dengan akad yang baru.” (Lihat: Abu Syuja, al-Ghâyah wa al-Taqrîb, Alam al-Kutub, tt., hal. 33).
Begitu pula jika talak yang dijatuhkan adalah talak tiga atau talak ba’in. Walaupun masa iddah belum habis, maka sang suami tidak bisa langsung rujuk atau menikah dengannya kecuali setelah terpenuhi lima persyaratan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Syekh Abu Syuja dalam al-Ghâyah wa al-Taqrîb. Jika sang suami telah menalaknya dengan talak tiga, maka tidak boleh baginya (rujuk/nikah) kecuali setelah ada lima syarat.
"Istri sudah habis masa iddahnya darinya, istri harus dinikah lebih dulu oleh laki-laki lain (muhallil), istri pernah bersenggama dan muhallil benar-benar penetrasi, istri sudah berstatus talak ba’in dari muhallil, masa iddah si istri dari muhallil telah habis.” (Abu Syuja, al-Ghâyah wa al-Taqrîb, Alam al-Kutub, hal 33).
Seperti halnya istri yang ditalak ba’in, istri yang ditalak dengan talak fasakh dan istri yang ditalak khulu‘ pun tidak bisa dirujuk. Sehingga sang suami yang ingin kembali bersama harus melakukan akad baru.
Begitu pula yang ditalak tetapi belum pernah melakukan hubungan seksual, juga tidak bisa kembali bersama sebab tidak memiliki masa iddah.
3. Kalimat untuk Rujuk
Ungkapan yang digunakan untuk rujuk bisa berupa kalimat sharih (jelas) atau ungkapan kinayah (sindiran) disertai dengan niat.
Contoh ungkapan sharih seperti “Engkau sudah dirujuk,”. Sementara ungkapan kinayah contohnya “Aku menikah lagi denganmu,”.
Syekh Ibrahim memberi syarat agar ungkapan rujuk tersebut tidak diikuti dengan ta’liq atau batas waktu tertentu.
Seperti ungkapan, “Aku rujuk kepadamu jika engkau mau,” atau “Aku rujuk kepadamu selama satu bulan,”.
Rujuk pun tidak cukup dilakukan dengan niat saja tanpa diucapkan dan disunnahkan diucapkan di depan wali.
“Rujuk sebenarnya boleh dilakukan tanpa kerelaan istri. Namun, mengingat salah satu tujuan pernikahan adalah mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan bersama, jika kerelaan istri diabaikan, bukan mustahil tujuan itu tidak akan tercapai,” jelas Ustadz M Tatam Wijaya
Dilansir dari Hukum Online, ternyata kita bisa rujuk meski sedang dalam masa iddah. Hukum Islam sendiri memberikan kemudahan bagi pasangan suami istri yang sudah bercerai tetapi ingin bersama kembali dengan diaturnya masa iddah bagi perempuan.
Setelah dilakukan perceraian, seorang istri harus melewati masa iddahnya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menikah kembali dengan laki-laki lain.
Masa iddah sendiri pun sudah diatur dalam Alquran lewat surat Al-Balqarah (2:288). Sementara itu, dalam hukum positif di Indonesia, ketentuan iddah atau masa tunggu sendiri diatur dalam pasal 150 sampai pasal 155 Kompilasi Hukum Islam atau KHI.
Lalu, apakah boleh suami dan istri yang sudah bercerai kembali rujuk dalam masa iddah? Begini penjelasannya.
Rujuk dalam masa iddah diatur dalam pasal 163 KHI dengan bunyi seperti ini;
- Seorang suami dapat merujuk istrinya yang dalam masa iddah.
- Rujuk dapat dilakukan dalam hal-hal:
Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah terjatuh tiga kali atau talak yang dijatuhkan qabla ad-dukhul; Putusnya perkawinan berdasar putusan pengadilan dengan alasan atau alasan-alasan selain zina dan khuluk. Lalu, apa yang harus dilakukan ketika keduanya sudah memutuskan untuk rujuk?
Tata Cara Rujuk Setelah Perceraian Suami-Istri Apabila kedua belah pihak ingin bersatu kembali, mantan suami dan istri tersebut arus memiliki kutipan buku pendaftaran rujuk yang dikeluarkan oleh pegawai pencatat nikah. Hal tersebut pun diatur dalam pasal 10 KHI yang berbunyi:
Rujuk hanya dapat dibuktikan dengan Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah. Nah, agar bisa mendapatkan buku pendaftarannya, keduanya bisa datang secara bersama-sama ke pegawai pencatat nikah atau pembantu pegawai pencatat yang ada di wilayah terdekat.
Ketika datang, jangan lupa untuk membawa penetapan terjadinya talak atau surat keterangan lain yang seperlukan seperti akta cerai. Usai membawa berkas yang dibutuhkan, pegawa pencatatan nikah akan melakukan pemeriksaan mengenai apakah mantan pasangan suami-istri tersebut sudah memenuhi syarat untuk rujuk. Tak hanya itu, kelayakan suami pun harus memenuhi syarat yang merujuk hukum munahakat. Seperti rujuk yang akan dilakukan masih dalam iddah talak raj'i atau belum dan apakah perempuan yang akan kembali diperistri tersebut benar istrinya.
Usai pegawai pencatat nikah melakukan pemeriksaan dan mantan suami-istri tersebut dinyatakan memenuhi persyarayan untuk rujuk, kemudian suami melakukan pernyataan rujuk dengan persetujuan istri dengan disaksikan oleh minimal 2 orang saksi.
Dalam pemilihan saksi sendiri, pernyataan bisa dilakukan di hadapan pegawai pencatatan nikah atau pembantu pegawai pencatat nikah seperti yang sudah hadir dan diatur dalam Alquran surat At-Talaq (65:2).
Setelah mengucapkan pernyataan, pegawai pencatat nikah pun akan membuatkan kutipan buku pendaftaran rujuk kepada masing-masing suami dan istri.
Ia juga akan membuat surat keterangan tentang terjadiya rujuk untuk kemudian dikirimkan ke Pengadilan Agama tempat berlangsungnya talak atau Pengadilan Agama tempat diputusnya perceraian.
Nah, agar bisa mendapatkan kembali akta nikahnya, suami istri beserta kuasa hukumnya bisa datang ke pengadilan agama tempat terjadinya talak dengan membawa kutipan buku pendaftaran rujuk yang tadi sudah dibuat.
Itu dia Anda tata cara rujuk yang bisa Anda lakukan. Namun perlu diingat, rujuk pun memiliki konsekuensi yang akan diterima oleh Anda dan juga Si Kecil.
Sebelum memutuskan untuk kembali bersama, Anda bisa bertanya kepada diri sendiri mengenai hal ini. Atau Anda juga bisa berkonsultasi ke psikolog sebelum memutuskan segala sesuatunya.
Baca Juga: Tak Hanya untuk Fisik, Ini 5 Manfaat Berenang untuk Psikologi Anak
Istri atau Suami Ingin Rujuk dalam Sudut Psikologi
Pada kenyataannya, tak banyak pasangan bercerai yang ‘berani’ untuk rujuk. Lebih banyak yang memilih menikah lagi dengan orang lain.
Padahal, bila didasarkan niat yang tulus, banyak hal positif yang bisa dipetik dari rujuk.
Ira menjelaskan, perceraian merupakan salah satu gempuran psikologis paling hebat yang dialami manusia.
“Lepas dari apa penyebabnya dan siapa yang salah, perceraian kerap dianggap sebagai bukti kegagalan suami atau istri dalam membina perkawinan, dan hal itu merupakan pukulan batin yang menyakitkan,” jelasnya.
Agar niat ini berakhir dengan baik bagi semua pihak, ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan:
Renungkan semua sikap dan perilaku yang berkontribusi dalam perceraian, sehingga tidak lagi terjebak dalam masalah yang sama.
Ciptakan keterbukaan terhadap setiap perubahan yang positif, yang mendukung keutuhan rumah tangga.
Niat rujuk harus datang dari suami dan istri. “Dalam perkawinan ada dua pihak yang sama-sama berperan hingga terjadinya perceraian, sehingga untuk rujuk pun niat harus datang dari kedua pihak. Keduanya juga harus mau melakukan usaha yang sama besar untuk memperbaiki hubungan yang pernah cedera,” ujar Ira.
Sembuhkan dulu luka-luka lama. Kemauan dan kemampuan untuk memberi maaf dan meminta maaf menjadi kata kunci, karena perlu suatu ketulusan dan keikhlasan.
Jangan menoleh lagi ke belakang. Pelajari dan terapkan hal-hal yang berpotensi menguatkan ikatan suami istri yang dahulu mungkin terabaikan, misalnya agama, komunikasi, kedekatan dengan keluarga besar, dan sebagainya.
Terapkan kiat-kiat tersebut saat suami ingin rujuk agar kembali merajut kebahagiaan bersama dalam rumah tangga.
Referensi sebagai berikut ini ;