This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Senin, 08 Agustus 2022

Cara menghapus dosa ghibah dengan doa kafarah ghibah

Ilustrasi : Cara menghapus dosa ghibah dengan doa kafarah ghibah

Ghibah adalah salah satu perbuatan yang dilarang oleh Allah dan termasuk dalam perbuatan yang memiliki dosa besar. Meskipun begitu, banyak manusia yang tidak menyadari hal tersebut, bahkan menganggap ghibah menjadi suatu kebiasaan. Ghibah merupakan kebiasaan buruk dengan cara membicarakan keburukan orang lain atau menggunjing perbuatan orang lain. Kebiasaan buruk tersebut biasa disebut ngerumpi.

Menggunjing orang lain memang suatu hal yang sulit dihindari. Ketika sedang asyik bertemu dengan teman-teman, membicarakan keburukan atau aib orang lain adalah sesuatu yang sulit dielakkan. Saking asyiknya, tanpa disadari pembicaraan pun menjadi panjang lebar, mulut menjadi sulit dikontrol, dan pikiran pun sulit dikendalikan hingga akhirnya melakukan ghibah yang diharamkan.

keharaman melakukan ghibah disebutkan secara langsung dalam Alquran, seperti dalam surat Al-Hujurat ayat 12, Allah berfirman sebagai berikut:

 وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

12. Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.

Dalam surat tersebut, dengan jelas Allah melarang manusia untuk saling membicarakan keburukan dalam artian ghibah.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah bersabda:

"Tahukah kalian apa itu ghibah?" Mereka menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui."

Lalu Rasulullah bersabda:

"Kamu menyebut tentang saudaramu apa yang dia benci."

Ada seseorang bertanya, "Bagaimana jika yang aku bicarakan ada pada dirinya?"

Rasulullah menjawab:

"Jika yang engkau bicarakan ada pada dirinya berarti engkau telah menggunjingnya, dan jika tidak ada pada dirinya maka sungguh engkau telah berbuat dusta." (HR. Muslim)

Sebab itulah, ghibah termasuk dosa besar yang berkaitan dengan Allah dan juga dengan manusia. Maka kafarah-nya (penebusnya) adalah dengan bertaubat kepada Allah dan meminta maaf kepada orang yang digunjing.

Doa Kafarah Ghibah

Karena ghibah termasuk dosa besar, maka Rasulullah mengajarkan pada umat muslim sebuah doa untuk menghapus dosa karena telah melakukan ghibah. Doa tersebut disebut dengan doa kafarah ghibah, yang berbunyi sebagai berikut

"Allahummaghfirlanaa wa lahuu."

Artinya:

"Ya Allah, ampunilah kami dan dia (orang yang digunjing)." (HR. Hakim)

Cara menghapus dosa ghibah

Selain dengan membaca doa Kafarah Ghibah, adapun beberapa cara yang dapat dilakukan oleh seorang muslim yang telah berghibah atau menggunjing orang lain. Cara tersebut sebagai berikut:

1. Meminta maaf pada orang yang jadi korban ghibah.

Untuk menghapus dosa ghibah, seorang muslim harus meminta maaf kepada orang yang telah ia ghibahkan. Namun beberapa ulama  memandang bahwa hal ini hanya dilakukan pada kondisi tertentu yaitu ketika ghibah telah tersebar.

Jika ghibah belum tersebar, maka sebaiknya tidak perlu meminta maaf karena akan menyebabkan putusnya hubungan silaturahmi. Dalam suatu hadits, Rasulullah bersabda:

"Siapa yang pernah menzalimi saudaranya berupa menodai kehormatan atau mengambil sesuatu yang menjadi miliknya, hendaknya ia meminta kehalalannya dari kezaliman tersebut hari ini. Sebelum tiba hari kiamat yang tidak akan bermanfaat lagi dinar dan dirham. Pada saat itu bila ia mempunyai amal shalih maka akan diambil seukiran kezaliman yang ia perbuat. Bila tidak memiliki amal kebaikan, maka keburukan saudaranya akan diambil kemudian dibebankan kepadanya." (HR. Bukhari no. 2449)

2. Memohonkan ampunan kepada Allah untuk orang yang jadi korban ghibah.

Seorang muslim yang telah menghibahkan orang lain, maka dianjurkan untuk memohonkan ampunan kepada Allah atas segala dosa dari orang yang telah ia ghibahkan. Hal ini sesuai dengan kesepakatan dari beberapa ulama sebagaimana perkataan AL-Hasan Al-Basri sebagai berikut:

"Kafarah ghibah adalah memintakan ampun untuk yang dighibahi." (AL-Majmu' Al-Fatawa 3/291, Darul Wafa’, Syamilah)

3. Melakukan taubat nasuha.

Seorang muslim yang telah melakukan perbuatan dosa maka dianjurkan untuk segera bertobat kepada Allah dan tidak mengulangi lagi dosa yang telah ia perbuat, dengan cara melakukan taubatan nasuha agar dosanya segera diampuni oleh Allah. Rasulullah bersabda:

"Setiap anak adam (manusia) yang berbuat kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah yang bertaubat." (HR At Tirmidzi)

4. Perbanyak dzikir.

Dengan melakukan dzikir, maka Allah akan mengampuni segala dosa-dosa yang telah diperbuat oleh hambanya. Dalam Alquran surat Al Ahzab ayat 35, Allah berfirman:

"Innal-muslimiina wal-muslimaati wal-mu'miniina wal-mu'minaati wal-qaanitiina wal-qaanitaati was-saadiqiina was-saadiqaati was-saabiriina was-saabiraati wal-khaasyi'iina wal-khaasyi'aati wal-mutasaddiqiina wal-mutasaddiqaati was-saa'imiina was-saa'imaati wal-haafiziina furujahum wal-haafizaati waz-zaakiriinallaaha kasiiraw waz-zaakiraati a'addallaahu lahum magfirataw wa ajran 'aziimaa."

Artinya:

"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar."

5. Perbanyak sedekah.

Dengan bersedekah, maka seorang muslim akan semakin mendapatkan anugerah dari Allah. Dalam suatu hadits, Rasulullah bersabda:

"Infaqkanlah sebagian hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki tersebut. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu." (HR. Bukhari dan Muslim).

6. Perbanyak ibadah sunnah.

Dengan memperbanyak ibadah sunnah seperti sholat sunnah dan puasa sunnah, maka dosa yang telah diperbuat akan luntur karena amal kebaikan yang telah dikerjakan. Dalam Alquran surat Hud ayat 114, Allah berfirman:

"Wa aqimis-salaata tarafayin-nahaari wa zulafam minal-laiil, innal-hasanaati yuz-hibnas-sayyi'aat, zaalika zikraa liz-zaakiriin."

Artinya:

"Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat."

Serta, dalam suatu hadits Rasulullah bersabda:

"Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi" (HR. Muslim no. 1151).

7. Perbanyak Istighfar.

Diriwayatkan bahwa Aisyah Ra berkata, "Rasulullah mengerjakan sholat dhuha kemudian beliau membaca istighfar." Seorang muslim hendaknya memperbanyak istighfar kepada Allah untuk memohon ampunan atas segala dosa yang ia sengaja maupun tidak disengaja.

8. Menjaga silaturahmi.

Silaturahmi adalah salah satu amalan untuk membukakan rezeki dan juga untuk penghapus dosa. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:  "Tidak bertemu dua orang muslim lalu bersalaman, maka pasti diampuni dosa keduanya, sebelum keduanya berpisah." (HR Ahmad)

Referensi : Cara menghapus dosa ghibah dengan doa kafarah ghibah














Doa Keselamatan agar Senantiasa Dilindungi Allah SWT dan Terhindar dari Malapetaka

Ilustrasi : Doa Keselamatan agar Senantiasa Dilindungi Allah SWT dan Terhindar dari Malapetaka

Doa Keselamatan agar Senantiasa Dilindungi Allah SWT dan Terhindar dari Malapetaka. Semoga keluarga senantiasa diberikan keselamatan dunia akhirat. Doa keselamatan patut untuk diketahui demi agar seluruh anggota keluarga mendapat perlindungan dari Allah SWT.  Ya, kita sebagai manusia, pastilah menginginkan perlindungan dari Allah SWT senantiasa hadir untuk diri dan keluarga.

Pemaknaan doa keselamatan memang sangatlah luas.

Namun, ketika kita melirik pada pengertian secara khusus, terdapat amalan doa yang menjadi salah satu sunnah dari Nabi Muhammad SAW agar senantiasa diamalkan oleh setiap umatnya.  Imam Ghozali pernah berkata apakah faedah doa sementara ketentuan Allah tiada bisa ditolak? Ketahuilah sesungguhnya sebagian dari ketentuan Allah dapat tertolak petakanya akibat doa.  Maka berarti doa sebagai sebab atas tertolaknya petaka, di samping bisa menumbuhkan kasih sayang atau ketegaran selama benih yang jadi sebab timbuhnya di bumi dan sebagaimana perisai bisa mencegah tembusnya anak panah.

Untuk menjelaskan dan juga memaknai arti dari ucapan yang dilontarkan oleh Imam Al-Ghozali adalah agar kita semua tetap menjaga nilai-nilai syariat yang sudah dijalankan dengan tujuan untuk sampai pada hakikatnya.

Doa Keselamatan

Berikut beberapa doa keselamatan yang bisa dpanjatkan kepada Allah SWT, meliputi:

1. Doa Keselamatan di Dunia dan Akhirat

Dalam doa keselamatan ini mengimplikasikan keinginan kita pada Allah SWT untuk senantiasa menyelamatkan kita dan keluarga dari sakit serta memohon agar selalu diberikan kesehatan dan limpahan ilmu.

اَللهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ. اَللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِىْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ وَالْعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ

"Allahumma inna nas aluka salamatan fiddiini wa 'aafiyatan fil jasadi waziaadatan fil'ilmi wabarakatan firrizqi wataubatan qablal maut warahmatan 'indal maut wamaghfiratan ba'dal maut allahumma hawwin'alainaa fii sakaraatil maut wa najjata minanaari wal'afwa indal hisaab."

Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu keselamatan ketika beragama, kesehatan badan, limpahan ilmu, keberkahan rezeki, taubat sebelum datangnya maut, rahmat pada saat datangnya maut, dan ampunan setelah datangnya maut. Ya Allah, mudahkanlah kami dalam menghadapi sakaratul maut, berikanlah kami keselamatan dari api neraka, dan ampunan pada saat hisab" Dalam doa lainnya, terdapat pula doa agar kita terhindar dari bala atau malapetaka dan selalu meminta perlindungan dari Allah SWT.

2. Doa Keselamatan untuk Menolak Bala atau Malapetaka

lafal doa berikut ini diberi judul dengan "Doa Selamat Lawan Tolak Bala".

Dalam lafal doa ini berisikan permohonan kepada Allah SWT dari segala macam bencana dan ujian di dunia serta siksaan di akhirat.

Doa ini pun sering didengar dan diucapkan dari orang tua setelah mereka melakukan salat di mushala ataupun di masjid serta pembacaan tahlil.

اللَّهُمَّ افْتَحْ لَنَا أَبْوَابَ الخَيْرِ وَأَبْوَابَ البَرَكَةِ وَأَبْوَابَ النِّعْمَةِ وَأَبْوَابَ الرِّزْقِ وَأَبْوَابَ القُوَّةِ وَأَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَأَبْوَابَ السَّلَامَةِ وَأَبْوَابَ العَافِيَةِ وَأَبْوَابَ الجَنَّةِ

اللَّهُمَّ عَافِنَا مِنْ كُلِّ بَلَاءِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ وَاصْرِفْ عَنَّا بِحَقِّ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَبِيِّكَ الكَرِيْمِ شَرَّ الدُّنْيَا وَعَذَابَ الآخِرَةِ،غَفَرَ اللهُ لَنَا وَلَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ

"Allāhummaftah lanā abwābal khair, wa abwābal barakah, wa abwāban ni‘mah, wa abwābar rizqi, wa abwābal quwwah, wa abwābas shihhah, wa abwābas salāmah, wa wa abwābal ‘āfiyah, wa abwābal jannah.

Allāhumma ‘āfinā min kulli balā’id duniyā wa ‘adzābil ākhirah, washrif ‘annā bi haqqil Qur’ānil ‘azhīm wa nabiiyikal karīm syarrad duniyā wa ‘adzābal ākhirah.

Ghafarallāhu lanā wa lahum bi rahmatika yā arhamar rāhimīn. Subhāna rabbika rabbil ‘izzati ‘an mā yashifūn, wa salāmun ‘alal mursalīn, walhamdulillāhi rabbil ‘ālamīn."

Artinya: “Ya Allah, bukalah bagi kami pintu kebaikan, pintu keberkahan, pintu kenikmatan, pintu rezeki, pintu kekuatan, pintu kesehatan, pintu keselamatan, pintu afiyah, dan pintu surga.

Ya Allah, jauhkan kami dari semua ujian dunia dan siksa akhirat. Palingkan kami dari keburukan dunia dan siksa akhirat dengan hak Alquran yang agung dan derajat nabi-Mu yang pemurah.

Semoga Allah mengampuni kami dan mereka. Wahai, zat yang Maha Pengasih.

Maha suci Tuhanmu, Tuhan keagungan, dari segala yang mereka sifatkan. Semoga salam tercurah kepada para rasul. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam,”

3. Doa Memohon Kebaikan

Doa keselamatan ini dikutip dalam buku "Kumpulan Doa Mustajab Pembuka Pintu Rezeki" yang ditulis oleh KH. Sulaeman Bin Muhammad Bahri.

Rezeki sendiri bisa menjadi salah satu jalan keselamatan.

Dan untuk memperolehnya, selain berusaha, maka hal yang tidak boleh diabaikan dan dilupakan adalah mendirikan salat.

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

"Robbij’alnii muqiimash-sholaati wa min dzurriyyatii, robbanaa wa taqobbal du’aa’."

Artinya: Ya Allah ya Tuhanku, semoga Engkau menjadikan kami dan anak-cucu kami menjadi orang-orang yang tetap mendirikan salat.

Ya Allah, semoga Engkau mengabulkan permintaan kami." (QS. Ibrahim: 40).

4. Doa Keselamatan di Jalan
Saat seseorang pergi atau melakukan perjalanan untuk menempuh ke tempat tertentu, kita wajib mendoakan keselamatannya di jalan agar bisa sampai tujuan dengan selamat.
Dilansir dari Islam NU, adapun berikut ini adalah doa Rasulullah SAW ketika mengantar salah seorang sahabatnya pergi: 
اللَّهُمَّ اطْوِ لَهُ البَعِيْدَ (البُعْدَ)، وَهَوِّنْ عَلَيْهِ السَّفَرَ
"Allahummathwi lahul ba‘īda (bu’da) wa hawwin ‘alayhis safara."
Artinya: “Ya Allah, dekatkan jarak tempuhnya yang jauh dan mudahkanlah perjalanan baginya.”

5. Doa Keberkahan Rumah Tangga
Dalam sebuah riwayat yang dilansir dari Islam NU, ada satu doa yang diajarkan kepada kita, suami dan istri untuk mewujudkan rumah tangga yang bahagia penuh dengan keberkahan.
Doa tersebut adalah sebagai berikut:
اَللّٰهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْ أَهْلِيْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيَّ وَارْزُقْنِيْ مِنْهُمْ وَارْزُقْهُمْ مِنِّي. اَللّٰهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ إِلَى خَيْرٍ وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ إِلَى خَيْرٍ
"Allâhumma bârik lî fî ahlî wa bârik lahum fiyya warzuqnî minhum warzuqhum minnî.
Allâhummajma’ bainanâ mâ jama’ta ilâ khairin wa farriq bainanâ idzâ farraqta ilâ khairin."
Artinya: “Ya Allah, berkahilah aku di dalam keluargaku dan berkahilah mereka di dalam diriku.
Berilah aku rezeki dari mereka dan berilah mereka rezeki dariku.
Ya Allah, kumpulkan kami menuju kebaikan dan pisahkan kami bila Engkau pisahkan menuju kebaikan.”

6. Doa Keselamatan Orang Tua
Lagi seorang anak, mendoakan kedua orang tua agar tetap sehat dan selalu berada dalam kebaikan di mana pun berada sangatlah penting.
Sering kali, doa untuk orang tua dipanjatkan setelah selesai salat fardu.
Berikut ini doa yang bisa diucapkan untuk orang tua, baik masih hidup maupun sudah wafat.
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا 
"Rabbighfir lī, wa li wālidayya, warham humā kamā rabbayānī shaghīrā."
Artinya: "Tuhanku, ampunilah dosaku dan (dosa) kedua orang tuaku. Sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu aku kecil."

7. Doa Terhindar dari Fitnah dan Kezaliman
Tidak bisa dipungkiri, bahwa semakin berkembangnya jaman dan teknologi, tidak hanya memberi dampak positif, namun juga dampak negatif.
Saat ini, teknologi telah sering kali dijadikan sebagai media untuk menyampaikan hal-hal negatif, termasuk fitnah yang merugikan seseorang.
Untuk itu, agar kita dapat terhindar dari fitnah-fitnah akhir zaman, berikut bacaan doa keselamatan yang bisa dipanjatkan kepada Allah SWT, meliputi:
رَبَّنَا لاَ تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
"Rabbanâ lâ taj‘alnâ fitnatal lil qaumidh dhâlimîn wa najjinâ birahmatika minal qaumil kâfirîn."
Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim, dan selamatkanlah kami dengan rahmat-Mu dari (tipu daya) orang-orang kafir.”

8. Doa Keselataman untuk Palestina
Agar masyarakat Muslim yang berada di negara Palestina bisa mendapatkan kemerdekaannya, kita tidak hanya melakukan ikhtiar melalui seruan dan penggalangan dana, tetapi juga dapat diperkuat dengan ikhtiar pelaksanaan Qunut Nazilah.
Qunut Nazilah diamalkan ketika umat Islam sedang menghadapi persoalan keamanan, pertanian, bencana alam, bencana kemanusiaan dan lain sebagainya.
Berikut doa yang dibaca oleh Sayyidan Umar dan Ibnu Umar:
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْتَعِينُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ وَنَسْتَهْدِيكَ وَنُؤْمِنُ بِكَ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْكَ وَنُثْنِي عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ نَشْكُرَكَ وَلَا نَكْفُرُكَ وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ اللَّهُمَّ إيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَك نُصَلِّي وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ نَرْجُو رَحْمَتَك وَنَخْشَى عَذَابَكَ إنَّ عَذَابَك الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ
"Allâhumma innâ nasta‘înuka wa nastaghfiruk, wa nastahdîka wa nu’minu bik wa natawakkalu alaik, wa nutsnî alaikal khaira kullahu nasykuruka wa lâ nakfuruk, wa nakhla‘u wa natruku man yafjuruk.
Allâhumma iyyâka na‘budu, wa laka nushallî wa nasjud, wa ilaika nas‘â wa nahfid, narjû rahmataka wa nakhsyâ adzâbak, inna adzâbakal jidda bil kuffâri mulhaq."
Artinya: “Tuhan kami, kami memohon bantuan-Mu, meminta ampunan-Mu, mengharap petunjuk-Mu, beriman kepada-Mu, bertawakkal kepada-Mu, memuji-Mu.
Bersyukur dan tidak mengingkari atas semua kebaikan-Mu, dan kami menarik diri serta meninggalkan mereka yang mendurhakai-Mu.
Tuhan kami, hanya Kau yang kami sembah, hanya kepada-Mu kami hadapkan salat ini dan bersujud, hanya kepada-Mu kami berjalan dan berlari. Kami mengaharapkan rahmat-Mu.
Kami takut pada siksa-Mu karena siksa-Mu yang keras itu akan menimpa orang-orang kafir.”

9. Doa Minta Keselamatan dari Orang dan Penguasa yang Zalim
Doa ini merupakan doa yang dipanjatkan oleh Nabi Musa AS yang tertera dalam Al-Qur'an agar dijauhkan dari orang-orang yang dzalim.
رَبِّ نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Ròbbi Najjinii Minal Qòumidh Dhòlimiin.”
Artinya: “Ya Tuhanku, selamatkanlah dan lindungilah aku dari orang-orang yang dzalim itu.” (QS At-Tahrim: 11).
Selain orang-orang, ada juga penguasa yang dzalim kepada masyarakatnya.
Doa meminta keselamatan ini bisa dipanjatkan saat merasakan adanya ketidakberesan dari hasil keputusan penguasa yang dzalim.
Doa ini dipanjatkan oleh istri Fir'aun untuk mendapat perlindungan dari Firaun yang menjadi penguasa dzalim dan semena-mena kepada rakyatnya.
رَبِّ ٱبْنِ لِى عِندَكَ بَيْتًا فِى ٱلْجَنَّةِ وَنَجِّنِى مِن فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِۦ وَنَجِّنِى مِنَ ٱلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Ròbbibni Lii ‘Indaka Baitan Fil Jannati Wa Najjinii Min Fir’auna Wa ‘Amalihi Wa Najjinii Minal Qòumidh Dhòlimiin.”
Artinya: “Wahai Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang Zalim.” (QS At-Tahrim: 11).


Referensi : Doa Keselamatan agar Senantiasa Dilindungi Allah SWT dan Terhindar dari Malapetaka








Tata Cara Salat Taubat dan Doanya, Kapan Waktu Dilaksanakannya

Gambar Ilustrasi : Tata Cara Salat Taubat dan Doanya, Kapan Waktu Dilaksanakannya

Salat taubat merupakan cara untuk meraih salah satu amal yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah yakni, taubat nasuha. Sebab itu, sudah sepatutnya umat muslim mengerjakannya sesuai dengan tata cara salat taubat yang tepat. Salat ini dilakukan sebagai bentuk penyesalan seseorang atas perbuatan dosa yang telah diperbuatnya, sekaligus berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Anjuran untuk mengerjakan salat dengan tujuan bertaubat ini telah diabadikan dalam surat Ali Imran ayat 135,

وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

Artinya: "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui,"

Salat ini umumnya dikerjakan sebanyak dua rakaat. Tata cara pengerjaannya sebetulnya masih sama dengan pengerjaan salat fardhu pada umumnya. Khususnya, seperti salat subuh yang sama-sama dikerjakan sebanyak dua rakaat.

Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Abu Bakar As Shiddiq RA. Beliau mendengar perkataan Rasulullah SAW yang menyatakan salat taubat dikerjakan sebanyak dua rakaat,

مَا مِنْ عَبْدٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ

Artinya: "Tidaklah seorang hambar yang melakukan dosa, lalu ia bersuci dengan baik lalu ia berdiri untuk salat dua rakaat, kemudian ia meminta ampunan kepada Allah melainkan Allah akan mengampuninya," (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Majah).

Meski tata cara pengerjaannya sama, namun ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan dalam mengerjakan salat taubat. Aspek inilah yang membedakan salat taubat dengan salat lainnya seperti yang diungkap buku Panduan Bersuci Untuk Sholat oleh Ria Khoirunnisa S.Pd.

Tata Cara Salat Taubat

1. Membaca niat sebagai berikut,

أُصَلِّيْ سُنَّةَ التَّوْبَةِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ لِلَّهِ تَعَالَى

Bacaan latin: Usholli sunnatat taubati rok'ataini mustaqbilal qiblati lillaahitaala

Artinya: "Saya niat shalat sunnah taubat dua rakaat menghadap kiblat karena Allah SWT."

2. Dilakukan secara perorangan atau sendiri

3. Dilakukan kapan saja, namun waktu yang diutamakan pengerjaannya adalah malam hari

4. Salat taubat paling sedikit dikerjakan dua rakaat dan paling banyak berjumlah enam rakaat

5. Setiap dua rakaat diselipi satu kali salam sebagaimana dalam hadits Rasulullah saw

6. Seusai mengerjakan salat taubat, sebaiknya dilanjutkan dengan membaca istigfar. Berikut bacaan lengkapnya,

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِي لاَ اِلهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَ أَتُوْبُ إِلَيْهِ تَوْبَةَ عَبْدٍ ظَالِمٍ لاَ يَمْلِكُ لِنَفْسِهِ ضَرًّا وَ لاَ نَفْعًا وَ لاَ مَوْتًا وَ لاَ حَيَاةً وَ لاَ نُشُوْراً

Bacaan latin: Astaghfirullaahal azhiimal ladzii laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyumu wa atuubu ilaihi taubata 'abdin zhaalimin laa yamliku li nafsihi dharran wa laa naf'an wa laa mautan wa laa hayaatan wa laa nusyuuran.

Artinya: "Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung, yang tiada Tuhan kecuali Dia Yang Maha Hidup lagi Maha Tegak. Aku bertaubat (kembali) kepadaNya selaku taubatnya seorang hamba yang telah berbuat kezaliman yang tiada lagi mempunyai madharat atau pun manfaat, mati, hidup, atau pun kebangkitan dari kematian nanti."

Kemudian dilanjutkan membaca doa seusai salat taubat berikut ini,

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ ، لَا إِلٰـهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمتِكَ عَلَيَّ ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ ، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ

Bacaan latin: Allahumma anta robbi laa ilaaha illaa anta, kholaqtanii wa ana abduka wa ana 'abduka wa ana 'ala 'ahdika wa wa'dika mastatho'tu. A 'udzu bika min syarri maa shona'tu abuu-u laka bini'matika 'alayya wa abuu-u bidzanbii, faghfirlii fainnahuu alaa yaghfirudz dzunuuba illa anta.

Artinya: "Ya Allah Engkau adalah Tuhanku. Tidak ada sesembahan yang hak kecuali Engkau. Engkau yang menciptakanku, sedang aku adalah hambaMu dan aku di atas ikatan janjimu dan akan menjalankannya dengan semampuku. Aku berlindung kepadaMu dari segala kejahatan yang telah aku perbuat, aku mengakuimu atas nikmatmu terhadap diriku dan aku mengakui dosaku padaMu, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni segala dosa kecuali Engkau,"

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pelaksanaan salat taubat tidak ada waktu khusus meski diutamakan pada malam hari. Namun, yang paling utama, salat taubat harus segera dilaksanakan bagi orang yang telah melakukan perbuatan dosa sesuai dengan tata cara salat taubat di atas.

Referensi : Tata Cara Salat Taubat dan Doanya, Kapan Waktu Dilaksanakannya

















Keutamaan dan Amalan-amalan di Bulan Sya'ban

Ilustrasi : Keutamaan dan Amalan-amalan di Bulan Sya'ban

Bulan Sya’ban adalah bulan yang disukai untuk memperbanyak puasa sunah. Dalam bulan ini, Rasulullah SAW memperbanyak puasa sunah. Bahkan beliau hampir berpuasa satu bulan penuh, kecuali satu atau dua hari di akhir bulan saja agar tidak mendahului Ramadhan dengan satu atau dua hari puasa sunah. Berikut ini dalil-dalil syar’i yang menjelaskan hal itu:

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ: وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ

Dari Aisyah R.A berkata: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW melakukan puasa satu bulan penuh kecuali puasa bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa sunah melebihi (puasa sunah) di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

Dalam riwayat lain Aisyah berkata:

كَانَ أَحَبُّ الشُّهُورِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَصُومَهُ شَعْبَانَ، ثُمَّ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ

“Bulan yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW untuk berpuasa sunah adalah bulan Sya’ban, kemudian beliau menyambungnya dengan puasa Ramadhan.” (HR. Abu Daud no. 2431 dan Ibnu Majah no. 1649)

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ : مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلَّا شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ

Dari Ummu Salamah R.A berkata: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali bulan Sya’ban dan Ramadhan.” (HR. Tirmidzi no. 726, An-Nasai 4/150, Ibnu Majah no.1648, dan Ahmad 6/293)

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menulis: “Hadits ini merupakan dalil keutamaan puasa sunah di bulan Sya’ban.” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari)

Imam Ash-Shan’ani berkata: Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW mengistimewakan bulan Sya’ban dengan puasa sunnah lebih banyak dari bulan lainnya. (Subulus Salam Syarh Bulughul Maram, 2/239)

Maksud berpuasa dua bulan berturut-turut di sini adalah berpuasa sunah pada sebagian besar bulan Sya’ban (sampai 27 atau 28 hari) lalu berhenti puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan, baru dilanjutkan dengan puasa wajib Ramadhan selama satu bulan penuh. Hal ini selaras dengan hadits Aisyah yang telah ditulis di awal artikel ini, juga selaras dengan dalil-dalil lain seperti:

Dari Aisyah RA berkata: “Aku tidak pernah melihat beliau SAW lebih banyak berpuasa sunah daripada bulan Sya’ban. Beliau berpuasa di bulan Sya’ban seluruh harinya, yaitu beliau berpuasa satu bulan Sya’ban kecuali sedikit (beberapa) hari.” (HR. Muslim no. 1156 dan Ibnu Majah no. 1710)

Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah salah seorang di antara kalian mendahului puasa Ramadhan dengan puasa (sunah) sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali jika seseorang telah biasa berpuasa sunnah (misalnya puasa Senin-Kamis atau puasa Daud—pent) maka silahkan ia berpuasa pada hari tersebut.” (HR. Bukhari no. 1914 dan Muslim no. 1082)

Bulan Kelalaian

Para ulama salaf menjelaskan hikmah di balik kebiasaan Rasulullah SAW memperbanyak puasa sunah di bulan Sya’ban. Kedudukan puasa sunah di bulan Sya’ban dari puasa wajib Ramadhan adalah seperti kedudukan shalat sunah qabliyah bagi shalat wajib. Puasa sunah di bulan Sya’ban akan menjadi persiapan yang tepat dan pelengkap bagi kekurangan puasa Ramadhan.

Hikmah lainnya disebutkan dalam hadits dari Usamah bin Zaid R.A, ia berkata: “Wahai Rasulullah SAW, kenapa aku tidak pernah melihat Anda berpuasa sunah dalam satu bulan tertentu yang lebih banyak dari bulan Sya’ban? Beliau SAW menjawab:

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفِلُ النَّاسُ عَنْهُ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَال إِلى رَبِّ العَالمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عملي وَأَنَا صَائِمٌ

“Ia adalah bulan di saat manusia banyak yang lalai (dari beramal shalih), antara Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan di saat amal-amal dibawa naik kepada Allah Rabb semesta alam, maka aku senang apabila amal-amalku diangkat kepada Allah saat aku mengerjakan puasa sunah.” (HR. Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Khuzaimah. Ibnu Khuzaimah menshahihkan hadits ini)

Bulan Menyirami Amalan-amalan Shalih

Di bulan Ramadhan kita dianjurkan untuk memperbanyak amalan sunah seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir, beristighfar, shalat tahajud dan witir, shalat dhuha, dan sedekah. Untuk mampu melakukan hal itu semua dengan ringan dan istiqamah, kita perlu banyak berlatih. Di sinilah bulan Sya’ban menempati posisi yang sangat urgen sebagai waktu yang tepat untuk berlatih membiasakan diri beramal sunah secara tertib dan kontinu. Dengan latihan tersebut, di bulan Ramadhan kita akan terbiasa dan merasa ringan untuk mengerjakannya. Dengan demikian, tanaman iman dan amal shalih akan membuahkan takwa yang sebenarnya.

Abu Bakar Al-Balkhi berkata: “Bulan Rajab adalah bulan menanam. Bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman. Dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen hasil tanaman.”

Beliau juga berkata: “Bulan Rajab itu bagaikan angin. Bulan Sya’ban itu bagaikan awan. Dan bulan Ramadhan itu bagaikan hujan.”

Barangsiapa tidak menanam benih amal shalih di bulan Rajab dan tidak menyirami tanaman tersebut di bulan Sya’ban, bagaimana mungkin ia akan memanen buah takwa di bulan Ramadhan? Di bulan yang kebanyakan manusia lalai dari melakukan amal-amal kebajikan ini, sudah selayaknya bila kita tidak ikut-ikutan lalai. Bersegera menuju ampunan Allah dan melaksanakan perintah-perintah-Nya adalah hal yang harus segera kita lakukan sebelum bulan suci Ramadhan benar-benar datang.

Bulan Persiapan Menyambut Bulan Ramadhan

Bulan Sya’ban adalah bulan latihan, pembinaan dan persiapan diri agar menjadi orang yang sukses beramal shalih di bulan Ramadhan. Untuk mengisi bulan Sya’ban dan sekaligus sebagai persiapan menyambut bulan suci Ramadhan, ada beberapa hal yang selayaknya dikerjakan oleh setiap muslim.

a. Persiapan Iman, meliputi:

Segera bertaubat dari semua dosa dengan menyesali dosa-dosa yang telah lalu, meninggalkan perbuatan dosa tersebut saat ini juga, dan bertekad bulat untuk tidak akan mengulanginya kembali pada masa yang akan datang.

Memperbanyak doa agar diberi umur panjang sehingga bisa menjumpai bulan Ramadhan.

Memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya’ban agar terbiasa secara jasmani dan rohani. Ada beberapa cara puasa sunah yang dianjurkan di bulan Sya’ban, yaitu: Puasa Senin-Kamis setiap pekan ditambah puasa ayyamul bidh (tanggal 13,14 dan 15 Sya’ban), atau puasa Daud, atau puasa lebih bayak dari itu dari tanggal 1-28 Sya’ban.

Mengakrabkan diri dengan Al-Qur’an dengan cara membaca lebih dari satu juz per hari, ditambah membaca buku-buku tafsir dan melakukan tadabbur Al-Qur’an.

Meresapi kelezatan shalat malam dengan melakukan minimal dua rakaat tahajud dan satu rekaat witir di akhir malam.

Meresapi kelezatan dzikir dengan menjaga dzikir setelah shalat, dzikir pagi dan petang, dan dzikir-dzikir rutin lainnya.

b. Persiapan Ilmu, meliputi:

Mempelajari hukum-hukum fiqih puasa Ramadhan secara lengkap, minimal dengan membaca bab puasa dalam (terjemahan) kitab Minhajul Muslim (syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi) atau Fiqih Sunnah (syaikh Sayid Sabiq) atau Shahih Fiqih Sunnah (Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim) atau pedoman puasa (Tengku Moh. Hasbi Ash-Shidiqi) atau buku lainnya.

Mempelajari rahasia-rahasia, hikmah-hikmah, dan amalan-amalan yang dianjurkan atau harus dilaksanakan di bulan Ramadhan, dengan membaca buku-buku yang membahas hal itu. Misal (terjemahan) Mukhtashar Minhjaul Qashidin (Ibnu Qudamah Al-Maqdisi) atau Mau’izhatul Mu’minin (Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi) atau buku-buku dan artikel-artikel para ulama lainnya.

Mempelajari tafsir ayat-ayat hukum yang berkenaan dengan puasa, misalnya dengan membaca (terjemahan) Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim (Ibnu Katsir), atau Tafsir Al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an (Al-Qurthubi), atau Tafsir Adhwa-ul Bayan (Asy-Syinqithi).

Mempelajari buku-buku akhlak yang membantu menyiapkan jiwa untuk menyambut bulan Ramadhan.

Mendengar ceramah-ceramah para ustadz/ulama yang membahas persiapan menyambut dan mengisi bulan suci Ramadhan.

Mengulang-ulang hafalan Al-Qur’an sebagai persiapan bacaan dalam shalat Tarawih, baik bagi calon imam maupun orang yang shalat tarawih sendirian di akhir malam (tidak berjama’ah ba’da Isya’ di masjid).

Mendengarkan bacaan murattal shalat tarawih para imam masjid yang terkenal keahliannya di bidang tajwid, hafalan, dan kelancaran bacaan.

c. Persiapan Dakwah, meliputi:

Menyiapkan materi-materi untuk kultum, taushiyah, ceramah, khutbah Jum’at dan dakwah bil lisan lainnya.

Membuat serlebaran, brosur, pamflet, majalah dinding, buletin dakwah dan lembar-lembar dakwah yang mengingatkan kaum muslimin tentang tata cara menyambut Ramadhan.

Mengikuti kultum, ceramah-ceramah, dan pengajian-pengajian yang diadakan di sekitar kita (lingkungan masjid, tempat kerja, tempat belajar-mengajar) baik sebagai pemateri atau peserta sebagai bentuk persiapan dan pembiasaan diri untuk mengikuti kegiatan serupa di bulan Ramadhan.

Mengadakan pesantren kilat, kursus keislaman, islamic study dan acara-cara sejenis.

d. Persiapan Keluarga, meliputi:

Menyiapkan anak-anak dan istri untuk menyambut kedatangan Ramadhan dengan mengenalkan kepada mereka persiapan-persiapan yang telah disebutkan di atas.

Membiasakan mereka untuk menjaga shalat lima waktu, shalat sunnah Rawatib, shalat dhuha, shalat malam (tahajud dan witir), dan membaca Al-Qur’an.

Memberikan taushiyah /kultum harian jika memungkinkan.

Meminimalkan hal-hal yang melalaikan mereka dari amal shalih di bulan Sya’ban dan Ramadhan, seperti musik-musik dan lagu-lagu jahiliyah, menonton TV, dan kegiatan-kegiatan lain yang tidak membawa manfaat di akhirat.

Menyisihkan sebagian pendapatan untuk sedekah di bulan ini dan bulan Ramadhan.

e. Persiapan Mental

Menyiapkan tekad yang kuat dan sungguh-sungguh untuk:

Membuka lembaran hidup baru dengan Allah SWT, sebuah lembaran putih yang penuh dengan amal ketaatan dan berisi sedikit amal-amal keburukan

Membuat hari-hari kita di bulan Ramadhan tidak seperti hari-hari kebiasaan kita di bulan lain yang penuh dengan kelalaian dan kemaksiatan

Meramaikan masjid dengan melakukan shalat lima waktu secara berjama’ah di masjid terdekat dan menghidupkan sunah-sunah ibadah yang telah lama kita tinggalkan, seperti: bertahan di masjid ba’da Subuh sampai terbitnya matahari untuk dzikir, tilawah Al-Qur’an, atau belajar-mengajar; hadir di masjid sebelum adzan dikumandangkan; bersegera ke masjid untuk mendapatkan shaf awal; menunggu kedatangan imam dengan shalat sunnah dan niat I’tikaf; dst.

Membersihkan puasa dari hal-hal yang merusak pahalanya, seperti bertengkar, sendau gurau dan perbuatan-perbuatan iseng yang sekedar untuk mengisi waktu tanpa membawa manfaat akhirat sedikit pun (main catur, main kartu, nongkrong bareng sambil menyanyi dan main gitar; dst)

Menjaga dan membiasakan sikap lapang dada dan pemaaf

Beramal shalih di bulan Ramadhan dan memulai banyak niat sedari sekarang. Seperti; niat bertaubat, niat membuka lembaran hidup baru dengan Allah, niat memperbaiki akhlak, niat berpuasa ikhlas karena Allah semata, niat mengkhatamkan Al-Qur’an lebih dari sekali, niat shalat tarawih dan witir, niat memperbanyak amalan sunah, niat mencari ilmu, niat dakwah, niat membantu menolong dan menyantuni sesama muslim yang membutuhkan, niat memperjuangkan agama Allah, niat umrah, niat jihad dengan harta, niat I’tikaf; dst)

f. Persiapan Jihad Melawan Hawa Nafsu

Mengekang hawa nafsu dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan keinginan hidup mewah, boros, kikir, dan menikmati makanan-minuman yang lezat atau pakaian yang baru di bulan Ramadhan

Membiasakan lisan untuk mengatakan perkataan-perkataan yang baik dan bermanfaat; mencegahnya dari mengucapkan perkataan-perkataan keji, jorok, menggunjing, mengadu domba, dan perkataan-perkataan yang tidak membawa manfaat di akhirat.  Mencegah hawa nafsu dari keinginan untuk melampiaskan kemarahan, kesombongan, penyimpangan, kemaksiatan dan kezaliman

Membiasakan diri untuk hidup sederhana, ulet, sabar, dan sanggup memikul beban-beban dakwah dan jihad di jalan Allah Swt.  Melakukan muhasabah (introspeksi) harian dengan membandingkan antara program-program persiapan di atas dan tingkat keberhasilan pelaksanaannya.

Referensi : Keutamaan dan Amalan-amalan di Bulan Sya'ban










Bagaimana Jika Pasutri Cerai dan Rujuk Berkali-kali?

Apabila ada istri yang minta cerai dan dikabulkan oleh suaminya, kemudian mereka rujuk, cerai dan rujuk lagi, cerai lagi dan rujuk kembali. Hal ini sudah tiga kali terjadi saat mereka bertengkar. Ucapan cerai itu tanpa proses pengadilan agama dan rujuk tanpa akad nikah. Apakah hal ini sudah talak tiga dan apakah khuluk harus dengan bayaran?  Menurut Ustaz Bachtiar Nasir  dalam satu konsultasi, Islam mensyariatkan talak ketika keadaan dan kondisi mengharuskan pasangan suami istri ber pisah dan bertekad memutuskan ikatan pernikahan, setelah pasangan itu dan keluarga kedua pihak ber usaha mencari solusi terhadap perselisihan yang terjadi di antara mereka. Saat terjadi talak, Allah SWT juga masih memberi kesempatan dua kali kepada suami untuk kembali (rujuk) kepada istrinya. 

Talak dan rujuk dalam Alquran didasari satu alasan, yaitu ketika pelaku berkeyakinan mampu atau tidak mampu menegakkan batasan-batasan hukum Allah SWT. “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu, boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. 

Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS al-Baqarah 2: 229). 

Tapi, ketika terjadi talak tiga yang dinamakan dengan talak ba`in bainunah kubra(talak yang tidak bisa rujuk lagi), tertutup baginya jalan untuk rujuk kembali dengan istrinya kecuali istrinya menikah lagi dengan orang lain dan terjadi hubungan suami istri dalam pernikahan itu. Dalam kasus di atas, si pelaku lebih tahu ketimbang kita yang menilai dari luar apakah pasangan itu sudah talak tiga atau belum.

Jika terjadi talak tiga, tentunya tidak halal kembali sebelum si istri dinikahi oleh pria lain. Sedangkan yang dimaksudkan khuluk secara umum adalah perpisahan atau perceraian yang terjadi antara sepasang suami istri dan pembayaran yang diserahkan istri kepada suaminya agar diceraikan. Dan jika tidak ada bayaran, itu berarti perceraian biasa bukan khuluk.

Menurut jumhur ulama, khuluk merupakan talak ba`in, di mana suami tidak bisa lagi rujuk (kembali) kepada istrinya. Sebab, khuluk itu terjadi berda sar kan kerelaan kedua pihak dan sang istri membayar kepada suaminya agar ia terbebas dari suaminya, dan jika suami dibolehkan rujuk, tidak tercapai maksud dari khuluk itu sendiri.

Referensi : Bagaimana Jika Pasutri Cerai dan Rujuk Berkali-kali?












Ilustrasi : Bagaimana Jika Pasutri Cerai dan Rujuk Berkali-kali?

Talak Khulu‘ dalam Kajian Fiqih Munakahat

Ilustrasi : Talak Khulu‘ dalam Kajian Fiqih Munakahat

Secara bahasa, khulu’ adalah melepaskan atau menanggalkan. Disebut "menanggalkan' karena pasangan suami-istri diibaratkan dengan pakaian bagi satu sama lain, sebagaimana ayat, “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka,” (Surat Al-Baqarah ayat 187). 

Kemudian, secara terminologis, khulu’ adalah perceraian antara suami-istri disertai dengan kompensasi atau tebusan yang diberikan istri kepada suami. Dasar legalitasnya adalah ayat Al-Quran, “Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya,” (Surat Al-Baqarah ayat 229).

Di samping itu, khulu’ juga dilandaskan pada hadits riwayat Al-Bukhari, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dari Ibnu ‘Abbas tentang kasus istri Tsabit bin Qais, yakni Ummu Habibah binti Sahl al-Anshariyyah, yang mengadukan perihal suaminya kepada Rasulullah SAW:
 فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعْتِبُ فِي خُلْقٍ وَلَا دِينٍ وَلَكِنِّي أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِي الْإِسْلَامِ أَيْ: كُفْرَانَ النِّعْمَةِ فَقَالَ: أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ قَالَتْ: نَعَمْ قَالَ: اقْبَلْ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً 
Artinya, “Istri Qais menyampaikan, ‘Wahai Rasulullah, aku tak mencela perangai maupun agama Tsabit bin Qais, namun aku tidak mau kufur dalam Islam.’ Maksudnya, kufur nikmat. Rasulullah SAW menjawab, ‘Apakah engkau mau mengembalikan kebun dari Tsabit?’ Istri Qais menjawab, ‘Mau.’ Kemudian, beliau berkata kepada Tsabit, ‘Terimalah kebun itu lalu talaklah dia dengan talak tebusan.’”

Berdasarkan ayat dan hadits di atas, para ulama bersepakat akan kebolehan khulu’ terutama di saat ada alasan kuat yang diajukan oleh istri. Bahkan, sebagian ulama membolehkan khulu’ walau tanpa sebab namun disertai dengan makruh dengan dalil bahwa Rasulullah SAW pun tidak menelisik lebih jauh alasan istri Qais mengajukan khulu’.

Namun, di sisi lain, beliau pernah bersabda dalam hadisnya, “Perkara halal yang paling dimurka Allah adalah talak,” (HR Ahmad); dan juga hadits, “Perempuan mana saja yang meminta talak kepada suaminya tanpa alasan yang kuat, maka haram baginya mencium aroma surga,”  (HR Abu Dawud).

Satu riwayat dari Imam Ahmad menyatakan, khulu‘ adalah fasakh dan tidak mengurangi bilangan talak. Pendapat mu’tamad dari ulama Hanbali menyebutkan khulu‘ sebagai fasakh bain dan tidak mengurangi talak. (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul-Islami wa Adillatuhu, [Damaskus: Darul Fikr], jilid IX, halaman 7034).

Berdasarkan pendapat jumhur di atas, khulu’ dapat disebut dengan talak karena menjadi bagian darinya. Kemudian, pengkategorian khulu‘ sebagai fasakh dan talak bain melahirkan perbedaan dan persamaan konsekuensi hukum. Perbedaannya, sebagaimana yang telah disebutkan, jika dikategorikan sebagai talak, khulu’ akan mengurangi bilangan talak. 

Sementara jika dikategorikan sebagai fasakh, ia tidak menguranginya. Adapun persamaannya, baik sebagai talak bain maupun sebagai fasakh, khulu’ membutuhkan akad baru ketika kedua mantan suami-istri ingin kembali. Selain itu, suami tidak memiliki hak untuk rujuk kepada istri yang telah di-khulu’-nya walaupun istri masih dalam masa iddah.

Kekhasan Khulu’ Para ulama kemudian mengurai beberapa kekhasan dari talak khulu’ sekaligus perbedaannya dengan jenis talak lainnya.

  1. Ketika seorang istri meng-khulu’ suaminya, berarti istri telah memiliki hak penuh atas dirinya sehingga tidak ada kuasa apa pun bagi suami untuk merujuknya walaupun istri dalam masa iddah. Tidak ada jalan lain jika suami ingin kembali kepada istrinya kecuali dengan akad dan mahar baru. (Mushthafa Al-Khin, Al-Fiqhul Manhaji, [Damaskus, Darul Qalam: 1992], jilid IV, halaman 128).
  2. Talak merupakan hak suami. Sedangkan khulu’ merupakan hak istri. Selain itu, talak sifatnya bertahap, mulai dari satu sampai tiga. Talak juga bisa dijatuhkan setelah talak sebelumnya walau masih dalam masa iddah. Sedangkan khulu’ tidak. Meski demikian, khulu’ tetap mengurangi bilangan talak.
  3. Yang membedakan akad khulu’ dengan yang lainnya adalah tebusan. Maka tidak ada khulu’ kecuali dengan tebusan dari istri kepada suami. 
  4. Talak tidak boleh dijatuhkan pada saat istri sedang haid atau saat suci tetapi setelah dicampuri suaminya. Sedangkan khulu’ boleh dilakukan kapan saja, baik sedang suci, sedang haid, maupun saat suci setelah dicampuri.
  5. Menurut jumhur ulama, masa iddah dari talak khulu’ seperti iddah talak pada umumnya, yaitu tiga quru (bagi yang masih haid). Hanya saja, ulama Hanabilah memilih berpendapat bahwa masa iddah wanita yang meng-khulu’ suaminya dengan satu kali haid. Sebab, dengan satu haid itu cukup menandakan kosongnya kandungan. Jika memperpanjang masa iddah pun, hak rujuk bagi suaminya sudah tak ada.
Itulah definisi, dasar hukum, kekhasan, dan ragam pendapat para ulama tentang khulu’. Adapun hal-hal lain tentang khulu‘ yang belum teruraikan, seperti rukun, ketentuan, sebab-sebab, akan diulas pada tulisan berikutnya.

Referensi : Talak Khulu‘ dalam Kajian Fiqih Munakahat











Wajibkah Istri Mengembalikan Mahar dalam Cerai Khuluk?

Pertanyaan : Saya ingin menanyakan beberapa hal berkaitan dengan gugatan perceraian (khuluk) yang dilakukan pihak istri. 1. Bagaimana cara (istri) menggugat cerai, apa harus ada kondisi khusus/bukti yang dilampirkan bersama laporan? 2. Sepemahaman saya jika istri menggugat maka mahar wajib dikembalikan, tapi bagaimana jika mahar tersebut sudah diambil kembali oleh pihak suami? Istri mau tidak mau (terpaksa) menyetujui karena suami dikejar utang yang dipergunakan bukan untuk istri, bahkan istri tidak pernah menyetujui utang tersebut (tidak diberitahu). Apakah istri tetap mengembalikan mahar meski dalam pernikahan mahar tersebut diambil kembali oleh suami untuk kepentingannya sendiri? 

Jawaban : Ulasan Lengkap. Sebelumnya, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan khuluk.

Khuluk

Sayuti Thalib dalam buku Hukum Kekeluargaan Indonesia (hal.115) mendefinisikan khuluk sebagai perceraian berdasarkan persetujuan suami istri yang berbentuk jatuhnya 1 kali talak dari si suami kepada istri dengan adanya penebusan harta atau uang oleh si istri yang menginginkan cerai dengan khuluk itu. Syarat yang menjadi illat (sebab) dibolehkannya khuluk adalah suami istri itu tidak bisa lagi menjalankan peraturan-peraturan Tuhan, kalau mereka teruskan hubungan perkawinannya.

Dalam khuluk, terdapat ketentuan yang hendaknya diperhatikan, yaitu (hal.116):

Perceraian berdasarkan khuluk hendaknya dilakukan dengan bebas oleh suami-istri.

Hendaknya terdapat persetujuan bersama antara suami istri mengenai jumlah uang atau harta tebusan perceraian.

Jika tidak terdapat persetujuan bersama mengenai jumlah uang penebus, hakim pengadilan agama menentukan jumlah uang penebus itu.

Prosedur Cerai dengan Jalan Khuluk di Pengadilan Agama

Berikut prosedur mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khuluk:[1]

Istri menyampaikan permohonannya kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya disertai alasan-alasannya. Patut diperhatikan, alasan terjadinya perceraian terbatas hanya pada alasan-alasan yang diatur dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”)jo.Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (“PP 9/1975”)jo. Pasal 116 KHI.

Pengadilan Agama selambat-lambatnya 1 bulan memanggil istri dan suami untuk didengar keterangannya masing-masing.

Dalam persidangan tersebut, Pengadilan Agama menjelaskan tentang akibat khuluk dan memberikan nasihatnya.

Setelah kedua belah pihak sepakat dengan besarnya iwadl atau tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama. Terhadap penetapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi.

Setelah sidang penyaksian ikrar talak, Pengadilan Agama membuat penetapan tentang terjadinya talak rangkap empat yang merupakan bukti perceraian bagi mantan suami dan istri. Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami isteri dan helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama.

Adapun jika tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya tebusan, Pengadilan Agama memeriksa dan memutuskan sebagai perkara biasa, yang mana prosedurnya pernah kami ulas dalam Cara Mengurus Perceraian Tanpa Advokat.

Selain itu, alasan perceraian tersebut juga harus dibuktikan, contohnya sebagai berikut:

Jika gugatan perceraian didasarkan atas alasan salah satu pihak mendapat hukuman pidana penjara, penggugat menyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap.[2]

Jika gugatan perceraian didasarkan atas alasan tergugat mendapat cacat badan/penyakit yang mengakibatkan ia tidak bisa menjalankan kewajiban sebagai suami, hakim dapat memerintahkan tergugat memeriksakan diri ke dokter.[3]

Jika alasan perceraian akibat syiqaq atau perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami dan istri, harus didengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri.[4]

Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, majelis hakim akan memutuskan apakah akan mengabulkan permohonan gugatan perceraian Anda atau tidak.

Wajibkah Istri Mengembalikan Mahar?

Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.[5] Dalam hal ini, calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai perempuan yang jumlah, bentuk, dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.[6] 

Dikutip dari Ketika Mahar Harus Bermanfaat bagi Calon Istri, Dosen Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mesrani menegaskan prinsipnya mahar harus memiliki nilai ekonomi, biasanya berupa barang atau uang. Namun, ketika calon mempelai laki-laki tidak memiliki kesanggupan secara ekonomi, mahar dapat berupa jasa sesuai kesanggupannya (hal. 1). Lebih lanjut, dalam artikel Apakah Mahar Merupakan Harta Bersama? ditegaskan bahwa mahar bukanlah harta bersama, tetapi harta bawaan milik istri.

Hal tersebut juga ditegaskan dalam Pasal 32 KHI, bahwa mahar menjadi hak pribadicalon mempelai wanita sejak mahar tersebut diberikan langsung kepadanya.

Senada dengan hal tersebut, Sayuti Thalib menegaskan bahwa mahar yang telah diserahkan tersebut sepenuhnya menjadi milik istri. Tapi, jika dikehendaki oleh istri dan timbulnya kehendak itu timbul dari pihak istri, maka suami boleh sekadar ikut memakan atau ikut hidup dari mahar yang diberikannya yang telah menjadi milik si istri tersebut (hal. 68). Hal ini sebagaimana diatur dalam QS. An Nisa ayat 4 yang artinya berbunyi:

Dan berikanlah mas kawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu, maka terimalah pemberian itu dengan senang hati.

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an menegaskan bahwa kerelaan istri menyerahkan kembali mas kawinituharus benar-benar muncul dari lubuk hatinya, karena ayat di atas menyatakan tibna yang maknanya “mereka senang hati” ditambah lagi dengan kata nafsan atau “jiwa” untuk menunjukkan betapa kerelaan itu muncul dari lubuk jiwanya yang dalam tanpa tekanan, penipuan dan paksaan dari siapa pun (hal. 346).

Atas hal tersebut, Halimah B. dalam Konsep Mahar (Mas Kawin) dalam Tafsir Kontemporer yang diterbitkan Jurnal Al-Risalah menerangkan, jika suami minta sebagian mahar tetapi istri diliputi rasa ragu atau khawatir, maka suami tidak halal mengambil mahar tersebut (hal.178).

Lantas, bagaimana jika suami meminta kembali mahar yang sudah ia berikan?

Abdul Karim Munthe, S.H., S.H.I., M.H., dosen Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) sekaligus peneliti di Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam (LKIHI) FH UI menjelaskan bahwa pada dasarnya mahar merupakan hak istri, sehingga istri tidak wajib mengembalikan mahar. Dalam hal terjadi gugat cerai dengan jalan khuluk, istri hanya berkewajiban membayar uang tebusan (iwadl) yang telah disepakati, sebagaimana telah diterangkan di atas.

Di sisi lain, si suami berkewajiban mengembalikan mahar yang ia pergunakan tersebut jika istri tidak rela mahar tersebut dipergunakan oleh si suami.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan diubah kedua kalinya oleh Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;  Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. 

Referensi : Wajibkah Istri Mengembalikan Mahar dalam Cerai Khuluk?











Banyaknya Istri Menggugat Cerai

Ilustrasi : Banyaknya Istri Menggugat Cerai

Perkawinan merupakan jalan yang diberikan Allah kepada manusia untuk mendapatkan keturunan dan mengembangkan keturunan tersebut. Selain dari itu perkawinan juga sebagai penyalur dari kebutuhan seksualitas yang ada pada manusia itu sendiri. Dengan itu, perkawinan juga bertujuan untuk membentuk keluarga yang kekal, bahagia. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat ar-Rum Ayat 21:

Artinya:  “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Islam telah memberi ketentuan tentang batas-batas hak dan tanggung jawab bagi suami isteri supaya perkawinan berjalan dengan keluarga sakinah, mawadah dan rahmah. Bila ada di antara suami isteri berbuat diluar haknya maka Islam memberi petunjuk bagaimana cara mengatasinya dan mengembalikannya kepada yang hak. Tetapi apabila dalam suatu rumah tangga terjadi krisis yang tidak dapat diatasi lagi, maka Islam memberikan jalan keluar yang salah satunya dengan perceraian.

Angka Perceraian di Pengadilan Agama Kota Padang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2014 tercatat 186 perkara yang masuk ditambah sisa perkara yang belum selesai pada tahun 2013 sebanyak 1.354 kasus maka total keseluruhan 1.540 perkara dan yang telah diputus sebanyak 1.362 perkara. Seiring dengan itu pada tahun 2015, sisa perkara tahun 2014 ditambah dengan perkara yang masuk pada tahun 2015 maka total keseluruhan sebanyak 1.282 dan yang telah diputus sebanyak 1.148 perkara. Angka cerai talak pada tahun ini terdiri dari 23 kasus sedangkan cerai gugat 95 kasus. Sementara itu pada tahun 2016 terjadi lonjakan drastis yakni sisa perkara pada tahun 2015 ditambah kasus yang masuk selama tahun 2016 maka total keseluruhannya adalah 1.612 dan perkara yang belum putus sebanyak 186 kasus.

Berdasarkan data yang diproleh di Pengadilan Agama Kota Padang ini, diketahui maraknya isteri menggugat cerai suaminya. Hal ini menarik dibahas apa sebenarnya cerai gugat dan bagaimana dampak atau akibat hukum yang ditimbulkan dari cerai gugat.

Perkawinan harus dimaknai dengan seluruh aspek yang terdapat di dalamnya, menempuh kehidupan bersama sepanjang hidup, membina keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Namun realitanya banyak perkawinan yang berakhir atau putus karena perceraian. Agar tidak terjadinya perceraian harus ada beberapa upaya-upaya yang dilakukan yaitu: suami dan isteri harus melakukan usaha damai dengan melibatkan keluarga dari kedua belah pihak, jika usaha ini tidak bisa dilakukan maka salah satu pihak boleh mengajukan gugatan ke pengadilan agama.

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dijelaskan, perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, atas putusan Pengadilan. Perceraian dikenal dengan dua bentuk, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Adapun yang dimaksud dengan cerai talak adalah cerai yang berlangsung atas permohonan suami kepada Pengadilan Agama dengan alasan-alasan yang ditentukan, kemudian setelah Pengadilan Agama memandang sudah cukup alasan-alasan yang ditentukan, maka pengadilan memberi izin kepada suami untuk mengucapkan ikrar talak di depan sidang pengadilan.

Seiring dengan itu, cerai gugat dapat terjadi disebabkan adanya suatu gugatan oleh pihak isteri atau kuasa hukumnya kepada pengadilan. Di dalam PP No. 9 Tahun 1975 disebutkan cerai gugat adalah suatu gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak isteri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.

Cerai gugat dalam Islam disebut juga khulu’ yang menurut bahasa adalah melepaskan atau menanggalkan. Hal itu karena suami dan istri ibarat pakaian dan bila terjadi khulu’ maka lepasnya ikatan pernikahan diantara mereka. Pengertian khulu’ menurut para ulama mazhab:

Menurut Hanafiah khulu’ adalah:

الخلع هو إزالة ملك النكا ح المتوفقة على قبول المرأة بلفظ الخلع أوما فى معناه.

Khulu’ adalah putusnya ikatan perkawinan tergantung kepada  penerimaan istri dengan adanya lafaz khulu’ atau yang semakna dengannya.

Menurut Malikiyah, khulu’ adalah:

معناه ان تبذل المرأة أوغيرها لرجل مالا على ان يطلقها أوتسقط عنه حقا لها عليه فتقع بذلك طلقة با ئنة .

Istri atau pihak istri menyerahkan harta kepada suami atas talak yang diminta istri atau jatuh atau gugurnya hak talak dari suami kepada istri maka pada hal yang demikian merupakan talak ba’in.

Menurut Syafi’iyah, khulu’ adalah:

هو اللفظ الدال على الفراق بين الزوجين بعوض متوفرة فيه الشروط.

Lafaz yang menunjukkan perceraian antara suami dan istri dengan iwadh (ganti rugi), yang harus memenuhi persyaratan tertentu.

Menurut Ahmad bin Hanbal, khulu’ adalah:

هو فراق الزوج إمرأته بعوض يأخذه الزوج من إمرأته أو غيرها بألفاظ

مخصوصة

Berpisahnya suami istri dengan adanya iwadh(tebusan) yang diambil suami dari istri atau pihak istri dengan menggunakan lafaz tertentu.

Berdasarkan definisi di atas yang dikemukakan para imam mazhab tersebut dapat dilihat bahwa arti cerai gugat atau khulu’ menurut syara’ hampir sama saja redaksinya, dapat disimpulkan khulu’ adalah permintaan istri kepada suami agar menceraikannya karena takut tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah yaitu taat kepada suami dengan adanya iwadh (tebusan) yang diberikan kepada suami sebagai tebusan dirinya agar suami menceraikannya dengan menggunakan lafaz khulu’ atau semakna dengan itu dari suami.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) membedakan cerai gugat dengan khulu’. Perbedaanya adalah cerai gugat tidak selamanya membayar uang iwadh (tebusan) sedangkan khulu’ uang iwadh dijadikan dasar akan terjadinya khulu’. Persamaan cerai gugat dan khulu’ adalah keinginan bercerai sama-sama datang dari pihak istri (baik khulu’ atau cerai gugat).

Landasan Cerai Gugat

Adapun yang menjadi landasan cerai gugat adalah al-Qur’an, hadis Nabi dan ijma’ ulama.

Firman Allah SWT dalam Q.S. al-Baqarah: 229

Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.

Hal ini salah satu perlindungan terhadap wanita di dalam Islam karena dahulunya sebelum ayat ini turun baik umat Islam maupun orang Jahiliyah tidak mempunyai batasan bilangan talak sehingga hal ini justru menganiaya wanita. Mereka ditinggalkan tanpa suami dan tidak boleh pula bersuami lagi lalu turunlah ayat ini.

Selanjutnya Allah menyuruh melepaskan wanita dengan baik dan tidak boleh mengambil barang-barang yang telah diberikan kepada istrinya bila terjadi perceraian, baik berupa maskawin dan lain-lain, tetapi bila dalam suatu perkawinan terdapat hal-hal yang menyebabkan suami istri tidak dapat lagi melaksanakan ketentuan Allah, maka khulu’ boleh dilakukan dengan memberikan tebusan.

Ibnu Katsir berkata bahwa banyak kalangan salaf dan Imam Khalaf mengatakan, “Susungguhnya tidak diperbolehkan melakukan khulu’ kecuali jika perselisihan dan kedurhakaan itu datangnya dari pihak wanita maka ketika itu si suami berhak menerima tebusan.

Didalam tafsir al-Qurtubi disebutkan bahwa ayat ayat ini merupakan landasan bolehnya khulu’. Menurut jumhur ulama khulu’ (talaq dalam bentuk tebusan) hukumnya jaiz (boleh). Ayat ini tidak ada disebutkan secara jelas bahwa tebusan wajibdalam melakukan khulu’. Hanya istri dibolehkan membayarkan tebusan bila ingin meminta khulu’. Jadi ayat ini menjadi dalil kebolehan melakukan khulu’.

Rasulullah SAW bersabda,

عن ابن عبا س ان امرأة ثا بت بن قيس اتت النبي صلى الله عليه وسلم فقالت: يارسول الله، ثابت بن قيس، ماأعتب عليه فى خلق ولا دين، ولكني أكره الكفر فى الاسلا م، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:أترد ين عليه حديقة؟ نعم، قالت رسول الله صلى الله عليه وسلم:"اقبل الحديقة وطلقها تطليقة" ( رواه النسائ ). 

Ibnu Abbas menceritakan bahwa istri tsabit bin qais menemui nabi saw lalu berkata, ya Rasulullah! Aku tidak mencela Tsabit bin Qais itu mengenai akhlak dan cara beragamanya, tetapi aku takut kafir dalam Islam. Rasulullah SAW menjawab, apakah engkau mau mengembalikan kebun kormanya (yang jadi maskawinnya dahulu) kepadanya? “ dia menjawab: ya, kemudian rasul memanggil Tsabit bin Qais dan menyarankan kepadanya. Terimalah kembali kebunmu dan talaklah istrimu itu satu kali!” (H.R. Bukhari).

Hadis ini menjelaskan bahwa istridibolehkan meminta khulu’ dia takut akan kafir dalam Islam. Maksudnya pengingkaran terhadap nikmat bergaul dengan suami dan tidak akan dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri dan tidak menunaikan haknya suami sehingga dia dibolehkan menebus dirinya ganti dari talak yang di terimanya.

Hadis diatas menguatkan ayat al-Quran mengenai hujjah kebolehan cerai gugat. Hadis-hadis tersebut menceritakan seorang istri yaitu istri Tsabit bin Qais yang ingin meminta cerai dari suaminya. Penyebab istri Tsabit bin Qais melakukan cerai gugat disebutkan bahwa istri Tsabit bin Qais melakukan hal itu karena ia sangat membenci rupa suaminya. Sehingga ia tidak sanggup lagi dan mengadukannya kepada Rasulullah SAW. Cerai gugat istri Tsabit bin Qais merupakan cerai gugat pertama kali dalam Islam pada masa Nabi Muhammad SAW. Adapun istri Tsabit bin Qais bernama Jamilah binti Abdullah bin Salul. Menurut ibnu Majah Jamilah binti Salul sedangkan menurut Abu Daud dan an-Nasa’i ia bernama Habibah binti Sahal.

Terakhir, landasan kebolehan cerai gugat adalah ijma’ para ulama yang sepakat membolehkan khulu’ atau istri meminta cerai dari suami. Cerai gugat ini dapat dilakukan apa bila kedua belah pihak takut tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, atau istri membenci suami baik itu rupa ataupun akhlaknya, atau karena di zalimi oleh suaminya.

Akibat Hukum Cerai Gugat

cerai gugat dengan cara yang telah ditetapkan Allah merupakan penolakan terjadinya permusuhan dan untuk menegakkan hukum-hukum Allah SWT.

Adapun akibat hukum cerai gugat adalah:

Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah

يما امرأة سألت زوجها الطلاق فى غير ما بأس فحرم عليها رانحة الجنة

Artinya wanita manapun yang meminta suaminya untuk menceraikannya, tanpa ada alasan yang dibenarkan, maka dia diharamkan mencium bau sorga.

Cerai gugat termasuk kedalam talak ba’in shugra. Jadi cerai gugat mengurangi jumlah talak tetapi suami tidak boleh rujuk kepada bekas istrinya, apabila suami ingin kembali kepad istrinya maka harus dengan akad nikah baru.

Hal ini dipertegas dalamKompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 119 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa:

Talak Ba’in Sughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.

Talak Ba’in Sughra sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah

Talak yang terjadi qabla al dukhul

Talak dengan tebusan atau khulu’

Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama

Talak ba’in shugra, yaitu talak yang kurang dari 3 kali dan tidak boleh dirujuk tapi boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri meskipun dalam masa iddah.

Dengan adanya cerai gugat mantan istri menguasai dirinya secara penuh, segala urusan mantan istri berada di tangannya sendiri, sebab ia telah menyerahkan sejumlah uang kepada suaminya guna untuk melepaskan dirinya itu.

Pasal 156 KHI dijelaskan akibat perceraian karena cerai gugat terhadap anak yakni:

Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali ibunya telah meninggal dunia maka kedudukannya diganti oleh:

Wanita-wanita dalam garis keturunan lurus ke atas dari ibu

Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah

Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan

Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari Ayah

Apabila anak sudah mumayyiz maka berhak memilih untuk mendapat hak hadhanah dari ayah atau ibunya.

Apabila pemegang hadhanah tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain, yang mempunyai hak hadhanah pula.

Biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak dewasa dan dapat mengurus diri sendiri yakni berusia 21 tahun.

Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), dan (c).

Pengadilan dapat pula dengan mengingatkan kemampuan ayahnya dengan menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.

Berdasarkan pembahasan tersebut disimpulkan sebagai berikut:

Cerai gugat sama dengan khulu’ yang ada dalam Islam yakni permintaan istri kepada suami agar menceraikannya karena takut tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah yaitu taat kepada suami dengan adanya iwadh (tebusan) yang diberikan kepada suami sebagai tebusan dirinya agar suami menceraikannya dengan menggunakan lafaz khulu’ atau semakna dengan itu dari suami.

Kompilasi Hukum Islam membedakan cerai gugat dengan khulu’. Perbedaanya adalah cerai gugat tidak selamanya membayar uang iwadh (tebusan) sedangkan khulu’ uang iwadh dijadikan dasar akan terjadinya khulu’.

Akibat cerai gugat

Bagi Istri yang meminta cerai pada suaminya tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh syara’ maka tidak dapat masuk surga karenamencium bau surga saja tidak bisa.

Dengan adanya cerai gugat mantan istri menguasai dirinya secara penuh, segala urusan mantan istri berada di tangannya sendiri, sebab ia telah menyerahkan sejumlah uang kepada suaminya guna untuk melepaskan dirinya itu

Cerai gugat berakibat jatuhnya talak ba’in shugra. Jadi cerai gugat mengurangi jumlah talak tetapi suami tidak boleh rujuk kepada bekas istrinya, apabila suami ingin kembali kepad istrinya maka harus dengan akad nikah baru.

Akibat cerai gugat pada anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali ibunya telah meninggal dunia maka kedudukannya diganti. Sedangkan pada anak yang sudah mumayyiz anak memiliki hak khiyar (memilih) yakni memilih untuk mendapat hak hadhanah dari ayah atau ibunya.

Referensi : Banyaknya Istri Menggugat Cerai