This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences. Now replace these with your own descriptions.

Sabtu, 23 Juli 2022

Ketika Dosa Tak Dirasa (Segeralah bertaubat kepada Allah Swt)

Saat bergaul dan berinteraksi dengan banyak orang, tanpa disadari kata-kata mengalir dari mulut kita seolah keluar tanpa beban. Tak jarang, bersamaan dengan keluarnya kata-kata, mengalir pula dosa, mulai dari menggunjingkan tetangga, membanggakan dan memamerkan diri (riya), berbohong, dan perbuatan tidak terpuji lainnya.

Semudah itu manusia melakukan dosa. Sekali, dua kali, sampai tak ingat lagi sudah beratus atau beribu kali kita melakukan kesalahan yang sama. Awalnya, hati memberontak dan nurani menolak. Namun, lambat laun tak ada lagi gedoran itu, semua berjalan seolah sudah biasa dan dilakukan tanpa beban.

Tentu saja kita tahu apa itu dosa. Terlebih, dosa yang kasat mata, misalnya meninggalkan shalat, tidak melaksanakan shaum Ramadhan, dan banyak lagi yang lainnya. Akan tetapi, apakah kita menyadari kalau dosa bukan hanya berkutat dalam hal itu? Ada banyak dosa yang sungguh halus dan tanpa disadari telah kita lakukan.

Selain itu, ada pula dosa yang sebenarnya besar, tetapi sudah tidak dianggap berbahaya. Parahnya, perbuatan tersebut sudah dianggap lumrah, bahkan sudah tidak dirasa sebagai dosa lagi.

Dalam buku ini, penulis berupaya memberikan beberapa contoh dosa-dosa yang sudah tidak kita anggap sebagai dosa lagi. Selain itu, dipaparkan pula ibadah-ibadah yang bisa menghapuskan dosa-dosa tersebut sehingga tidak akan terus terbawa dan membesar.

saat ini umat Islam sudah terlalu sering melakukan dosa dalam interaksi sehari-hari. Walaupun mereka menyadari jika perbuatannya adalah dosa, tetapi tetap dilakukan juga. Dengan pembiasaan tersebut, perbuatan dosa yang mulanya merupakan beban, sekarang sudah tidak terasa berat. Melihat banyak orang yang melakukan dosa serupa, perbuatan tersebut kemudian dianggap lumrah dan bahkan tidak dianggap sebagai dosa lagi.

Pertanyaannya, mengapa hal tersebut sampai bisa terjadi? Alasannya, tidak lain karena cahaya akidah dan hati nurani yang telah mati. Perlu diketahui, kondisi hati seorang mukmin terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.

Qalbun salim atau hati yang sehat. Hati dengan kondisi yang sehat memiliki ciri-ciri berorientasi akhirat, mencintai Allah dan rasul-Nya lebih dari apa pun, sedih bila kehilangan kesempatan untuk beribadah kepada-Nya, serta senantiasa rindu kepada Allah dan rasul-Nya juga pada ayat-ayat Al-Quran.

Qalbun marid atau hati yang sakit. Hati dengan kondisi ini akan kurang berfungsi dalam memahami perbedaan antara yang haq dan bathil.

Qalbun mayyit atau hati yang mati dan sudah tidak dapat digunakan untuk membedakan antara yang haq dan yang bathil.

Seseorang dengan kondisi hati yang telah mati inilah yang tidak akan merasa berdosa ketika dirinya melakukan maksiat kepada Allah Swt. Seorang muslim yang telah terbiasa berbuat dosa sehingga tidak ada lagi rasa penyesalan di dalam hatinya, perlu dipertanyakan kembali keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Swt. Sebab, bisa saja dirinya telah tergolong sebagai orang munafik tanpa dia sadari. Alasannya, orang munafik menganggap perbuatan dosa yang telah dilakukannya seperti lalat yang kecil. Sedangkan, orang beriman menganggap dosanya seperti gunung besar yang diletakkan di atas kepalanya.

Ada beberapa golongan manusia yang masuk dalam kategori memiliki hati yang sudah mati. Mereka memiliki indikasi berikut ini.

Pertama, melakukan dosa terus-menerus. Dosa yang dilakukan secara berulang terjadi karena pengaruh kerasnya jiwa dan adanya bercak di dalam hati sehingga sulit menerima petunjuk (kebenaran).

Allah Swt. berfirman, “Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau men-zalimi diri sendiri, mereka segera mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa mereka. Siapa yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu dengan penuh kesadaran.” (Q.S. Ali ‘Imran 3: 135).

Ibu Abbas pernah berkata, “Tidak ada dosa kecil apabila dilakukan dengan terus menerus dan tidak ada dosa besar apabila disertai dengan istighfar. ”

Kedua, menganggap remeh. Rasulullah Saw. telah bersabda, “Berhati-hatilah kalian terhadap dosa kecil, sebab jika berkumpul dalam diri seseorang, ia (dosa kecil itu) akan membinasakannya” (H.R. Ahmad dan Thabrani).

Ketiga, terasa menyenangkan. Perasaan senang terhadap kemaksiatan menunjukkan adanya keinginan untuk melakukannya serta tidak adanya keinginan untuk bertobat. Orang yang bangga dengan dosanya berarti sudah begitu lupa dengan bahaya dosa. Sehingga, dia malah senang tatkala dapat melampiaskan keinginannya yang terlarang. Jika kealpaan dan kelalaian semacam ini telah begitu parah, dia akan menyeret kita untuk terus menerus melakukan perbuatan dosa, merasa tenang dengan perbuatan salah, dan bertekad untuk terus melakukannya.

Kondisi ini adalah jenis lain dari dosa dan jauh lebih berbahaya daripada dosa yang dilakukan sebelumnya. Allah berfirman, “Apabila dikatakan kepadanya, ‘Bertakwalah kepada Allah,’ bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka, pantaslah baginya Neraka Jahanam. Sungguh, Jahanam itu tempat tinggal yang terburuk.” (Q.S. Al-Baqarah 2: 206).

Keempat, membongkar dan menceritakan kepada orang lain, padahal Allah Swt. telah menutupinya. Seseorang yang melakukan dosa dan telah ditutupi oleh Allah Swt. terkadang malah menampakkan dan menceritakannya. Maka, dosanya justru menjadi berlipat karena gabungan dari beberapa dosa. Dia telah mengundang orang untuk mendengarkan dosa yang dikerjakannya dan bisa jadi akan memancing orang lain untuk ikut melakukannya.

Allah Swt. berfirman, “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali mengerjakan larangan itu dan mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan, dan durhaka kepada Rasul. Apabila datang kepadamu (Muhammad), mereka mengucapkan salam dengan cara yang bukan seperti yang ditentukan Allah untukmu. Mereka berkata pada diri mereka sendiri, ‘Mengapa Allah tidak menyiksa atas ucapan kita?’ Cukuplah bagi mereka Jahanam. Neraka itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Q.S. Al-Mujadalah 58: 8).

Kelima, melakukannya secara terang-terangan. Rasulullah Saw. bersabda, “Semua umatku akan diampuni dosanya kecuali orang yang mujaharah (terang-terangan dalam berbuat dosa) dan yang termasuk mujaharah adalah seseorang yang melakukan perbuatan dosa di malam hari, hingga pagi hari Allah telah menutupi dosa tersebut, tetapi kemudian dia berkata, ‘Wahai Fulan, semalam saya berbuat ini dan berbuat itu.’ Padahal, Allah telah menutupi dosa tersebut semalaman, tetapi di pagi hari dia buka tutup Allah tersebut” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Keenam, dilakukan oleh orang yang menjadi teladan. Hal ini jika dilakukan dengan sengaja, disertai kesombongan, atau dengan mempertentangkan antara nash yang satu dan nash yang lain. Maka, dosa kecilnya bisa berubah menjadi besar. Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa yang memberi contoh di dalam Islam dengan contoh yang jelek, dia akan mendapat dosanya dan dosa orang yang mengikutinya setelah dia, tanpa dikurangi dosa tersebut sedikit pun” (H.R. Muslim). Lain halnya jika dilakukan karena kesalahan dalam ijtihad, marah, atau semacamnya. Tentunya, hal itu dimaafkan.

Jadi, sudah sewajarnya kita lebih berhati-hati dalam menjalani hidup ini agar jangan sampai sudah tidak merasa bersalah lagi saat berbuat dosa sehingga berakhir menjadi siksa di neraka.

Bagian Satu: Dosa-Dosa Tak Dirasa, Sebagain  besar ulama sepakat bahwa dosa dibagi menjadi dua, yaitu dosa besar dan dosa kecil. Namun, berbicara dosa yang tak dirasa tidak selalu identik dengan dosa kecil. Pun, dosa tak dirasa tidak selalu berarti sebagai kecenderungan orang yang tidak sadar akan perbuatan dosa karena kecilnya. Boleh jadi, jika kita lihat fenomena yang ada, dosa besar sekalipun tidak sedikit dianggap biasa dan tidak lagi dirasa sebagai dosa karena saking seringnya dilakukan. Tentu saja, sikap seperti itu jauh lebih berbahaya dari sekadar mengabaikan dosa yang dianggap kecil. Dengan demikian, secara prinsip, tidak ada bedanya antara dosa kecil dan dosa besar karena keduanya memiliki potensi ancaman datangnya azab Allah. Selain keduanya juga memiliki peluang yang sama untuk diampuni Allah Swt.

Sehingga, bisa dikatakan bahwa besar dan kecilnya suatu dosa tidak diukur dengan seberapa besar ancaman siksa yang akan diterima, namun diukur dari seberapa besar kesadaran orang terhadap dosa yang dilakukannya. Boleh jadi dosa itu kecil dan remeh, namun jika dilakukan dengan terus menerus dan tidak disertai istighfar, ia akan menjelma menjadi dosa besar. Pun sebaliknya, boleh jadi dosanya besar, namun karena kesadaran tinggi akan akibat yang ditimbulkan, mendorongnya untuk bertobat dan tidak mengulanginya lagi, maka dosa tersebut sebetulnya menjadi kecil bahkan terhapus di hadapan Allah.

Besar kecilnya suatu dosa juga tidak bisa sepenuhnya dilihat dari jenis dosa tersebut. Terutama untuk menentukan jenis-jenis dosa kecil. Sejauh yang dapat saya amati dari sejumlah kitab-kitab rujukan, jarang sekali para ulama yang mengungkap secara rinci apa saja yang termasuk dosa kecil. Relativitas kecilnya dosa menunjukkan bahwa sebetulnya tidak ada yang besar jika disertai tobat dan tidak ada yang kecil jika dilakukan terus menerus. Sementara, khusus mengenai jenis-jenis dosa besar, cukup gamblang diungkap dalam sejumlah ayat dan hadits.

Ibnul Qayyim pernah berkata, “Dosa-dosa besar biasanya disertai dengan rasa malu dan takut serta anggapan besar atas dosa tersebut, sedangkan dosa kecil biasanya tidak demikian. Bahkan, yang biasa terjadi adalah dosa kecil sering disertai dengan kurangnya rasa malu, tidak adanya perhatian dan rasa takut, serta anggapan remeh atas dosa yang dilakukan, padahal bisa jadi ini adalah tingkatan dosa yang tinggi. ”

Kebiasaan melakukan dosa biasanya berawal dari kecenderungan kita menganggap remeh perbuatan tersebut. Awalnya, hal itu terjadi karena kita membandingkan dosa yang dilakukan dengan dosa-dosa yang lebih besar dan berat. Padahal, dosa adalah dosa. Walaupun “ringan” dan “kecil”, jika ditumpuk terus akan berdampak buruk pada pelakunya. Selain dosa yang memang terhitung ringan dan kecil, banyak pula perbuatan dosa yang sudah masuk ke dalam skala besar, tetapi sudah dianggap lumrah dalam kehidupan modern dan sudah tidak menjadi beban berat lagi ketika melakukannya.

Sebelum sampai pada paparan untuk memberi gambaran apa saja perbuatan dosa yang tidak dirasa melalui beberapa contoh perbuatan dosa yang secara umum sudah tidak disadari telah kita lakukan, ada baiknya jika terlebih dahulu kita ketahui apa saja yang termasuk dosa besar dan dosa kecil sebagaimana dimuat dalam Al-Quran dan hadits.

Bagian Dua: Ibadah-Ibadah Penghapus Dosa

Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap anak Adam senantiasa berbuat salah, dan sebaik-bakinya orang yang berbuat salah adalah yang senantiasa bertobat” (H.R. Tirmidzi). Hadits ini menerangkan bahwa hakikatnya manusia yang baik bukanlah yang tidak pernah berbuat kesalahan dan dosa sama sekali. Manusia terbaik adalah mereka yang senantiasa bertobat saat berbuat dosa.

Sudah menjadi tabiatnya bahwa manusia tidak lepas dari khilaf dan dosa. Manusia akan terus digoda setan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar ketentuan Allah Swt. Rasulullah Saw. pernah menerangkan bahwa jalan menuju neraka itu terkesan begitu indah dan menggiurkan. Sementara itu, jalan menuju surga terkesan sulit dan tidak berjalan mulus.

Orang yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat, niscaya tidak berkenan melakukan dosa. Pribadi yang senantiasa menjaga keimanan dan ketakwaan juga niscaya akan senantiasa dekat dengan amal saleh, baik dalam hal ibadah maupun muamalah. Dipandang dari segi terhapusnya dosa, dosa kecil lebih mudah terhapus. Dosa kecil bisa terhapus dengan amal saleh. Namun, dosa besar hanya bisa dihapuskan dengan tobat yang sebenar-benarnya.

Berikut ini adalah beberapa contoh amalan yang bisa kita lakukan untuk membersihkan diri dari segala dosa yang pernah kita lakukan, terlebih dosa-dosa kecil yang kadang luput dari perhatian kita. Dosa-dosa yang tidak terasa dan jika tidak dihapus akan semakin menumpuk dan menghitamkan hati kita.

Rasulullah Saw. bersabda, “Hati-hatilah terhadap dosa kecil karena apabila sering dilakukan maka akan merusakkannya (akan menjadi dosa besar).” (H.R. Ahmad)

Suatu ketika, Anas r.a. pernah berkata kepada sebagian tabi'in, “Sesungguhnya kalian semua melakukan suatu perbuatan yang kalian pandang lebih kecil dari pada biji gandum padahal di masa Nabi Saw. kami menganggapnya sebagai sesuatu yang dapat membinasakan.” (H.R. Bukhari)

Bagian Dua: Ibadah-Ibadah Penghapus Dosa

Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap anak Adam senantiasa berbuat salah, dan sebaik-bakinya orang yang berbuat salah adalah yang senantiasa bertobat” (H.R. Tirmidzi). Hadits ini menerangkan bahwa hakikatnya manusia yang baik bukanlah yang tidak pernah berbuat kesalahan dan dosa sama sekali. Manusia terbaik adalah mereka yang senantiasa bertobat saat berbuat dosa.

Sudah menjadi tabiatnya bahwa manusia tidak lepas dari khilaf dan dosa. Manusia akan terus digoda setan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar ketentuan Allah Swt. Rasulullah Saw. pernah menerangkan bahwa jalan menuju neraka itu terkesan begitu indah dan menggiurkan. Sementara itu, jalan menuju surga terkesan sulit dan tidak berjalan mulus.

Orang yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat, niscaya tidak berkenan melakukan dosa. Pribadi yang senantiasa menjaga keimanan dan ketakwaan juga niscaya akan senantiasa dekat dengan amal saleh, baik dalam hal ibadah maupun muamalah. Dipandang dari segi terhapusnya dosa, dosa kecil lebih mudah terhapus. Dosa kecil bisa terhapus dengan amal saleh. Namun, dosa besar hanya bisa dihapuskan dengan tobat yang sebenar-benarnya.

Berikut ini adalah beberapa contoh amalan yang bisa kita lakukan untuk membersihkan diri dari segala dosa yang pernah kita lakukan, terlebih dosa-dosa kecil yang kadang luput dari perhatian kita. Dosa-dosa yang tidak terasa dan jika tidak dihapus akan semakin menumpuk dan menghitamkan hati kita.

Rasulullah Saw. bersabda, “Hati-hatilah terhadap dosa kecil karena apabila sering dilakukan maka akan merusakkannya (akan menjadi dosa besar).” (H.R. Ahmad)

Suatu ketika, Anas r.a. pernah berkata kepada sebagian tabi'in, “Sesungguhnya kalian semua melakukan suatu perbuatan yang kalian pandang lebih kecil dari pada biji gandum padahal di masa Nabi Saw. kami menganggapnya sebagai sesuatu yang dapat membinasakan.” (H.R. Bukhari)

Referensi sebagai berikut ini ;







Multiversi & Alam Mimpi dalam Pandangan Islam

Munculnya sebuah film pahlawan super di layar lebar yang bercerita tentang multiverse, istilah tersebut menjadi topik yang hangat diperbincangkan masyarakat. Hal tersebut kerap kali dihubungkan dengan mimpi dan keberadaan alam lain di luar nalar atau jangkauan indrawi manusia. Islam sendiri menanggapi mimpi sebagai sebuah proses alami dan merupakan bagian dari proses emosional yang aktif selama manusia tertidur. Bahkan terdapat kisah dalam Al-Quran yang berkaitan dengan mimpi.

Kemampuan memahami mimpi merupakan keistimewaan yang Allah berikan kepada Nabi Yusuf. Kemudian terdapat pula hadis riwayat Muslim yang menjelaskan mengenai tiga macam mimpi manusia, yaitu mimpi dari Allah Swt, mimpi dari pemikiran manusia, dan mimpi buruk dari setan.

Berdasarkan hadis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua mimpi dapat diartikan sebagai sebuah petunjuk. Namun dalam sejarah Islam mimpi juga pernah dijadikan sebagai penentu syariat azan. 

Salah seorang sahabat Rasulullah yaitu Abdullah bin Zaid dan Umar bin Khatab bermimpi bertemu dengan laki-laki yang mengajarkannya untuk memanggil orang-orang agar shalat. Kemudian laki-laki dalam mimpi tersebut mengajari Abdullah bin Zaid melakukan azan. Keesokan paginya, Abdullah bin Zaid menemui Rasulullah dan menceritakan mimpinya, lalu Rasulullah berkata “Sungguh ini adalah mimpi yang benar, insya Allah.”

Allah telah menciptakan manusia semata-mata untuk beribadah kepadanya, mengimaninya dan menjalankan seluruh perintahnya. Di samping itu isu mengenai multiverse menarik untuk dikaji dengan pemahaman dan keimanan yang matang. Seperti yang telah diketahui iman merupakan hal fundamental yang sangat dibutuhkan agar akal manusia tunduk kepada Allah Swt. Iman kepada hal yang gaib juga menjadi syarat fundamental dalam Islam, yaitu haqqu al-yaqiin atau seyakin-yakinnya bahwa ada entitas di luar dunia. Entitas ini maksudnya sesuatu yang nyata, bukan hanya filosofis abstrak ataupun sebuah metafora.

Mempercayai keberadaan alam lain, meski realitasnya belum mampu dijangkau oleh indra manusia adalah bagian dari sikap keimanan. Imam Abu Ja’far ath-Thahawi dalam terjemahan kitab Aqidah ath-Thahawiyah menegaskan bahwa kita harus mengimani adanya adzab kubur bagi orang yang berhak diadzab dan mengimani pertanyaan kubur oleh Munkar dan Nakir tentang Allah Swt,  agama, dan Nabinya sebagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat. Oleh karena itu, ia berpendapat penting untuk menyikapi keberadaan hal-hal non logis di luar jangkauan indra manusia tersebut sebagai bagian dari kehendak Allah Swt. Maka kita harus mengimani hal tersebut sebagai salah satu rukun iman, yaitu iman kepada hal gaib. 

3 Macam Mimpi dalam Islam dan Larangan Menceritakannya Kepada Orang Lain

3 Macam Mimpi dalam Islam dan Larangan Menceritakannya Kepada Orang Lain. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim diriwayatkan tentang mimpi-mimpi yang dialami oleh manusia. Ada 3 jenis mimpi dalam islam.

Tapi, salah satu mimpi tersebut berdasarkan Sabda Nabi Muhammad  dilarang menceritakannya kepada orang lain. Apa saja alasan mimpi dilarang diceritakan?

Satu jenis mimpi ini ternyata datangnya dari setan dan isinya hal-hal yang buruk atau kejadian terkait masa depan maupun masa lalu.  

Sebuah mimpi yang baiknya kita hindari dan kata Nabi Muhammad, jenis mimpi dari setan ini jangan dijadikan patokan atau panduan untuk melakukan apa pun.

Sebab mimpi ini datangnya dari setan, bisa jadi hal tersebut merupakan bisikan untuk berbuat buruk.

Bisa juga mimpi tersebut bagus-bagus dan menyenangkan, tapi biasanya hanyalah tipu muslihat setan untuk menjerumuskan manusia untuk kelak bersama setan di neraka Jahanam.

Sabda Nabi Muhammad SAW: Mimpi itu ada tiga. Mimpi baik yang merupakan kabar gembira dari Allah, mimpi karena bawaan pikiran seseorang (ketika terjaga), dan mimpi menyedihkan yang datang dari setan. Jika kalian mimpi sesuatu yang tak kalian senangi, maka jangan kalian ceritakan pada siapa pun, berdirilah dan salatlah!. (HR Muslim).

3 Jenis Mimpi dalam Islam

Mimpi Kabar Gembira dari Allah

Mimpi ini isinya adalah kebaikan dan sebuah petunjuk bagi seorang muslim. Kata para ulama, usai mimpi ini biasanya ada sesuatu yang tergerak dalam hati kita. Sesuatu yang mungkin bisa si pemimpi tersebut yang merasakannya dan berisikan hal-hal baik

Mimpi karena Pikiran

Mimpi jenis ini bisa jadi karena aktivitas kita seharian yang masih terbawa oleh mimpi. Ini yang paling sering dan kerap dinamai mimpi sebagai ‘bunga tidur’.

Mimpi dari Setan

Nabi Muhammad mengingatkan kita, jika mendapatkan mimpi ini atau setelah kita bangun ingin berbuat kemungkaran, maka segeralah berdiri dan salat.

Mimpi yang berasal dari hal buruk dan tentunya kita hindari, serta yang paling penting: jangan diceritakan kepada siapa pun.

Referensi Sebagai Berikut ini ;








Arti mimpi dalam pandangan islam

“Mimpi itu ada tiga. Mimpi baik yang merupakan kabar gembira dari Allah, mimpi karena bawaan pikiran seseorang (ketika terjaga), dan mimpi menyedihkan yang datang dari setan. Jika kalian mimpi sesuatu yang tak kalian senangi, maka jangan kalian ceritakan pada siapa pun, berdirilah dan shalatlah.” (HR Muslim).

Setiap manusia pasti pernah mengalami mimpi. Mimpi bisa menyenangkan, menakutkan, membuat frustrasi, menenangkan, membosankan, atau benar-benar aneh. Setiap malam, manusia diperkirakan bisa bermimpi dari satu hingga lima atau enam mimpi. Namun hal itu tergantung pada berapa lama Anda tidur dan berapa banyak. Satu konsep yang diterima secara umum ialah bahwa bermimpi adalah proses yang sangat emosional dari amigdala (pusat emosional di otak), yang aktif selama tidur.

Jika Anda pernah terbangun dari mimpi yang sangat meresahkan atau aneh, mungkin Anda bertanya-tanya, mengapa bisa memimpikan hal-hal itu. Banyak tafsir mimpi yang berusaha menjelaskan makna yang terkandung dalam mimpi.

Meski begitu, tafsir mimpi dalam Islam sudah menjadi penguak rahasia sejak zaman nabi. Tak jarang para nabi menerima petunjuk dari Allah SWT melalui mimpi. Namun begitu jangan sampai mimpi membuat kita menjadi percaya tahayul. Sebab ada juga mimpi yang berasal dari setan dan jin.

Tafsir Mimpi Menurut Islam Dibagi 3

Tafsir mimpi termasuk disiplin ilmu pengetahuan yang paling sulit dipelajari jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain. Sebab tidak semua mimpi bisa ditafsirkan dan tidak semua orang berkompeten untuk bisa menafsirkan arti sebuah mimpi sebenarnya.

Nabi Muhammad mengelompokkan jenis mimpi menjadi tiga bagian. Hal ini berdasarkan dalam salah satu hadits, beliau bersabda:

وَالرُّؤْيَا ثَلَاثٌ، الحَسَنَةُ بُشْرَى مِنَ اللَّهِ، وَالرُّؤْيَا يُحَدِّثُ الرَّجُلُ بِهَا نَفْسَهُ، وَالرُّؤْيَا تَحْزِينٌ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ رُؤْيَا يَكْرَهُهَا فَلَا يُحَدِّثْ بِهَا أَحَدًا وَلْيَقُمْ فَلْيُصَلِّ

Artinya: "Mimpi itu ada tiga. Mimpi baik yang merupakan kabar gembira dari Allah, mimpi karena bawaan pikiran seseorang (ketika terjaga), dan mimpi menyedihkan yang datang dari setan. Jika kalian mimpi sesuatu yang tak kalian senangi, maka jangan kalian ceritakan pada siapa pun, berdirilah dan shalatlah!." (HR Muslim).

Berdasarkan hadits di atas, dipahami bahwa tidak semua mimpi yang dialami dapat dijadikan sebagai petunjuk. Lantaran ada kemungkinan mimpi yang dialami, bukan berasal dari Allah Swt. Tapi karena bisikan setan atau tersibukkannya kita dalam memikirkan suatu objek tertentu, hingga objek itu terbawa dalam mimpi.

Tafsir Mimpi yang Menjadi Petunjuk Menurut Islam

Tafsir mimpi yang dapat dijadikan pijakan atau petunjuk ialah yang betul-betul berasal dari petunjuk Allah SWT. Dalam kitab suci Al-Quran disampaikan dalam ayat berikut:

لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ

"Bagi mereka berita gembira dalam kehidupan dunia dan di akhirat." (QS. Yunus: 64).

mimpi baik yang dialami oleh seorang muslim. Yang kemudian dijelaskan pula dalam hadits Nabi SAW:

هِيَ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ، يَرَاهَا الْمُسْلِمُ، أَوْ تُرَى لَهُ

"Yang dimaksud kegembiraan dalam ayat di atas adalah mimpi yang baik yang terlihat oleh orang Muslim atau yang diperlihatkan padanya." (HR Ibnu Majah).

Contoh Mimpi yang Datang dari Allah SWT

Salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, Abdullah bin Zaid dan Umar bin Khattab pernah bermimpi. Mimpi mereka pernah dijadikan sebagai dasar penentu pensyari'atan adzan. Rasulullah SAW menjadikan dasar penetapannya dari sebuah mimpi. Ini menjadi salah satu contoh tafsir mimpi petunjuk dari Allah SWT.

Mimpi yang dinilai bukan berasal dari bisikan setan, salah satunya dengan menandai waktu terjadinya mimpi tersebut. Bila mimpi terjadi pada dini hari atau saat waktu sahur. Maka kemungkinan besar mimpi itu adalah mimpi yang benar dan dapat ditafsirkan.

Sedangkan mimpi yang dianggap berasal dari bisikan setan, adalah mimpi yang terjadi pada awal-awal malam atau saat petang. Ketentuan ini seperti yang dijabarkan oleh Ibnu al-Jauzi:

وَأَصْدَقُ الرُّؤْيَا: رُؤْيَا الْأَسْحَارِ، فَإِنَّهُ وَقْتُ النُّزُولِ الْإِلَهِيِّ، وَاقْتِرَابِ الرَّحْمَةِ وَالْمَغْفِرَةِ، وَسُكُونِ الشَّيَاطِينِ، وَعَكْسُهُ رُؤْيَا الْعَتْمَةِ، عِنْدَ انْتِشَارِ الشَّيَاطِينِ وَالْأَرْوَاحِ الشَّيْطَانِيَّةِ

"Mimpi yang paling benar adalah di waktu sahur, sebab waktu tersebut adalah waktu turunnya (isyarat) ketuhanan, dekat dengan rahmat dan ampunan, serta waktu diamnya setan. Kebalikannya adalah mimpi di waktu petang (awal waktu malam)." (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madarij as-Salikin, juz 1, hal. 76).

Menafsirkan Mimpi Menurut Islam Tidak Terlarang

Menjadi sebuah keistimewaan jika memiliki kemampuan menafsirkan mimpi. Hal ini dibuktikan dengan kelebihan yang diperoleh Nabi Yusuf AS. Tertuang dalam AlQuran surat Yusuf ayat 21 yang artinya:

"Dan demikianlah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di negeri (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya takwil mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti."

Dengan demikian, mempelajari ilmu tentang tafsir mimpi, tidak dilarang dalam Islam. Bahkan oleh sebagian ulama, ilmu tafsir mimpi ini dimasukkan dalam kategori ilmu syariat. Salah satu yang berpandangan demikian ialah antropolog terkemuka Muslim, Ibnu Khaldun. Berikut pandangannya tentang ilmu tafsir mimpi:

"Ilmu Tafsir Mimpi. Ilmu ini merupakan bagian dari ilmu syariat dan merupakan ilmu yang baru dalam agama tatkala ilmu-ilmu dijadikan sebuah pekerjaan dan manusia menuliskan tentang ilmu. Sedangkan mimpi dan tafsir mimpi sebenarnya telah wujud di zaman salaf (terdahulu) seperti halnya juga wujud di zaman khalaf (masa kini)." (Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, hal. 288).

Hendaknya dalam mempelajari ilmu tafsir mimpi terlebih dahulu menguasai ilmu-ilmu syariat yang bersifat fardlu 'ain, seperti ilmu tauhid, ilmu fiqih, dan ilmu-ilmu syariat lainnya. Hal ini supaya memiliki fondasi ilmu agama yang mumpuni serta tidak mudah tertipu dengan hal-hal gaib yang ternyata bisikan setan atau khayalan pribadi semata.

Referensi sebagai berikut ini ;








Menurut Imam Nawawi bertaubat hukumnya wajib dari segala macam dosa

Menurut Imam Nawawi bertaubat hukumnya wajib dari segala macam dosa. Imam Nawawi dalam Kitab Riyadhus Shalihin menyampaikan tentang tiga syarat taubat kepada Allah SWT. Ia menyampaikan bertaubat hukumnya wajib dari segala macam dosa.

Dalam kitabnya, Imam Nawawi menyampaikan jika kemaksiatan terjadi antara seorang hamba dan Allah Ta'ala. Artinya tidak ada hubungannya dengan hak orang lain. Maka, untuk bertaubat kepada Allah harus memenuhi tiga syarat.

Pertama, segera hentikan semua kemaksiatan yang dilakukan sejak saat keinginan taubat muncul. Kedua, harus merasa menyesal karena telah melakukan kemaksiatan.

Ketiga, berniat tidak akan mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya. Kalau tiga syarat ini tidak terpenuhi semuanya dan ada satu syarat yang tidak dilaksanakan maka tidak sah taubatnya.

Imam Nawawi menyampaikan, jika kemaksiatan yang diperbuat ada hubungannya dengan orang lain. Maka syarat taubatnya ada empat, yakni tiga syarat taubat kepada Allah harus terpenuhi.

Syarat keempat melepaskan tanggungan itu dari hak orang lain. Jika tanggungan itu berupa harta atau yang serupa dengan itu, maka wajib mengembalikannya kepada orang yang berhak. 

Jika berupa tuduhan zina atau yang serupa dengan itu, maka harus mencabut tuduhan itu dari orang yang dituduh atau meminta ampun dari orang yang dituduh itu. Jika maksiat yang dilakukan berupa mengumpat orang lain, maka harus meminta dimaafkan oleh orang yang diumpat.

Imam Nawawi mengatakan, sudah jelas dalil-dalil yang tercantum dalam Kitabullah, Sunnah Rasulullah SAW serta ijma' seluruh umat tentang wajibnya melakukan taubat. "Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS An-Nur: 31)

"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya." (QS Hud: 3).

"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang sebenar-benarnya/semurni-murninya)." (QS At-Tahrim: 8)

Referensi Sebagai Berikut ini ;











Allah Swt membuka pintu ampunan untuk orang yang mau bertaubat

Beberapa pahala taubat yang dilakukan dengan tulus maka akan dibalas Allah Swt, beberapa hikmah  yang diberikan kepada petaubat tersebut anatara lain sbb ;

Pertama, taubat membawa kesuksesan : Jika menempuh jalan yang dilarang Allah, maka berarti memilih untuk kehilangan rahmat, penghargaan, bantuan, dan perlindungan Allah Swt. 

Tetapi pada saat dengan sungguh-sungguh bertaubat, maka yakinlah akan bantuan-Nya dalam hidup. Allah Swt memberitahu kita, dalam surat An Nur ayat 31 sebagai berikut:

 ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah Swt, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” 

Contoh kesuksesan di dunia adalah, kekayaan, anak-anak, dan peningkatan produktivitas dan berkah. Sebagaimana Allah sebutkan dalam surat Hud ayat 52:  

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ

“Dan (Hud berkata), "Wahai kaumku! Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras, Dia akan menambahkan kekuatan di atas kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling menjadi orang yang berdosa.” 

Kedua, bartaubat menjauhkan dari kesulitan

Semakin banyak kita berbuat dosa, semakin kita dapat kehilangan berkah Allah dan semakin banyak cobaan yang mungkin harus kita tanggung. Taubat dapat memberi kita jalan keluar dari kesulitan hidup kita, sebagaimana Allah berfirman dalam surat At Taubah ayat 126: 

أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, namun mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran?” 

Ketiga, Allah  Swt  mencintai orang yang bertaubat 

Tahukah kamu bahwa taubat adalah salah satu ibadah yang paling dicintai-Nya, Allah Swt berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 222: 

 ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” 

Keempat, bertaubat akan membuat bahagia 

Bertaubat adalah membersihkan hati. Sehingga membuat kita merasa lebih ringan, sama seperti beban dosa membuat merasa berat. Katakan saja pada diri sendiri, siapa yang bisa menghentikan saya untuk kembali kepada Allah Swt.

Referensi sebagai berikut ini ;









Anjuran Bersegera Bertaubat Kepada Allah Swt

Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas 

حفظه الله عَنِ اْلأَغَرِّ بْنِ يَسَارٍ الْمُزَنِي قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَآايُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ فَإِنِّي أَتُوْبُ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ.

Dari Agharr bin Yasar Al Muzani, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,”Hai sekalian manusia! Taubatlah kalian kepada Allah dan mintalah ampun kepadaNya, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah dalam sehari sebanyak seratus kali”.

Makna Taubat

Asal makna taubat ialah:

الرُّجُوْعُ مِنَ الذَّنْبِ.

(kembali dari kesalahan dan dosa menuju kepada ketaatan). Berasal dari kata:

تَابَ إِلَى اللهِ يَتُوْبُ تَوْباً وَتَوْبَةً وَمَتَاباً بِمَعْنَى أَنَابَ وَرَجَعَ عَنِ المَعْصِيَةِ إِلَى الطَّاعَةِ.

(orang yang bertaubat kepada Allah ialah, orang yang kembali dari perbuatan maksiat menuju perbuatan taat).

التَّوْبَةُ :َاْلإِعْتِرَافُ وَالنَّدَمُ وَاْلإِقْلاَعُ وَالْعَزْمُ عَلَى أَلاَّ يُعَاوِدَ اْلإِنْسَانُ مَا اقْتَرَفَهُ.

(seseorang dikatakan bertaubat, kalau ia mengakui dosa-dosanya, menyesal, berhenti dan berusaha untuk tidak mengulangi perbuatan itu).

Syarah Hadits

Tidak ada khilaf (perbedaan pendapat) di antara ulama tentang wajibnya taubat. Bahkan taubat adalah fardhu ‘ain yang harus dilakukan oleh setiap muslim dan muslimah.

Ibnu Qudamah Al Maqdisi (wafat th. 689 H.) rahimahullah berkata,”Para ulama telah ijma’ tentang wajibnya taubat, karena sesungguhnya dosa-dosa membinasakan manusia dan menjauhkan manusia dari Allah. Maka, wajib segera bertaubat.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk bertaubat, dan perintah ini merupakan perintah wajib yang harus segera dilaksanakan sebelum ajal tiba. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “: …Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung. (An Nur/24 : 31). Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang benar (ikhlas) … (At Tahrim/66 : 8). Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabb-mu dan bertaubat kepadaNya, (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu, hingga pada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sungguh aku takut, kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat.  (Hud/11 :3)

Taubat wajib dilakukan dengan segera, tidak boleh ditunda. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Sesungguhnya segera bertaubat kepada Allah dari perbuatan dosa hukumnya adalah wajib dilakukan dengan segera dan tidak boleh ditunda.”

Imam An Nawawi rahimahullah berkata,”Para ulama telah sepakat, bahwa bertaubat dari seluruh perbuatan maksiat adalah wajib; wajib dilakukan dengan segera dan tidak boleh ditunda, apakah itu dosa kecil atau dosa besar.”

Kesalahan dan dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia banyak sekali. Setiap hari, manusia pernah berbuat dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, baik dosa kepada Khaliq (Allah Maha Pencipta) maupun dosa kepada makhlukNya. Setiap anggota tubuh manusia pernah melakukan kesalahan dan dosa. Mata sering melihat yang haram, lidah sering bicara yang tidak benar, berdusta, melaknat, sumpah palsu, menuduh, membicarakan aib sesama muslim (ghibah), mencela, mengejek, menghina, mengadu-domba, memfitnah, dan lain-lain. Telinga sering mendengarkan lagu dan musik yang jelas bahwa hukumnya haram, tangan sering menyentuh perempuan yang bukan mahram, mengambil barang yang bukan miliknya (ghasab), mencuri, memukul, bahkan membunuh, atau melakukan kejahatan lainnya. Kaki pun sering melangkah ke tempat-tempat maksiat dan dosa-dosa lainnya. Dosa dan kesalahan akan berakibat keburukan dan kehinaan bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat, bila orang itu tidak segera bertaubat kepada Allah.

Setiap muslim dan muslimah pernah berbuat salah, baik dia sebagai orang awam maupun seorang ustadz, da’i, pendidik, kyai, atau pun ulama. Karena itu, setiap orang tidak boleh lepas dari istighfar (minta ampun kepada Allah) dan selalu bertaubat kepadaNya, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Setiap hari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon ampun kepada Allah sebanyak seratus kali. Bahkan dalam suatu hadits disebutkan, bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta ampun kepada Allah seratus kali dalam satu majelisnya.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةَ مَرَّةٍ، رَبِّ اغْفِرْلِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ تَوَّابُ الرَّحِيْمُ.

“Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata,”Kami pernah menghitung di satu majelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa seratus kali beliau mengucapkan, ‘Ya Rabb-ku, ampunilah aku dan aku bertaubat kepadaMu, sesungguhnya Engkau Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang’.”

Jika seorang muslim dan muslimah pernah berbuat dosa-dosa besar atau dosa yang paling besar, maka segeralah bertaubat. Tidak ada kata terlambat dalam masalah taubat, pintu taubat selalu terbuka sampai matahari terbit dari barat.

Dalam sebuah hadits dari Abu Musa ‘Abdullah bin Qais Al Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللهَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيئُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيئُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا.

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Swt selalu membuka tanganNya di waktu malam untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di siang hari, dan Allah membuka tanganNya pada siang hari untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di malam hari. Begitulah, hingga matahari terbit dari barat“

Hadits ini dan hadits-hadits yang lainnya menunjukkan, bahwasanya Allah Swt senantiasa memberi ampunan di setiap waktu dan menerima taubat setiap saat. Dia selalu mendengar suara istighfar dan mengetahui taubat hambaNya, kapan saja dan dimana saja. Oleh karena itu, jika manusia mengabaikan perkara taubat ini dan lengah dalam menggunakan kesempatan untuk mencapai keselamatan, maka rahmat Allah nan luas itu akan berbalik menjadi malapetaka, kesedihan dan kepedihan di padang mahsyar. Hal ini tak ubahnya seseorang yang sedang kehausan, padahal di hadapannya ada air bersih, namun ia tidak dapat menjamahnya, hingga datanglah maut menjemput sesudah merasakan penderitaan haus tersebut. Begitulah gambaran orang-orang kafir dan orang-orang yang durhaka. Pintu rahmat sebenarnya terbuka lebar, tetapi mereka enggan memasukinya. Jalan keselamatan sudah tersedia, namun mereka tetap berjalan di jalan kesesatan.

Dan apabila tanda-tanda Kiamat besar telah tampak, yakni matahari sudah terbit dari barat. Kematian sudah di ambang pintu, yakni nyawa sudah berada di tenggorokan, maka taubat tidak lagi diterima. Wal’iyadzubillah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلَائِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ ۗ يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا ۗ قُلِ انْتَظِرُوا إِنَّا مُنْتَظِرُونَ

Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau datangnya siksa Rabb-mu atau kedatangan beberapa ayat Rabb-mu. Pada hari datangnya beberapa ayat Rabb-mu, maka iman seseorang sudah tidak lagi berguna, yang sebelumnya itu tidak pernah beriman atau selama dalam imannya itu dia tidak pernah melakukan kebajikan. Katakanlah: “Tunggullah, sesungguhnya Kami akan menunggu”. (Al An’am/6:158)

Dalam surat yang lain Allah Swt berfirman,

وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

“Taubat itu bukanlah bagi orang-orang yang berbuat kemaksiyatan, sehingga apabila kematian telah datang kepada seseorang di antara mereka lalu ia berkata: “Sungguh sekarang ini aku taubat” dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati dalam keadaan kafir. Bagi mereka Kami sediakan siksa yang pedih“. (An Nisa/4:18).

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ.

“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama (ruh) belum sampai di tenggorokan“.

Syarat-Syarat Taubat

Para ulama menjelaskan syarat-syarat taubat yang diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai berikut:

  1. الإِقْلاَعُ (al iqla’u), orang yang berbuat dosa harus berhenti dari perbuatan dosa dan maksiat yang selama ini ia pernah lakukan.
  2. النَّدَمُ (an nadamu), dia harus menyesali perbuatan dosanya itu.
  3. اَلْعَزْمُ (al ‘azmu), dia harus mempunyai tekad yang bulat untuk tidak mengulangi perbuatan itu.

Jika perbuatan dosanya itu ada hubungannya dengan orang lain, maka di samping tiga syarat di atas, ditambah satu syarat lagi, yaitu harus ada pernyataan bebas dari hak kawan yang dirugikan itu. Jika yang dirugikan itu hartanya, maka hartanya itu harus dikembalikan. Jika berupa tuduhan jahat, maka ia harus meminta maaf, dan jika berupa ghibah atau umpatan, maka ia harus bertaubat kepada Allah dan tidak perlu minta maaf kepada orang yang diumpat.[9]

Di samping syarat-syarat di atas, dianjurkan pula bagi orang yang bertaubat untuk melakukan shalat dua raka’at yang dinamakan Shalat Taubat, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْباً ثُمَّ يَقُوْمُ فَيَتَطَهَّرُ ثُمَّ يُصَلِّى ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ إِلاَّ غَفَرَ اللهُ لَهُ ثُمَّ قَرَأَ هَذَهِ الآيَةَ (وَالَّذِيْنَ إِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوْا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوْا اللهَ فَاسَتَغَفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْ.

“Jika seorang hamba berbuat dosa kemudian ia pergi bersuci (berwudhu’), lalu ia shalat (dua raka’at), lalu ia mohon ampun kepada Allah (dari dosa tersebut), niscaya Allah akan ampunkan dosanya“.

Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini:

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Dan orang-orang yang apabila mengejakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat kepada Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui“. (Ali Imran/3:135).

Tingkatan Manusia yang Bertaubat Kepada Allah Swt

Tingkatan Pertama : Yaitu orang yang istiqamah dalam taubatnya hingga akhir hayatnya. Ia tidak berkeinginan untuk mengulangi lagi dosanya dan ia berusaha membereskan semua urusannya yang ia pernah keliru (salah). Tetapi ada sedikit dosa-dosa kecil yang terkadang masih ia lakukan, dan memang semua manusia tidak bisa lepas dari dosa-dosa kecil ini, namun ia selalu bersegera untuk beristighfar dan berbuat kebajikan, ia termasuk orang sabiqun bil khairat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

… وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللهِ …

“Di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah ..” (Fathir/35: 32)

Taubatnya dikatakan taubat nashuha, yakni taubat yang benar dan ikhlas. Nafsu yang demikian dinamakan nafsu muthmainnah.

Tingkatan Kedua : Yaitu orang yang menempuh jalannya orang-orang yang istiqamah dalam semua perkara ketaatan dan menjauhkan semua dosa-dosa besar, tetapi ia terkena musibah, yaitu sering melakukan dosa-dosa kecil tanpa sengaja. Setiap ia melakukan dosa-dosa itu, ia mencela dirinya sendiri dan menyesali perbuatannya. Orang-orang ini akan mendapakan janji kebaikan dari Allah Subhanahu w Ta’ala. Allah Swt  berfirman :

الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ

“(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Rabb-mu Maha Luas ampunanNya…” (An Najm 53:32)

Dan nafsu yang demikian dinamakan nafsu lawwamah.

وَلآأُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

“Dan aku bersumpah dengan nafsu lawwamah (jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri)“. (Al Qiyamah/75: 2)

Tingkatan Ketiga : Orang yang bertaubat dan istiqamah dalam taubatnya sampai satu waktu, kemudian suatu saat ia mengerjakan lagi sebagian dari dosa-dosa besar karena ia dikalahkan oleh syahwatnya. Kendati demikian ia masih tetap menjaga perbuatan-perbuatan yang baik dan masih tetap taat kepada Allah. Ia selalu menyiapkan dirinya untuk bertaubat dan berkeinginan agar Allah mengampuni dosa-dosanya. Keadaan orang ini sebagaimana yang Allah firmankan:

وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا عَمَلًا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampuradukkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang“. (At Taubah/9:102).

Nafsu inilah yang disebut nafsu mas-ulah

Tingkatan ketiga ini berbahaya, karena bisa jadi ia menunda taubatnya dan mengakhirkannya. Bahkan ada kemungkinan, sebelum ia berkesempatan untuk bertaubat, Malaikat Maut telah diperintah Allah k untuk mencabut ruhnya, sedangkan amal-amal manusia dihisab menurut akhir kehidupan manusia, menjelang mati.

Tingkatan Keempat : Yaitu orang yang bertaubat, tetapi taubatnya hanya sementara waktu saja, kemudian ia kembali lagi melakukan dosa-dosa dan maksiat, tidak peduli terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan Allah, serta tidak ada rasa menyesal terhadap dosa-dosanya. Nafsu sudah menguasai kehidupannya serta selalu menyuruh kepada perbuatan-perbuatan yang jelek. Ia termasuk orang yang terus-menerus dalam perbuatan dosa. Bahkan ia sudah sangat benci kepada orang-orang yang berbuat baik, dan malah menjauhinya. Nafsu yang demikian ini dinamakan nafsul ammarah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabb-ku. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang“. (Yusuf/12:53)

Tingkatan keempat ini sangat berbahaya, dan bila ia mati dalam keadaan demikian, maka ia termasuk su’ul khatimah (akhir kehidupan yang jelek).

Janji Allah Kepada Orang yang Bertaubat dan Istiqamah Dalam Taubatnya

1. Taubat menghapuskan dosa-dosa, seolah-olah ia tidak berdosa.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ.

“Orang yang bertaubat dari dosa seolah-olah ia tidak berdosa“. Allah Azza wa Jalla berfirman:

إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Kecuali orang-orang yang bertaubat beriman dan beramal shalih, maka Allah akan ganti kejahatan mereka dengan kebajikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al Furqan/25:70).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَيَتَمَنَّيَنَّ أَقْوَامٌ لَوْ أَكْثَرُوْا مِنَ السَّيْئَاتِ الَّذِيْنَ بَدَّلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ.

“Sesungguhnya ada beberapa kaum bila mereka banyak berbuat kesalahan-kesalahan, mereka bercita-cita menjadi orang-orang yang Allah Swtmengganti kesalahan-kesalahan mereka dengan kebajikan“.

2. Allah berjanji menerima taubat mereka. Allah Swt  berfirman:

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hambaNya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (At Taubah 9:104)

Juga firmanNya:

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, kemudian tetap (istiqamah) di jalan yang benar“.(Thaha/20:82).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda 

مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللهُ عَلَيْهِ.

“Barangsiapa taubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan menerima taubatnya“.

3. Orang yang istiqamah dalam taubatnya adalah sebaik-baik manusia.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.

“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat“.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَوْ أَنَّ الْعِبَادَ لَمْ يُذْنِبُوْا، لَخَلَقَ اللهُ خَلْقًا يُذْنِبُوْنَ ثُمَّ يَسْتَغْفِرُوْنَ، ثُمَّ يَغْفِرُ لَهُمْ وَهُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

“Seandainya hamba-hamba Allah tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan menciptakan makhluk yang berbuat dosa kemudian mereka istighfar (minta ampun kepada Allah), kemudian Allah mengampuni dosa mereka dan Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang“.

Terapi Mujarab Agar Bisa Istiqamah Dalam Taubat dan Tidak Terus Menerus Berbuat Dosa dan Maksiat

Setiap penyakit ada obatnya dan setiap penyakit ada ahli yang dapat menangani untuk menyembuhkannya. Obat penyakit-penyakit badan dan anggota tubuh manusia bisa diserahkan kepada dokter, tetapi penyakit hati hanya bisa diobati dengan kembali kepada agama yang benar.

Hati yang lalai merupakan pokok segala kesalahan. Dan penyakit hati ini lebih banyak dari penyakit badan, karena orang tersebut tidak merasa bahwa dirinya sedang sakit. Akibat yang ditimbulkan dari penyakit ini, seolah-olah tidak dapat tampak di dunia. Oleh karena itu, obat yang mujarab bagi penyakit ini, sesudah ia kembali ke agama yang benar ialah:

Mengingat ayat-ayat Allah Azza wa Jalla yang menakutkan dan mengerikan tentang siksa yang pedih bagi orang yang berbuat dosa dan maksiat. Bacalah juz ‘Amma beserta artinya, dan sebaiknya hafalkanlah.

Bacalah hikayat para nabi ‘alaihimush shalatu was salam bersama ummatnya dan para salafush shalih, dan musibah-musibah yang menimpa mereka beserta ummatnya disebabkan dosa yang mereka lakukan.

Ingatlah, bahwa setiap dosa dan maksiat berakibat buruk di dunia maupun akhirat.

Ingat dan perhatikanlah satu per satu ayat-ayat Al Qur`an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengisahkan tentang siksa akibat perbuatan dosa, seperti dosa minum khamr, dosa riba, dosa zina, dosa khianat, dosa ghibah, dosa membunuh, dan lain-lain.

Bacalah istighfar dan sayyidul istighfar setiap hari.

Sayyidul istighfar, do’a memohon ampun kepada Allah

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْلِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.

“Ya Allah, Engkau adalah Rabb-ku, tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) kecuali Engkau, Engkau-lah yang menciptakanku. Aku adalah hambaMu. Aku akan setia pada perjanjianku denganMu semampuku. Aku berlindung kepadaMu dari kejelekan (apa) yang telah kuperbuat. Aku mengakui nikmatMu (yang diberikan) kepadaku, dan aku mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau“.

Do’a memohon ampunan dan rahmat Allah

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tin-dakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir“.(Ali Imran  3: 147)

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi“.(Al A’raf/7 :23)

Fiqhul Hadits

Pelajaran yang dapat diambil dari hadits dalam pembahasan ini ialah:

  1. Setiap manusia pernah berbuat dosa dan kesalahan.
  2. Kita wajib bertaubat dan meninggalkan semua sifat yang tercela.
  3. Bertaubat wajib dengan segera, tidak boleh ditunda.
  4. Beristighfar dan bertaubat itu hendaknya dilakukan dengan sungguh-sungguh dan berusaha mengadakan ishlah (perbaikan).
  5. Pintu taubat masih tetap terbuka siang dan malam.
  6. Allah Azza wa Jalla tidak akan menerima taubat, apabila ruh sudah berada di tenggorokan, dan apabila matahari telah terbit dari barat (hari Kiamat).
  7. Nabi Muhammad n setiap hari beristighfar dan bertaubat.
  8. Allah Swt cinta kepada orang-orang yang bertaubat. Allah Azza wa Jalla berfirman. إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (Al Baqarah 2:222)

Referensi Sebagai Berikut ini ;










Taubat berasal dari kata kerja taaba (tawaba yang artinya pulang, kembali, dan penyesalan)

Taubat berasal dari kata kerja taaba. Kata tersebut terbentuk dari huruf ta, wau, dan ba sehingga menjadi tawaba yang artinya pulang, kembali, dan penyesalan. Bertaubat menurut Al Quran dan as-Sunnah menjelaskan, ada beberapa hal yang harus terkumpul untuk memaknai arti taubat. Antara lain sebagai berikut:

Taubat adalah upaya untuk meninggalkan perbuatan dosa dengan diiringi keinginan kuat untuk tidak mengulanginya lagi. Allah SWT amat menyukai setiap hamba-Nya yang bertaubat.

  1. Meninggalkan perbuatan dosa
  2. Menyesali apa yang pernah dilakukan, minimal ada perasaan menyesal terhadap perbuatan tersebut. Adapun, kuat dan lemahnya penyesalan tergantung dari kualitas taubat.
  3. Mengetahui kehinaan perbuatan dosa.
  4. Keinginan keras dalam hati untuk tidak mengulangi perbuatan maksiatnya kembali.
  5. Memperbaiki apa yang mungkin dikerjakan, seperti mengembalikan barang yang diambil dan semacamnya.
  6. Taubat hanya boleh dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWT semata.
  7. Taubat hendaknya dilakukan sebelum napas sampai di tenggorokan, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang berasal dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah Swt menerima taubat seorang hamba selama napasnya belum sampai di tenggorokan." (HR. Ahmad)
  8. Taubat hendaknya dilakukan sebelum matahari terbit dari arah terbenamnya (barat). Sebagaimana disebutkan dalam sahih Muslim, dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari arah terbenamnya niscaya Allah Swt akan menerima taubatnya." (HR. Muslim)

Ibnu Fariz rahimahullah dalam kitabnya Mu'jam Maqaayiisil Lughah memaknai taubat sebagai kembali. Artinya, jika seseorang bertaubat atas dosa yang telah dia lakukan, maka dia meninggalkan dosa tersebut, bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya taubat.

Ibnu Manzur rahimahullah mengatakan, bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya taubat artinya kembali dan meninggalkan kebiasaan perbuatan maksiat menuju ketaatan kepada Allah SWT.

Taubat yang sebenarnya taubat ini tertuang dalam QS. At-Tahrim ayat 8 sebagai berikut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ تُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ يَوْمَ لَا يُخْزِى ٱللَّهُ ٱلنَّبِىَّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَعَهُۥ ۖ نُورُهُمْ يَسْعَىٰ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَٰنِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَآ أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَٱغْفِرْ لَنَآ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ yā

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. At-Tahrim: 8)

Perintah untuk bertaubat termaktub dalam beberapa ayat di Al Quran. Berikut ayat tentang taubat dalam Al Quran:

1. QS. An Nisa ayat 17

إِنَّمَا ٱلتَّوْبَةُ عَلَى ٱللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلسُّوٓءَ بِجَهَٰلَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُو۟لَٰٓئِكَ يَتُوبُ ٱللَّهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Arab-latin: innamat-taubatu 'alallāhi lillażīna ya'malụnas-sū`a bijahālatin ṡumma yatụbụna ming qarībin fa ulā`ika yatụbullāhu 'alaihim, wa kānallāhu 'alīman ḥakīmā

Artinya: "Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. An-Nisa: 17)

2. QS. An Nisa ayat 18

وَلَيْسَتِ ٱلتَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ حَتَّىٰٓ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ ٱلْمَوْتُ قَالَ إِنِّى تُبْتُ ٱلْـَٰٔنَ وَلَا ٱلَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

Arab-latin: wa laisatit-taubatu lillażīna ya'malụnas-sayyi`āt, ḥattā iżā ḥaḍara aḥadahumul-mautu qāla innī tubtul-āna wa lallażīna yamụtụna wa hum kuffār, ulā`ika a'tadnā lahum 'ażāban alīmā

Artinya: "Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang". Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih." (QS. An-Nisa: 18)

3. QS. Al Baqarah ayat 54

وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِۦ يَٰقَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنفُسَكُم بِٱتِّخَاذِكُمُ ٱلْعِجْلَ فَتُوبُوٓا۟ إِلَىٰ بَارِئِكُمْ فَٱقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ عِندَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ

Arab-latin: wa iż qāla mụsā liqaumihī yā qaumi innakum ẓalamtum anfusakum bittikhāżikumul-'ijla fa tụbū ilā bāri`ikum faqtulū anfusakum, żālikum khairul lakum 'inda bāri`ikum, fa tāba 'alaikum, innahụ huwat-tawwābur-raḥīm

Artinya: "Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang". (QS. Al-Baqarah: 54)

4. QS. Al Maidah ayat 39

فَمَن تَابَ مِنۢ بَعْدِ ظُلْمِهِۦ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Arab-latin: fa man tāba mim ba'di ẓulmihī wa aṣlaḥa fa innallāha yatụbu 'alaīh, innallāha gafụrur raḥīm

Artinya: "Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Maidah: 39)

Berikutnya ayat tentang taubat terdapat dalam Al Quran Surat Al An'am ayat 54

5. QS. Al-An'am ayat 54

وَإِذَا جَآءَكَ ٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِـَٔايَٰتِنَا فَقُلْ سَلَٰمٌ عَلَيْكُمْ ۖ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَىٰ نَفْسِهِ ٱلرَّحْمَةَ ۖ أَنَّهُۥ مَنْ عَمِلَ مِنكُمْ سُوٓءًۢا بِجَهَٰلَةٍ ثُمَّ تَابَ مِنۢ بَعْدِهِۦ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُۥ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Arab-latin: wa iżā jā`akallażīna yu`minụna bi`āyātinā fa qul salāmun 'alaikum kataba rabbukum 'alā nafsihir-raḥmata annahụ man 'amila mingkum sū`am bijahālatin ṡumma tāba mim ba'dihī wa aṣlaḥa fa annahụ gafụrur raḥīm

Artinya: "Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-An'am: 54)

6. QS. Al-A'raf ayat 153

وَٱلَّذِينَ عَمِلُوا۟ ٱلسَّيِّـَٔاتِ ثُمَّ تَابُوا۟ مِنۢ بَعْدِهَا وَءَامَنُوٓا۟ إِنَّ رَبَّكَ مِنۢ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

Arab-latin: wallażīna 'amilus-sayyi`āti ṡumma tābụ mim ba'dihā wa āmanū inna rabbaka mim ba'dihā lagafụrur raḥīm

Artinya: "Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-A'raf: 153)

7. QS. At-Taubah ayat 27

ثُمَّ يَتُوبُ ٱللَّهُ مِنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ عَلَىٰ مَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Arab-latin: ṡumma yatụbullāhu mim ba'di żālika 'alā may yasyā`, wallāhu gafụrur raḥīm

Artinya: "Sesudah itu Allah menerima taubat dari orang-orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. At-Taubah: 27)

8. QS. At-Taubah ayat 112

ٱلتَّٰٓئِبُونَ ٱلْعَٰبِدُونَ ٱلْحَٰمِدُونَ ٱلسَّٰٓئِحُونَ ٱلرَّٰكِعُونَ ٱلسَّٰجِدُونَ ٱلْءَامِرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱلنَّاهُونَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَٱلْحَٰفِظُونَ لِحُدُودِ ٱللَّهِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُؤْمِنِينَ

Arab-latin: attā`ibụnal-'ābidụnal-ḥāmidụnas-sā`iḥụnar-rāki'ụnas-sājidụnal-āmirụna bil-ma'rụfi wan-nāhụna 'anil-mungkari wal-ḥāfiẓụna liḥudụdillāh, wa basysyiril-mu`minīn

Artinya: "Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu." (QS. At-Taubah: 112)

9. QS. Hud ayat 3

وَأَنِ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوٓا۟ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَٰعًا حَسَنًا إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِى فَضْلٍ فَضْلَهُۥ ۖ وَإِن تَوَلَّوْا۟ فَإِنِّىٓ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ

Arab-latin: wa anistagfirụ rabbakum ṡumma tụbū ilaihi yumatti'kum matā'an ḥasanan ilā ajalim musamman wa yu`ti kulla żī faḍlin faḍlah, wa in tawallau fa innī akhāfu 'alaikum 'ażāba yauming kabīr

Artinya: "dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat." (QS. Hud: 3)

10. QS. An-Nahl ayat 119

ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا۟ ٱلسُّوٓءَ بِجَهَٰلَةٍ ثُمَّ تَابُوا۟ مِنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ وَأَصْلَحُوٓا۟ إِنَّ رَبَّكَ مِنۢ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

Arab-latin: ṡumma inna rabbaka lillażīna 'amilus-sū`a bijahālatin ṡumma tābụ mim ba'di żālika wa aṣlaḥū inna rabbaka mim ba'dihā lagafụrur raḥīm

Artinya: "Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nahl: 119).

Referensi sebagai berikut ini ;










Tuntunan Bertaubat kepada Allah SWT Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Taubat dalam Al Quran : Al Quran memberi perhatian yang besar terhadap taubat dalam banyak ayat-ayat yang tersebar dalam surah-surah Makkiah atau Madaniah. Kita akan membaca ayat-ayat itu nantinya, InsyaAllah.

"Bertaubatlah kepada Allah SWT dengan Taubat yang semurni-murninya". Di antara perintah yang paling tegas untuk melaksanakan taubat dalam Al Quran adalah firman Allah SWT : "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu" (QS. At Tahrim: 8).

Ini adalah perintah yang lain dari Allah SWT dalam Al Quran kepada manusia untuk melakukan taubat dengan taubat nasuha: yaitu taubat yang bersih dan benar. Perintah Allah SWT dalam Al Quran itu menunjukkan wajibnya pekerjaan ini, selama tidak ada petunjuk lain yang mengindikasikan pengertian selain itu. Sementara dalam ayat itu tidak ada petunjuk yang lain itu. Oleh karena itu, hendaknya seluruh kaum mu'min berusaha untuk menggapai dua hal atau dua tujuan yang pokok ini. Yaitu:

Menghapuskan dosa-dosa

Masuk ke dalam surga. Seluruh individu muslim amat membutuhkan dua hal ini: Pertama: agar kesalahannya dihapuskan, dan dosa-dosanya diampunkan. Karena manusia, disebabkan sifat kemanusiaannya, tidak mungkin terbebas dari kesalahan dan dosa-dosa. Itu bermula dari kenyatan elemen pembentukan manusia tersusun dari unsur tanah yang berasal dari bumi, dan unsur ruh yang berasal dari langit. Salah satunya menarik ke bawah sementara bagian lainnya mengajak ke atas. Yang pertama dapat menenggelamkan manusia pada perangai binatang atau lebih buruk lagi, sementara yang lain dapat mengantarkan manusia ke barisan para malaikat atau lebih tinggi lagi.

Oleh karena itu, manusia dapat melakukan kesalahan dan membuat dosa. Dengan kenyataan itu ia membutuhkan taubat yang utuh, sehingga ia dapat menghapus kesalahan yang diperbuatnya.

Kedua: agar ia dapat masuk surga. Siapa yang tidak mau masuk surga? Pemikiran yang paling berat menghantui manusia adalah: akan masuk kemana ia nantinya di akhirat. Ini adalah masalah ujung perjalanan manusia yang paling penting: apakah ia akan selamat di akhirat atau binasa? Apakah ia akan menang dan bahagia ataukah ia akan mengalami kebinasaaan dan penderitaan? Keberhasilan, kemenangan dan kebahagiaan adalah terdapat dalam surga. Sedangkan kebinasaan, kekecewaan serta penderitaan terdapat dalam neraka: "Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh dia telah beruntung. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan" (QS. Ali Imran: 185).

Taubat dari dosa yang dilakukan oleh seorang mu'min, dan saat itu ia sedang berusaha menuju kepada Allah SWT, dalah kewajiban agama. Diperintahkah oleh Al Quran, didorong oleh sunnah, serta disepakati kewajibannnya oleh seluruh ulama, baik ulama zhahir maupun ulama bathin. Atau ulama fiqh dan ulama suluk. Hingga Sahl bin Abdullah berkata: Barangsiapa yang berkata bahwa taubat adalah tidak wajib maka ia telah kafir, dan barangsiapa yang menyetujui perkataan seperti itu maka ia juga kafir. Dan ia berkata: "Tidak ada yang lebih wajib bagi makhluk dari melakukan taubat, dan tidak ada hukuman yang lebih berat atas manusia selain ketidak tahuannya akan ilmu taubat, dan tidak menguasai ilmu taubat itu (Di sebutkan oleh Abu Thalib Al Makki dalam kitabnya Qutul Qulub, juz 1 hal. 179).

Bertaubatlah Kalian Semua Kepada Allah SWT, Wahai Orang-orang yang Beriman. Di antara ayat Al Quran yang berbicara tentang taubat adalah firman Allah Swt :

"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung" (QS. An-Nur: 31).

Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan kepada seluruh kaum mu'minin untuk bertaubat kepada Allah SWT, dan tidak mengecualikan seorangpun dari mereka. Meskipun orang itu telah demikian taat menjalankan syari'ah, dan telah menanjak dalam barisan kaum muttaqin, namun tetap ia memerlukan taubat. Di antara kaum mu'minin ada yang bertaubat dari dosa-dosa besar, jika ia telah melakukan dosa besar itu. Karena ia memang bukan orang yang ma'shum (terjaga dari dosa). Di antara mereka ada yang bertaubat dari dosa-dosa kecil, dan sedikit sekali orang yang selamat dari dosa-dosa macam ini. Dari mereka ada yang bertaubat dari melakukan yang syubhat. Dan orang yang menjauhi syubhat maka ia telah menyelamatkan agama dan nama baiknya. Dan diantara mereka ada yang bertaubat dari tindakan-tindakan yang dimakruhkan. Dan di antara mereka malah ada orang yang melakukan taubat dari kelalaian yang terjadi dalam hati mereka. Dan dari mereka ada yang bertaubat karena mereka berdiam diri pada maqam yang rendah dan tidak berusaha untuk mencapai maqam yang lebih tinggi lagi.

Taubat orang awam tidak sama dengan taubat kalangan khawas, juga tidak sama dengan taubat kalangan khawas yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu ada yang mengatakan: "Kebaikan kalangan abrar adalah kesalahan orang-orang kalangan muqarrabin!" Namun, dalam ayat itu, semua mereka diperintahkan untuk melakukan taubat, agar mereka selamat.

Pengarang kitab Al Qamus memberikan komentar atas ayat ini dalam kitabnya (Al Bashair): Ayat ini terdapat dalam kelompok surah Madaniyyahh . Allah tujukan kepada kaum yang beriman dan kepada makhluk-makhluk-Nya yang baik, agar mereka bertaubat kepada-Nya, setelah mereka beriman, sabar, hijrah dan berjihad. Kemudian mengaitkan keberuntungan dengan taubat "agar kalian beruntung". Yaitu mengaitkan antara sebab dengan yang disebabkan. Dan menggunakan dengan 'adat' "la'alla" untuk memberikan pengertian pengharapan. Yaitu jika kalian bertaubat maka kalian diharapkan akan mendapatkan keberuntungan, dan hanya orang yang bertaubat yang berhak mengharapkan keberuntungan itu.

Sebagian ulama suluk berkata: Taubat adalah wajib bagi seluruh manusia, hingga bagi para nabi dan wali-wali sekalipun. Dan janganlah engkau duga bahwa taubat hanya khusus untuk Adam a.s. saja. Allah SWT befirman:

"Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia, kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dam memberinya petunjuk" (QS. Thahaa: 121-122).

Namun ia adalah hukum yang azali dan tertulis bagi umat manusia sehingga tidak mungkin dapat diterima sebaliknya. Selama sunnah-sunnah (ketentuan) Ilahi belum tergantikan. Maka kembali --yaitu dengan bertaubat,  kepada Allah SWT bagi setiap manusia adalah amat urgen, baik ia seorang Nabi atau orang yang berperangai seperti babi, juga bagi wali atau si pencuri. Abu Tamam berkata:

"Jangan engkau sangka hanya Hindun yang berhianat, itu adalah dorongan peribadi dan setiap orang dapat berlaku seperti Hindun!

Perkataan itu didukung oleh hadits:

"Seluruh kalian adalah pembuat salah dan dosa, dan orang yang berdosa yang paling baik adalah mereka yang sering bertaubat". Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya dari Anas. Juga taubat itu adalah wajib bagi seluruh manusia. Ia wajib dalam seluruh kondisi dan secara terus menerus. Pengertian itu dipetik dari dalil yang umum, Allah SWT berfirman: "dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah". Karena manusia tidak mungkin terbebaskan dari dosa yang diperbuat oleh anggota tubuhnya. Hingga para nabi dan orang-orang yang saleh sekalipun. Dalam Al Quran dan hadits disebutkan tentang dosa-dosa mereka, serta taubat dan tangisan sesal mereka.

Jika suatu saat orang terbebas dari maksiat yang dilakukan oleh tubuhnya, maka ia tidak dapat terlepas dari keinginan berbuat maksiat dalam hatinya. Dan jikapun tidak ada keinginan itu, dapat pula ia merasakan was-was yang ditiupkan oleh syaitan sehingga ia lupa dari dzikir kepada Allah SWT. Dan jika tidak, dapat pula ia mengalami kelalaian dan kurang dalam mencapai ilmu tentang Allah SWT, sifat-sifat-Nya serta perbuatan-perbuatan-Nya. Semua itu adalah kekurangan dan masing-masing mempunyai sebabnya. Dan membiarkan sebab-sebab itu dengan menyibukkan diri dengan pekerjaan yang berlawanan berarti mengembalikan diri ke tingkatannya yang rendah. Dan manusia berbeda-beda dalam kadar kekurangannya, bukan dalam kondisi asal mereka (Lihat: Syarh Ainul Ilmi wa Zainul Hilm, juz 1 hal. 175. Kitab ini adalah mukhtasar (ringkasan) kitab Ihya Ulumuddin).

Orang yang tidak Bertaubat adalah Orang yang Zhalim

Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita -wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita yang lain (karena) boleh Jadi wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk pangggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS .Al Hujurat: 11)

Setelah Allah SWT melarang kaum mu'minin untuk mencela seorang muslim --baik ia laki-laki atau perempuan-- serta mengejeknya dengan ucapan yang menyakitkan atau membuatnya susah; dan al-Quran menganggap orang yang mengejek sesama muslim sebagai orang yang mengejek dirinya sendiri, karena kaum muslimin adalah seperti satu tubuh; Al-Quran juga melarang untuk saling panggil memanggil dengan panggilan yang buruk yang tidak disenangi orang. Perbuatan itu semua akan memindahkan manusia dari derajat keimanan ke derajat kefasikan. Dari seorang mu'min menjadi seorang fasik, dan nama yang paling buruk setelah keimanan adalah kefasikan itu.

Kemudian Allah SWT berfirman:

"Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim". Ini adalah dalil akan kewajiban bertaubat. Karena jika ia tidak bertaubat maka ia akan menjadi orang-orang zhalim. Dan orang-orang yang zhalim tidak akan beruntung.

"Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan beruntung." (QS. Yusuf: 23)

Juga tidak dicintai Allah SWT:

"Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim."( QS. Ali 'Imran: 57).

Serta mereka tidak mendapatkan petunjuk dari Allah SWT:

"Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al Maidah: 51).

Dan mereka juga tidak selamat dari api neraka: "Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut." (QS. Maryam: 71-72.).

Ayat-ayat yang lain:

Di antara ayata-yat Al Quran yang mengajak kepada taubat dan menganjurkannya, serta menjelaskan keutamaannya dan buahnya adalah firman Allah SWT:

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222).

Mengajak Kaum Musyrikin dan Kaum Kafir untuk Bertaubat

Di antara ayat-ayat Al Quran ada yang mengajak kaum musyrikin untuk bertaubat, serta membukan pintu bagi mereka untuk bergabung dalam masyarakat muslim, serta menjadi saudara seiman mereka. Seperti firman Allah SWT dalam surah at-Taubah setelah memerintahkan untuk memerangi kaum musyrikin yang melanggar perjanjian damai:

"Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. at-Taubah: 5).

"Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama." (QS. At-Taubah: 11)

Al Quran juga mengajak orang-orang Kristen untuk bertaubat dari perkataan mereka tentang ketuhanan al Masih atau ia sebagai satu dari tiga oknum tuhan! Sedangkan ia sebetulnya hanyalah seorang hamba Allah. Dan baginya telah terjadi apa yang terjadi bagi manusia biasa. Serta Al Quran mengajak untuk menyembah Allah SWT saja.

Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah al Masih putera Maryam", padahal al-Masih (sendiri) berkata: "Hai bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: " bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepadaNya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al Maidah: 72-74 ).

Bahkan Allah SWT Yang Maha Pemurah juga membuka pintu taubat bagi orang-orang kafir yang telah demikian keji menyiksa kaum mu'mimin dan mu' minat, serta telah melemparkan kaum mu'minin itu ke dalam api yang panas:

"Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar. Ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang beriman." (QS. al Buruj: 5-7.)

Allah SWT berfirman setelah menyebutkan kisah mereka itu, bahwa mereka membenci kaum mu'minin itu semata karena kaum mu'minin beriman kepada Allah SWT semata.

Allah SWT befirman:

"Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mu'min laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka azab jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar." (QS. al Buruuj: 10).

Hasan al Bashri mengomentari ayat ini: "lihatlah kedermawanan dan kemurahan Allah SWT ini: mereka membunuh para wali-Nya, dan Dia kemudian mengajak mereka itu untuk bertaubat dan meminta ampun kepada-Nya."

Hingga kemurtadan, yaitu orang yang kafir setelah iman- taubat mereka masih dapat diterima. Allah SWT berfirman: "Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjukki orang-orang yang zalim. Mereka itu balasannya ialah: Bahwasanya la'nat Allah ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) la'nat para malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalamnya, tidak diringankan siksa dari mereka, dan tidak (pula) mereka diberi tangguh, kecuali orang-orang yang taubat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 86-89).

Referensi sebagai berikut ini ;