Sudah Taubat Lalu Bermaksiat Lagi Apakah Dapat Diterima Taubatnya? Orang berbuat maksiat lalu taubat, kemudian bermaksiat lagi, kemudian taubat lagi. Apakah taubatnya diterima? Pintu Taubat Dibuka Lebar
Pintu Taubat Dibuka Lebar
Sungguh Allah Ta’ala telah melapangkan dan melonggarkan serta memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada kita untuk bertaubat kepada-Nya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ النَّهَارِ ، وَبِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ اللَّيْلِ
“Sungguh, Allah meluaskan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat dari hamba yang bermaksiat di siang hari. Dan Allah meluaskan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat dari hamba yang bermaksiat di malam hari” (HR. Muslim no.7165)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لمَ ْيُغَرْغِرْ
“Sungguh Allah menerima taubat hamba-Nya selama nyawa belum sampai di kerongkongan” (HR. At Tirmidzi, 3880. Ia berkata: “Hadits ini hasan gharib”. Di-hasan-kan oleh Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi).
Kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga telah mengabarkan kepada kita kisah seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang:
فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنَ تَوْبَةٍ فَقَالَ لاَ. فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ
“Lelaki tersebut ditunjukkan kepada seorang ahli ibadah, ia mendatanginya dan bertanya: ‘Aku telah membunuh 99 orang. Apakah aku masih bisa bertaubat?’. Ahli ibadah tadi berkata: ‘Tidak’. Lelaki tersebut pun membunuhnya hingga genaplah 100 orang. Kemudian ia bertanya kepada penduduk yang paling alim, dan ia pun ditunjukkan kepada seorang ulama. Ia kemudian bertanya: ‘Aku telah membunuh 100 orang. Apakah aku masih bisa bertaubat?’. Ulama tadi berkata: ‘Ya. Memangnya siapa yang bisa menghalangimu untuk mendapatkan taubat?’” (HR. Muslim, no.7184)
Maka siapakah yang bisa menghalangi anda dari taubat, saudaraku? Kesempatan selalu terbuka lebar!
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang Allah kehendaki” (QS. An Nisa: 48)
Bahkan dosa syirik! Ketika seorang musyrik bertaubat kepada Allah dan ia kembali ke jalan Allah Ta’ala, maka tidak ada yang dapat menghalangi ia dari Allah. Bahkan, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengabarkan bahwa orang musyrik dari kalangan ahlul kitab yang bertaubat, ia mendapat dua pahala dari taubatnya.
Mengulang Dosa Setelah Taubat
Memang demikianlah sifat dasar manusia, berbuat kesalahan tidak hanya sekali namun berkali-kali. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap manusia pasti banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang sering bertaubat” (HR. Tirmidzi no.2687. At Tirmidzi berkata: “Hadits ini gharib”. Di-hasan-kan Al Albani dalam Al Jami Ash Shaghir, 291/18).
Perhatikan dalam hadits ini digunakan kata خطاء yang artinya: banyak berbuat salah. Namun kata Nabi setelah itu, “sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang sering bertaubat”. Ini isyarat bahwa orang yang dosanya banyak, termasuk orang yang mengulang dosa yang sama setelah taubat, tetap akan diterima taubatnya.
Juga dalam sebuah hadits shahih disebutkan:
أإِنَّ عَبْدًا أَصَابَ ذَنْبًا فَقَالَ يَا رَبِّ إِنِّى أَذْنَبْتُ ذَنْبًا فَاغْفِرْ لِى فَقَالَ رَبُّهُ عَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ فَغَفَرَ لَهُ ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَصَابَ ذَنْبًا آخَرَ وَرُبَّمَا قَالَ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ فَقَالَ يَا رَبِّ إِنِّى أَذْنَبْتُ ذَنْبًا آخَرَ فَاغْفِرْ لِى قَالَ رَبُّهُ عَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ فَغَفَرَ لَهُ ثُمَّ مَكَثَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أَصَابَ ذَنْبًا آخَرَ وَرُبَّمَا قَالَ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ فَقَالَ يَا رَبِّ إِنِّى أَذْنَبْتُ ذَنْبًا آخَرَ فَاغْفِرْ لِى فَقَالَ رَبُّهُ عَلِمَ عَبْدِى أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ فَقَالَ رَبُّهُ غَفَرْتُ لِعَبْدِى فَلْيَعْمَلْ مَا شَاءَ
“Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu ia berkata: ‘Ya Rabbi, aku telah berbuat dosa, ampunilah aku’. Lalu Allah berfirman: ‘Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa’. Lalu dosanya diampuni. Dan berjalanlah waktu, lalu ia berbuat dosa lagi. Ketika berbuat dosa lagi ia berkata: ‘Ya Rabbi, aku telah berbuat dosa lagi, ampunilah aku’. Lalu Allah berfirman: ‘Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa’. Lalu dosanya diampuni. Dan berjalanlah waktu, lalu ia berbuat dosa lagi. Ketika berbuat dosa lagi ia berkata: ‘Ya Rabbi, aku telah berbuat dosa lagi, ampunilah aku’. Lalu Allah berfirman: ‘Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa’. Lalu dosanya diampuni. Lalu Allah berfirman: ‘Aku telah ampuni dosa hamba-Ku, maka hendaklah ia berbuat sesukanya’” (HR. Bukhari no. 7068).
Dalam Fathul Baari dijelaskan Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: “Makna dari firman Allah ‘Aku telah ampuni dosa hamba-Ku, maka hendaklah ia berbuat sesukanya‘ adalah: ‘Selama engkau selalu bertaubat setiap kali bermaksiat, Aku telah ampuni dosamu’”. Beliau juga membawakan perkataan Imam An Nawawi: “Jika seseorang berbuat dosa seratus kali, seribu kali, atau bahkan lebih banyak, dan setiap berbuat dosa ia bertaubat, maka taubatnya diterima. Bahkan jika dari ribuan perbuatan dosa tadi setelahnya ia hanya sekali bertaubat, taubatnya pun diterima” (Fathul Baari, 89/21).
Apakah Ini Kabar Gembira Untuk Ahli Maksiat?
Tentu ini bukan angin segar untuk terus berbuat maksiat. Karena seseorang bermaksiat hendaknya ia sadari bahwa belum tentu ia mendapatkan taufiq untuk bertaubat nasuha setelah maksiat dan belum tentu ia mati dalam keadaan sudah bertaubat. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا
“Sungguh setiap amal tergantung pada bagian akhirnya” (HR. Bukhari no. 6493).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
الرجلَ ليعمل الزمنَ الطويلَ بعمل أهلِ الجنَّةِ ، ثم يُختَمُ له عملُه بعمل أهلِ النَّارِ ، و إنَّ الرجلَ لَيعمل الزمنَ الطويلَ بعملِ أهلِ النَّارِ ثم يُختَمُ [ له ] عملُه بعمل أهلِ الجنَّةِ
“Ada seseorang yang ia sungguh telah beramal dengan amalan penghuni surga dalam waktu yang lama, kemudian ia menutup hidupnya dengan amalan penghuni neraka. Dan ada seseorang yang ia sungguh telah beramal dengan amalan penghuni neraka dalam waktu yang lama, lalu ia menutup hidupnya dengan amalan penghuni surga” (HR. Al Bukhari no. 2898, 4282, Muslim no. 112, 2651).
Maka teruslah istiqamah menjauhi maksiat dan terus bertaubat kepada Allah, semoga kita dimatikan di atas kebaikan.