Pasti terbesit dan mungkin saja tertancap kuat pola pikir “menikah dulu, rejeki nanti pasti ikut”, “menikah saja, pintu rejeki akan terbuka setelah menikah”. Apakah salah pola pikir seperti ini? Mengingat angka perceraian terbesar berangkat dari kasus perekonomian.
Pola pikir di atas bisa jadi salah dan juga bisa jadi benar. Pasalnya ada beberapa hal yang harus diketahui agar pola pikir tersebut bisa jadi benar.
Pertama, Allah menyebutkan dalam Firman-Nya:
وَأَنكِحُواْ ٱلۡأَيَٰمَىٰ مِنكُمۡ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنۡ عِبَادِكُمۡ وَإِمَآئِكُمۡۚ إِن يَكُونُواْ فُقَرَآءَ يُغۡنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ ٣٢
Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S: An-Nur: 32)
Menurut Syeikh Fakruddin ar-Rozi dalam kitab Tafsir ar-Rozi Mafatih al-Ghaibnya, kalimat “Allah akan memampukan mereka dengan Fadl-Nya” bukan berarti Allah berjanji untuk membuat mereka kaya, akan tetapi Allah akan mencukupkan kehidupan rumah tangga mereka dengan Fadl (Karunia)-Nya. Karunia yang Allah limpahkan bisa berupa banyak hal; pahala, ketenangan, rumah tangga yang penuh berkah, kebahagiaan dan masih banyak lagi.
Sayyidina Abu Bakar pernah berkata bahwa “Taatlah kamu kepada Allah dalam hal yang diperintahkan (menikah). Maka Allah akan melaksanakan janjiNya (mencukupi kehidupan rumah tangga kalian)”. Ibnu Abbas pun pernah menyampaikan bahwa “Carilah Rezeki-rezeki kalian sebab menikah”.
Kedua, memiliki pasangan yang tepat. Mengapa menggunakan istilah “pasangan yang tepat” dalam pembahasan ini? Karena sudah jadi rahasia umum bahwa setiap rumah tangga pastinya akan menghadapi masa-masa dimana suami istri dihadapkan dengan situasi keterbatasan bahkan kekurangan. Sekalipun keduanya sudah bekerja keras dan usaha maksimal untuk menghidupi perekonomian keluarga, pasti di tengah jalan akan mereka temui kerikil-kerikil yang menghambat perjalanan mereka.
Di sinilah suami istri diuji kesabarannya, dalam poin ini yang hendak penulis tekankan adalah posisi istri. Mengapa istri?
Disadari atau tidak, posisi istri sangat berpengaruh kepada ketentraman dan ketenangan bahtera rumah tangga. Pekerjaan ini bukan beban dan bukan bentuk tekanan kepada istri agar tetap menjaga keharmonisan rumah tangga, bukan. Inilah salah satu hikmah ditakdirkannya perempuan untuk laki-laki. Karena pada dasarnya, perempuan terbekali jiwa-jiwa kasih dan lembut, untuk urusan menenangkan sepertinya pantas disandangkan kepada jiwa satu ini, perempuan.
Harta akan datang dan pergi. Ketika memahami bahwa rezeki hanya berupa harta, maka kehidupan rumah tangga akan terasa sempit. Pelaku rumah tangga, utamanya suami dan istri akan susah untuk melihat sisi lain untuk bersyukur. Semisal, anak yang sholeh, keluarga yang sehat, hidup tenang. Andai semua manusia yakin akan Firman Allah di atas, tentu mereka tidak akan khawatir. Karena Allah tidak akan membiarkan HambaNya terlantar, selama hamba tersebut memegang teguh Syariat Tuhannya.
Maka dari itu agar pola pikir ini menjadi benar, hendaknya suami istri memahami betul bagaimana menyikapi perihal rejeki ini. Suami sepatutnya mendidik istri dan membekali istri agar tetap menerima atas apapun yang diberikan suami. Suamipun sadar diri untuk terus berusaha mencari rezeki untuk keluarga.
Memang satu masalah ini, masalah perekonomian bisa menjadi badai besar perusak sebuah rumah tangga. Bagaimana tidak, tanpa uang seseorang bisa bingung mau makan apa, belum jika dihadapkan dengan permintaan anak yang bermacam-macam. Namun juga jangan dilupakan, ada lagi badai lebih besar selain menghadapi perkara ekonomi yang kurang. Yakni istri yang susah nerima, istri yang hobi mengomel dan memaki suaminya.
Apa hanya istri yang harus paham? Tidak. Jaminan Allah akan terlaksana jika suami berusaha keras untuk mencukupi keluarganya. Jika sudah suami berusaha keras, kerja banting tulang dan istri tetap mengomel, maka sejatinya dia sudah menutup pintu rezeki dengan cara membanting sang pintu.
Referensi : Terbukanya Pintu Rezeki Setelah Menikah, Benarkah?