Kamis, 29 September 2022

Haji Karena Menggantikan Orang Lain Dengan Upah

Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum bagi orang yang karena pekerjaannya tidak dapat mabit di Mina pada hari-hari tasyriq ?  Jawaban Mabit di Mina gugur bagi orang-orang yang mempunya uzdur (alasan syar’i). Tapi bagi mereka wajib mengambil kesempatan sisa-sisa waktu untuk berdiam di Mina bersama jama’ah haji.  BERMALAM DI LUAR MINA PADA HARI-HARI TASYRIQ  Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum mabit di luar Mina pada hari-hari tasyriq, baik hal tersebut dilakukan dengan sengaja atau karena tiadanya tempat di Mina ? Dan kapan jama’ah haji boleh mulai meninggalkan Mina ?  Jawaban Menurut pendapat yang shahih bahwa mabit di Mina wajib pada malam ke-11 dan malam ke-12 Dzulhijjah. Pendapat ini adalah yang dinyatakan kuat oleh para peneliti hukum, Dan kewajban tersebut sama antara laki-laki dan perempuan. Tetapi jika tidak mendapatkan tempat di Mina maka gugur kewajiban dari mereka dan tidak wajib membayar kifarat. Namun bagi orang yang meninggalkannya tanpa alasan syar’i wajib menyembelih kurban.  Adapun waktu mulai meninggalkan Mina adalah setelah melontar tiga jumrah pada hari ke-12 Dzulhijjah setelah matahari condong ke barat. Tapi jika seseorang mengakhirkan pulang dari Mina hingga melontar tiga jumrah pada hari ke-13 Dzulhijjah setelah matahari condong ke barat maka hal itu lebih utama.  TIDAK BERMALAM DI MINA PADA HARI-HARI TASYRIQ TANPA ALASAN SYAR’I  Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum orang yang meninggalkan mabit di Mina tiga hari, atau dua hari bagi orang yang ingin mempercepat ? Apakah dia wajib membayar kifarat dengen menyembelih satu ekor kambing setiap hari yang terlewatkannya dalam mabit, ataukah hanya wajib menyembelih satu ekor kambing untuk dua atau tiga hari karena tidak mabit di Mina ? Kami mohon penjelasan hal tersebut beserta dalilnya.  Jawaban Orang yang meninggalkan mabit di Mina pada hari-hari tasyriq tanpa alasan syar’i maka dia telah meninggalkan ibadah yang disyariatkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perkataan dan perbuatannya serta penjelasannya tentang rukhsah bagi orang-orang yang berhalangan, seperti para pengembala dan orang-orang yang memberikan air minum denga air zamzam. Sedangkan rukshah adalah lawan kata keharusan. Karena itu mabit di Mina pada hari-hari tasyriq dinilai sebagai kewajiban dari beberapa kewajiban dalam haji menurut dua pendapat ulama yang paling shahih. Dan barangsiapa meninggalkan mabit tanpa halangan syar’i maka dia wajib menyembelih kurban. Sebab terdapat riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu.  “Barangsiapa yang meninggalkan satu ibadah (dalam haji) atau lupa darinya, maka dia wajib menyembelih kurban” [Hadits Riwayat Malik] Referensi : https://almanhaj.or.id/1989-tidak-bermalam-di-mina-pada-hari-tasyriq-tanpa-alasan-syari.html Pertanyaan.  Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Seseorang mengambil upah untuk haji (3000 riyal tanpa dam), dan dia melaksanakan haji dengan sempurna. Apakah dia mendapatkan pahala haji ? Ataukah pahala haji seperti itu hanya untuk orang yang meninggal yang digantikan dan orang yang membayar ongkos haji tersebut, sedangkan orang yang menggantikan haji dengan upah tidak mendapatkan pahala ?    Sebab ada sebagian orang yang memfatwakan bahwa orang yang haji dengan upah tidak mendapatkan pahala, tapi hanya mendapatkan upah haji yang telah diambilnya. Kami ingin mengetahui yang benar dalam ketidak jelasan ini. Mohon penjelasan.    Jawaban  Jika seseorang mengambil upah untuk menggantikan orang lain karena ingin mendapatkan dunia, maka dia dalam keadaan bahaya besar dan dikhawatirkan tidak diterima hajinya. Sebab dengan itu berarti dia lebih mengutamakan dunia atas akhirat. Tapi jika seseorang mengambil upah badal haji karena ingin mendapatkan apa yang di sisi Allah, memberikan kemanfaatan kepada suadaranya yang muslim dengan menggantikan hajinya, untuk bersama-sama kaum muslimin dalam mensyi’arkan haji, ingin mendapatkan pahala thawaf dan shalat di Masjidil haram, serta menghadiri majelis-majelis ilmu di tanah suci, maka dia mendapatkan keuntungan besar dan diharapakan dia mendapatkan pahala haji seperti pahala orang yang digantikannya.    MENINGGAL BELUM HAJI DAN TIDAK MEWASIATKAN    Oleh  Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz    Pertanyaan  Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika seorang meninggal dan tidak mewasiatkan kepada seseorangpun untuk menggantikan hajinya, apakah kewajiban haji dapat gugur darinya jika anaknya haji untuknya .?    Jawaban  Jika anaknya yang Muslim menggantikan haji bapaknya dan ia sendiri telah haji maka kewajiban haji orang tuanya telah gugur darinya. Demikian pula jika yang menggantikan haji selain anaknya dan dia juga telah haji untuk dirinya sendiri. Sebab terdapat hadits dalam shahihain dari Ibnu Abbas :    أَنَّ امْرَأَةً مِنْ خَثْعَمَ عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى الرَّاحِلَةِ فَهَلْ يَقْضِي عَنْهُ أَنْ أَحُجَّ عَنْهُ قَالَ نَعَم  “Bahwa seorang wanita dari suku Khats’am bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban Allah kepada hamba-hamba-Nya telah berlaku kepada ayahku yang sudah tua yang tidak mampu mengerjakan haji. Apakah aku dapat haji menggantikan dia ?”. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam berkata : ” Ya. “. [Muttafaqun ‘alaihi] Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum bagi orang yang karena pekerjaannya tidak dapat mabit di Mina pada hari-hari tasyriq ?  Jawaban Mabit di Mina gugur bagi orang-orang yang mempunya uzdur (alasan syar’i). Tapi bagi mereka wajib mengambil kesempatan sisa-sisa waktu untuk berdiam di Mina bersama jama’ah haji.  BERMALAM DI LUAR MINA PADA HARI-HARI TASYRIQ  Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum mabit di luar Mina pada hari-hari tasyriq, baik hal tersebut dilakukan dengan sengaja atau karena tiadanya tempat di Mina ? Dan kapan jama’ah haji boleh mulai meninggalkan Mina ?  Jawaban Menurut pendapat yang shahih bahwa mabit di Mina wajib pada malam ke-11 dan malam ke-12 Dzulhijjah. Pendapat ini adalah yang dinyatakan kuat oleh para peneliti hukum, Dan kewajban tersebut sama antara laki-laki dan perempuan. Tetapi jika tidak mendapatkan tempat di Mina maka gugur kewajiban dari mereka dan tidak wajib membayar kifarat. Namun bagi orang yang meninggalkannya tanpa alasan syar’i wajib menyembelih kurban.  Adapun waktu mulai meninggalkan Mina adalah setelah melontar tiga jumrah pada hari ke-12 Dzulhijjah setelah matahari condong ke barat. Tapi jika seseorang mengakhirkan pulang dari Mina hingga melontar tiga jumrah pada hari ke-13 Dzulhijjah setelah matahari condong ke barat maka hal itu lebih utama.  TIDAK BERMALAM DI MINA PADA HARI-HARI TASYRIQ TANPA ALASAN SYAR’I  Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum orang yang meninggalkan mabit di Mina tiga hari, atau dua hari bagi orang yang ingin mempercepat ? Apakah dia wajib membayar kifarat dengen menyembelih satu ekor kambing setiap hari yang terlewatkannya dalam mabit, ataukah hanya wajib menyembelih satu ekor kambing untuk dua atau tiga hari karena tidak mabit di Mina ? Kami mohon penjelasan hal tersebut beserta dalilnya.  Jawaban Orang yang meninggalkan mabit di Mina pada hari-hari tasyriq tanpa alasan syar’i maka dia telah meninggalkan ibadah yang disyariatkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perkataan dan perbuatannya serta penjelasannya tentang rukhsah bagi orang-orang yang berhalangan, seperti para pengembala dan orang-orang yang memberikan air minum denga air zamzam. Sedangkan rukshah adalah lawan kata keharusan. Karena itu mabit di Mina pada hari-hari tasyriq dinilai sebagai kewajiban dari beberapa kewajiban dalam haji menurut dua pendapat ulama yang paling shahih. Dan barangsiapa meninggalkan mabit tanpa halangan syar’i maka dia wajib menyembelih kurban. Sebab terdapat riwayat dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu.  “Barangsiapa yang meninggalkan satu ibadah (dalam haji) atau lupa darinya, maka dia wajib menyembelih kurban” [Hadits Riwayat Malik] Referensi : https://almanhaj.or.id/1989-tidak-bermalam-di-mina-pada-hari-tasyriq-tanpa-alasan-syari.html

Pertanyaan.

Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Seseorang mengambil upah untuk haji (3000 riyal tanpa dam), dan dia melaksanakan haji dengan sempurna. Apakah dia mendapatkan pahala haji ? Ataukah pahala haji seperti itu hanya untuk orang yang meninggal yang digantikan dan orang yang membayar ongkos haji tersebut, sedangkan orang yang menggantikan haji dengan upah tidak mendapatkan pahala ?


Sebab ada sebagian orang yang memfatwakan bahwa orang yang haji dengan upah tidak mendapatkan pahala, tapi hanya mendapatkan upah haji yang telah diambilnya. Kami ingin mengetahui yang benar dalam ketidak jelasan ini. Mohon penjelasan.


Jawaban

Jika seseorang mengambil upah untuk menggantikan orang lain karena ingin mendapatkan dunia, maka dia dalam keadaan bahaya besar dan dikhawatirkan tidak diterima hajinya. Sebab dengan itu berarti dia lebih mengutamakan dunia atas akhirat. Tapi jika seseorang mengambil upah badal haji karena ingin mendapatkan apa yang di sisi Allah, memberikan kemanfaatan kepada suadaranya yang muslim dengan menggantikan hajinya, untuk bersama-sama kaum muslimin dalam mensyi’arkan haji, ingin mendapatkan pahala thawaf dan shalat di Masjidil haram, serta menghadiri majelis-majelis ilmu di tanah suci, maka dia mendapatkan keuntungan besar dan diharapakan dia mendapatkan pahala haji seperti pahala orang yang digantikannya.


MENINGGAL BELUM HAJI DAN TIDAK MEWASIATKAN


Oleh

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz


Pertanyaan

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika seorang meninggal dan tidak mewasiatkan kepada seseorangpun untuk menggantikan hajinya, apakah kewajiban haji dapat gugur darinya jika anaknya haji untuknya .?


Jawaban

Jika anaknya yang Muslim menggantikan haji bapaknya dan ia sendiri telah haji maka kewajiban haji orang tuanya telah gugur darinya. Demikian pula jika yang menggantikan haji selain anaknya dan dia juga telah haji untuk dirinya sendiri. Sebab terdapat hadits dalam shahihain dari Ibnu Abbas :


أَنَّ امْرَأَةً مِنْ خَثْعَمَ عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا لا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى الرَّاحِلَةِ فَهَلْ يَقْضِي عَنْهُ أَنْ أَحُجَّ عَنْهُ قَالَ نَعَم

“Bahwa seorang wanita dari suku Khats’am bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban Allah kepada hamba-hamba-Nya telah berlaku kepada ayahku yang sudah tua yang tidak mampu mengerjakan haji. Apakah aku dapat haji menggantikan dia ?”. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam berkata : ” Ya. “. [Muttafaqun ‘alaihi]