Kamis, 29 September 2022

Tanya Jawab : Manfaat-Manfaat yang Dapat Diraih Dalam Haji

Pertanyaan.  Apakah manfaat-manfaat yang bisa ditemui kaum Muslimin dalam haji?  Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjawab: [1]  Ada banyak manfaat yang bisa disaksikan manusia dalam haji; baik yang terkait agama, kemasyarakatan maupun manfaat duniawi.  Adapun manfaat-manfaat bernuansa agama yaitu berupa manasik haji yang ditunaikan para jamaah haji. Juga kajian-kajian dan bimbingan yang dilakukan oleh para Ulama dari berbagai penjuru negeri. Begitu pula dengan infak (yaitu harta yang dikeluarkan oleh para jama’ah haji) yang ditunaikan untuk keperluan haji, sebab infak ini termasuk dalam kategori infak di jalan Allâh Subhanahu wa Ta’ala.  Sedangkan kemanfaatan yang bersifat kemasyarakatan atau sosial yaitu dengan saling mengenal antar sesama kaum Muslimin yang sedang menunaikan ibadah haji sehingga hati mereka terajut dalam persaudaraan, juga adanya kesempatan untuk saling berkaca dengan akhlak sesama Muslim sekaligus mengaplikasikannya, juga akan terjalin interaksi yang terpuji dan pendidikan yang bagus antara sesame. Ini semua bisa disaksikan oleh setiap orang yang cerdas dalam memperhatikannya.  Adapun kemanfaatan duniawi, bisa berupa pendapatan yang didapatkan oleh para pengusaha alat transportasi dan lainnya yang disewa untuk kepentingan haji. Demikian pula bisnis atau perniagaan yang dilakukan para jamaah yang mendatangkan suatu komoditas atau yang mereka import dari Mekkah. Dan manfaat-manfaat besar lainnya. Oleh karena itulah, Allâh Azza wa Jalla berfirman:  لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ  Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka. [Al-Hajj/ 22: 28]  Dalam ayat tersebut, Allâh Azza wa Jalla menggunakan bentuk shighat jamak (plural), bahkan shighatnya adalah shighat muntahal jumu’ (bentuk final dari jamak taksir yang menunjukkan makna yang sangat banyak)  Akan tetapi yang patut disayangkan, haji pada masa-masa sekarang ini bagi banyak orang tidak bisa memetik berbagai manfaat besar tersebut. Bahkan seolah-olah haji hanya sebatas perbuatan dan ucapan kosong nan rapuh, yang ada hanya bentuk fisik belaka. Maka tidak heran bila hal itu tidak bisa mendatangkan kekhusyukan dalam hati, tidak bisa mewujudkan keharmonisan dan keakraban antara sesame kaum Mukminin, tidak bisa pula menjadikan mereka bisa belajar dan mengkaji hal-hal terkait agama mereka. Bahkan mungkin saja ada sebagian dari mereka yang punya niat buruk untuk menyeru manusia menuju kepada kebatilan; baik itu dengan ucapan, ataupun dengan tindakan, seperti membagikan brosur-brosur yang menyesatkan dan merusak agama. Tentu saja ini adalah hal yang sangat menyedihkan. Ini termasuk perkara yang menjadikan ibadah haji mereka keluar dari tujuan ditetapkannya haji dalam syariat ini.  Melalui kesempatan ini, saya hendak memberikan nasihat kepada saudara-saudaraku para jamaah haji:  1. Mengikhlaskan niat hanya karena Allâh dalam berhaji, sehingga tidak ada maksud lain dalam berhaji kecuali hanya menggapai pahala Allâh Azza wa Jalla dan negeri Allâh yang mulia di surga.  2. Senantiasa berupaya untuk ittiba’ (mengikuti) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam secara sempurna dalam berhaji. Karena Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:  لِتَأْخُذُوا (عَنِّي) مَنَاسِكَكُمْ   Hendaklah kalian mengambil manasik haji kalian dariku.[2]  3. Berusaha maksimal untuk menjalin keharmonisan, keakraban antara kaum Muslimin dan saling bertukar informasi yang seharusnya mereka ketahui, berupa berbagai permasalahan kaum Muslimin, baik terkait problematika, agama, kemasyarakatan dan lain sebagainya.  4. Berlaku lembut kepada sesama jamaah haji di tempat-tempat manasik haji, misalnya saat thawaf, sa’i, lempar jamrah, saat bertolak menuju Arafah dan dari Arafah, dan saat-saat lainnya.  5. Berusaha maksimal untuk menunaikan manasik haji dengan penuh tenang dan khidmat. Jangan sampai seseorang melakukan haji, seolah-olah ia hendak menghadapi satu pasukan musuh, terutama saat lempar jamrah. Ada sebagian orang yang hendak melempar jamrah dengan luapan amarah dan emosi. Terkadang iapun mengucapkan kata-kata buruk yang tidak layak untuk diucapkan di tempat lain; lalu bagaimana pula bila kata-kata tersebut diucapkan di tempat ini?!  6. Agar menjauh sejauh-jauhnya dari tindakan menyakiti atau mengganggu, baik menyakiti secara materi maupun immateri. Misalnya tidak membuang kotoran di jalanan, tidak buang sampah sembarangan dan tindakan yang mengganggu lainnya. Juga tidak merokok di tengah-tengah orang-orang yang tidak suka akan hal tersebut. Padahal merokok sendiri adalah hal yang diharamkan, baik saat ihram maupun di luar ihram. Bila itu terjadi saat ihram, itu akan mengurangi pahala ihram, mengurangi pahala haji dan umrah. Karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:  فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ  Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (hubungan suami istri dan yang menjurus padanya), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji… [Al-Baqarah/ 2: 197]  Dan rokok hukumnya haram. Terus menerus melakukannya bisa menjadikannya sebagai dosa besar.  Yang jelas, seseorang saat berhaji hendaknya selalu dalam keadaan yang paling sempurna, dalam hal pelaksaan ajaran agama dan juga akhlak perangainya. Sehingga ia bisa mendapatkan rasa dan pengaruh dari haji tersebut.
Pertanyaan.

Apakah manfaat-manfaat yang bisa ditemui kaum Muslimin dalam haji?

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjawab: [1]

Ada banyak manfaat yang bisa disaksikan manusia dalam haji; baik yang terkait agama, kemasyarakatan maupun manfaat duniawi.

Adapun manfaat-manfaat bernuansa agama yaitu berupa manasik haji yang ditunaikan para jamaah haji. Juga kajian-kajian dan bimbingan yang dilakukan oleh para Ulama dari berbagai penjuru negeri. Begitu pula dengan infak (yaitu harta yang dikeluarkan oleh para jama’ah haji) yang ditunaikan untuk keperluan haji, sebab infak ini termasuk dalam kategori infak di jalan Allâh Subhanahu wa Ta’ala.

Sedangkan kemanfaatan yang bersifat kemasyarakatan atau sosial yaitu dengan saling mengenal antar sesama kaum Muslimin yang sedang menunaikan ibadah haji sehingga hati mereka terajut dalam persaudaraan, juga adanya kesempatan untuk saling berkaca dengan akhlak sesama Muslim sekaligus mengaplikasikannya, juga akan terjalin interaksi yang terpuji dan pendidikan yang bagus antara sesame. Ini semua bisa disaksikan oleh setiap orang yang cerdas dalam memperhatikannya.

Adapun kemanfaatan duniawi, bisa berupa pendapatan yang didapatkan oleh para pengusaha alat transportasi dan lainnya yang disewa untuk kepentingan haji. Demikian pula bisnis atau perniagaan yang dilakukan para jamaah yang mendatangkan suatu komoditas atau yang mereka import dari Mekkah. Dan manfaat-manfaat besar lainnya. Oleh karena itulah, Allâh Azza wa Jalla berfirman:

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ

Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka. [Al-Hajj/ 22: 28]

Dalam ayat tersebut, Allâh Azza wa Jalla menggunakan bentuk shighat jamak (plural), bahkan shighatnya adalah shighat muntahal jumu’ (bentuk final dari jamak taksir yang menunjukkan makna yang sangat banyak)

Akan tetapi yang patut disayangkan, haji pada masa-masa sekarang ini bagi banyak orang tidak bisa memetik berbagai manfaat besar tersebut. Bahkan seolah-olah haji hanya sebatas perbuatan dan ucapan kosong nan rapuh, yang ada hanya bentuk fisik belaka. Maka tidak heran bila hal itu tidak bisa mendatangkan kekhusyukan dalam hati, tidak bisa mewujudkan keharmonisan dan keakraban antara sesame kaum Mukminin, tidak bisa pula menjadikan mereka bisa belajar dan mengkaji hal-hal terkait agama mereka. Bahkan mungkin saja ada sebagian dari mereka yang punya niat buruk untuk menyeru manusia menuju kepada kebatilan; baik itu dengan ucapan, ataupun dengan tindakan, seperti membagikan brosur-brosur yang menyesatkan dan merusak agama. Tentu saja ini adalah hal yang sangat menyedihkan. Ini termasuk perkara yang menjadikan ibadah haji mereka keluar dari tujuan ditetapkannya haji dalam syariat ini.

Melalui kesempatan ini, saya hendak memberikan nasihat kepada saudara-saudaraku para jamaah haji:

1. Mengikhlaskan niat hanya karena Allâh dalam berhaji, sehingga tidak ada maksud lain dalam berhaji kecuali hanya menggapai pahala Allâh Azza wa Jalla dan negeri Allâh yang mulia di surga.

2. Senantiasa berupaya untuk ittiba’ (mengikuti) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam secara sempurna dalam berhaji. Karena Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

لِتَأْخُذُوا (عَنِّي) مَنَاسِكَكُمْ 

Hendaklah kalian mengambil manasik haji kalian dariku.[2]

3. Berusaha maksimal untuk menjalin keharmonisan, keakraban antara kaum Muslimin dan saling bertukar informasi yang seharusnya mereka ketahui, berupa berbagai permasalahan kaum Muslimin, baik terkait problematika, agama, kemasyarakatan dan lain sebagainya.

4. Berlaku lembut kepada sesama jamaah haji di tempat-tempat manasik haji, misalnya saat thawaf, sa’i, lempar jamrah, saat bertolak menuju Arafah dan dari Arafah, dan saat-saat lainnya.

5. Berusaha maksimal untuk menunaikan manasik haji dengan penuh tenang dan khidmat. Jangan sampai seseorang melakukan haji, seolah-olah ia hendak menghadapi satu pasukan musuh, terutama saat lempar jamrah. Ada sebagian orang yang hendak melempar jamrah dengan luapan amarah dan emosi. Terkadang iapun mengucapkan kata-kata buruk yang tidak layak untuk diucapkan di tempat lain; lalu bagaimana pula bila kata-kata tersebut diucapkan di tempat ini?!

6. Agar menjauh sejauh-jauhnya dari tindakan menyakiti atau mengganggu, baik menyakiti secara materi maupun immateri. Misalnya tidak membuang kotoran di jalanan, tidak buang sampah sembarangan dan tindakan yang mengganggu lainnya. Juga tidak merokok di tengah-tengah orang-orang yang tidak suka akan hal tersebut. Padahal merokok sendiri adalah hal yang diharamkan, baik saat ihram maupun di luar ihram. Bila itu terjadi saat ihram, itu akan mengurangi pahala ihram, mengurangi pahala haji dan umrah. Karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ

Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (hubungan suami istri dan yang menjurus padanya), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji… [Al-Baqarah/ 2: 197]

Dan rokok hukumnya haram. Terus menerus melakukannya bisa menjadikannya sebagai dosa besar.

Yang jelas, seseorang saat berhaji hendaknya selalu dalam keadaan yang paling sempurna, dalam hal pelaksaan ajaran agama dan juga akhlak perangainya. Sehingga ia bisa mendapatkan rasa dan pengaruh dari haji tersebut.