Kamis, 29 September 2022

Hukum Aqiqah Bisa Gugur Bagi Orang Fakir?

Segala puji bagi Allah, pujian mereka yang bersyukur. Semoga shalawat dan salam tetap terlimpah atas Muhammad yang di utus sebagai rahmat atas seluruh alam, begitu pula terhadap keluarga dan para shahabat beliau serta mereka yang mendapat petunjuk dari beliau dan mengamalkan petunjuk beliau hingga hari akhir nanti. amma ba’du.  Allah ‘Azza wa Jalla (Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia) mensyari’atkan berkurban untuk memudahkan manusia di Hari Raya. Allah memerintahkan bapak para nabi, Ibrahim ‘alaihissalam  untuk menyembelih putranya Ismail, maka beliau dengan serta merta memenuhi perintah Allah dengan tanpa ada keraguan. Maka sebagai ganti Nabi Ismail Allah menurunkan dari langit :  وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ  Dan Kami tebus anak itu dengan dengan seekor sembelihan yang besar.  [Ash-Shaffat/37: 107]  Semenjak saat itu, manusia menyembelih binatang ternak untuk melaksanakan perintah Allah, menyembelih hewan kurban, karena  ia termasuk ketaataan yang paling utama. Berkurban hukumnya adalah sunnah muakkadah. Dimakruhkan hukumnya untuk tidak melaksanakannya dalam keadaan mampu karena keutamaan berkurban yang sangat agung.  Definisi (أضحية) berkurban menurut etimologi/bahasa dan terminologi/istilah:  Berkata Imam Al-Jauhari :  Imam Al-Ashma’i menjelaskan: ada empat bentuk kata : أُضحية , إِضحية dengan dhammah hamzah dan kasrah, jamaknya adalah أضاحي . Yang ketiga adalah ضحية jamaknya adalah ضحايا . Dan yang keempat adalah أضحاه . Jamaknya adalah أضحى. Seperti  أرطأة dan أرطى. Dengan nya dinamakan يوم الضحى  Imam Nawawi menyebutkannya dalam Kitab Tahrir At-Tanbih. Berkata Al-Qadhi, dinamakan demikian karena kurban dilakukan pada waktu dhuha, yaitu ketika hari mulai agak siang. Adapun secara terminologi, أضحية adalah : Menyembelih unta, lembu atau kambing di Hari Kurban dan Hari-hari Tasyriq (Tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah) untuk mendekatkan diri pada Allah. Hikmah disyareatkannya: 1. Untuk mendekatkan diri pada Allah. Allah berfirman :  فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ  “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah” [Al-Kautsar/108 :2]  Dan firman-Nya:  قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ  “Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”      [Al-An’aam/6 : 162].  Yang dimaksud dengan نُسُك  adalah berkurban untuk mendekatkan diri pada Allah.  2. Menghidupkan sunnah/tuntunan imamnya orang-orang yang bertauhid, Ibrahim ‘Alaihissalam, dimana Allah mewahyukan pada beliau untuk menyembelih putranya, Ismail, maka Allah menggantinya dengan kambing kibas, lalu Ibrahimpun menyembelihnya. Allah berfirman :  وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ  Dan Kami tebus anak itu dengan dengan seekor sembelihan yang besar.  3. Untuk memberi kelapangan pada keluarga di Hari Raya.  4. Menebarkan kebahagiaan pada kaum fakir miskin dengan memberikan sedekah pada mereka.  5. Bersyukur pada Allah Ta’ala atas karunia-Nya menundukkan hewan-hewan ternak pada kita. Allah berfirman :  فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ٣٦ لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ  “Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkanya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. [Al-Hajj/22: 36-37]  Hukumnya: Mayoritas para ulama berpendapat bahwa hukum berkurban adalah sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan). Makruh hukumnya untuk tidak melaksanakannya jika mampu. Sebagian ulama lain berpendapat hukumnya sunnah yang wajib atas setiap keluarga, yang mampu melakukannya. Ini berdasar firman Allah :  فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ  “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah” [Al-Kautsar/108 : 2]  Dan sabda rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam.  مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيَذْبَحْ “Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat, maka hendaklah ia mengulangi” [Muttafaq ‘Alaihi].  Keutamaannya: Tidak ada hadits yang shahih tentang keutamaan berkurban, selain dari kesungguhan beliau untuk melakukannya. Ada beberapa hadits yang masih diperbincangkan keshahihannya, akan tetapi satu sama lain saling menguatkan. Diantaranya adalah sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:   مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا  Tidak ada amalan anak Adam pada Hari Kurban yang lebih dicintai Allah ketimbang berkurban. Hewan kurban itu akan datang pada Hari Kiamat dengan tanduk, kuku dan rambutnya. [HR Ibnu Majah dan Tirmidzi, beliau menghasankannya].  Dan sabda beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam :  قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ؟ قَالَ: سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا: فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: بِكُلِّ شَعَرَةٍ، حَسَنَةٌ قَالُوا: فَالصُّوفُ؟ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنَ الصُّوفِ، حَسَنَةٌ  Para sahabat bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Wahai Rasulullah, apakah maksud dari hewan-hewan kurban seperti ini?, maka beliau menjawab : Tuntunan ayah kalian Ibrahim. Mereka bertanya : Wahai Rasulullah Apa bagian kita darinya/apa pahala yang akan kita dapatkan ? Beliau menjawab : “Setiap helai rambut, akan dibalasi dengan satu kebaikan”. Lantas mereka bertanya : “Bagaimana dengan bulu (domba) ya Rasulullah ? Maka beliau menjawab: “Setiap bulu juga akan dibalas dengan satu kebaikan”. [H.R Ibnu Majah dan Tirmidzi, beliau menghasankannya].  Hukum-hukum yang berkaitan dengan kurban : 1. Bagi orang yang berniat untuk berkurban, maka semenjak masuk sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah, ia dilarang memotong rambut dan kukunya hingga datang waktu berkurban. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya dari Ummu Salamah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika kalian melihat hilal pertanda datangnya Bulan Dzulhijjah, dan kalian ingin untuk berkurban, maka janganlah ia memotong rambut atau kukunya). (H.R Muslim) Dalam sebuah riwayat : “Maka jangan sekali-kali ia mengambil rambut atau memotong kukunya” (H.R Muslim) .  Hikmah dilarangnya hal tersebut : Agar kondisi orang yang berkurban masih sempurna belum ada yang terkurangi, untuk kemudian di bebaskan dari api neraka. Ada juga yang mengatakan : Diserupakan dengan orang yang sedang ihram. (Muslim, Syarah Imam Nawawi : 13120)  Baca Juga  Bolehnya Orang Lain Mengurusi Sembelihan Nasikah, Walimah Nasiqah Permasalahan : Apa hukum orang yang memotong rambut atau kukunya ? Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menuturkan : “Orang yang berniat menyembelih kurban, hendaklah tidak memotong rambut dan kukunya. Jika dia melakukannya, maka hendaklah ia beristighfar pada Allah dan ia tidak dikenakan fidyah menurut kesepakatan (ulama), baik ia melakukannya karena kesengajaan atau lupa”  (Kitab Al-Mughni : 13363)  2. Umur (hewan kurban) : Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan bahwa nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah kalian menyembelih untuk kurban, kecuali al-musinnah (yang sudah berumur satu tahun/telah berganti gigi), kecuali jika sukar didapati, maka boleh yang baru berumur enam bulan” (H.R Muslim : 1963). Al-musinnah pada binatang ternak  yaitu tsaniah.  Berkata Imam Ibnul Qayyim dalam Kitab Zaad Al-Ma’ad 2/317 : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan  mereka untuk menyembelih kurban yang sudah berumur enam bulan dan tsaniah yaitu yang sudah berumur satu tahun, dan bukan lainnya” .  Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir bahwa nabi membagi-bagi hewan yang akan dikurbankan pada para sahabatnya. ‘Uqbah kebagian kambing jadz’ah (yang berusia enam bulan), lantas beliau bersabda : “Sembelihlah olehmu”. jadz’ah menurut madzhab hanafi dan hambali adalah yang telah genap enam bulan. Imam Tirmidzi menukil dari Waki’ bahwa jadz’ah adalah yang telah genap enam atau tujuh bulan. Penulis Kitab Al-Hidayah mengatakan ats-Tsani dari unta adalah yang telah genap berusia lima Adapun ats-Tsani  dari sapi dan kambing kacang, yaitu yang genap berusia dua tahun dan akan masuk tiga tahun.  3. Keselamatannya :  Hewan kurban yang memenuhi syarat adalah yang tidak cacat. Karena itu tidak sah (untuk dijadikan kurban) : Yang pincang, yang tanduknya patah atau telinganya terpotong, yang sakit, yang kurus yang tidak  , Ini berdasarkan sabda nabi : Ada empat kondisi hewan tidak sah untuk dikurbankan : – Yang rusak matanya, – yang sakit, – yang pincang, – yang kurus yang tidak bergajih lagi”  (H.R Ahmad 4/284, 281  dan Abu Dawud : 2802)  4. Yang paling utama : Kurban yang paling utama adalah كبشاً أملح أقرن, yang mana sifat ini disukai oleh Rasul  dan beliau menyembelih dengannya, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bahwa nabi berkurban dengan dua ekor kambing بكبشين أملحين أقرنين …(H.R Bukhari : 5558 dan Muslim : 1966) Al-amlah ditafsirkan dengan yang kulitnya putih bercampur hitam, sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim : 1967 bahwa Rasulullah memerintahkan.  أَمَرَ بكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ في سَوَادٍ، وَيَبْرُكُ في سَوَادٍ، وَيَنْظُرُ في سَوَادٍ  (Al-Hadits :  Muslim, Syarah An-Nawawi : 13105) Imam Nawawi berkata bahwa maknanya قوائمه, perut dan sekitar matanya berwarna hitam, wallahu a’lam.  Disunnahkan untuk menggemukkan hewan kurban dan memperbagusnya. Allah berfirman :  ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ فَاِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ  “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati”   [Al-Hajj/22: 32]  Ibnu ‘Abbas berkata : “Mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah yaitu dengan menggemukkan (hewan kurban), واستعظامها واستحسانها (Imam Ath-Thabari: Jami’  al-Bayan : 17156)  Bahkan semakin mahal, maka semakin utama, jika ia meniatkan untuk mendekatkan diri pada Allah, baik itu membebaskan budak atau hewan kurban, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari bahwa Rasulullah ditanya: membebaskan budak manakah yang lebih utama? Maka beliau menjawab : “Yang paling mahal dan berharga menurut pemiliknya” (Al-Bukhari : 2518).  Berkata Imam Ibnu Khuzaimah rahimahullah : Setiap yang menakjubkan jika dipandang seseorang, maka pahalanya lebih besar di sisi Allah, jika ia korbankan karena Allah” (Shahih Ibnu Khuzaimah : 14291)  5. Waktu berkurban : Yang disepakati (oleh para ulama) adalah dilakukan pagi hari setelah menunaikan Shalat ‘Ied bersama dengan imam. Tidak sah melaksanakan kurban sebelum Shalat ‘Ied. Inilah yang disepakati. Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Nawawi.  Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya bahwa nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:  مَن ضَحَّى قَبْلَ الصَّلَاةِ، فإنَّما ذَبَحَ لِنَفْسِهِ، وَمَن ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ، وَأَصَابَ سُنَّةَ المُسْلِمِينَ “Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat, maka ia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang menyembelih setelah shalat, maka telah sempurna ibadahnya dan bersesuaian dengan sunnah kaum muslimin” [H.R Muslim : 5/1961]  Dalam riwayat Muslim dari Al-Bara’ bin ‘Azib bahwa nabi berkhutbah dan menegaskan dalam sabdanya : “Janganlah kalian menyembelih sampai ia menunaikan shalat (ied)” (H.R Muslim : 5/1961)  Imam Ibnul Qayyim mengatakan dalam Kitab Zaad al-Ma’aad : Nabi tidak meninggalkan untuk berkurban. Beliau berkurban dengan dua ekor kambing dan beliau sembelih setelah Shalat ‘Ied dan beliau kabarkan bahwa seseorang yang menyembelih sebelum shalat, maka ia belum berkurban, tetapi daging yang ia berikan pada keluarganya. Inilah yang nyata dari tuntunan dan petunjuk beliau”  (Zaad al-Ma’ad: 2317).  6. Tuntunan yang disunnahkan ketika menyembelih kurban : Disunnahkan untuk mengarahkan hewan kurban ke arah kiblat dan mengucapkan :  وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّموَاتِ وَالأرْضِ حَنِيْفاً وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أَمَرْتُ وَأَنَا مِنَ المُسْلِمِيْنَ  Dan di saat menyembelih mengucapkan :  بِاسْمِ الله وَاللهُ أَكْبَر، اللّهمّ هَذاَ مِنْكَ وَلَكَ  Mengucapkan basmalah adalah wajib menurut Al-Qur’an, Allah berfirman:  وَلَا تَأْكُلُوْا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّٰهِ عَلَيْهِ  “Dan janganlah kamu mamakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya” [Al-An’aam/6 : 121]  Imam Ibnul Qayyim mengatakan : “Termasuk dari petunjuk nabi adalah melaksanakan kurban di lapangan, Abu Dawud meriwayatkan hal tersebut dari Jabir bahwa ia menunaikan Shalat iedul adha bersama nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah beliau selesai dari khutbahnya, beliau turun dari mimbarnya, lantas beliau membawa seekor kambing dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sembelih sendiri seraya bersabda:  بسم الله والله أكبر هذا عني وعمن لم يضح من أمتي  “Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar, kurban ini adalah dari hamba dan mereka yang belum berkurban dari umatku”  Dalam As-shahihain bahwa beliau berkurban dan menyembelih di lapangan (Muttafaq ‘Alaih)  Ibnu Battal mengatakan bahwa menyembelih kurban di lapangan adalah sunnah bagi imam, khususnya menurut pendapat Malik. Beliau mengatakan sebagai mana yang dinukil oleh Ibnu Wahb : Hal ini dilakukan agar tidak ada orang yang menyembelih sebelumnya. Al-Muhallab menambahkan: Hendaklah mereka menyembelih setelah imam dengan keyakinan dan agar mempelajari tuntunan yang diajarkan dalam menyembelih.  Baca Juga  Jika Belum Bisa Menyelenggarakan Aqiqah Bagi Bayinya Imam Muslim meriwayatkan (no hadits 1967) dari hadits riwayat ‘Aisyah, dan didalamnya: “Nabi membawa kambing lalu membaringkannya kemudian beliau menyembelihnya seraya mengucapkan:  بِاسْمِ الله اللّهمّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمّد وَآل مُحَمّد وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمّد  Lalu beliaupun menyembelihnya.  Dalam riwayat di atas terdapat dalil disunnahkannya bagi orang yang menyembelih ketika menyembelih untuk mengucapkan setelah basmalah dan takbir:  اللّهمّ تَقَبّل مِنِّي  Sebagian (ulama) mengatakan bahwa hal itu disunnahkan sesuai dengan nash ayat :   رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ  “Ya Rabb kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [Al-Baqarah/2 : 127]  7. Berbuat kebaikan ketika menyembelih. Imam Ibnul Qayyim mengatakan : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia agar berbuat kebaikan sewaktu menyembelih dan ketika membunuh juga bersikap baik dalam melakukannya, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya, dari hadits Syaddad bin Aus : “Ada dua hal yang aku hafal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:  إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ “Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan atas segala sesuatu, maka jika kalian membunuh, berbuat baiklah dalam melakukannya, dan jika kalian menyembelih, maka berbuat baiklah dalam menyembelih, tajamkan pisau yang (digunakan untuk menyembelih) ringankanlah rasa sakit hewan sembelihannya”  [H.R Muslim].  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan kaki beliau pada leher hewan kurban agar tidak bergerak, ini adalah kasih sayang beliau sebagaimana yang diceritakan Anas Radhiyallahu anhu ketika ia menyaksikan rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang menyembelih. Imam Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath : Mereka bersepakat bahwa hewan kurban dibaringkan pada sisi sebelah kiri, dan meletakkan kakinya di sebelah kanan agar mudah bagi si penyembelih untuk mengambil pisau dengan tangan kanan dan memegang kepala hewan kurban dengan tangan kiri”  8. Sah hukumnya mewakilkan dalam menyembelih. Disunnahkan agar seorang muslim menyembelih sendiri hewan kurbannya sebagaimana yang dilakukan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika ia mewakilkan dalm menyembelih, maka diperbolehkan. Tidak ada halangan baginya dan hal ini tidak diperselisihkan menurut para ulama.  9. Pembagian (daging) nya yang sesuai dengan tuntunan : Disunnahkan membagi daging hewan kurban menjadi tiga: untuk keluarganya sepertiga, disedekahkan sepertiga bagian dan dihadiahkan pada sahabat-sahabatnya sepertiga. Ini berdasarkan sabda nabi : “Makanlah dan وادخروا sedekahkanlah”  (Muslim : 6/80)  Jika dia tidak membagi seperti pembagian di atas, maka juga diperbolehkan, seperti jika ia menyedekahkan semuanya, atau untuk dirinya semuanya atau ia hadiahkan semuanya.  10. Upah bagi orang yang menyembelih adalah bukan daging kurban, ini berdasarkan ucapan Ali Radhiyallahu anhu : Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk أقوم على بدنة dan agar aku menyedekahkan daging, kulit dan جلالها dan agar aku tidak memberikan pada orang yang menyembelih dari daging kurban sedikitpun, dan ia berkata : Kami memberinya upah tersendiri” (Muttafaq ‘Alaihi)  Beberapa permasalahan penting dan ucapan para ulama : 1. Disyari’atkannya berkurban. Kaum muslimin telah bersepakat. Syaikhul Islam mengatakan : “Berkurban adalah lebih utama dari bersedekah senilai harganya, jika ia memiliki harta dan dia ingin untuk mendekatkan diri pada Allah, maka hendaklah ia berkurban”. Beliau juga mengatakan : “Allah telah menggabungkannya dengan shalat dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an, diantaranya:  قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ  “Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku …” [Al-An’aam/6: 162]  فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ  “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah” [Al-Kautsar/108 : 2]  Berkurban yang dilakukan pada hari yang agung itu, hari kurban yang agung, padanya terkandung sedekah pada kaum fakir dan memberikan kelapangan pada mereka.  2. Berkata Syaikh Al-Bassaam : Pada asalnya kurban adalah untuk mereka yang hidup, dan dibolehkan untuk dijadikan sedekah bagi mereka yang sudah meninggal, sehingga mereka mendapatkan pahalanya. Akan tetapi ada kekeliruan pada sebagian negeri yang mereka hanya menjadikan kurban bagi mereka yang sudah tiada, mereka menyangka hal itu adalah khusus bagi mereka. Karena itu jarang sekali orang-orang yang masih hidup jarang sekali yang berkurban untuk diri mereka sendiri. Jika (orang yang akan meninggal) menulis wasiat maka yang pertama ia wasiatkan adalah kurban, sesuai dengan kemampuannya, Jarang yang berwasiat selain kurban, dan membagikan makanan di malam-malam Ramadhan. Hal ini kembalinya pada kurangnya para ulama yang menulis wasiat mereka tidak mengingatkan atau mengajari mereka bahwa wasiat itu selayaknya pada apa yang lebih bermanfaat dalam hal kebaikan. Berkurban walaupun suatu amalan yang utama dan kebaikan, namun ada yayasan/amalan-amalan kebaikan yang bisa jadi lebih baik/utama darinya”  3. Syaikhul Islam berkata : “Berkurban dibolehkan bagi si mayit sebagaimana juga haji dan sedekah untuknya. Jika ia berkurban dengan seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya maka hal itu sah. Menurut salah satu dari dua pendapat ulama, yaitu madzhab malik dan ahmad, karena para sahabat melakukan hal tersebut.  Penulis mohon pada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima (amalan) kami, anda dan segenap kaum muslimin di mana saja, dan agar menjadikan amalan kita ikhlas untuk mendapatkan wajah-Nya yang mulia. Semoga shalawat dan salam tetap terlimpah pada Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.  Dikoreksi oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin – anggota Lembaga fatwa – dan beliau mengomentari sebagai berikut : Saya telah membaca tulisan yang berkaitan dengan masalah kurban dan hukum-hukumnya. Saya mendapatinya benar dan sesuai. Allah-lah Yang Memberi taufiq.  Semoga shalawat dan salam tetap terlimpah pada Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.  المرجعا : الأضحية وأحكامها  للشيخ عبدالإله بن سليمان الطيار – دار ابن خزيمة  [Disalin dari الأضحية وأحكامها Penulis  Syaikh Abdul Ilaah bin Sulaiman Ath-Thayyar, Penerjemah : Mohammad Latif Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2007 – 1428] Referensi : https://almanhaj.or.id/59004-hukum-dan-adab-berkurban.html, Pertanyaan Alloh telah mengkaruniai saya seorang anak laki-laki, saya telah mendengar bahwa suami saya harus menyembelih dua ekor kambing sebagai aqiqahnya, jika kondisinya tidak memungkinkan karena dia mempunyai banyak hutang, maka apakah aqiqah tersebut bisa gugur ?  Jawaban Alhamdulillah.  Pertama: Para ulama berbeda pendapat tentang hukum aqiqah: sebagian mereka mewajibkannya, sebagian lainnya menyatakan sunnah dan yang lainnya berpendapat sunnah muakkadah, pendapat yang terakhir inilah yang rajih.  Ulama Lajnah Daimah berkata: “Aqiqah adalah sunnah muakkadah, bagi anak laki-laki dua ekor kambing yang sama dengan hewan aqiqah, dan bagi anak perempuan satu ekor kambing yang disembelih pada hari ke tujuh, dan jika di tunda melebihi hari ke tujuh maka boleh disembelih kapanpun dan tidak ada dosa bagi yang menundanya, namun yang lebih utama adalah mensegerakannya”. (Fatawa Lajnah Daimah: 11/439)  Akan tetapi mereka tidak berbeda pendapat bahwa aqiqah tidak wajib bagi orang yang fakir, apalagi bagi orang yang mempunyai hutang, tidak didahulukan apa yang lebih besar dari aqiqah, seperti haji –misalnya- untuk melunasi hutang (artinya hutang harus didahulukan).  Oleh karena itu aqiqah tidak diharuskan bagi anda karena kondisi keuangan suami anda yang tidak stabil.  Ulama Lajnah Daimah pernah ditanya: “Jika saya telah dikarunai beberapa anak dan belum saya aqiqahi semuanya karena masalah ekonomi; karena saya seorag pegawai, gaji saya terbatas dan tidak cukup kecuali hanya untuk pengeluaran rutin bulanan, maka bagaimanakah status aqiqah semua anak-anak kami dalam Islam ?”  Mereka menjawab: “Jika kenyataannya sebagaimana yang anda sebutkan, yaitu; kesulitan ekonomi, pemasukan anda tidak cukup kecuali untuk nafkah diri sendiri dan keluarga, maka tidak masalah bagi anda untuk tidak mendekatkan diri kepada Alloh mengaqiqahi anak-anak anda, berdasarkan firman Alloh –Ta’ala-:  لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا    “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. [Al Baqarah/2: 286]  Dan firman Alloh yang lain:  وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ  “dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”. [Al Hajj/22: 78]  Firman Alloh yang lain:  فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ  “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu”. [At Taghabun/64: 16]  Dan sesuai dengan apa yang diriwayatkan dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda:  ( إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم، وإذا نهيتكم عن شيء فاجتنبوه )  “Jika aku perintahkan sesuatu, maka laksanakanlah menurut kemampuan kalian, dan jika aku melarang kalian akan sesuatu maka jauhilah”.  Kapan saja anda diberi kemudahan, maka disyari’atkan bagi anda untuk melaksanakannya”. (Fatawa Lajnah Daimah: 11/436-437)  Ulama Lajnah Daimah juga pernah ditanya:  “Seorang laki-laki yang diberi karunia beberapa anak dan belum mengaqiqahi mereka semua; karena dia dalam keadaan fakir. Setelah beberapa tahun Alloh telah menjadikannya sebagai orang kaya dengan keutamaan-Nya, maka apakah dia masih perlu mengaqiqahi anak-anaknya ?”  Mereka menjawab:  “Jika kenyataannya seperti yang telah disebutkan, maka yang disyari’atkan baginya adalah tetap mengaqiqahi, bagi setiap anak laki-lakinya dengan dua kambing”. (Fatawa Lajnah Daimah: 11/441-442)  Syeikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya:  “Seorang laki-laki mempunyai beberapa anak laki-laki dan perempuan, semuanya belum diaqiqahinya karena tidak tahu atau karena menganggapnya tidak terlalu penting, sebagian mereka sekarang sudah dewasa, maka apakah yang harus dilakukannya sekarang ?  Beliau menjawab:  “Jika sekarang dilaksanakan aqiqah bagi mereka semua adalah maka termasuk hal yang baik, jika memang sebelumnya dia tidak tahu atau dia mengatakan besok saya akan mengaqiqahi mereka, namun sampai sekarang belum juga dilakukan. Adapun jika dia termasuk orang fakir pada saat disyari’atkannya aqiqah maka tidak ada kewajiban apapun baginya”. (Liqo Baab Maftuh: 2/17-18)  Sebagaimana juga tidak diwajibkan bagi keluarganya untuk menggantikannya untuk melaksanakan aqiqah, meskipun kalau mereka mau, maka boleh juga melakukannya, sebagaimana Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengaqiqahi kedua cucunya Hasan dan Husain, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu Daud: 2841 dan Nasa’i: 4219 dan dishahihkan oleh Syeikh Albani dalam Shahih Abu Daud: 2466.  Kedua : Jika anda di hadapkan dengan pilihan antara ibadah haji dan aqiqah, maka tentunya didahulukan ibadah haji, jika anda ingin mengaqiqahi anak-anak anda maka boleh-boleh saja meskipun mereka sudah dewasa, anda juga tidak harus menyebutkan kepada para tamu undangan bahwa anda sedang melaksanakan aqiqah, mereka juga tidak boleh mencemooh apa yang telah anda laksanakan; karena anda telah melakukan amalan yang benar, tidak disyaratkan juga untuk memasak daging aqiqah dan mengundang banyak orang untuk menghadirinya, bahkan boleh juga dibagikan berupa daging mentah.  Ulama Lajnah Daimah berkata:  “Aqiqah adalah hewan yang disembelih pada hari ke tujuh dari kelahiran bayi; sebagai bentuk rasa syukur kepada Alloh atas karunia anak, baik laki-laki maupun perempuan. Hukumnya adalah sunnah; berdasarkan beberapa hadits yang ada, Bagi siapa saja yang mengaqiqahi anaknya bisa mengundang warga untuk dijamu di rumahnya atau yang serupa dengannya, namun dia juga bisa membagikannya dalam keadaan mentah atau dalam keadaan sudah dimasak kepada orang-orang fakir, kerabat, tetangga, teman-teman dan lain sebagainya”. (Fatawa Lajah Daimah: 11/442)
Pertanyaan
Alloh telah mengkaruniai saya seorang anak laki-laki, saya telah mendengar bahwa suami saya harus menyembelih dua ekor kambing sebagai aqiqahnya, jika kondisinya tidak memungkinkan karena dia mempunyai banyak hutang, maka apakah aqiqah tersebut bisa gugur ?

Jawaban
Alhamdulillah.

Pertama: Para ulama berbeda pendapat tentang hukum aqiqah: sebagian mereka mewajibkannya, sebagian lainnya menyatakan sunnah dan yang lainnya berpendapat sunnah muakkadah, pendapat yang terakhir inilah yang rajih.

Ulama Lajnah Daimah berkata:
“Aqiqah adalah sunnah muakkadah, bagi anak laki-laki dua ekor kambing yang sama dengan hewan aqiqah, dan bagi anak perempuan satu ekor kambing yang disembelih pada hari ke tujuh, dan jika di tunda melebihi hari ke tujuh maka boleh disembelih kapanpun dan tidak ada dosa bagi yang menundanya, namun yang lebih utama adalah mensegerakannya”. (Fatawa Lajnah Daimah: 11/439)

Akan tetapi mereka tidak berbeda pendapat bahwa aqiqah tidak wajib bagi orang yang fakir, apalagi bagi orang yang mempunyai hutang, tidak didahulukan apa yang lebih besar dari aqiqah, seperti haji –misalnya- untuk melunasi hutang (artinya hutang harus didahulukan).

Oleh karena itu aqiqah tidak diharuskan bagi anda karena kondisi keuangan suami anda yang tidak stabil.

Ulama Lajnah Daimah pernah ditanya:
“Jika saya telah dikarunai beberapa anak dan belum saya aqiqahi semuanya karena masalah ekonomi; karena saya seorag pegawai, gaji saya terbatas dan tidak cukup kecuali hanya untuk pengeluaran rutin bulanan, maka bagaimanakah status aqiqah semua anak-anak kami dalam Islam ?”

Mereka menjawab: “Jika kenyataannya sebagaimana yang anda sebutkan, yaitu; kesulitan ekonomi, pemasukan anda tidak cukup kecuali untuk nafkah diri sendiri dan keluarga, maka tidak masalah bagi anda untuk tidak mendekatkan diri kepada Alloh mengaqiqahi anak-anak anda, berdasarkan firman Alloh –Ta’ala-:

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا


“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. [Al Baqarah/2: 286]

Dan firman Alloh yang lain:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ

“dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”. [Al Hajj/22: 78]

Firman Alloh yang lain:

فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu”. [At Taghabun/64: 16]

Dan sesuai dengan apa yang diriwayatkan dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda:

( إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم، وإذا نهيتكم عن شيء فاجتنبوه )

“Jika aku perintahkan sesuatu, maka laksanakanlah menurut kemampuan kalian, dan jika aku melarang kalian akan sesuatu maka jauhilah”.

Kapan saja anda diberi kemudahan, maka disyari’atkan bagi anda untuk melaksanakannya”. (Fatawa Lajnah Daimah: 11/436-437)

Ulama Lajnah Daimah juga pernah ditanya:

“Seorang laki-laki yang diberi karunia beberapa anak dan belum mengaqiqahi mereka semua; karena dia dalam keadaan fakir. Setelah beberapa tahun Alloh telah menjadikannya sebagai orang kaya dengan keutamaan-Nya, maka apakah dia masih perlu mengaqiqahi anak-anaknya ?”

Mereka menjawab:

“Jika kenyataannya seperti yang telah disebutkan, maka yang disyari’atkan baginya adalah tetap mengaqiqahi, bagi setiap anak laki-lakinya dengan dua kambing”. (Fatawa Lajnah Daimah: 11/441-442)

Syeikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya:

“Seorang laki-laki mempunyai beberapa anak laki-laki dan perempuan, semuanya belum diaqiqahinya karena tidak tahu atau karena menganggapnya tidak terlalu penting, sebagian mereka sekarang sudah dewasa, maka apakah yang harus dilakukannya sekarang ?

Beliau menjawab:

“Jika sekarang dilaksanakan aqiqah bagi mereka semua adalah maka termasuk hal yang baik, jika memang sebelumnya dia tidak tahu atau dia mengatakan besok saya akan mengaqiqahi mereka, namun sampai sekarang belum juga dilakukan. Adapun jika dia termasuk orang fakir pada saat disyari’atkannya aqiqah maka tidak ada kewajiban apapun baginya”. (Liqo Baab Maftuh: 2/17-18)

Sebagaimana juga tidak diwajibkan bagi keluarganya untuk menggantikannya untuk melaksanakan aqiqah, meskipun kalau mereka mau, maka boleh juga melakukannya, sebagaimana Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengaqiqahi kedua cucunya Hasan dan Husain, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu Daud: 2841 dan Nasa’i: 4219 dan dishahihkan oleh Syeikh Albani dalam Shahih Abu Daud: 2466.

Kedua : Jika anda di hadapkan dengan pilihan antara ibadah haji dan aqiqah, maka tentunya didahulukan ibadah haji, jika anda ingin mengaqiqahi anak-anak anda maka boleh-boleh saja meskipun mereka sudah dewasa, anda juga tidak harus menyebutkan kepada para tamu undangan bahwa anda sedang melaksanakan aqiqah, mereka juga tidak boleh mencemooh apa yang telah anda laksanakan; karena anda telah melakukan amalan yang benar, tidak disyaratkan juga untuk memasak daging aqiqah dan mengundang banyak orang untuk menghadirinya, bahkan boleh juga dibagikan berupa daging mentah.

Ulama Lajnah Daimah berkata:

“Aqiqah adalah hewan yang disembelih pada hari ke tujuh dari kelahiran bayi; sebagai bentuk rasa syukur kepada Alloh atas karunia anak, baik laki-laki maupun perempuan. Hukumnya adalah sunnah; berdasarkan beberapa hadits yang ada, Bagi siapa saja yang mengaqiqahi anaknya bisa mengundang warga untuk dijamu di rumahnya atau yang serupa dengannya, namun dia juga bisa membagikannya dalam keadaan mentah atau dalam keadaan sudah dimasak kepada orang-orang fakir, kerabat, tetangga, teman-teman dan lain sebagainya”. (Fatawa Lajah Daimah: 11/442)