Senin, 19 September 2022

Bagaimana Hukum Jika Istri yang Menggugat Cerai Setelah 3 Tahun Bolehkah Rujuk/Menikah dengan Mantan Suami/Istri Lagi?

Perceraian adalah perkara yang sangat tidak dianjurkan dalam Islam. Meski dibolehkan, Allah SWT tetap membenci hamba-Nya yang melakukan perbuatan tersebut. Dari Umar ra. ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah Swt adalah perceraian" (H.R. Abu Daud dan Hakim)   Ketentuan dan hukum perceraian telah diatur dalam bidang kajian fiqih. Para ulama menyebutnya dengan istilah talak, yakni proses terlepasnya ikatan pernikahan dan berakhirnya hubungan suami istri.   Talak dilakukan oleh suami kepada istri. Pada talak satu dan dua, suami boleh rujuk kembali dengan syarat masa iddah belum berakhir. Namun, pada talak ketiga, ia tidak diperkenankan rujuk sebelum sang istri menikah dengan laki-laki lain dan bercerai.   Lantas, bagaimana aturannya jika istri yang menggugat cerai, bolehkah rujuk lagi? Simak artikel berikut untuk mengetahui jawabannya. Hukum Rujuk Jika Istri yang Menggugat Cerai  Dalam Islam, berakhirnya ikatan pernikahan atas kehendak istri disebut dengan isilah khulu. Kondisi ini menggambarkan posisi istri yang menggugat cerai suaminya dengan alasan tertentu, seperti selingkuh, KDRT, dzalim, cacat fisik, tidak memenuhi hak istri, dan lain-lain.   Secara bahasa, khulu artinya melepas, mencopot, atau menanggalkan. Sedangkan secara istilah, khulu adalah memutuskan hubungan pernikahan dengan kesediaan istri membayar iwald (ganti rugi) kepada pemilik akad, yaitu suami, dengan perkataan tertentu.   Terkait ganti rugi ini, para ulama berbeda pendapat dalam menyikapinya. Sebagian membolehkan mengambil tebusan atau ganti rugi tersebut. Namun, sebagian lain sepakat melarang pengambilan harta, kecuali jika hubungan keluarganya rusak karena sebab istri.  Berbeda dengan talak, masa iddah khulu hanya satu kali haid atau satu bulan saja. Tidak ada kata rujuk dalam khulu. Suami yang ingin berhubungan kembali dengan mantan istrinya harus melangsungkan akad nikah. Ia harus melamar dan menikahi mantan istrinya dengan syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh hukum syariat, seperti mahar, dua orang saksi, ijab qabul, dan wali nikah.  Jumhur ulama berpendapat, dalam situasi khulu, suami tidak boleh rujuk kepada istri. Ini karena harta sudah dikeluarkan oleh istri dalam proses perceraiannya.   Jika suami mengembalikan uang ganti rugi kepada istrinya dan diterima, maka mereka tidak boleh rujuk sebelum memenuhi masa iddah yang telah ditentukan. Suami boleh menikahinya pada masa iddah dan membuat akad baru. Dengan catatan, harus atas ridha dan kemauan dari sang istri.  Khulu dilakukan karena ada sebab yang mendorongnya, seperti suami yang cacat fisik, suami yang tidak memenuhi hak istrinya, tidak mampu menjalankan perintah Allah SWT yang diwajibkan atas keduanya, dan tidak bisa menjaga hubungan baik mereka.

Perceraian adalah perkara yang sangat tidak dianjurkan dalam Islam. Meski dibolehkan, Allah SWT tetap membenci hamba-Nya yang melakukan perbuatan tersebut. Dari Umar ra. ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah Swt adalah perceraian" (H.R. Abu Daud dan Hakim)

Ketentuan dan hukum perceraian telah diatur dalam bidang kajian fiqih. Para ulama menyebutnya dengan istilah talak, yakni proses terlepasnya ikatan pernikahan dan berakhirnya hubungan suami istri.


Talak dilakukan oleh suami kepada istri. Pada talak satu dan dua, suami boleh rujuk kembali dengan syarat masa iddah belum berakhir. Namun, pada talak ketiga, ia tidak diperkenankan rujuk sebelum sang istri menikah dengan laki-laki lain dan bercerai.


Lantas, bagaimana aturannya jika istri yang menggugat cerai, bolehkah rujuk lagi? Simak artikel berikut untuk mengetahui jawabannya.
Hukum Rujuk Jika Istri yang Menggugat Cerai

Dalam Islam, berakhirnya ikatan pernikahan atas kehendak istri disebut dengan isilah khulu. Kondisi ini menggambarkan posisi istri yang menggugat cerai suaminya dengan alasan tertentu, seperti selingkuh, KDRT, dzalim, cacat fisik, tidak memenuhi hak istri, dan lain-lain.

Secara bahasa, khulu artinya melepas, mencopot, atau menanggalkan. Sedangkan secara istilah, khulu adalah memutuskan hubungan pernikahan dengan kesediaan istri membayar iwald (ganti rugi) kepada pemilik akad, yaitu suami, dengan perkataan tertentu.

Terkait ganti rugi ini, para ulama berbeda pendapat dalam menyikapinya. Sebagian membolehkan mengambil tebusan atau ganti rugi tersebut. Namun, sebagian lain sepakat melarang pengambilan harta, kecuali jika hubungan keluarganya rusak karena sebab istri.

Berbeda dengan talak, masa iddah khulu hanya satu kali haid atau satu bulan saja. Tidak ada kata rujuk dalam khulu. Suami yang ingin berhubungan kembali dengan mantan istrinya harus melangsungkan akad nikah. Ia harus melamar dan menikahi mantan istrinya dengan syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh hukum syariat, seperti mahar, dua orang saksi, ijab qabul, dan wali nikah.

Jumhur ulama berpendapat, dalam situasi khulu, suami tidak boleh rujuk kepada istri. Ini karena harta sudah dikeluarkan oleh istri dalam proses perceraiannya.

Jika suami mengembalikan uang ganti rugi kepada istrinya dan diterima, maka mereka tidak boleh rujuk sebelum memenuhi masa iddah yang telah ditentukan. Suami boleh menikahinya pada masa iddah dan membuat akad baru. Dengan catatan, harus atas ridha dan kemauan dari sang istri.

Khulu dilakukan karena ada sebab yang mendorongnya, seperti suami yang cacat fisik, suami yang tidak memenuhi hak istrinya, tidak mampu menjalankan perintah Allah SWT yang diwajibkan atas keduanya, dan tidak bisa menjaga hubungan baik mereka.

Referensi : Bagaimana Hukum Jika Istri yang Menggugat Cerai Setelah 3 Tahun Bolehkah Rujuk/Menikah dengan Mantan Suami/Istri Lagi?