Kamis, 01 September 2022

Hukum Mengemis dan Meminta Sumbangan

Hukum Mengemis dan Meminta Sumbangan Hukum Mengemis dan Meminta Sumbangan. Profesi mengemis bagi sebagian orang, lebih diminati daripada profesi-profesi lainnya, karena cukup hanya dengan mengulurkan tangan sambil keliling masyarakat, dia bisa mendapatkan sejumlah uang yang cukup banyak tanpa harus bersusah payah.  Melihata fenomena ‘ngemis’ pada umumnya, kebanyakan masyarakat memandang bahwa pengemis itu identik dengan orang yang berpenampilan tidak rapi, rambutnya tidak terawat, wajahnya kusam, pakaiannya serba kumal atau robek-robek, yang dengannya dapat dijadikan sarana untuk mengungkapkan ‘kesengsaraan hidupnya’, serta menarik rasa belas kasihan masyarakat kepada dirinya.  Sebut saja, ‘model’ pengemis di atas adalah gaya pengemis konvensional. Di zaman beredarnya iPhone saat ini, pengemis tidak lagi berpenampilan kuno seperti itu. Pengemis telah berubah model dan penampilan, dengan target penghasilan yang lebih besar. Mereka berpakaian rapi, memakai jas berdasi dan sepatu, bahkan kendaraannya pun lumayan bagus. Ada yang menjalankannya sendirian dan ada pula yang berupa team pencari dana. Yang lebih mengherankan, sebagian orang bersemangat mencari sumbangan atau bantuan dana demi memperkaya diri dan keluarganya dengan cara membuat proposal-proposal untuk kegiatan tertentu, baik nyata atau fiktif. Setelah memperoleh dana, mereka tidak menyalurkan sebagaimana mestinya, tetapi justru digunakan untuk kepentingannya sendiri. Apapun itu, mereka semua statusnya sama, pengemis.  PENGERTIAN MENGEMIS (MEMINTA-MINTA)  Mengemis atau meminta-minta dalam bahasa Arab disebut dengan “tasawwul ”. Di dalam Al- Mu’jam Al-Wasith disebutkan: “Tasawwala  (bentuk fi’il madhy  dari  tasawwul)  artinya  meminta-minta  atau  meminta pemberian ”(Lihat Al-Mu’jamul Wasith I/465).  Sebagian ulama mendefinisikan tasawwul (mengemis) dengan upaya  meminta harta orang lain bukan  untuk  kemaslahatan  agama  melainkan  untuk  kepentingan  pribadi.  Al-Hafizh  Ibnu Hajar  Rahimahullah mengatakan:  “Perkataan  Al-Bukhari (Bab Menjaga Diri dari Meminta-minta) maksudnya adalah  meminta-minta sesuatu, selain untuk kemaslahatan agama ”. (Lihat Fathul Bari III/336).  Berdasarkan definisi di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa batasan  tasawwul atau “mengemis”  adalah  meminta  untuk  kepentingan  diri sendiri bukan  untuk  kemaslahatan agama atau kepentingan kaum muslimin.  HUKUM MENGEMIS DAN MEMINTA SUMBANGAN DALAM PANDANGAN ISLAM  Meminta-minta sumbangan atau mengemis pada dasarnya tidak disyari’atkan dalam agama Islam. Bahkan jika melakukannya dengan cara menipu atau berdusta kepada seseorang atau lembaga tertentu yang dimintai sumbangan, semacam dengan menampakkan dirinya seakan-akan orang yang sedang kesulitan atau membutuhkan biaya maka hukumnya haram dan termasuk dosa besar.  Di antara dalil-dalil syari yang menunjukkan haramnya mengemis dan meminta-minta sumbangan, dan bahkan ini termasuk dosa besar adalah sebagai berikut:  Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:  مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ  “Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya“. (Shohih. HR. Bukhari no. 1474, dan Muslim no. 1040 ).  Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:  مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ  “Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah  sedang  meminta  bara  api. Maka  silahkan  dia  kurangi ataukah dia perbanyak ”. (Shohih. HR. Muslim II/720 no.1041, Ibnu Majah I/589 no. 1838, dan Ahmad II/231 no.7163).  Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:  مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ  “Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api“. (HR. Ahmad IV/165 no.17543, Ibnu Khuzaimah IV/100 no.2446, dan Thabrani IV/15 no.3506).  Demikianlah beberapa dalil dari hadits-hadits Nabi yang mengharamkan mengemis atau meminta-minta sumbangan untuk kepentinagn pribadi atau keluarga.  MENGEMIS YANG DIBOLEHKAN  Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa ada beberapa keadaan yang membolehkan seseorang untuk mengemis atau meminta-minta sumbangan. Di antara keadaan-keadaan tersebut ialah sebagaimana berikut:  Ketika seseorang menanggung beban diyat (denda) atau pelunasan hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai dia mampu melunasinya. Setelah lunas, dia wajib untuk meninggalkan mengemis. Ketika seseorang ditimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup. Ketika seseorang tertimpa kefakiran yang sangat berat, sehingga disaksikan oleh 3 orang berakal, pemuka masyarakatnya bahwa dia tertimpa kefakiran, maka  halal  baginya  meminta-minta  sampai  dia  mendapatkan kecukupan bagi kehidupannya. Pada tiga keadaan ini, seseorang diperbolehkan untuk meminta-minta sumbangan atau mengemis. Dalil kesimpulan ini adalah hadis yang diriwayatkan dari Sahabat Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:  “Wahai Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: Seseorang yang menanggung beban (hutang orang lain, diyat/denda), ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti. Dan seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup. Dan seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”. (Shohîh. HR Muslim II/722 no.1044), Abu Dâwud I/515 no.1640, Ahmad III/477 no.15957, V/60 no.20620, dan an-Nasâ`i V/89 no.2580).  Ketika seseorang meminta sumbangan untuk kepentingan kaum muslimin, bukan kepentingan pribadinya. Mengemis untuk tujuan dakwah, termasuk tasawwul (mengemis dan meminta-minta sumbangan) yang diperbolehkan dalam Islam meskipun dia orang kaya. Di antara dalil yang menunjukkan bolehnya sumbangan untuk kepentingan agama dan kemaslahatan kaum muslimin adalah pesan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada para pemimpin perang ketika sebelum berangkat. Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:  فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ  “ Jika mereka (orang-orang  kafir  yang  diperangi,  pent)  tidak  mau  masuk  Islam  maka mintalah Al-Jizyah dari mereka! Jika mereka memberikannya maka terimalah dan tahanlah dari (memerangi, pen)  mereka! Jika  mereka  tidak  mau  menyerahkan  Al-Jizyah  maka mintalah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka!”. (Shohih. HR. Muslim III/1356 no.1731, Abu Dawud II/43 no.2612, Ahmad V/358 no.23080).  Berdasarkan hadis di atas, meminta Al-Jizyah dari orang-orang  kafir tidak  termasuk  tasawwul  (mengemis atau meminta-minta yang dilarang) karena  Al-Jizyah  bukan  untuk  kepentingan pribadi tetapi untuk kaum muslimin.  Termasuk  dalam  pengertian  meminta  bantuan  untuk  kepentingan  kaum  muslimin adalah hadits yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam juga pernah meminta bantuan seorang tukang kayu untuk membuatkan mimbar untuk beliau. Sahl bin Sa’d As-Sa’idi Radhiyallaahu ‘anhu berkata:  بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِلَى امْرَأَةٍ أَنْ مُرِى غُلاَمَكِ النَّجَّارَ يَعْمَلْ لِى أَعْوَادًا أَجْلِسُ عَلَيْهِنَّ  “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah mengutus kepada seorang wanita: “Perintahkan anakmu yang tukang kayu itu untuk membuatkan untukku sebuah mimbar sehingga aku bisa duduk di atasnya!”. (Shohih. HR. Al-Bukhari: 429, An-Nasa’i 731 dan Ahmad 21801).  Al-Imam Al-Bukhari  Rahimahullah menyatakan: “Bab:Meminta bantuan kepada tukang kayu dan ahli pertukangan lainnya untuk membuat kayu-kayu mimbar dan masjid”. (Shahihul Bukhari: I/172).  Al-Imam Ibnu Baththal  Rahimahullah memberikan penjelasan: “Di dalam hadits ini terdapat pelajaran tentang  bolehnya  meminta  bantuan  kepada  tukang kayu dan orang yang kaya untuk segala hal yang manfaatnya bisa dirasakan kaum muslimin. Dan orang-orang yang segera tanggap untuk melakukannya, dihaturkan banyak terima kasih.” (Lihat Syarh Ibnu Baththal lil Bukhari II/100).  Sehingga dengan demikian,  kita  boleh  mengatakan: “Bantulah aku membangun masjid ini atau madrasah ini dan sebagainya!”  atau  meminta  sumbangan  kepada  kaum  muslimin  yang mampu untuk membangun masjid, madrasah dan sebagainya. (bagian ini dibuang, tdk penting)  Komite Tetap untuk Urusan Fatwa dan Riset Ilmiyyah Saudi Arabia pernah ditanya:  Tanya : “Bolehkah meminta bantuan dari seorang muslim untuk membangun masjid atau madrasah, apa dalilnya?”  Jawab : “ Perkara tersebut diperbolehkan, karena termasuk dalam tolong -menolong dalam kebaikan  dan  taqwa. Allah Subhaanahu wa ta’ala  berfirman:“ Dan tolong-menolonglah  kalian  dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran ” (QS. Al-Maidah: 2)  Wabillahit taufiq wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alihi washahbihi wasallam.  Al-Lajnah Ad- Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’:  Abdul Aziz bin Baaz (ketua), Abdur Razzaq Afifi (wk ketua), Abdullah Ghudayyan (anggota) Abdullah Qu’ud (anggota). (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Al- Majmu’atul Ula nomor: 6192 (6/242)).  Dalil hadis menegaskan, mengemis hukumnya haram. Akan tetapi, ada beberapa keadaan di mana seseorang boleh mengemis. Di sisi lain, ada kesalah-pahaman yang beredar di masyarakat dalam memahami siapakah ‘pengemis’. Sejalan dengan berjalannya waktu, saat ini ‘pengemis’ hadir dengan penampilan baru. Apapun itu, hukumnya tetap haram.  Pull Quote:  Satu: Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah  sedang  meminta  bara  api. Maka  silahkan  dia  kurangi ataukah dia perbanyak  Kedua:  Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.  Resume:  Islam mengajarkan kepada umatnnya agar menjadi umat yang bermartabat. Diantaranya adalah dengan melerang mereka untuk mengemis. Mengemis adalah upaya meminta harta orang lain untuk  kepentingan  pribadi, baik dilakukan dengan gaya ‘terhormat’ maupun dengan penampilan ‘melarat’. Hukum asal mengemis adalah haram. Diantara ancaman untuk orang yang suka mengemis adalah: Di bangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan wajahnya tidak berdaging. Disamakan dengan meminta bara api neraka Disamakan dengan orang yang makan bara api. Empat keadaan dibolehkan mengemis: Untuk membayar diyat (denda) atau melunasi utang Ketika ditimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya Sangat fakir, sehingga ada 3 orang baik yang menegaskan bahwa dia orang fakir Mengajukan permohonan sumbangan untuk kepentingan dakwah islam dan kemaslahatan kaum muslimin.. Hukum Mengemis dan Meminta Sumbangan
Hukum Mengemis dan Meminta Sumbangan. Profesi mengemis bagi sebagian orang, lebih diminati daripada profesi-profesi lainnya, karena cukup hanya dengan mengulurkan tangan sambil keliling masyarakat, dia bisa mendapatkan sejumlah uang yang cukup banyak tanpa harus bersusah payah.

Melihata fenomena ‘ngemis’ pada umumnya, kebanyakan masyarakat memandang bahwa pengemis itu identik dengan orang yang berpenampilan tidak rapi, rambutnya tidak terawat, wajahnya kusam, pakaiannya serba kumal atau robek-robek, yang dengannya dapat dijadikan sarana untuk mengungkapkan ‘kesengsaraan hidupnya’, serta menarik rasa belas kasihan masyarakat kepada dirinya.

Sebut saja, ‘model’ pengemis di atas adalah gaya pengemis konvensional. Di zaman beredarnya iPhone saat ini, pengemis tidak lagi berpenampilan kuno seperti itu. Pengemis telah berubah model dan penampilan, dengan target penghasilan yang lebih besar. Mereka berpakaian rapi, memakai jas berdasi dan sepatu, bahkan kendaraannya pun lumayan bagus. Ada yang menjalankannya sendirian dan ada pula yang berupa team pencari dana. Yang lebih mengherankan, sebagian orang bersemangat mencari sumbangan atau bantuan dana demi memperkaya diri dan keluarganya dengan cara membuat proposal-proposal untuk kegiatan tertentu, baik nyata atau fiktif. Setelah memperoleh dana, mereka tidak menyalurkan sebagaimana mestinya, tetapi justru digunakan untuk kepentingannya sendiri. Apapun itu, mereka semua statusnya sama, pengemis.

PENGERTIAN MENGEMIS (MEMINTA-MINTA)

Mengemis atau meminta-minta dalam bahasa Arab disebut dengan “tasawwul ”. Di dalam Al- Mu’jam Al-Wasith disebutkan: “Tasawwala  (bentuk fi’il madhy  dari  tasawwul)  artinya  meminta-minta  atau  meminta pemberian ”(Lihat Al-Mu’jamul Wasith I/465).

Sebagian ulama mendefinisikan tasawwul (mengemis) dengan upaya  meminta harta orang lain bukan  untuk  kemaslahatan  agama  melainkan  untuk  kepentingan  pribadi.

Al-Hafizh  Ibnu Hajar  Rahimahullah mengatakan:  “Perkataan  Al-Bukhari (Bab Menjaga Diri dari Meminta-minta) maksudnya adalah  meminta-minta sesuatu, selain untuk kemaslahatan agama ”. (Lihat Fathul Bari III/336).

Berdasarkan definisi di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa batasan  tasawwul atau “mengemis”  adalah  meminta  untuk  kepentingan  diri sendiri bukan  untuk  kemaslahatan agama atau kepentingan kaum muslimin.

HUKUM MENGEMIS DAN MEMINTA SUMBANGAN DALAM PANDANGAN ISLAM

Meminta-minta sumbangan atau mengemis pada dasarnya tidak disyari’atkan dalam agama Islam. Bahkan jika melakukannya dengan cara menipu atau berdusta kepada seseorang atau lembaga tertentu yang dimintai sumbangan, semacam dengan menampakkan dirinya seakan-akan orang yang sedang kesulitan atau membutuhkan biaya maka hukumnya haram dan termasuk dosa besar.

Di antara dalil-dalil syari yang menunjukkan haramnya mengemis dan meminta-minta sumbangan, dan bahkan ini termasuk dosa besar adalah sebagai berikut:

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ

Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya“. (Shohih. HR. Bukhari no. 1474, dan Muslim no. 1040 ).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ

Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah  sedang  meminta  bara  api. Maka  silahkan  dia  kurangi ataukah dia perbanyak ”. (Shohih. HR. Muslim II/720 no.1041, Ibnu Majah I/589 no. 1838, dan Ahmad II/231 no.7163).

Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ

Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api“. (HR. Ahmad IV/165 no.17543, Ibnu Khuzaimah IV/100 no.2446, dan Thabrani IV/15 no.3506).

Demikianlah beberapa dalil dari hadits-hadits Nabi yang mengharamkan mengemis atau meminta-minta sumbangan untuk kepentinagn pribadi atau keluarga.

MENGEMIS YANG DIBOLEHKAN

Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa ada beberapa keadaan yang membolehkan seseorang untuk mengemis atau meminta-minta sumbangan. Di antara keadaan-keadaan tersebut ialah sebagaimana berikut:

  • Ketika seseorang menanggung beban diyat (denda) atau pelunasan hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai dia mampu melunasinya. Setelah lunas, dia wajib untuk meninggalkan mengemis.
  • Ketika seseorang ditimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup.
  • Ketika seseorang tertimpa kefakiran yang sangat berat, sehingga disaksikan oleh 3 orang berakal, pemuka masyarakatnya bahwa dia tertimpa kefakiran, maka  halal  baginya  meminta-minta  sampai  dia  mendapatkan kecukupan bagi kehidupannya.

Pada tiga keadaan ini, seseorang diperbolehkan untuk meminta-minta sumbangan atau mengemis. Dalil kesimpulan ini adalah hadis yang diriwayatkan dari Sahabat Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Wahai Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: Seseorang yang menanggung beban (hutang orang lain, diyat/denda), ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti. Dan seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup. Dan seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”. (Shohîh. HR Muslim II/722 no.1044), Abu Dâwud I/515 no.1640, Ahmad III/477 no.15957, V/60 no.20620, dan an-Nasâ`i V/89 no.2580).

  • Ketika seseorang meminta sumbangan untuk kepentingan kaum muslimin, bukan kepentingan pribadinya. Mengemis untuk tujuan dakwah, termasuk tasawwul (mengemis dan meminta-minta sumbangan) yang diperbolehkan dalam Islam meskipun dia orang kaya.

Di antara dalil yang menunjukkan bolehnya sumbangan untuk kepentingan agama dan kemaslahatan kaum muslimin adalah pesan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada para pemimpin perang ketika sebelum berangkat. Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ

“ Jika mereka (orang-orang  kafir  yang  diperangi,  pent)  tidak  mau  masuk  Islam  maka mintalah Al-Jizyah dari mereka! Jika mereka memberikannya maka terimalah dan tahanlah dari (memerangi, pen)  mereka! Jika  mereka  tidak  mau  menyerahkan  Al-Jizyah  maka mintalah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka!”. (Shohih. HR. Muslim III/1356 no.1731, Abu Dawud II/43 no.2612, Ahmad V/358 no.23080).

Berdasarkan hadis di atas, meminta Al-Jizyah dari orang-orang  kafir tidak  termasuk  tasawwul  (mengemis atau meminta-minta yang dilarang) karena  Al-Jizyah  bukan  untuk  kepentingan pribadi tetapi untuk kaum muslimin.

Termasuk  dalam  pengertian  meminta  bantuan  untuk  kepentingan  kaum  muslimin adalah hadits yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam juga pernah meminta bantuan seorang tukang kayu untuk membuatkan mimbar untuk beliau. Sahl bin Sa’d As-Sa’idi Radhiyallaahu ‘anhu berkata:

بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِلَى امْرَأَةٍ أَنْ مُرِى غُلاَمَكِ النَّجَّارَ يَعْمَلْ لِى أَعْوَادًا أَجْلِسُ عَلَيْهِنَّ

“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah mengutus kepada seorang wanita: “Perintahkan anakmu yang tukang kayu itu untuk membuatkan untukku sebuah mimbar sehingga aku bisa duduk di atasnya!”. (Shohih. HR. Al-Bukhari: 429, An-Nasa’i 731 dan Ahmad 21801).

Al-Imam Al-Bukhari  Rahimahullah menyatakan: “Bab:Meminta bantuan kepada tukang kayu dan ahli pertukangan lainnya untuk membuat kayu-kayu mimbar dan masjid”. (Shahihul Bukhari: I/172).

Al-Imam Ibnu Baththal  Rahimahullah memberikan penjelasan: “Di dalam hadits ini terdapat pelajaran tentang  bolehnya  meminta  bantuan  kepada  tukang kayu dan orang yang kaya untuk segala hal yang manfaatnya bisa dirasakan kaum muslimin. Dan orang-orang yang segera tanggap untuk melakukannya, dihaturkan banyak terima kasih.” (Lihat Syarh Ibnu Baththal lil Bukhari II/100).

Sehingga dengan demikian,  kita  boleh  mengatakan: “Bantulah aku membangun masjid ini atau madrasah ini dan sebagainya!”  atau  meminta  sumbangan  kepada  kaum  muslimin  yang mampu untuk membangun masjid, madrasah dan sebagainya. (bagian ini dibuang, tdk penting)

Komite Tetap untuk Urusan Fatwa dan Riset Ilmiyyah Saudi Arabia pernah ditanya:

Tanya : “Bolehkah meminta bantuan dari seorang muslim untuk membangun masjid atau madrasah, apa dalilnya?”

Jawab : “ Perkara tersebut diperbolehkan, karena termasuk dalam tolong -menolong dalam kebaikan  dan  taqwa. Allah Subhaanahu wa ta’ala  berfirman:“ Dan tolong-menolonglah  kalian  dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran ” (QS. Al-Maidah: 2)

Wabillahit taufiq wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alihi washahbihi wasallam.

Al-Lajnah Ad- Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’:

Abdul Aziz bin Baaz (ketua), Abdur Razzaq Afifi (wk ketua), Abdullah Ghudayyan (anggota) Abdullah Qu’ud (anggota). (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Al- Majmu’atul Ula nomor: 6192 (6/242)).

Dalil hadis menegaskan, mengemis hukumnya haram. Akan tetapi, ada beberapa keadaan di mana seseorang boleh mengemis. Di sisi lain, ada kesalah-pahaman yang beredar di masyarakat dalam memahami siapakah ‘pengemis’. Sejalan dengan berjalannya waktu, saat ini ‘pengemis’ hadir dengan penampilan baru. Apapun itu, hukumnya tetap haram.

Pull Quote:

Satu: Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah  sedang  meminta  bara  api. Maka  silahkan  dia  kurangi ataukah dia perbanyak

Kedua:  Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.

Resume:

  1. Islam mengajarkan kepada umatnnya agar menjadi umat yang bermartabat. Diantaranya adalah dengan melerang mereka untuk mengemis.
  2. Mengemis adalah upaya meminta harta orang lain untuk  kepentingan  pribadi, baik dilakukan dengan gaya ‘terhormat’ maupun dengan penampilan ‘melarat’.
  3. Hukum asal mengemis adalah haram.
  4. Diantara ancaman untuk orang yang suka mengemis adalah:
    1. Di bangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan wajahnya tidak berdaging.
    2. Disamakan dengan meminta bara api neraka
    3. Disamakan dengan orang yang makan bara api.
  5. Empat keadaan dibolehkan mengemis:
    1. Untuk membayar diyat (denda) atau melunasi utang
    2. Ketika ditimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya
    3. Sangat fakir, sehingga ada 3 orang baik yang menegaskan bahwa dia orang fakir
    4. Mengajukan permohonan sumbangan untuk kepentingan dakwah islam dan kemaslahatan kaum muslimin.
Referensi : Hukum Mengemis dan Meminta Sumbangan