Sabtu, 17 September 2022

Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk

Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.   Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.  Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:  1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger) Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.  Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining) Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.  Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance) Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.  Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.  Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri. Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut.  Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.

Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda. 

Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.


Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.

5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui

Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.   Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.  Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:  1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger) Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.  Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining) Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.  Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance) Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.  Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.  Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri. Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut.  Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.

Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:

1. Fase menyangkal (denial)

Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.

Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.

2. Fase marah (anger)

Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.   Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.  Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:  1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger) Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.  Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining) Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.  Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance) Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.  Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.  Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri. Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut.  Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.

Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.

Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.

3. Fase tawar-menawar (bargaining)

Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.   Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.  Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:  1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger) Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.  Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining) Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.  Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance) Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.  Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.  Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri. Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut.  Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.

Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.

Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.

4. Fase depresi (depression)

Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.

Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.

5. Fase menerima (acceptance)

Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.   Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.  Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:  1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger) Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.  Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining) Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.  Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance) Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.  Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.  Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri. Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut.  Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.

Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.

Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.

Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.

Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk

Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.   Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.  Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:  1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger) Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.  Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining) Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.  Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance) Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.  Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.  Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri. Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut.  Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.

Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.

Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:

  • Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik.
  • Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya.
  • Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu.
  • Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa.
  • Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup.
  • Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri.

Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.   Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.  Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:  1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger) Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.  Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining) Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.  Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance) Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.  Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.  Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri. Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut.  Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.

Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut. Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.

Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.   Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.  Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:  1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger) Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.  Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining) Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.  Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance) Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.  Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.  Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri. Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut.  Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya. Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.  Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.    Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui  Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.   Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.  Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:  1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger) Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.  Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining) Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.  Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance) Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.  Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.  Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri. Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut.  Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.  Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini: 1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger)  Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.   Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.  Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:  1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger) Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.  Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining) Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.  Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance) Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.  Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.  Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri. Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut.  Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.  Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood. Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining)  Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.   Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.  Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:  1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger) Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.  Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining) Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.  Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance) Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.  Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.  Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri. Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut.  Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.  Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya. Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance)  Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.   Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.  Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:  1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger) Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.  Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining) Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.  Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance) Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.  Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.  Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri. Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut.  Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.  Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah. Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk  Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.   Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.  Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:  1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger) Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.  Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining) Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.  Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance) Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.  Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.  Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri. Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut.  Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.  Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin. Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri.  Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk. Berdasarkan teori, saat sedang berduka atau mendapatkan berita buruk, setiap orang akan mengalami 5 fase berduka yang terdiri dari fase menyangkal, marah, tawar-menawar, depresi, dan menerima. Pada setiap orang, fase-fase ini bisa dilewati dengan cara, urutan, dan waktu yang berbeda-beda.   Teori 5 fase berduka ini pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater bernama Elisabeth Kubler-Ross. Berkat teori tersebut, psikolog atau psikiater bisa membantu dalam membimbing seseorang ketika ia sedang menjalani situasi sulit dalam hidupnya.  Perasaan sedih dan berduka merupakan respons alami ketika seseorang mengalami peristiwa atau kejadian yang buruk, baik itu meninggalnya anggota keluarga, perceraian, atau ketika didiagnosis penyakit serius, seperti kanker atau HIV. Meski normal dialami, nyatanya perasaan ini tidak selalu mudah untuk dihilangkan.  5 Fase Berduka yang Perlu Diketahui Setelah mengalami kejadian traumatis atau suatu peristiwa yang buruk, seseorang akan melalui 5 fase berduka berikut ini:  1. Fase menyangkal (denial) Penyangkalan merupakan tahapan berduka yang pertama. Pada tahap ini, seseorang cenderung akan meragukan atau menyangkal bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Misalnya, seseorang yang baru saja terdiagnosis penyakit berat mungkin akan berpikir bahwa terdapat kesalahan dalam diagnosis tersebut.  Ini merupakan respons alami manusia untuk meminimalkan luka batin atau emosional yang sedang dirasakan. Dengan begitu, seiring berjalan waktu, ia akan mulai bisa menghadapi kenyataan tersebut.  2. Fase marah (anger) Setelah melewati fase menyangkal, seseorang yang sedang berduka akan merasa marah dan tidak terima bahwa ia sedang mengalami peristiwa buruk. Hal ini juga bisa membuatnya menjadi frustasi, lebih sensitif, tidak sabaran, dan mengalami perubahan mood.  Pada fase ini, ia mungkin juga akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti “mengapa harus saya?” atau “apa salah saya, sehingga hal ini harus terjadi pada hidup saya?”. Amarah ini bisa ditujukan kepada siapa saja, baik pada diri sendiri, orang lain, benda di sekitar, atau bahkan kepada Tuhan.  3. Fase tawar-menawar (bargaining) Layaknya api yang semula berkobar lalu padam, fase marah secara perlahan juga akan terganti. Setelah melalui fase marah, orang yang sedang berduka akan melalui fase tawar-menawar. Ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan emosional seseorang agar ia bisa mengambil kontrol kembali atas hidupnya.  Fase ini umumnya ditandai dengan rasa bersalah, baik pada diri sendiri atau orang lain. Selain itu, ketika memasuki fase ini, mereka juga akan mencari cara untuk mencegah terjadinya peristiwa buruk yang sedang dialami di kemudian hari.  4. Fase depresi (depression) Setelah upaya untuk menolak dan mengubah kenyataan pahit yang dialaminya tidak berhasil, orang yang berduka kemudian akan merasa sedih, kecewa, dan putus asa yang teramat dalam. Ini merupakan bagian dari proses terbentuknya luka batin yang normal terjadi.  Fase depresi ini umumnya ditandai dengan rasa lelah, sering menangis, sulit tidur, kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan, dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.  Fase ini bisa dikatakan fase terberat dan perlu diwaspadai. Pasalnya, rasa duka dan luka emosional yang dirasakan bisa saja menimbulkan ide atau percobaan untuk bunuh diri.  5. Fase menerima (acceptance) Penerimaan adalah tahapan akhir dari fase berduka. Pada fase ini, seseorang sudah bisa menerima kenyataan bahwa peristiwa buruk yang ia alami benar-benar terjadi dan tidak dapat diubah.  Kendati mungkin perasaan sedih, kecewa, dan penyesalan masih ada, tetapi di tahap ini, seseorang sudah mulai bisa belajar dan menyesuaikan diri untuk hidup bersama kenyataan yang baru dan menerima hal tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.  Bahkan, jika orang tersebut bisa berpikir positif, mereka akan menjadikan pengalaman pahit yang dialaminya sebagai pembelajaran untuk bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.  Tips untuk Bangkit dari Peristiwa Buruk Setiap orang akan melewati setiap fase berduka dengan cara dan waktunya masing-masing. Kamu bisa saja tidak mengalami setiap fase berduka di atas, atau justru bolak-balik dari fase berduka yang satu ke fase lainnya. Ini semua merupakan hal yang normal terjadi dan termasuk bagian dari proses penyembuhan luka batin.  Nah, untuk membantu kamu atau orang terdekatmu berdamai dengan keadaan dan bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan, cobalah ikuti beberapa tips berikut ini:  Habiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang terdekat. Namun, jika kamu ingin sendirian, kamu bisa meminta waktu untuk menyendiri hingga kamu merasa lebih baik. Hindari memendam duka mendalam seorang diri. Cobalah bercerita atau curhat dengan orang terdekat atau orang yang kamu percaya. Jika kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, coba tuangkan isi hatimu dengan menulis jurnal harian mengenai emosi, perasaan, angan-angan, atau harapanmu. Kelola stres dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan dan bisa membantumu menenangkan diri, misalnya dengan olahraga secara teratur, meditasi, atau berdoa. Konsumsi makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup. Hindari coping mechanism yang kurang baik, misalnya mengonsumsi minuman beralkohol, menggunakan narkoba, merokok, atau menyakiti diri sendiri. Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut.  Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.  Berduka memang bagian dari kehidupan yang sering kali tak bisa dihindari. Namun, jangan sampai ini terjadi secara berlarut-larut. Jika kamu atau orang terdekatmu merasa sulit untuk menerima kenyataan pahit setelah mengalami peristiwa buruk, terlebih jika sudah menimbulkan gejala gangguan kesehatan, seperti depresi, gangguan cemas, insomnia, atau gangguan psikosomatik, ada baiknya hal ini dikonsultasikan dengan psikolog atau psikiater, ya.     Referensi : Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk


Referensi : Fase Berduka setelah Mengalami Peristiwa Buruk