Senin, 26 September 2022

Renungan Soal Ucapan “Selamat Natal”

Sungguh kondisi sebagian ummat Islam dewasa ini sudah sangat memprihatinkan. Betapa tidak, Allah di dalam Kitabullah Al-Quranul Karim jelas-jelas memerintahkan kita untuk mengajak Ahli Kitab (yakni kaum penganut Yahudi dan Nasrani) agar hanya menyembah Allah semata, namun dalam realitanya justeru tidak sedikit ummat Islam yang setiap tahun ketika memasuki bulan Desember malah berbondong-bondong mengucapkan selamat atas perayaan hari Natal. Sudahkah mereka benar-benar merenungi dampak dari ucapan “Selamat Natal” yang mereka layangkan kepada ummat Kristiani tersebut? Mari kita coba mendalami hal ini dengan hati yang tenang dan fikiran yang jernih.  Marilah kita lihat apa yang Allah perintahkan kepada kita ummat Islam di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman:  قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا  Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apapun.” (QS. Ali Imran [3] : 64)  Jelas di dalam ayat di atas Allah menyuruh kita mengajak kaum Nasrani untuk bertauhid yaitu hanya mengesakan dan menyembah Allah semata dan agar tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun di muka bumi ini. Dan tidak ada seorangpun muslim yang tidak kenal surah Al-Ikhlas —bahkan hafal sejak masih duduk di bangku SD— di mana di dalamnya terdapat firman Allah sebagai berikut:  لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ  “Dia (Allah) tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia (Allah).” (QS. Al-Ikhlas [112] : 3-4)  Bagi seorang muslim keyakinan bahwa Allah subhaanahu wa ta’aala itu Maha Esa adalah perkara yang sudah selesai dan mantap diyakininya. Allah tidak punya anak dan Allah tidak punya orang-tua. Bahkan tidak ada sesuatupun atau seseorangpun di muka bumi ini, baik di masa lalu, masa kini maupun di masa depan yang bisa dan boleh disetarakan atau diserupakan dengan Allah subhaanahu wa ta’aala.  Lalu mengapa Allah menyuruh ummat Islam untuk mengajak ahli Kitab —termasuk kaum Nasrani di dalamnya— agar bersepakat dengan ajaran tauhid? Bahwa tidak boleh ada di dunia ini yang disembah selain Allah dan bahwa tidak boleh ada apapun atau siapapun di dunia ini yang dipersekutukan dengan Allah subhaanahu wa ta’aala. Allah menyuruh kita mengajak mereka kepada kalimat Tauhid sebab pada asalnya kalimat ini pulalah yang telah diajarkan oleh Yesus Kristus (kata mereka) atau Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam (kata Allah dan ummat Islam) kepada Bani Israel. Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam tidak pernah menyatakan bahwa dirinya adalah anak tuhan apalagi tuhan itu sendiri. Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam tidak pernah menyuruh ummatnya untuk mempersekutukan Allah dengan dirinya dan diri ibundanya Maryam.  وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ  “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?'” Isa menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya).'” (QS. Al-Maidah [5] : 116)  Adalah suatu dusta besar bila ada yang menyangka apalagi meyakini bahwa seorang Nabi yang diutus Allah akan menyuruh ummatnya untuk menyembah dirinya dan bukan menyembah Allah subhaanahu wa ta’aala yang telah mengutus dirinya menjadi seorang Nabiyullah.  مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ  Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” (QS. Ali Imran [3] : 79)  Sehingga Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam sendiri ketika ditanya Allah mengenai dusta besar yang telah dilakukan oleh sebagian ummatnya, menjawab sebagai berikut:  مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ   “Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu, ‘Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu’.” (QS. Al-Maidah [5] : 117)  Jadi sebenarnya peringatan dan perayaan hari kelahiran Yesus Kristus bukanlah suatu peringatan hari ulang tahun biasa sebagaimana ulang tahun manusia lain pada umumnya. Bagi sebagian besar ummat Kristiani di seluruh dunia Hari Natal atau kelahiran Yesus setiap tanggal 25 Desember diyakini merupakan hari lahirnya anak tuhan bahkan hari lahirnya tuhan itu sendiri…! Subhaanallahi ‘amma yusyrikun (Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan). Ummat Nasrani meyakini bahwa setiap tanggal tersebut mereka menegaskan kembali keyakinan keliru mereka bahwa Allah punya anak atau Allah boleh diserupakan dengan seorang manusia, dalam hal ini Yesus atau kita menyebutnya Isa ‘alaihis salaam.  Dan Allah dengan tegas memvonis kafir bagi siapa saja yang mengucapkan kalimat sesat tersebut:  لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ  Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” (QS. Al-Maidah [5] : 72)  لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ  “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, ‘Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa.” (QS. Al-Maidah [5] : 73)  Bila Allah memvonis mereka karena ucapan batilnya itu, lalu mengapa ummat Islam malah turut mengucapkan selamat kepada mereka atas kebatilan keyakinan mereka itu? Alih-alih kita mengajak mereka untuk bertaubat dan hanya menyembah Allah sebagaimana Allah perintahkan kita dan Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam atau Yesus telah menyuruh mereka, malah sebagian ummat Islam dewasa ini turut memberikan dukungan dan ucapan selamat atas kekeliruan, kekafiran dan kemusyrikan mereka itu.    Bukankah ucapan selamat dari ummat Islam justeru akan melestarikan keyakinan sesat mereka? Mereka tidak diingatkan bahwa itu keliru malah mereka diberikan kalimat ucapan selamat? Alangkah tega dan zalimnya perbuatan orang-orang yang mengucapkan selamat Natal kepada ummat Kristiani yang merayakan hari kelahiran anak tuhan bahkan kelahiran tuhan itu sendiri. Kita tahu bahwa itu adalah kebatilan tetapi kita malah memberikan reinforcement dengan Christmas Greeting yang diucapkan, baik melalui ucapan langsung, facebook, email, kartu Natal atau Televisi. Ibaratnya seorang muslim yang seperti itu sedang menyatakan kepada seorang Nasrani, “Selamat ya Anda telah menjadi seorang yang kafir di mata Allah Tuhan Yang Sebenarnya.” Na’udzubillahi min dzaalika…!  Bahkan di dalam ayat-ayat berikut Allah sangat murka dengan orang-orang yang meyakini bahwa Allah Yang Maha Pemurah telah mengambil seorang anak. Sehingga Allah mengancam dengan berbagai bentuk bencana alam dahsyat dikarenakan adanya orang-orang yang mengucapkan claim batil tersbut.  وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِلا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا  “Dan mereka berkata, ‘Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.’ Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (QS. Maryam [19] : 88-93)  Sekali lagi, alangkah tega dan zalimnya bila ada seorang muslim yang mengaku menjadikan Allah sebagai Tuhan Yang Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak bisa diserupakan dengan apapun dan siapapun, kemudian melihat ada orang-orang yang meng-claim bahwa Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pemurah) punya anak lalu malah turut mengucapkan selamat pada hari dimana mereka merayakan peringatan hari kelahiran anak tuhan atau bahkan tuhan mereka itu.  Tidak mengucapkan “Selamat Natal” kepada kaum Nasrani bukan berarti kita tidak bisa bergaul dan berlaku baik kepada mereka. Silahkan berlaku baik kepada mereka sepanjang tahun. Tapi pada giliran tiba bulan Desember, khususnya tanggal tertentu, tunjukkanlah sikap Tauhid kita dengan tidak ikut serta melegitimasi kekeliruan keyakinan mereka dengan mengucapkan Christmas Greetings.  Mungkin ada yang bertanya, “Tetapi kenapa kita tidak mengucapkan ‘Christmas Greetings’ kepada mereka sedangkan mereka mengucapkan ‘Selamat Hari Raya Idul Fitri’ kepada kita?” Saudaraku, sungguh tidaklah sama antara Perayaan Natal dengan Hari Raya Idul Fitri. Hari Raya Idul Fitri merupakan sebuah momen dimana ummat Islam bersyukur telah sebulan penuh beribadah Ramadhan dengan shaum di siang hari, taraweh di malam hari dan berburu lailatul qadar. Ini semua merupakan perintah-perintah Allah untuk dilaksanakan dan dijanjikanNya akan mendatangkan keselamatan di dunia maupun di akhirat bagi pelakunya. Artinya memang seorang muslim yang mentaati Allah dengan beribadah Ramadhan adalah fihak yang selamat dan patut diberikan ucapan selamat. Sementara fihak yang merayakan peringatan hari lahirnya ‘anak tuhan’ atau lahirnya ‘tuhan’ bagaimana bisa dikatakan selamat sedangkan Allah sangat murka dengan claim batil tersebut? Lalu apa perlunya diberikan ucapan selamat kepadanya? Malah semestinya —jika sanggup— kita mengajak mereka untuk bertaubat dari claim batil tersebut dan kembali kepada ajaran murni Yesus alias Nabiyullah Isa ‘alahis salaam, yakni ajaran Tauhid.  Malah seharusnya kita malu kepada Allah karena kita belum kunjung melaksanakan perintahNya untuk mengajak mereka kepada kalimat yang disepakati antara kita dengan mereka:  تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا  Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apapun.” (QS. Ali Imran [3] : 64)  Ya Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengampun, ampunilah kami yang belum kunjung sanggup secara terbuka melaksanakan perintahMu di atas bahkan sebagian kami justeru malah melegitimasi kesesatan Ahli Kitab dari kalangan kaum Nasrani. Amin ya Rabbal ‘aalamiin. Sungguh kondisi sebagian ummat Islam dewasa ini sudah sangat memprihatinkan. Betapa tidak, Allah di dalam Kitabullah Al-Quranul Karim jelas-jelas memerintahkan kita untuk mengajak Ahli Kitab (yakni kaum penganut Yahudi dan Nasrani) agar hanya menyembah Allah semata, namun dalam realitanya justeru tidak sedikit ummat Islam yang setiap tahun ketika memasuki bulan Desember malah berbondong-bondong mengucapkan selamat atas perayaan hari Natal.  Sudahkah mereka benar-benar merenungi dampak dari ucapan “Selamat Natal” yang mereka layangkan kepada ummat Kristiani tersebut? Mari kita coba mendalami hal ini dengan hati yang tenang dan fikiran yang jernih.  Marilah kita lihat apa yang Allah perintahkan kepada kita ummat Islam di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman:  قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا  Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apapun.” (QS. Ali Imran [3] : 64)  Jelas di dalam ayat di atas Allah menyuruh kita mengajak kaum Nasrani untuk bertauhid yaitu hanya mengesakan dan menyembah Allah semata dan agar tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun di muka bumi ini. Dan tidak ada seorangpun muslim yang tidak kenal surah Al-Ikhlas —bahkan hafal sejak masih duduk di bangku SD— di mana di dalamnya terdapat firman Allah sebagai berikut:  لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ  “Dia (Allah) tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia (Allah).” (QS. Al-Ikhlas [112] : 3-4)  Bagi seorang muslim keyakinan bahwa Allah subhaanahu wa ta’aala itu Maha Esa adalah perkara yang sudah selesai dan mantap diyakininya. Allah tidak punya anak dan Allah tidak punya orang-tua. Bahkan tidak ada sesuatupun atau seseorangpun di muka bumi ini, baik di masa lalu, masa kini maupun di masa depan yang bisa dan boleh disetarakan atau diserupakan dengan Allah subhaanahu wa ta’aala.  Lalu mengapa Allah menyuruh ummat Islam untuk mengajak ahli Kitab —termasuk kaum Nasrani di dalamnya— agar bersepakat dengan ajaran tauhid? Bahwa tidak boleh ada di dunia ini yang disembah selain Allah dan bahwa tidak boleh ada apapun atau siapapun di dunia ini yang dipersekutukan dengan Allah subhaanahu wa ta’aala. Allah menyuruh kita mengajak mereka kepada kalimat Tauhid sebab pada asalnya kalimat ini pulalah yang telah diajarkan oleh Yesus Kristus (kata mereka) atau Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam (kata Allah dan ummat Islam) kepada Bani Israel.   Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam tidak pernah menyatakan bahwa dirinya adalah anak tuhan apalagi tuhan itu sendiri. Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam tidak pernah menyuruh ummatnya untuk mempersekutukan Allah dengan dirinya dan diri ibundanya Maryam.  وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ  “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?'” Isa menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya).'” (QS. Al-Maidah [5] : 116)  Adalah suatu dusta besar bila ada yang menyangka apalagi meyakini bahwa seorang Nabi yang diutus Allah akan menyuruh ummatnya untuk menyembah dirinya dan bukan menyembah Allah subhaanahu wa ta’aala yang telah mengutus dirinya menjadi seorang Nabiyullah.  مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ  Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” (QS. Ali Imran [3] : 79)  Sehingga Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam sendiri ketika ditanya Allah mengenai dusta besar yang telah dilakukan oleh sebagian ummatnya, menjawab sebagai berikut:  مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ   “Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu, ‘Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu’.” (QS. Al-Maidah [5] : 117)  Jadi sebenarnya peringatan dan perayaan hari kelahiran Yesus Kristus bukanlah suatu peringatan hari ulang tahun biasa sebagaimana ulang tahun manusia lain pada umumnya. Bagi sebagian besar ummat Kristiani di seluruh dunia Hari Natal atau kelahiran Yesus setiap tanggal 25 Desember diyakini merupakan hari lahirnya anak tuhan bahkan hari lahirnya tuhan itu sendiri…! Subhaanallahi ‘amma yusyrikun (Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan).     Ummat Nasrani meyakini bahwa setiap tanggal tersebut mereka menegaskan kembali keyakinan keliru mereka bahwa Allah punya anak atau Allah boleh diserupakan dengan seorang manusia, dalam hal ini Yesus atau kita menyebutnya Isa ‘alaihis salaam.  Dan Allah dengan tegas memvonis kafir bagi siapa saja yang mengucapkan kalimat sesat tersebut:  لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ  Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” (QS. Al-Maidah [5] : 72)  لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ  “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, ‘Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa.” (QS. Al-Maidah [5] : 73)  Bila Allah memvonis mereka karena ucapan batilnya itu, lalu mengapa ummat Islam malah turut mengucapkan selamat kepada mereka atas kebatilan keyakinan mereka itu? Alih-alih kita mengajak mereka untuk bertaubat dan hanya menyembah Allah sebagaimana Allah perintahkan kita dan Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam atau Yesus telah menyuruh mereka, malah sebagian ummat Islam dewasa ini turut memberikan dukungan dan ucapan selamat atas kekeliruan, kekafiran dan kemusyrikan mereka itu.  Bukankah ucapan selamat dari ummat Islam justeru akan melestarikan keyakinan sesat mereka? Mereka tidak diingatkan bahwa itu keliru malah mereka diberikan kalimat ucapan selamat? Alangkah tega dan zalimnya perbuatan orang-orang yang mengucapkan selamat Natal kepada ummat Kristiani yang merayakan hari kelahiran anak tuhan bahkan kelahiran tuhan itu sendiri. Kita tahu bahwa itu adalah kebatilan tetapi kita malah memberikan reinforcement dengan Christmas Greeting yang diucapkan, baik melalui ucapan langsung, facebook, email, kartu Natal atau Televisi.  Ibaratnya seorang muslim yang seperti itu sedang menyatakan kepada seorang Nasrani, “Selamat ya Anda telah menjadi seorang yang kafir di mata Allah Tuhan Yang Sebenarnya.” Na’udzubillahi min dzaalika…!  Bahkan di dalam ayat-ayat berikut Allah sangat murka dengan orang-orang yang meyakini bahwa Allah Yang Maha Pemurah telah mengambil seorang anak. Sehingga Allah mengancam dengan berbagai bentuk bencana alam dahsyat dikarenakan adanya orang-orang yang mengucapkan claim batil tersbut.  وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِلا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا  “Dan mereka berkata, ‘Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.’ Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (QS. Maryam [19] : 88-93)  Sekali lagi, alangkah tega dan zalimnya bila ada seorang muslim yang mengaku menjadikan Allah sebagai Tuhan Yang Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak bisa diserupakan dengan apapun dan siapapun, kemudian melihat ada orang-orang yang meng-claim bahwa Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pemurah) punya anak lalu malah turut mengucapkan selamat pada hari dimana mereka merayakan peringatan hari kelahiran anak tuhan atau bahkan tuhan mereka itu.  Tidak mengucapkan “Selamat Natal” kepada kaum Nasrani bukan berarti kita tidak bisa bergaul dan berlaku baik kepada mereka. Silahkan berlaku baik kepada mereka sepanjang tahun. Tapi pada giliran tiba bulan Desember, khususnya tanggal tertentu, tunjukkanlah sikap Tauhid kita dengan tidak ikut serta melegitimasi kekeliruan keyakinan mereka dengan mengucapkan Christmas Greetings.  Mungkin ada yang bertanya, “Tetapi kenapa kita tidak mengucapkan ‘Christmas Greetings’ kepada mereka sedangkan mereka mengucapkan ‘Selamat Hari Raya Idul Fitri’ kepada kita?” Saudaraku, sungguh tidaklah sama antara Perayaan Natal dengan Hari Raya Idul Fitri. Hari Raya Idul Fitri merupakan sebuah momen dimana ummat Islam bersyukur telah sebulan penuh beribadah Ramadhan dengan shaum di siang hari, taraweh di malam hari dan berburu lailatul qadar. Ini semua merupakan perintah-perintah Allah untuk dilaksanakan dan dijanjikanNya akan mendatangkan keselamatan di dunia maupun di akhirat bagi pelakunya. Artinya memang seorang muslim yang mentaati Allah dengan beribadah Ramadhan adalah fihak yang selamat dan patut diberikan ucapan selamat. Sementara fihak yang merayakan peringatan hari lahirnya ‘anak tuhan’ atau lahirnya ‘tuhan’ bagaimana bisa dikatakan selamat sedangkan Allah sangat murka dengan claim batil tersebut? Lalu apa perlunya diberikan ucapan selamat kepadanya? Malah semestinya —jika sanggup— kita mengajak mereka untuk bertaubat dari claim batil tersebut dan kembali kepada ajaran murni Yesus alias Nabiyullah Isa ‘alahis salaam, yakni ajaran Tauhid.  Malah seharusnya kita malu kepada Allah karena kita belum kunjung melaksanakan perintahNya untuk mengajak mereka kepada kalimat yang disepakati antara kita dengan mereka:  تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا  Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apapun.” (QS. Ali Imran [3] : 64)  Ya Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengampun, ampunilah kami yang belum kunjung sanggup secara terbuka melaksanakan perintahMu di atas bahkan sebagian kami justeru malah melegitimasi kesesatan Ahli Kitab dari kalangan kaum Nasrani. Amin ya Rabbal ‘Aalamiin., Sungguh kondisi sebagian ummat Islam dewasa ini sudah sangat memprihatinkan. Betapa tidak, Allah di dalam Kitabullah Al-Quranul Karim jelas-jelas memerintahkan kita untuk mengajak Ahli Kitab (yakni kaum penganut Yahudi dan Nasrani) agar hanya menyembah Allah semata, namun dalam realitanya justeru tidak sedikit ummat Islam yang setiap tahun ketika memasuki bulan Desember malah berbondong-bondong mengucapkan selamat atas perayaan hari Natal. Sudahkah mereka benar-benar merenungi dampak dari ucapan “Selamat Natal” yang mereka layangkan kepada ummat Kristiani tersebut? Mari kita coba mendalami hal ini dengan hati yang tenang dan fikiran yang jernih.  Marilah kita lihat apa yang Allah perintahkan kepada kita ummat Islam di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman:  قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا  Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apapun.” (QS. Ali Imran [3] : 64)  Jelas di dalam ayat di atas Allah menyuruh kita mengajak kaum Nasrani untuk bertauhid yaitu hanya mengesakan dan menyembah Allah semata dan agar tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun di muka bumi ini. Dan tidak ada seorangpun muslim yang tidak kenal surah Al-Ikhlas —bahkan hafal sejak masih duduk di bangku SD— di mana di dalamnya terdapat firman Allah sebagai berikut:  لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ  “Dia (Allah) tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia (Allah).” (QS. Al-Ikhlas [112] : 3-4)  Bagi seorang muslim keyakinan bahwa Allah subhaanahu wa ta’aala itu Maha Esa adalah perkara yang sudah selesai dan mantap diyakininya. Allah tidak punya anak dan Allah tidak punya orang-tua. Bahkan tidak ada sesuatupun atau seseorangpun di muka bumi ini, baik di masa lalu, masa kini maupun di masa depan yang bisa dan boleh disetarakan atau diserupakan dengan Allah subhaanahu wa ta’aala.  Lalu mengapa Allah menyuruh ummat Islam untuk mengajak ahli Kitab —termasuk kaum Nasrani di dalamnya— agar bersepakat dengan ajaran tauhid? Bahwa tidak boleh ada di dunia ini yang disembah selain Allah dan bahwa tidak boleh ada apapun atau siapapun di dunia ini yang dipersekutukan dengan Allah subhaanahu wa ta’aala. Allah menyuruh kita mengajak mereka kepada kalimat Tauhid sebab pada asalnya kalimat ini pulalah yang telah diajarkan oleh Yesus Kristus (kata mereka) atau Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam (kata Allah dan ummat Islam) kepada Bani Israel. Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam tidak pernah menyatakan bahwa dirinya adalah anak tuhan apalagi tuhan itu sendiri. Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam tidak pernah menyuruh ummatnya untuk mempersekutukan Allah dengan dirinya dan diri ibundanya Maryam.  وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ  “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?'” Isa menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya).'” (QS. Al-Maidah [5] : 116)  Adalah suatu dusta besar bila ada yang menyangka apalagi meyakini bahwa seorang Nabi yang diutus Allah akan menyuruh ummatnya untuk menyembah dirinya dan bukan menyembah Allah subhaanahu wa ta’aala yang telah mengutus dirinya menjadi seorang Nabiyullah.  مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ  Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” (QS. Ali Imran [3] : 79)  Sehingga Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam sendiri ketika ditanya Allah mengenai dusta besar yang telah dilakukan oleh sebagian ummatnya, menjawab sebagai berikut:  مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ   “Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu, ‘Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu’.” (QS. Al-Maidah [5] : 117)  Jadi sebenarnya peringatan dan perayaan hari kelahiran Yesus Kristus bukanlah suatu peringatan hari ulang tahun biasa sebagaimana ulang tahun manusia lain pada umumnya. Bagi sebagian besar ummat Kristiani di seluruh dunia Hari Natal atau kelahiran Yesus setiap tanggal 25 Desember diyakini merupakan hari lahirnya anak tuhan bahkan hari lahirnya tuhan itu sendiri…! Subhaanallahi ‘amma yusyrikun (Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan). Ummat Nasrani meyakini bahwa setiap tanggal tersebut mereka menegaskan kembali keyakinan keliru mereka bahwa Allah punya anak atau Allah boleh diserupakan dengan seorang manusia, dalam hal ini Yesus atau kita menyebutnya Isa ‘alaihis salaam.  Dan Allah dengan tegas memvonis kafir bagi siapa saja yang mengucapkan kalimat sesat tersebut:  لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ  Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” (QS. Al-Maidah [5] : 72)  لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ  “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, ‘Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa.” (QS. Al-Maidah [5] : 73)  Bila Allah memvonis mereka karena ucapan batilnya itu, lalu mengapa ummat Islam malah turut mengucapkan selamat kepada mereka atas kebatilan keyakinan mereka itu? Alih-alih kita mengajak mereka untuk bertaubat dan hanya menyembah Allah sebagaimana Allah perintahkan kita dan Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam atau Yesus telah menyuruh mereka, malah sebagian ummat Islam dewasa ini turut memberikan dukungan dan ucapan selamat atas kekeliruan, kekafiran dan kemusyrikan mereka itu.    Bukankah ucapan selamat dari ummat Islam justeru akan melestarikan keyakinan sesat mereka? Mereka tidak diingatkan bahwa itu keliru malah mereka diberikan kalimat ucapan selamat? Alangkah tega dan zalimnya perbuatan orang-orang yang mengucapkan selamat Natal kepada ummat Kristiani yang merayakan hari kelahiran anak tuhan bahkan kelahiran tuhan itu sendiri. Kita tahu bahwa itu adalah kebatilan tetapi kita malah memberikan reinforcement dengan Christmas Greeting yang diucapkan, baik melalui ucapan langsung, facebook, email, kartu Natal atau Televisi. Ibaratnya seorang muslim yang seperti itu sedang menyatakan kepada seorang Nasrani, “Selamat ya Anda telah menjadi seorang yang kafir di mata Allah Tuhan Yang Sebenarnya.” Na’udzubillahi min dzaalika…!  Bahkan di dalam ayat-ayat berikut Allah sangat murka dengan orang-orang yang meyakini bahwa Allah Yang Maha Pemurah telah mengambil seorang anak. Sehingga Allah mengancam dengan berbagai bentuk bencana alam dahsyat dikarenakan adanya orang-orang yang mengucapkan claim batil tersbut.  وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِلا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا  “Dan mereka berkata, ‘Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.’ Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (QS. Maryam [19] : 88-93)  Sekali lagi, alangkah tega dan zalimnya bila ada seorang muslim yang mengaku menjadikan Allah sebagai Tuhan Yang Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak bisa diserupakan dengan apapun dan siapapun, kemudian melihat ada orang-orang yang meng-claim bahwa Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pemurah) punya anak lalu malah turut mengucapkan selamat pada hari dimana mereka merayakan peringatan hari kelahiran anak tuhan atau bahkan tuhan mereka itu.  Tidak mengucapkan “Selamat Natal” kepada kaum Nasrani bukan berarti kita tidak bisa bergaul dan berlaku baik kepada mereka. Silahkan berlaku baik kepada mereka sepanjang tahun. Tapi pada giliran tiba bulan Desember, khususnya tanggal tertentu, tunjukkanlah sikap Tauhid kita dengan tidak ikut serta melegitimasi kekeliruan keyakinan mereka dengan mengucapkan Christmas Greetings.  Mungkin ada yang bertanya, “Tetapi kenapa kita tidak mengucapkan ‘Christmas Greetings’ kepada mereka sedangkan mereka mengucapkan ‘Selamat Hari Raya Idul Fitri’ kepada kita?” Saudaraku, sungguh tidaklah sama antara Perayaan Natal dengan Hari Raya Idul Fitri. Hari Raya Idul Fitri merupakan sebuah momen dimana ummat Islam bersyukur telah sebulan penuh beribadah Ramadhan dengan shaum di siang hari, taraweh di malam hari dan berburu lailatul qadar. Ini semua merupakan perintah-perintah Allah untuk dilaksanakan dan dijanjikanNya akan mendatangkan keselamatan di dunia maupun di akhirat bagi pelakunya. Artinya memang seorang muslim yang mentaati Allah dengan beribadah Ramadhan adalah fihak yang selamat dan patut diberikan ucapan selamat. Sementara fihak yang merayakan peringatan hari lahirnya ‘anak tuhan’ atau lahirnya ‘tuhan’ bagaimana bisa dikatakan selamat sedangkan Allah sangat murka dengan claim batil tersebut? Lalu apa perlunya diberikan ucapan selamat kepadanya? Malah semestinya —jika sanggup— kita mengajak mereka untuk bertaubat dari claim batil tersebut dan kembali kepada ajaran murni Yesus alias Nabiyullah Isa ‘alahis salaam, yakni ajaran Tauhid.  Malah seharusnya kita malu kepada Allah karena kita belum kunjung melaksanakan perintahNya untuk mengajak mereka kepada kalimat yang disepakati antara kita dengan mereka:  تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا  Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apapun.” (QS. Ali Imran [3] : 64)  Ya Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengampun, ampunilah kami yang belum kunjung sanggup secara terbuka melaksanakan perintahMu di atas bahkan sebagian kami justeru malah melegitimasi kesesatan Ahli Kitab dari kalangan kaum Nasrani. Amin ya Rabbal ‘aalamiin.
Sungguh kondisi sebagian ummat Islam dewasa ini sudah sangat memprihatinkan. Betapa tidak, Allah di dalam Kitabullah Al-Quranul Karim jelas-jelas memerintahkan kita untuk mengajak Ahli Kitab (yakni kaum penganut Yahudi dan Nasrani) agar hanya menyembah Allah semata, namun dalam realitanya justeru tidak sedikit ummat Islam yang setiap tahun ketika memasuki bulan Desember malah berbondong-bondong mengucapkan selamat atas perayaan hari Natal. 

Sudahkah mereka benar-benar merenungi dampak dari ucapan “Selamat Natal” yang mereka layangkan kepada ummat Kristiani tersebut? Mari kita coba mendalami hal ini dengan hati yang tenang dan fikiran yang jernih.

Marilah kita lihat apa yang Allah perintahkan kepada kita ummat Islam di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا

Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apapun.” (QS. Ali Imran [3] : 64)

Jelas di dalam ayat di atas Allah menyuruh kita mengajak kaum Nasrani untuk bertauhid yaitu hanya mengesakan dan menyembah Allah semata dan agar tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun di muka bumi ini. Dan tidak ada seorangpun muslim yang tidak kenal surah Al-Ikhlas —bahkan hafal sejak masih duduk di bangku SD— di mana di dalamnya terdapat firman Allah sebagai berikut:

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Dia (Allah) tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia (Allah).” (QS. Al-Ikhlas [112] : 3-4)

Bagi seorang muslim keyakinan bahwa Allah subhaanahu wa ta’aala itu Maha Esa adalah perkara yang sudah selesai dan mantap diyakininya. Allah tidak punya anak dan Allah tidak punya orang-tua. Bahkan tidak ada sesuatupun atau seseorangpun di muka bumi ini, baik di masa lalu, masa kini maupun di masa depan yang bisa dan boleh disetarakan atau diserupakan dengan Allah subhaanahu wa ta’aala.

Lalu mengapa Allah menyuruh ummat Islam untuk mengajak ahli Kitab —termasuk kaum Nasrani di dalamnya— agar bersepakat dengan ajaran tauhid? Bahwa tidak boleh ada di dunia ini yang disembah selain Allah dan bahwa tidak boleh ada apapun atau siapapun di dunia ini yang dipersekutukan dengan Allah subhaanahu wa ta’aala. Allah menyuruh kita mengajak mereka kepada kalimat Tauhid sebab pada asalnya kalimat ini pulalah yang telah diajarkan oleh Yesus Kristus (kata mereka) atau Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam (kata Allah dan ummat Islam) kepada Bani Israel. 

Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam tidak pernah menyatakan bahwa dirinya adalah anak tuhan apalagi tuhan itu sendiri. Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam tidak pernah menyuruh ummatnya untuk mempersekutukan Allah dengan dirinya dan diri ibundanya Maryam.

وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?'” Isa menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya).'” (QS. Al-Maidah [5] : 116)

Adalah suatu dusta besar bila ada yang menyangka apalagi meyakini bahwa seorang Nabi yang diutus Allah akan menyuruh ummatnya untuk menyembah dirinya dan bukan menyembah Allah subhaanahu wa ta’aala yang telah mengutus dirinya menjadi seorang Nabiyullah.

مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ

Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” (QS. Ali Imran [3] : 79)

Sehingga Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam sendiri ketika ditanya Allah mengenai dusta besar yang telah dilakukan oleh sebagian ummatnya, menjawab sebagai berikut:

مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ

“Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu, ‘Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu’.” (QS. Al-Maidah [5] : 117)

Jadi sebenarnya peringatan dan perayaan hari kelahiran Yesus Kristus bukanlah suatu peringatan hari ulang tahun biasa sebagaimana ulang tahun manusia lain pada umumnya. Bagi sebagian besar ummat Kristiani di seluruh dunia Hari Natal atau kelahiran Yesus setiap tanggal 25 Desember diyakini merupakan hari lahirnya anak tuhan bahkan hari lahirnya tuhan itu sendiri…! Subhaanallahi ‘amma yusyrikun (Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan). 


Ummat Nasrani meyakini bahwa setiap tanggal tersebut mereka menegaskan kembali keyakinan keliru mereka bahwa Allah punya anak atau Allah boleh diserupakan dengan seorang manusia, dalam hal ini Yesus atau kita menyebutnya Isa ‘alaihis salaam.

Dan Allah dengan tegas memvonis kafir bagi siapa saja yang mengucapkan kalimat sesat tersebut:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ

Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” (QS. Al-Maidah [5] : 72)

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, ‘Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa.” (QS. Al-Maidah [5] : 73)

Bila Allah memvonis mereka karena ucapan batilnya itu, lalu mengapa ummat Islam malah turut mengucapkan selamat kepada mereka atas kebatilan keyakinan mereka itu? Alih-alih kita mengajak mereka untuk bertaubat dan hanya menyembah Allah sebagaimana Allah perintahkan kita dan Nabiyullah Isa ‘alaihis salaam atau Yesus telah menyuruh mereka, malah sebagian ummat Islam dewasa ini turut memberikan dukungan dan ucapan selamat atas kekeliruan, kekafiran dan kemusyrikan mereka itu.

Bukankah ucapan selamat dari ummat Islam justeru akan melestarikan keyakinan sesat mereka? Mereka tidak diingatkan bahwa itu keliru malah mereka diberikan kalimat ucapan selamat? Alangkah tega dan zalimnya perbuatan orang-orang yang mengucapkan selamat Natal kepada ummat Kristiani yang merayakan hari kelahiran anak tuhan bahkan kelahiran tuhan itu sendiri. Kita tahu bahwa itu adalah kebatilan tetapi kita malah memberikan reinforcement dengan Christmas Greeting yang diucapkan, baik melalui ucapan langsung, facebook, email, kartu Natal atau Televisi.

Ibaratnya seorang muslim yang seperti itu sedang menyatakan kepada seorang Nasrani, “Selamat ya Anda telah menjadi seorang yang kafir di mata Allah Tuhan Yang Sebenarnya.” Na’udzubillahi min dzaalika…!

Bahkan di dalam ayat-ayat berikut Allah sangat murka dengan orang-orang yang meyakini bahwa Allah Yang Maha Pemurah telah mengambil seorang anak. Sehingga Allah mengancam dengan berbagai bentuk bencana alam dahsyat dikarenakan adanya orang-orang yang mengucapkan claim batil tersbut.

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الأرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِلا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا

“Dan mereka berkata, ‘Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.’ Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (QS. Maryam [19] : 88-93)

Sekali lagi, alangkah tega dan zalimnya bila ada seorang muslim yang mengaku menjadikan Allah sebagai Tuhan Yang Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak bisa diserupakan dengan apapun dan siapapun, kemudian melihat ada orang-orang yang meng-claim bahwa Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pemurah) punya anak lalu malah turut mengucapkan selamat pada hari dimana mereka merayakan peringatan hari kelahiran anak tuhan atau bahkan tuhan mereka itu.

Tidak mengucapkan “Selamat Natal” kepada kaum Nasrani bukan berarti kita tidak bisa bergaul dan berlaku baik kepada mereka. Silahkan berlaku baik kepada mereka sepanjang tahun. Tapi pada giliran tiba bulan Desember, khususnya tanggal tertentu, tunjukkanlah sikap Tauhid kita dengan tidak ikut serta melegitimasi kekeliruan keyakinan mereka dengan mengucapkan Christmas Greetings.

Mungkin ada yang bertanya, “Tetapi kenapa kita tidak mengucapkan ‘Christmas Greetings’ kepada mereka sedangkan mereka mengucapkan ‘Selamat Hari Raya Idul Fitri’ kepada kita?” Saudaraku, sungguh tidaklah sama antara Perayaan Natal dengan Hari Raya Idul Fitri. Hari Raya Idul Fitri merupakan sebuah momen dimana ummat Islam bersyukur telah sebulan penuh beribadah Ramadhan dengan shaum di siang hari, taraweh di malam hari dan berburu lailatul qadar. Ini semua merupakan perintah-perintah Allah untuk dilaksanakan dan dijanjikanNya akan mendatangkan keselamatan di dunia maupun di akhirat bagi pelakunya. Artinya memang seorang muslim yang mentaati Allah dengan beribadah Ramadhan adalah fihak yang selamat dan patut diberikan ucapan selamat. Sementara fihak yang merayakan peringatan hari lahirnya ‘anak tuhan’ atau lahirnya ‘tuhan’ bagaimana bisa dikatakan selamat sedangkan Allah sangat murka dengan claim batil tersebut? Lalu apa perlunya diberikan ucapan selamat kepadanya? Malah semestinya —jika sanggup— kita mengajak mereka untuk bertaubat dari claim batil tersebut dan kembali kepada ajaran murni Yesus alias Nabiyullah Isa ‘alahis salaam, yakni ajaran Tauhid.

Malah seharusnya kita malu kepada Allah karena kita belum kunjung melaksanakan perintahNya untuk mengajak mereka kepada kalimat yang disepakati antara kita dengan mereka:

تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلا نَعْبُدَ إِلا اللَّهَ وَلا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا

Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apapun.” (QS. Ali Imran [3] : 64)

Ya Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengampun, ampunilah kami yang belum kunjung sanggup secara terbuka melaksanakan perintahMu di atas bahkan sebagian kami justeru malah melegitimasi kesesatan Ahli Kitab dari kalangan kaum Nasrani. Amin ya Rabbal ‘Aalamiin.