Sebagai contoh, ada studi yang menunjukkan bahwa pasangan suami istri yang pisah ranjang mengalami dampak berbeda. Istri merasa kualitas tidurnya menjadi lebih baik. Di sisi lain, suami merasakan efek kebalikannya.
Dampak putus cinta bagi pria
Ada banyak hal yang membuat putus cinta berdampak lebih signifikan pada pria ketimbang perempuan, seperti:
1. Gaya hidup berantakan
Ketika berada dalam sebuah hubungan, pasangan perempuan kerap kali memberikan motivasi agar menjalani gaya hidup sehat. Contohnya seperti tidak merokok, tidak terlalu banyak minum alkohol, berolahraga, dan hal semacamnya.
Namun ketika putus cinta, pengaruh positif ini menghilang. Konsekuensinya, sangat mungkin seorang pria mencoba atau kembali terjebak dalam gaya hidup tidak sehat, utamanya yang berkaitan dengan alkohol dan rokok.
2. Rentan depresi
Menghadapi seluruh pemicu stres di luar sana, idealnya seorang pria ingin kembali ke pasangannya untuk berkeluh kesah. Berbagi cerita saja mungkin sudah lebih dari cukup untuk menenangkan perasaan.
Namun ketika menjadi jomblo, tak ada lagi tempat untuk berbagi cerita setiap kali merasa sedih. Ini meningkatkan risiko mengalami depresi.
Membenarkan hal itu, General Social Survey pada periode tahun 1972-2012 menunjukkan bahwa 71% suami memilih istri sebagai orang pertama yang tahu ketika merasa sedih. Sementara, hanya 39% istri memilih suaminya.
3. Koneksi terbatas
Alasan lain yang membuat pria bisa lebih down ketika patah hati adalah karena koneksi yang dimilikinya tak seluas perempuan. Bukan berarti tidak memiliki teman atau keluarga, namun kedekatan dengan orang-orang selain pasangannya tidak terlalu signifikan.
Bandingkan dengan perempuan yang memiliki banyak lingkaran pertemanan dengan irisan berbeda. Teman curhat, teman olahraga, teman sesama ibu-ibu, teman sesama ibu menyusui, dan seterusnya.
Tentunya hal ini tidak bisa digeneralisasi karena bisa saja yang terjadi justru sebaliknya. Namun faktanya, para peneliti menemukan bahwa pria cenderung menahan diri untuk meminta bantuan dari temannya saat sedang patah hati.
4. Lebih membutuhkan pasangan
Apabila membandingkan seberapa cepat suami dan istri yang baru bercerai menemukan pasangan baru, pria bisa jadi lebih cepat. Alasannya karena para suami membutuhkan kepedulian dari istri.
Sementara istri, justru sebaliknya. Menikah kembali bisa jadi justru menambah “tugas” dan mengurangi kebebasan. Tingkat ketergantungan suami terhadap istri menjadi faktor penting dalam hal ini.
5. Strategi bertahan yang berbeda
Ketika putus cinta, laki-laki lebih merasa marah sehingga rentan terjebak dalam hal-hal destruktif seperti mabuk dan merokok. Sementara perempuan, ketika merasa patah hati akan mencari strategi bertahan dengan bergabung dalam interaksi sosial lebih banyak.
Ada alasan mengapa strategi ini berbeda. Perempuan melakukannya karena ada tendensi untuk menjaga sebuah hubungan. Sementara pria memilih strategi itu demi menjaga kepercayaan dirinya. Hal ini juga berkaitan dengan saat kehilangan orang yang disayangi.
6. Faktor biologis
Menariknya, faktor biologis atau hormonal juga turut berperan dalam hubungan laki-laki dan perempuan. Ketika mulai menjalin hubungan, level testosteron seorang pria akan menurun, membuatnya lebih banyak merasakan hormon oksitosin.
Hormon cinta inilah yang membuatnya seakan mabuk kepayang. Namun ketika hubungan berakhir, testosteron akan kembali meningkat. Oksitosin pun menjadi rendah. Itulah mengapa kerap muncul gambaran bahwa pria bisa lebih cepat kembali ke kehidupan seperti semula meski baru patah hati.
Begitu banyak faktor yang menjelaskan perasan pria setelah memutuskan hubungan. Mereka tampak tabah, tangguh, atau dengan cepat bisa move on. Padahal, yang terjadi justru sebaliknya.
Pria menunjukkan bahwa dirinya seakan-akan tidak terbelenggu patah hati adalah cara agar tidak tampak lemah. Mereka tidak menunjukkan kesedihan pada orang lain, bahkan mungkin pada dirinya sendiri.
Referensi : Perasaan Pria Setelah Memutuskan Hubungan, Bisa Jadi Lebih Sedih